Andini Rezkina gadis cantik yang baru masuk kuliah semester pertama, ia tinggal bersama ibu dan kakaknya Dewi. Dari kecil Dini selalu diperlakukan tidak baik oleh ibunya dan setiap Dini bertanya apa salahnya sang ibu selalu bungkam dan malah semakin marah padanya.
Namun pagi ini semua tampak berbeda, Anna ibunya Dini masuk ke kamar Dini untuk pertama kalinya karena selama ini Anna tidak pernah menginjakkan kakinya ke kamar Dini. Anna memindai keadaan kamar Dini yang berantakan, ia melihat Dini yang masih berbaring ditempat tidur dengan selimut menutupi tubuhnya dan laptop di sebelah bantalnya.Anna pun membuka lebar gorden jendela dan merapikan buku-buku yang berserakan di lantai. Kamar Dini terlihat kecil hanya ada lemari pakaian dan meja kecil untuk meletakkan buku dan alat-alat kebutuhan Dini.Tubuh Dini pun tergerak karena silau matahari yang langsung mengenai wajahnya, ia mencoba membalikkan badan agar cahaya matahari tidak mengenai wajahnya namun ada yang menarik selimutnya. Dengan mata masih terpejam Dini kembali menarik selimutnya namun selimut tersebut tetap tertahan, "kok seperti ada yang menarik selimutku ya, gak mungkin kan ada hantu dikamar ini" bathin Dini masih terus berusaha menarik selimutnya.Anna yang mulai kesal melihat Dini masih bertahan dengan selimutnya ia menarik kuat selimut tersebut dan membuangnya ke lantai, Dini terkejut saat selimut yang menutupi tubuhnya ditarik paksa dan ia pun membalikkan badannya.Mata Dini melotot dengan mulut terbuka saat dilihatkan sosok wanita paruh baya berdiri tepat di depannya."I-bu…" Dini mengucek-ngucek matanya tidak percaya, ia pikir ini mimpi namun saat ia melihat kembali ternyata benar sosok di depannya adalah ibunya."Ayo…bangun dan lekas mandi, jangan kebiasaan nonton film yang tidak jelas sampe bangun kesiangan" ucap Anna sambil mengambil selimut yang terjatuh di lantai dan melipatnya.Dini masih tercengang mendengar ucapan Ibunya ia masih tidak percaya dan mencubit tangannya sendiri." Auhh…sakit ternyata" ucap Dini dengan mengelus lengannya yang sakit.Anna hanya mengulum senyum melihat tingkah Dini, "Ayo cepat. Tunggu apa lagi!"Dini pun bergegas berlari masuk kamar mandi tanpa banyak tanya, ia tidak mau membuat ibunya marah. Ia sangat senang pagi ini Ibu membangunkannya.Dengan secepat kilat Dini membersihkan diri ia tidak mau Ibu dan Kakaknya menunggu lama, ia pun segera keluar kamar dan menuju dapur."Pagi, bu. Maaf sudah membuat ibu menunggu" sapa Dini sambil melirik ke arah pintu kamar kakaknya."Makanlah, ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu." Ucap ibu tanpa melihat wajah Dini yang tampak heran."Kita tunggu Kak Dewi aja bu, biar makan sama-sama.""Tidak perlu, kakak kamu sudah sarapan dan sudah berangkat pagi-pagi sekali." Ucap Ibu datar sambil mengambil piring Dini dan mengambil nasi beserta lauknya."Tumben Kak Dewi sudah berangkat tanpa bilang biasanya Kak Dewi selalu bilang. Kok perasaan aku tidak enak ya, Tumben ibu baik banget sampai mengambil nasi untukku" bathin Dini.Dini mengambil piring yang diberikan ibunya dan makan dengan sedikit canggung karena biasanya Dini akan makan berdua dengan Dewi tanpa ibu sebab ibunya tidak pernah mau makan bersama Dini.Dini makan sambil menunduk, ia tidak berani menatap ibunya yang duduk di depannya. Seharusnya Dini senang karena ibunya sudah berubah namun ada perasaan aneh yang Dini rasakan."Abis makan kamu bisa temani ibu" kata Anna."Hah…" Dini yang sedang menyuapkan makanan terhenti dan memandang ibunya tak percaya."Kenapa kamu memandang ibu begitu? apa kamu tidak percaya dengan yang ibu katakan? atau kamu tidak mau temani ibu" kata Anna berusaha meyakini Dini."Ti-dak bu…aku mau…aku mau banget temani ibu" jawab Dini dengan cepat, ia tidak mau ibunya berubah pikiran.Anna tersenyum tipis, "Ya sudah, lanjutkan kembali makannya. Ibu mau mencuci piring bekas masak tadi" Anna beranjak dari kursi dan menuju ke dapur sambil menggenggam erat kedua tangannya.Melihat ibunya sudah di dapur, Dini segera menghabiskan makanannya karena ia jarang mendapat makanan yang lengkap seperti pagi ini.***Kenzi Argantara anak bungsu dari keluarga Dirgantara dan merupakan salah satu pewaris tunggal di perusahaan Ken Company. Di usia nya yang hampir 30 tahun sudah waktunya berumah tangga, namun ada sesuatu yang keluarga tidak tahu apa yang Kenzi hadapi. Sehingga Kenzi selalu menolak saat Papa dan Mamanya ingin menjodohkan Kenzi sama anak teman kolega mereka.Saat ini di ruangan kerja Kenzi ada Max yang sedang berdiri menunggu perintah dari bosnya, Max melihat bosnya bersandar di kursi kebesarannya dengan memejamkan mata dan dahi yang mengkerut. Entah apa yang dipikirkannya dan itu membuat Max tidak berani menegur padahal kaki Max sudah pegal karena sudah lama berdiri.BrakkTiba-tiba Kenzi menghamburkan barang barang yang ada di atas meja, Max yang masih berdiri pun terlonjak kaget."Wanita sialan…awas kamu ya, akan aku buktikan kalau aku normal." Teriak Kenzi sambil melemparkan barang yang ada di hadapannya.Saat Kenzi ingin melempar vas bunga, Kenzi baru tersadar bahwa ada Max di depannya. Syukur Kenzi cepat sadar kalau tidak mungkin vas bunga itu sudah melayang di kepala Max."Tu-tuan…" ucap Max dengan berusaha tenang padahal jantungnya sudah mau copot membayangkan vas bunga yang terbuat dari besi itu mengenai kepalanya."Sejak kapan kamu berdiri disitu…hah?!" Hardik Kenzi dengan wajah menyeramkan."Saya baru saja berdiri di sini tuan" ucap Max berbohong, mana mungkin Max berkata jujur kalau sudah satu jam berdiri pasti tetap disalahkan sama tuannya yang saat ini sepertinya sedang PMS."Bagaimana kamu sudah dapatkan wanita untukku malam ini, tapi kamu harus ingat wanita ini harus bisa membangunkannya. Kalau saja seperti wanita sebelumnya siap-siap kamu juga harus mengalami apa yang aku alami sekarang" ancam Kenzi yang membuat bulu kuduk Max berdiri dan tanpa sadar memegang asetnya."Tenang, tuan. Kali ini sangat berbeda saya yakin tuan pasti senang dan menikmatinya." Jawab Max dengan yakin."Bagus kalau gitu, saya tunggu ditempat biasa. Kamu boleh keluar sekarang dan batalkan semua janji saya mau istirahat""Baik, tuan. Saya permisi dulu" Max pun buru buru meninggalkan ruangan yang tampak mengerikan sambil menghubungi cleaning service untuk membersihkan ruangan tersebut.****Dini merasa risih dengan gaun yang dikenakannya, gaun ini pilihan Ibunya. Sebenarnya ia enggan memakai gaun yang menurutnya cukup terbuka dan sedikit menampilkan belahan dadanya serta riasan di wajah yang membuat Dini sendiri tidak mengenal wajah yang biasanya cuma memakai bedak tabur dan lipglos tipis.Anna tampak puas dengan penampilan Dini dan tersenyum sinis, entah apa yang ingin Anna lakukan ke Dini.Saat ini mereka sudah berada di restoran hotel berbintang lima. Dini mulai merasakan hal yang tidak beres ketika memasuki restoran tersebut karena restoran ini sepi dan tidak ada teman-teman arisan Ibunya. Dini ingin bertanya pada Ibu namun ia takut sehingga Dini hanya diam sambil sesekali memperhatikan Ibu yang sedang menelepon seseorang.Jantung Dini mulai berdebar tak beraturan saat seorang pria berjas hitam dan kacamata hitam datang menghampiri mereka. Pikiran buruk pun terlintas di benak Dini, "apa ibu mau menjualku? Tapi tidak mungkin, aku kesini cuma mau menemani Ibu" Bathin Dini dengan menatap heran kearah Ibu dan Pria tersebut."Dini…kamu ikuti teman ibu ini. Nanti ibu menyusul" perintah Ibu tanpa menatap Dini."Kenapa tidak sekalian sama ibu saja? Dini tidak kenal sama orang itu bu." bujuk Dini dengan hati was-was."Kamu tidak percaya sama Ibu. Pria ini asistennya teman Ibu jadi kamu tidak usah takut. Nanti ibu menyusul karena Ibu lagi nunggu seseorang" jawab Anna mulai kesal."Bu-bukan begitu Bu" jawab Dini takut."Sudah jangan banyak tanya, sekarang ikut dengan dia!" Perintah Anna.Dini yang melihat sorot mata Ibunya yang tajam pun tidak berani bertanya lagi dan berdiri dari tempat duduknya."Mari, nona" kata pria tersebutDengan langkah berat Dini berjalan mengikuti pria tersebut dan tatapan mata Dini memohon ke arah Ibunya agar ibunya menahannya. Namun Dini salah, ibunya sama sekali tidak menoleh ia malah sibuk dengan ponselnya seolah tidak peduli Dini dibawa oleh siapa.Air mata Dini pun luruh, ia tidak tahu kemana pria tersebut membawanya. Dan tibalah Dini di depan pintu kamar hotel di lantai 2. Mata Dini melotot dengan jantung berdebar kencang, "ini kan kamar hotel, untuk apa aku di bawa kemari. Apa jangan jangan a-ku…." Gumam Dini lantas menoleh ke pria tersebut."Tuan….mengapa anda membawa saya kemari? bukankah saya mau menemui teman ibu saya?" Tanya Dini dengan cemas."Maaf nona, saya hanya diperintahkan membawa nona kemari. Mari silahkan masuk dan jangan membuat seseorang menunggu!" Ucap pria tersebutDini tampak ragu membuka handle pintu kamar tersebut, ia takut kalau di dalam nanti ia diperlakukan tidak senonoh seperti cerita novel yang pernah ia baca.Pria tersebut masih berdiri dibelakang Dini dan memperhatikan Dini yang belum juga membuka pintu, ponsel pria tersebut berbunyi dan segera mengangkatnya."Maaf, tuan. Dia sudah di depan pintu dan akan segera masuk." Ucap pria tersebut sambil mendekati Dini dan mengambil alih handle pintu kemudian membukanya.Dini tampak terkejut di saat pria itu tiba-tiba membuka pintu, ingin rasanya Dini melarikan diri namun sayang badan pria tersebut tinggi besar bahkan bisa menutupi tubuh mungil Dini."Ayo nona masuklah, jangan membuat tuan murka. Kalau nanti tuan murka itu akan berakibat buruk dengan ibu dan kakak nona." Ancam pria tersebut membuat Dini semakin ketakutan.Dini tidak mau terjadi sesuatu dengan ibu dan kakaknya mungkin ini sudah jalan hidup Dini. Ia tidak tahu kenapa ibunya tega melakukannya. Dini pun masuk ke dalam dan memperhatikan ruangan yang sangat luas, ia tidak sadar bahwa ada laki laki yang sedang menatap dirinya dengan cemburu.Pria yang mengantar Dini ke kamar hotel adalah Max asisten Kenzi dan ia bernafas lega saat Dini sudah masuk ke kamar dengan sedikit ancaman. Entah darimana Max mengenal Anna yang penting Max telah menemukan sosok yang akan membuat Tuannya tidak mengganggu gugat aset berharganya. Max masih setia berdiri di depan kamar tersebut untuk berjaga-jaga wanita di dalam jika gagal karena seperti yang sudah-sudah belum ada 15 menit wanita tersebut keluar dengan wajah berantakan. Namun Max berharap wanita kali ini harus berhasil memuaskan Tuannya.Kenzi sedang memperhatikan sikap polos wanita yang berada di kamarnya, ada sedikit senyum di bibir Kenzi melihat tingkah konyol wanita itu yang menghempaskan bokongnya di sofa. Kenzi masih berdiri dengan tangan bersedekap, "sepertinya Max membawa anak playgroup kemari, tapi ini cukup menarik."Dini lupa akan maksud kehadirannya di kamar tersebut, Dini terlalu terpukau dengan luasnya kamar hotel ini jika dibandingkan dengan kamar sangat jauh berbeda. Di
Anna segera meninggalkan restoran hotel dengan tergesa-gesa kemudian langsung menyetop taksi, Anna duduk di kursi penumpang dengan tangan memegang erat tasnya, setelah Dini dibawa oleh Max hati Anna mulai tak tenang ada rasa bersalah di hatinya namun mengingat masa lalu suaminya ia kembali menguatkan dirinya bahwa yang ia lakukan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh suami dan selingkuhannya.Ponsel Anna berbunyi, ia pun segera mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya dan membukanya ada sebuah pesan masuk. Mata Anna membulat, pesan tersebut merupakan pesan dari m-banking dengan jumlah yang sangat fantastis.Dengan tangan gemetaran Anna menghitung jumlah nolnya, " satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan…nolnya ada sembilan itu berarti jumlah uang ini 1 milyar. Sepertinya Dini berhasil memuaskan tuan tersebut, padahal perjanjian hanya dapat 100 juta mungkin aku dapat bonus" gumam Anna dengan tersenyum senang.Taksi tersebut berhenti dirumah sederhana An
Darmantara sosok yang sangat Kenzi kagumi dan dihormati setelah Papa Samuel Argantara, Kenzi yang merupakan cucu satu-satunya membuat ia dimanja dan di sayang oleh Darmantara namun bukan berarti Kenzi tidak pernah dimarahi, kelakuan Kenzi kecil yang nakal membuat Kenzi selalu dimarahi bahkan dihukum oleh kakeknya. Kenzi sangat menyayangi Kakek Darma karena selama ini Kakek Darma yang merawat dan mengurus Kenzi berhubung dulunya orang tua Kenzi harus tinggal di luar negeri untuk mengurus bisnis keluarga Dirgantara. Namun karena sekarang Kakeknya sering sakit sakitan Mama dan Papa sudah menetap kembali di Jakarta.Hati Kenzi berdebar kencang saat Max mengatakan kalau Kakek Darma dirawat dirumah sakit tanpa mendengar kelanjutan omongan Max, Kenzi beranjak dari sofa langsung berlari ke kamarnya. Di dalam kamar Kenzi menatap sekilas Dini, wajah teguh Dini sedikit mengurangi rasa cemasnya terhadap kakeknya yang sakit. Ada desiran aneh yang dirasakan Kenzi, ia pun memalingkan wajahnya dari D
"A-aku bukan anak kandung Ibu? Lantas siapa Ibuku dan dimana Ibuku?" Dini berucap sendiri di ruangan rumah yang sepi dengan berderai airmata. Dini seakan melupakan kejadian yang terjadi di kamar hotel, ia masih membaca surat tersebut berulang-ulang. Dini berharap ia salah baca namun tulisan itu tetap sama.Aaaaaakkkkkkk…..Dini berteriak kencang sambil memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, ternyata perlakuan tidak baik Ibunya selama ini karena Dini bukan anak kandungnya. Air mata Dini seakan tidak habis mengalir, Dini sekarang hidup sendiri ia tidak tahu kemana ia harus mencari ibu kandungnya dan ia juga ingin mencari tahu kenapa ia sampai diasuh oleh Ibunya yang sekarang.Lelah menangis Dini berjalan gontai menuju kamarnya dan ia pun menghempaskan badannya di kasur kecil miliknya. Mata Dini tidak sanggup terbuka karena banyak menangis kemudian ia pun terlelap tanpa membersihkan dirinya.****"Kakek," lirih Kenzi prihatin melihat tubuh lemah kakeknya yang terpasang selang oksigen di
Kenzi menatap nyalang Max sepertinya seseorang yang ditelepon Max tidak mengangkat teleponnya.“Maaf, tuan. Ibu Anna tidak menjawab teleponnya” sesal Max sambil menunduk takut.Kenzi menarik nafas frustasi, “kamu cari tahu tentang wanita itu secara detail dan aku mau nanti malam kamu sudah membawa wanita itu kemari? Oh…tidak jangan ke hotel ini tapi ke apartemenku” Kenzi bangkit dari sofa setelah memberi perintah ke Max.“Baik, tuan” Max pun mengangguk pasrah, walau ia tidak yakin bisa menemukan wanita tersebut malam ini karena nomor ponsel wanita tersebut sudah tidak aktif sepertinya Max telah ditipu oleh ibu dan wanita tersebut.Malam pun tiba, Max tampak gusar menunggu kabar dari anak buahnya yang ia suruh untuk mencari tahu keberadaan Anna, tak lama muncul seorang laki-laki dengan wajah sangar menghadap ke Max dengan menunduk hormat.“Maaf, tuan. Kami kehilangan jejak wanita tersebut. Menurut info yang kami dapat, wanita tersebut sudah meninggalkan rumahnya sejak tadi pagi saat ia
Di sebuah bangunan terdengar suara musik yang keras dan kelap kelip lampu membuat suasana menjadi remang remang sehingga banyak pengunjung yang seakan betah dengan suasana yang riuh dan memekakan telinga, terlihat dari orang-orang yang duduk hanya sekedar minum-minuman dan apalagi kalau bukan untuk memuaskan hasratnya. Karena banyak wanita sexy yang seakan memamerkan tubuhnya untuk dinikmatinya. Namun tidak untuk seorang gadis cantik dan mungil yang sekarang berada di ruang ganti, ia segera memakai seragam pelayannya dengan cepat dan memoles wajahnya sedikit terlihat dewasa agar orang tidak mengenalnya bahwa ia seorang mahasiswa. Dia adalah Dini yang bekerja sebagai pelayan untuk mengantar minuman ke pelanggan, ia harus menerima pekerjaan ini karena gaji yang diberikan sangat cukup untuk membiayai kuliahnya. Namun ia harus pandai merahasiakan dirinya yang bekerja di Club ini bahkan Ibu dan kakaknya pun tidak mengetahuinya.Setelah penampilannya sudah terlihat baik, Dini segera mening
Dini berusaha untuk membersihkan sepatu tersebut namun si pemilik sepatu malah menjauhkan kakinya, Dini pun sedikit merasa kesal karena orang tersebut membuat dirinya kena masalah kalau sampai ada yang melihat dia telah menumpahkan minuman.“Sini, Tuan biar saya bersihkan sepatunya. Kalau Tuan menghindar saya tidak bisa membersihkan sepatunya” ucap Dini kembali.“Cukup! Jangan kamu sentuh kaki saya lagi. Sudah biarkan saja kaki saya basah.” kata laki-laki tersebut dengan perasaan yang kacau. Ia juga penasaran dengan wajah si pelayan yang dari tadi tertunduk.Dini menghela nafas dengan berat dan ia pun bangkit dari jongkok lalu berdiri karena percuma ia tidak bisa membersihkan sepatu pria tersebut.“Sekali lagi saya minta maaf Tuan dan tolong jangan laporkan saya” Dini memohon dengan kepala masih menunduk.Pria tersebut semakin penasaran melihat wajah pelayan itu dan saat Dini berdiri, pria tersebut bisa mengenal dari bentuk tubuh Dini yang mungil serta wangi parfum yang dikenakan Dini
Akhirnya Dini bisa keluar dari klub tersebut, dengan nafas yang terengah-engah Dini beristirahat sejenak di balik deretan mobil yang terparkir. Ia pun merapikan rambutnya yang berantakan.“Sial benar nasibku hari ini, kenapa ketemu sama si om pusaka dan si nenek sihir Moly? Untung saja aku bisa menghindar dari mereka berdua.” Dini mengomel sendiri sambil merapikan rambutnya yang berantakan di jambak sama Moly di salah satu kaca mobil tempat ia bersembunyi.Dini tidak tahu di balik kaca hitam mobil tersebut ada seseorang di dalamnya sedang memperhatikan Dini.“Sepertinya wanita ini pernah aku lihat tapi dimana ya…” laki-laki tersebut tampak berpikir sambil memperhatikan Dini menyisir rambut dengan jari tangannya kemudian menghapus make up yang membuat wajahnya sedikit berubah lebih dewasa.Senyum pun terbit di bibir laki-laki tersebut, ia langsung menghubungi Tuannya melalui pesan singkat untuk memberi tahu kalau wanita yang selama ini mereka cari ada di depan mata.Kenzi keluar dari
Semua yang ada di meja makan terkejut dengan sikap Dini. Kenzi yang melihat Dini buru-buru ke kamar mandi segera menyusul. Artika pun segera ke dapur untuk membuat minuman jahe dengan wajah berbinar. Dewi dan Kelvin hanya saling melirik tidak tau harus berbuat apa. Setelah memuntahkan isi perutnya tubuh Dini tampak lemas, Kenzi pun membawa Dini ke kamarnya, namun sebelumnya ia meminta maaf pada Dewi dan Kelvin yang tidak bisa ikut makan bersama berhubung Dini sedang tidak enak badan. “Dewi, Kelvin lanjutkan saja makannya. Tante mau membawa minuman jahe dulu ke kamar Dini.” ucap Artika. “Iya, Tante.” Dewi menjadi tidak nafsu makan setelah melihat adiknya sakit. Sampai lemas begitu dan tidak bisa makan. “Sayang, Makanlah. Habis ini kita ke atas lihat keadaan Dini. Padahal dia tadi baik-baik saja. Kok tiba-tiba bisa sakit ya. Apa mungkin Dini sedang hamil.” Jawab Kelvin yang juga merasa heran dengan keadaan Dini yang tiba-tiba sakit. “Apa? Hamil?” Kelvin mengangguk sambil mengunyah
Seperti yang dijanjikan oleh Dini, hari ini Kenzi dan Dini pergi kerumah sakit untuk kembali memeriksa kesehatan mereka. Mereka pun segera masuk ke ruang Dokter Rita tanpa menunggu antrian karena sudah jauh-jauh hari Dini membuat janji.Di dalam ruangan serba putih tersebut, Dini melakukan rangkaian pemeriksaan. Jantung Dini berdetak lebih cepat saat sebuah alat menempel di perutnya dan Dokter Rita dengan wajah serius memperhatikan layar monitor yang ada di sebelah ranjang tempat Dini berbaring. Kenzi yang berada di samping Dini memegang tangan Dini yang tampak dingin.“Bagaimana Dok?” Tanya Kenzi yang mulai penasaran, karena sejak tadi Dokter tersebut hanya diam sambil sekali-kali menganggukkan kepalanya.“Semua baik-baik saja. Rahim istri Bapak juga bagus. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” jawab Dokter Rita dengan senyum ramah. Lalu meletakan alat yang ia gunakan tadi pada tempatnya dan meminta perawat membersihkan gel yang ada diperut Dini. Kemudian Dini merapikan pakaiannya dan
Pagi yang cerah, secerah seperti dua pasangan halal yang saat ini masih berada di ranjang dengan selimut menutupi tubuh keduanya tanpa sehelai benang. Entah pukul berapa mereka memejamkan mata, Kenzi bener-bener menuntaskan hasratnya yang telah lama terpendam. Tidur Kenzi pun terusik saat tangan Dini berpindah tempat yang tadinya memeluk tubuhnya sekarang berada di bawah perutnya dan otomatis membangunkan adiknya yang baru beberapa jam tertidur. “Sayang…kamu kembali membangunkannya.” gumam Kenzi dengan mata masih terpejam sambil menahan hasratnya yang kembali bangkit. “Hmmmm…” Dini cuma menggeliat, ia tidak paham dengan ucapan Kenzi malah tangannya mengelus-elus perut datar Kenzi bahkan memasukan jari telunjuknya ke dalam pusarnya. Sepertinya Dini memiliki mainan baru, perbuatan Dini tersebut membuat pusaka Kenzi berdiri semakin tegak. Kenzi yang tidak tahan segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh mereka, lantas Kenzi sudah berada di atas tubuh Dini. Dini sontak terkej
“Om kok mukanya jutek gitu sih?” Tanya Dini saat melihat perubahan wajah sang suami.“Gak kok.” jawab Kenzi dengan nada ketus.“Apa om masih kesel sama Kak Pram.” ucap Dini. Karena setelah Kak Pram datang wajah sang suami sangat kecut kayak jeruk nipis.Kenzi hanya diam dengan wajah datarnya. Dini sontak mengulum senyum dan menutup mulutnya dengan tangan takut tawanya kedengaran para tamu yang masih menikmati hidangan.“Apa ada yang lucu?” tanya Kenzi kembali terlihat kesal.“Om lucu banget kalau ngambek, masa gitu aja om cemburu padahal Dini uda jadi istri Om lo.” jawab Dini sambil terkekeh.“Ya kamu emang uda jadi istri aku tetapi cuma istri belum jadi istri seutuhnya. Kalau saja ini bukan acara Kakek Sanjaya inginkan mungkin sejak dari tadi aku udah mengurung kamu di kamar.”Tawa Dini terhenti, ia menatap Kenzi dengan pura-pura takut. Kenzi sudah sangat lama menahan diri untuk tidak menyentuhnya karena banyaknya pekerjaan tapi hari ini sepertinya akan menjadi malam panas buat merek
Dini tersenyum canggung saat Mama Artika mendekat, lalu Dini pun berbisik dengan pelan, “Mama ada pembalut…” ucap Dini sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Mata Mama Artika membola kemudian ia pun mengulum senyum sambil menghela nafas berat, ternyata sang menantu bukan tidak nyaman tinggal dirumah ini melainkan butuh pembalut dan sepertinya Kenzi harus menunda malam pertamanya dan itu berarti Artika harus juga bersabar untuk segera memiliki cucu.“Ayo…ikut Mama ke kamar.” ajak Artika pada Dini. Artika pun merangkul sang menantu menuju kamarnya untuk mengambil pembalut.Setelah mengambil pembalut pada Mama Artika, Dini pun kembali ke kamar Kenzi. Saat masuk kamar, Dini melihat Kenzi sudah berada di tempat tidur dengan memakai piyama sepertinya Kenzi sudah membersihkan diri saat ia keluar. Dini segera masuk ke kamar mandi dan tak lupa membawa handuk serta baju tidurnya.Tak lama Dini keluar dari kamar mandi dengan wajah segar. Ia menoleh ke ranjang dimana Kenzi tidur. Ia jadi bi
Setelah berbicara mengenai pesta pernikahan, Kakek Sanjaya pun kembali ke jogja di antar oleh Samuel dan Max. Sebenarnya Kakek Sanjaya masih ingin bersama cucunya karena masih ada rasa rindu yang terpendam setelah berpuluh tahun akhirnya bisa bertemu namun ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal lebih lama.Suasana rumah kembali sepi terlepas pulangnya Kakek Sanjaya. Dini hanya duduk dalam diam, ia yang biasanya bisa mencairkan suasana mendadak seperti orang kebingungan.“Ken, bawa Dini ke kamar. Dini pasti lelah dan butuh istirahat.” kata Artika yang menatap wajah lelah sang menantu.“Dini baik-baik saja, Tante.” jawab Dini yang merasa agak canggung harus berada di kamar Kenzi.Alis Artika menyatu mendengar ucapan Dini, “sayang panggil Mama dong jangan Tante lagi.” Ucap Artika dengan nada dibuat sedih.“Hah…maaf tan..eh Ma. Maaf Dini belum terbiasa.” jawab Dini yang merasa bersalah.“Iya sayang. Mama tahu. Ya sudah sana naik ke atas. Mama minta maaf ya, seharusnya pernikahan kalian…”
Dini terpaku menatap wajah datar sang Kakek yang menampakkan gurat kecewa, “apa yang akan Kakek lakukan sama Ibu?” Tanya Dini dengan nada suara khawatir.“Selama ini Ibu baik sama Dini, Dini juga mengerti perasaan Ibu. Mungkin berat bagi Ibu merawat Dini yang seorang anak dari selingkuhan suaminya. Jadi Kakek jangan marah sama Ibu, kalau Ibu tidak meninggalkan Dini mungkin Dini tidak akan bertemu dengan Om Kenzi begitu juga dengan pertemuan kita ini, Kek.” Jawab Dini dengan mata berkaca-kaca.Artika yang mendengar penuturan sang menantu merasa iba, walau tidak dijelaskan bagaimana kehidupan Dini bersama Ibu Tirinya tapi bisa Artika bayangkan kalau hidup Dini dulu sangat menderita. Artika dan suami telah mengetahui seluk beluk Dini bahkan sebelum Kakek Darma meninggal pun beliau sudah tau kalau pertemuan Dini dan Kenzi karena Dini dijual oleh Ibu tirinya. Dan untung saja Kenzi yang membelinya, bayangkan kalau laki-laki mesum yang membeli Dini waktu itu pastinya hidup Dini akan semakin
Mengingat kondisi sang Kakek yang semakin melemah. Dini yang seharusnya menemui keluarga Ibu Kandungnya harus ditunda. Pernikahan mereka pun memiliki sedikit kendala karena Dini telah menemukan keluarga dari pihak Ibunya, tidak mungkin Dini menikah tanpa meminta restu dari Kakek dari pihak Ibunya.Max pun memberitahu kepada Tuan Besar Samuel tentang masalah Dini kalau Dini merupakan cucu dari Sanjaya, Samuel pun segera menemui Sanjaya kediamannya untuk memberi tahu pernikahan cucunya tersebut. Perjalanan Samuel ke Jogja untuk menemu Sanjaya pun mendadak menjadi dramatis, ternyata Sanjaya merupakan sahabat Darma semasa kecil.Mengetahui kalau Darma sakit keras, Sanjaya pun ikut Samuel ke Jakarta untuk melihat keadaan Darma sekaligus menjadi saksi pernikahan cucu yang selama ini mereka cari.Dikediaman Sanjaya, Miska yang mengetahui kalau Dini akan menikah dengan Kenzi berusaha ingin ikut bersama Kakek Sanjaya, namun dicegah oleh Kelvin yang saat itu berada di kediaman sang Kakek. Kelvi
Sesampainya di rumah sakit, Kenzi dan Dini langsung menuju keruangan ICU tempat sang Kakek dirawat. Di luar ruangan tampak Mama Artika yang sedang menangis di pelukan Papa Samuel dan di sebelahnya ada Max yang sedang berbicara melalui telepon. Entah dengan siapa Max berbicara Kenzi tidak mau ambil pusing walau dihati ada rasa penasaran kenapa Max berada dirumah sakit lebih dahulu daripada dirinya.Langkah Kenzi semakin cepat dan hatinya semakin diliputi rasa cemas yang tidak kentara, Dini yang ikut merasakan kecemasan Kenzi pun menggenggam tangan Kenzi untuk memberikan Kenzi sedikit ketenangan.“Ma, Pa…” lirih Kenzi saat ia sudah berada di hadapan Arika dan Samuel. Pelukan Artika pun terurai dan menatap wajah anaknya dengan sedih.“Bagaimana keadaan Kakek?” Tanya Kenzi dengan suara bergetar. Karena melihat wajah kedua orang tuanya bisa Kenzi pastikan keadaan kakeknya memburuk apalagi Artika menjawab sambil menggeleng dengan airmata berlinang, lantas Samuel kembali memeluk sang istri s