Lili merasa cukup puas atas sikap Dimas. Dia berkata, "Aku bisa tenang menyerahkan putriku padamu."Setelah duduk selama beberapa saat, Lili melihat ke arah jam di dinding dan bertanya, "Bagaimana kalau kalian berdua menginap saja di sini malam ini?"Amel khawatir Dimas akan merasa tidak nyaman menginap di sini, jadi dia berkata, "Nggak, Bu. Kami berdua harus kembali malam ini. Dimas harus pergi ke lokasi konstruksi besok pagi.""Baiklah kalau begitu. Sekarang sudah larut, kalian berdua harus hati-hati dalam perjalanan pulang.""Setelah mendengar apa yang ibuku katakan, aku merasa sedikit ragu. Membuka toko dan berbisnis memang bukan pekerjaan yang mudah. Aku nggak tahu apakah aku memiliki kemampuan untuk menjalankan toko makanan penutup sendiri atau nggak," kata Amel sambil menatap ke arah pemandangan di luar jendela dengan cemas.Demi membuka toko ini, Amel dan Dimas sudah bersiap menginvestasikan hampir seluruh uang mereka. Selain itu, dua hari yang lalu, Dimas juga berjanji pada or
"Nggak perlu beli obat. Aku sudah jauh lebih baik setelah minum air hangat." Sekarang sudah sangat larut, bagaimana mungkin Dimas rela membiarkan Amel untuk pergi keluar sendirian.Lagi pula, sakit perutnya tidak terlalu serius. Dimas hanya ingin Amel sedikit peduli padanya."Nggak bisa, kamu terlihat sangat kesakitan. Bagaimana bisa kalau nggak minum obat? Kalau sakitnya makin parah di malam hari, kamu akan makin menderita," kata Amel dengan cemas sambil mengerutkan kening."Nggak apa-apa. Aku mengenal tubuhku dengan baik. Minum air hangat dan istirahat saja sudah cukup. Minum obat terus-menerus akan membuat tubuh jadi kebal. Ini nggak baik untuk kesehatan. Tenang saja, nggak usah khawatir," jelas Dimas dengan penuh perhatian. Saat mendengar itu, Amel baru tidak memaksa lagi untuk keluar membeli obat.Amel dengan hati-hati membantu Dimas kembali ke kamar tidur, lalu berkata, "Sayang, istirahatlah dulu. Aku akan memasakkanmu sup hangat untuk menghilangkan rasa sakitmu."Ketika Dimas me
Amel tidak tahu bahwa rumah ini milik Dimas."Nggak apa-apa. Temanku punya banyak properti. Dia nggak akan memedulikan rumah ini.""Meskipun dia nggak peduli, aku masih akan merasa nggak enak. Dimas, setelah modal toko makanan penutup kita kembali dan kita menghasilkan uang, ayo kita beli rumah kita sendiri. Lagi pula, kita bisa hidup lebih tenang di rumah kita sendiri." Setelah kejadian ini, Amel juga menyadari bahwa mereka memang harus membeli rumah sendiri.Dimas mengangguk setuju sambil berkata, "Oke, aku akan mendengarkanmu. Apa yang terjadi hari ini adalah salahku. Maaf Sayang, kamu jadi ketakutan."Dimas menyeka wajah Amel dengan penuh penyesalan. Jika bukan karena dia, hal yang menakutkan seperti itu tidak akan terjadi malam ini.Amel tidak menyalahkan Dimas. Dia berkata, "Aku baik-baik saja. Hari ini adalah pengingat bagi kita untuk nggak meninggalkan dapur saat masak."Saat Dimas mempertaruhkan nyawa dengan mendorong dirinya keluar dari dapur, Amel merasa sangat terharu. Mana
"Jadi begitu. Terima kasih sudah datang membantuku," ucap Amel penuh rasa terima kasih."Kak Amel, kamu nggak perlu sungkan pada kami. Pak Dimas biasanya memperlakukan kami sebagai saudaranya. Selain itu, kedua anak ini juga nggak ada kerjaan di rumah. Dengan kesempatan ini. bagus juga untuk melatih mereka sedikit."Pria itu berdiri di depan pintu sambil memberikan beberapa instruksi pada kedua gadis itu sebelum pergi dengan tergesa-gesa."Pada jam segini biasanya nggak ada seorang pun di jalan. Kalian berdua bisa masuk untuk beristirahat sebentar." Amel mengajak kedua gadis itu masuk ke dalam toko. Kemudian, dia menuangkan segelas air untuk mereka."Terima kasih, Kak." Linda melihat bahwa Amel masih cukup muda, mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari dirinya. Jadi, dia berinisiatif memanggil Amel dengan panggilan 'kakak'."Sama-sama. Kalian berdua umur berapa?""Kak, umurku 18 tahun. Yovita juga 18 tahun, tapi dia dua bulan lebih muda dariku," jawab Linda yang memiliki kepribadian
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam sekejap mata, hari sudah malam."Kak, ini sudah larut. Kami berdua harus pergi ke sekolah besok, jadi kami harus pulang dulu. Kami akan datang untuk membantumu kalau ada waktu lain kali," ucap Linda dengan sopan.Saat mereka berdua hendak pergi, Amel tiba-tiba menghentikan keduanya."Kalian berdua, tunggu sebentar. Kalian berdua sudah membantuku sepanjang hari di sini. Aku jadi merasa nggak enak. Kalian bisa membawa pulang kue untuk dimakan. Kalau kelak kalian ingin makan makanan penutup, kalian bisa datang ke tokoku kapan saja," kata Amel sambil mengemas beberapa kue untuk kedua gadis itu.Kedua gadis itu tidak bisa menolak dan hanya bisa menerimanya. Setelah mengantarkan kepergian mereka, Amel duduk di depan kasir, lalu mulai menghitung pemasukan hari ini."Bos, apakah kamu punya kue stroberi?" tanya Dimas sambil berjalan masuk sambil berpura-pura menjadi seorang tamu."Ada," jawab Amel sambil mendongak. Setelah melihat Dimas, dia tersenyum makin leb
Wanita tua itu berjalan mengitari toko. Saat dia melihat berbagai jenis kue yang ada di etalase, matanya perlahan meredup. Kemudian, dia menggelengkan kepalanya dengan kecewa."Ah, aku sudah pergi ke begitu banyak toko kue, tapi sepertinya suamiku nggak akan menikmati kue-kue ini. Dia pasti nggak akan memakannya," kata wanita tua itu dengan putus asa sambil berjalan menuju pintu."Nenek, makanan penutup apa yang kamu cari? Katakan saja padaku, mungkin aku bisa membantumu." Amel mau tidak mau memanggil wanita itu ketika dia melihat betapa kecewanya wanita tua itu."Aku sedang mencari kue telur tradisional. Suamiku sudah berumur 70 tahun ini. Dokter bilang usianya nggak akan lama lagi. Beberapa hari ini, dia selalu bilang ingin makan kue telur tradisional. Aku sudah mencari ke banyak toko kue, tapi tetap nggak bisa menemukannya," kata wanita tua itu dengan sudut mata yang agak basah.Wanita tua itu jelas sudah sulit untuk bergerak. Namun, demi bisa mewujudkan keinginan suaminya sebelum m
"Kalau begitu, bisakah kalian mengantarku ke Rumah Sakit Rakyat Pratama? Suamiku dirawat di rumah sakit itu.""Oke, kebetulan sekali itu searah dengan jalan pulang kami." Dimas menyalakan mobil, lalu melaju menuju Rumah Sakit Rakyat Pratama."Nenek, sepertinya kamu dan Kakek memiliki hubungan yang sangat baik. Kamu berusaha sangat keras agar Kakek bisa makan kue ayam tradisional ini." Amel mengobrol dengan nenek itu dalam perjalanan ke rumah sakit.Wanita tua itu menjawab sambil tersenyum manis, "Ya, kami berdua selalu memiliki hubungan yang sangat baik. Selama puluhan tahun bersama, kami nggak pernah bertengkar. Ketika masih muda, kami sangat miskin, tapi dia nggak pernah membiarkan aku kelaparan. Sekarang, dia menderita kanker paru-paru stadium akhir dan nggak akan bertahan lama. Dulu dia berjanji untuk nggak pergi lebih dulu, tapi dia sepertinya akan mengingkari janjinya."Nada suara wanita tua itu terdengar tenang, tapi matanya menunjukkan kesedihan.Dimas dan Amel tidak tahu harus
"Meskipun panci ini mahal, penjualnya bilang kalau panci ini tahan lama, jadi aku pun memilihnya," lanjut Dimas setelah melihat keraguan Amel.Amel tidak punya pilihan selain menyetujuinya. Setelah itu, mereka pun pulang. Hari sudah mulai larut ketika mereka sampai di rumah."Sayang, kenapa kita nggak memesan makanan pesan antar saja? Ini sudah jam sembilan. Hari ini kamu juga capek, jadi nggak perlu memasak lagi.""Nggak apa-apa, aku nggak capek. Ikan ini baru saja mati saat aku membelinya. Kalau aku simpan sampai besok, pasti sudah nggak segar lagi. Kamu lapar atau nggak?""Nggak lapar."Melihat Amel yang bersikeras untuk memasak, Dimas berinisiatif masuk ke dapur untuk membantu Amel sehingga gadis itu bisa membuat makan malam dengan lebih cepat."Sayang, aku senang sekali bisa menyantap makanan yang kamu masak sendiri!" seru Dimas seraya duduk di meja makan dengan wajah bahagia.Sebelum bertemu Amel, Dimas sepertinya tidak pernah menyangka akan menjalani kehidupan seperti ini.Mende