Air dingin menetes ke atas seprai, sorot mata Dimas tampak nyalang.Dimas memiliki kekuatan yang besar, sehingga saat dia memegang tangan kiri Amel dengan satu tangan, seluruh tubuhnya yang sebesar gunung setengah menempel pada Amel.Amel terkejut dan menekan dada Dimas yang terasa panas karena malu, lalu berkata dengan suara bergetar, "Dimas ... kamu .... Apa yang ingin kamu lakukan?""Sayang, kamu harum sekali."Dimas membenamkan kepalanya di ceruk leher Amel, mencium aroma wanita itu dengan rakus."Aku mau menciummu," kata Dimas dengan suara yang rendah dan serak.Mata Dimas yang sedikit merah tampak emosi yang tak tertahan, seluruh tubuhnya juga terasa sangat panas.Amel gemetar, dia jelas merasakan ada sesuatu yang panas yang menekan di bawah tubuhnya. Amel pun menjawab seraya gemetar ketakutan, "Bukankah kita ... bukankah kita sudah sepakat? Kita mendekatkan hubungan dulu, kamu sudah bilang kalau kamu nggak akan memaksaku ...."Benar, Dimas tidak ingin memaksa Amel.Dalam hati, D
Dimas mengusap bagian atas rambut Amel yang halus dan menghiburnya, "Kamu sedang mengalami gangguan kecemasan bisnis. Nggak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang masih belum terjadi.""Tapi aku merasa agak cemas. Aku sudah mempersiapkannya selama sebulan penuh, aku nggak tahu hasil apa yang akan muncul pada akhirnya.""Karena kamu belum tahu, lakukan saja dengan berani. Kamu lupa, kita sudah berjanji kepada orang tua kita kalau kita harus berani untuk menanggung kehilangan segalanya.""Memang begitu .... Tapi aku nggak tahu apakah aku memiliki keberanian untuk mengatakannya ketika waktunya tiba dan benar-benar berani menanggungnya atau nggak," ungkap Amel sambil menghela napas panjang dan menjatuhkan tubuhnya di atas meja dengan sedikit frustrasi."Aku yakin kamu sudah pernah mendengar pepatah, 'peluang ada di tangan sedikit orang'." Dimas membasahi tenggorokannya dan berkata dengan serius, "Kenapa kalimat ini benar? Sebenarnya ini sangat mudah. Terkadang, hanya ada sedikit orang yang bis
Dimas menyipitkan matanya dan tersenyum makin lebar. Dia pun memiringkan kepala untuk memperlihatkan pipi tampannya, lalu memberi isyarat pada Amel untuk menciumnya.Jarang sekali wanita itu bisa mengerti apa yang dia inginkan.Namun, setelah menunggu beberapa saat, Amel masih belum berinisiatif untuk mencium pipinya."Bukankah kamu bilang kamu akan memberiku hadiah?" tanya Dimas dengan nada tidak puas sambil mengangkat alisnya.Mungkinkah Amel menyesalinya?"Ya, aku akan menciummu." Amel menunjukkan senyuman. Dia menatap wajah Dimas dengan malu-malu, lalu tiba-tiba mengulurkan tangan untuk memegang pipi Dimas.Di bawah tatapan tertegun Dimas, wanita itu memberikan ciuman selembut bulu di bibirnya.Amel ... mencium dirinya?"Ahem, um ... ini sudah larut, tidurlah lebih awal."Amel tersenyum lebar, lalu bangkit dan berjalan menuju tempat tidur.Namun, Dimas yang sudah pulih dari keterkejutannya tiba-tiba menyeringai. Dia meraih Amel ke dalam pelukannya."Panggil aku sayang," kata Dimas
Tawa Dimas membuat dada Amel bergetar. Tawa pria itu mengandung kepuasan dan juga sedikit kebahagiaan. Dia berkata, "Baiklah, aku nggak akan mengganggumu lagi.""Benarkah?""Kalau kamu masih mau.""Nggak!" protes Amel. Dia berkata dengan tersipu, "Aku ... aku khawatir kamu nggak bisa menahan diri ...."Apa yang akan Amel lakukan kalau pria itu tidak bisa menahan diri?"Haih."Dimas menghela napas panjang sambil menahan senyuman, lalu berkata, "Sayang, aku sudah bilang aku sangat menghormatimu. Aku nggak bermaksud melakukan hal seperti ini malam ini. Kupikir kamu menginginkannya, jadi aku mengambil inisiatif.""Kamu bilang kamu mau hadiah, makanya aku melakukan itu!" Amel tidak bisa mengungkapkan apa yang dia pikirkan. Bagaimana bisa pria itu mengira dia ingin meminta ciuman?Dimas segera mengakui kesalahannya, "Ya, ya, semua ini adalah salahku. Maafkan aku, Sayang. Aku nggak akan melakukannya lagi."Ah, tidak akan melakukannya lagi?Amel tidak bisa menahan diri untuk merenungkan ciuman
"Kamu nggak melakukan kesalahan apa pun. Kita tidur saja seperti ini." Amel tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Jadi, dia menutupi dirinya dengan selimut, berbalik ke samping, lalu mencoba untuk tidur.Namun, tampak tidak ada gerakan untuk waktu yang lama dari tempat tidur di sebelahnya.Amel mengerutkan kening, lalu menjulurkan kepalanya dengan cemas. Dia melihat Dimas duduk di samping dengan ekspresi kecewa dan kesepian. Pria itu mengenakan piama lengan pendek, menatapnya dengan tatapan menyedihkan dan hampa.Melihat ini, Amel merasa agak kasihan."Ah, kenapa kamu belum tidur juga?"Amel duduk, lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh lengan Dimas. Dia menyadari bahwa lengan pria itu terasa sangat dingin.Dimas tersenyum pahit. Dia berkata sambil mengedipkan matanya, "Nggak apa-apa, kamu bisa tidur duluan."Dimas terlihat jelas sedang sedih dari ekspresinya. Hal ini membuat hati Amel menegang. Dia mengerutkan bibirnya, merasa sedikit bersalah, sebelum akhirnya berkata, "Nggak perlu s
Kalau tidak, dia juga tidak akan tidak mengetahui apa pun tentang kunjungan bos ke cabang tersebut.Dio akan segera kembali, yang berarti dia akan terlibat dalam urusan cabang dan kemajuan proyek "Kota Masa Depan".Dimas mendengus dingin, lalu berkata, "Bagus kalau dia sudah akan kembali. Ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Selain itu, segera susun daftar personel di cabang ini. Perusahaan nggak memerlukan kaki tangan Dio yang nggak berguna. Orang-orang yang punya kemampuan bisa tetap tinggal, sementara mereka yang nggak kompeten ... seperti siapa itu."Irfan buru-buru menjawab, "Hardi Chandra.""Benar."Saat menyebut tentang Hardi, mata Dimas dipenuhi dengan rasa jijik. Dia berkata, "Parasit seperti ini harus segera dibereskan."Irfan mengangguk. "Baik, Bos."Setelah kedua orang itu selesai berbicara, terdengar ketukan dari pintu kantor.Mata Dimas tampak sedikit dingin. Dia berdiri dari kursi bos, lalu memberi isyarat agar Irfan duduk.Irfan merasa agak gugup, tapi dia teta
Ketika Soni mendengar ini, senyuman di wajahnya langsung berubah muram. Dia mengerutkan bibirnya sambil menatap tajam ke arah Dimas.Sebelum Soni dapat berbicara, Hardi yang selalu tidak senang dengan Dimas berbicara terlebih dahulu, "Dimas, apa maksudmu? Pak Soni hanya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menjalin hubungan baik dengan Pak Irfan. Kenapa semua ini berubah menjadi sangat buruk saat kamu mengatakannya?""Pak Irfan, tolong jangan dengarkan omong kosongnya. Aku memintamu untuk menghadiri pesta ulang tahunku karena aku ingin semua orang bersenang-senang bersama. Dimas, kalau kamu nggak suka denganku, kamu bisa mengatakannya secara pribadi. Jangan menuduhku seperti ini di depan Pak Irfan." Pak Soni juga buru-buru menjelaskan semuanya."Kamu sudah mengadakan pesta ulang tahun di ulang tahun ke-40. Apa kamu takut nggak bisa hidup sampai umur 70 tahun?"Dimas menatap keduanya dengan tatapan dingin. Arti kata-kata Dimas sudah sangat jelas. Dia tahu betul apa yang ada dalam piki
Amel awalnya berpikir mempekerjakan dua orang pekerja lepas untuk membagikan brosur. Setelah bertanya-tanya, gaji pekerja lepas bisa mencapai 400 ribu sehari. Setelah ragu sejenak, Amel akhirnya memutuskan untuk melakukan pekerjaan itu sendiri. Lebih baik baginya untuk terlibat secara langsung dalam membagikan brosur.Dimas menatap wajah kelelahan wanita itu dengan lembut. Dia menyeka keringat di wajah Amel, lalu berkata dengan sedih, "Lihat dirimu. Kamu sudah kelelahan. Kamu harus melayani tamu dan juga membagikan brosur, terlalu lelah. Aku akan carikan dua orang pekerja untukmu."Dimas benar-benar tidak tega membiarkan Amel bekerja begitu keras. Namun, Amel segera menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Nggak perlu. Lagi pula, aku juga nggak ada kerjaan. Aku nggak lelah kok, tenang saja. Seperti kata pepatah, kita harus bekerja keras baru bisa sukses. Nggak apa-apa kesusahan sedikit."Amel mengatakan itu sambil tersenyum. Melihat senyuman cerah di wajah Amel, Dimas dipenuhi dengan