“Karena Anda menyetujui perjanjian ini, maka pernikahan akan diadakan satu minggu dari sekarang.”
Kelly terpaku di tempat. Pernikahan? Ia melamar kerja di perusahaan ini. Dan surat yang ditandatanganinya barusan adalah surat perjanjian kerja.
"T-tunggu dulu, Pak--"
Namun sayang, sebelum ia bertanya lebih lanjut, pengacara perusahaan yang barusan bicara padanya telah keluar dari ruangan.
Dengan tubuh gemetar, wanita cantik berkulit putih bersih itu membuka kembali lembaran kertas yang tadi ia setujui.
Matanya terbelalak saat membaca satu pasal yang bertuliskan bahwa ia akan dinikahkan dengan cucu pemilik perusahaan.
Gadis berusia 25 tahun itu sangat terkejut. Ia yang memutuskan keluar negeri karena ingin bekerja dan membanggakan keluarga, justru terjebak dalam pernikahan dadakan.
Bayangan rumitnya pernikahan dengan sang cucu konglomerat seketika membuat kepalanya pusing.
"Bagaimana bisa?!" teriak Kelly sebelum akhirnya jatuh pingsan.
Kesadaran wanita itu baru pulih satu jam berikutnya. Sayup-sayup, Kelly mengerjapkan mata. Ia bernapas lega ketika mendapati dirinya masih berada di ruangan yang sama.
“Syukurlah kamu baik-baik saja.”
Seorang wanita berusia senja nampak tersenyum lega ke arah Kelly yang tengah menatapnya. Di sisi wanita tua itu, seorang lelaki tampan yang berdiri dengan kedua tangan terlipat di perut datar, menatapnya dingin.
Dengan tertatih, gadis itu mencoba bangun dari posisinya saat ini. "Ah, maafkan saya, Nyonya--"
“Kenalkan, namaku, Eliza. Salah satu pemilik perusahaan Richmont.” Wanita yang tampak elagan itu menjulurkan tangan.
Kelly mengangguk sekilas, membalas uluran tangan tersebut. "Kelly,” katanya singkat dan lemah.
“Itu, cucuku, Brandon." Eliza menoleh pada lelaki yang berdiri dengan wajah datar di belakangnya. "Dialah calon suamimu.”
Seketika, Kelly kembali teringat kejadian yang membuatnya pingsan. Dia menatap Brandon, calon suami dadakannya yang tampak begitu marah dengan rencana perjodohan ini.
“Granny yakin mau menikahkanku dengan remaja ini?" komentar Brandon disertai dengusan sinis.
“Umurnya dua puluh lima. Mungkin karena wajahnya imut jadi terlihat masih seperti remaja.” Eliza bicara pada cucunya dengan seringai aneh di wajah.
Meski kesal sebab dikatai gadis remaja, Kelly kali ini setuju pada Brandon.
Dengan berani, gadis itu menyuarakan penolakannya. “Maaf, Nyonya Eliza. Aku pun tidak mau menikah."
Wajah Nyonya Eliza yang berwibara kemudian tersenyum pada Kelly. “Nak, bukankah kamu sudah menyetujui perjanjian itu? Dalam perjanjian, jika kamu menolak, kami bisa menuntutmu.”
‘Degh.’
Kelly menahan napas mendengar pernyataan Eliza.
"Tapi, Granny... Aku bahkan tidak kenal dia."
Namun, lagi-lagi, ucapan Brandon hanya dianggap angin lalu oleh Eliza.
“Kalau begitu, antar Kelly pulang ke apartemannya, sekalian kalian saling mengenal satu sama lain,” titah Eliza membuat Brandon tak bisa berkutik. "Dan kamu, Kelly... Perjanjian yang sudah disetujui tidak bisa dibatalkan, atau... Kamu akan mendapatkan kerugian besar."
Setelahnya, sosok nenek yang masih terlihat cantik di usianya itu melenggang pergi.
Embusan napas panjang dan raut kefrustrasian tampak di wajah Kelly. Tanpa kata, ia bangkit dan meraih tasnya. “Tidak usah mengantarku. Aku bisa pulang sendiri,” ucapnya pelan pada Brandon.
Brandon mendengus kasar. “Aku juga malas mengantar wanita aneh sepertimu, tetapi Granny sudah memerintah dan aku harus menurutinya.”
Setelahnya, lelaki itu memimpin jalan, meninggalkan Kelly yang mengerutkan dahi di belakang.
Tak ingin jadi pusat perhatian, Kelly pun terpaksa mengikuti langkah lelaki itu tanpa kata.
Mereka masuk ke dalam lift khusus direktur yang langsung keluar di tempat parkir, di mana mobil pribadi Brandon berada.
“Kamu pasti membutuhkan banyak uang, sampai berani menjual diri." Dalam perjalanan, Brandon berkata ketus. "Berapa uang yang Granny tawarkan padamu?”
Tersinggung, Kelly membelalakkan mata ke samping. “Enak saja aku menjual diri.” Ia mendengus kesal. “Aku menandatangani berkas, yang ternyata berisi tentang perjanjian pernikahan! Siapa yang sangka, perusahaan besar bisa menjebak calon pegawainya?”
Brandon menaikkan sudut bibirnya. “Menandatangani berkas tanpa membaca? Apa kamu bodoh?”
Wajah Kelly merah hingga ke telinga. Tak terima dikatakan bodoh, Kelly membalik tubuh ke samping dan menatap berang lelaki yang sedang menyetir itu.
Namun Kelly malah tertegun sejenak. Sial. Ia baru menyadari dari jarak dekat, lelaki itu terlihat sangat tampan. Tubuh lelaki itu juga begitu harum parfum yang belum pernah ia temukan sebelumnya.
Dua kriteria lelaki impiannya ada pada Brandon, tampan dan harum. Sadar tak seharusnya terjerat pada pesona lelaki itu, ia pun mencari-cari sisi buruk Brandon.
Kelly menatap telinga pria itu yang tersemat sebuah anting. Bagus. Ada alasan untuk tidak menyukainya meski ia sangat tampan dan wangi. Ia tidak menyukai lelaki bertindik.
“Kenapa kamu menatapku tanpa berkedip?” sentak Brandon saat Kelly hanya terpaku.
“Ka-kamu ...." Jantung Kelly berdegup kencang. Ia memutar pandangannya kembali menjadi lurus. "Kamu juga bodoh karena mau saja dinikahkan dengan wanita yang tidak kamu kenal sama sekali.”
Brandon mengumpat kasar. “Sial! Beraninya kamu mengataiku bodoh?!”
Kelly tersentak mendengar nada tinggi tersebut. Setiap kata yang keluar dari bibir Brandon benar-benar melukai hatinya.
“Kamu yang lebih dulu menghinaku. Aku hanya membela diri.”
Setelahnya, ada jeda keheningan beberapa saat. Melihat Brandon yang sangat berapi-api, Kelly semakin tidak ingin terjebak dengan lelaki itu.
Mesku mungkin pernikahan ini adalah pernikahan kontrak, tetap saja ia agaknya tidak sanggup bila harus mendengar ocehan menggores hati Brandon setiap hari.
“Pasti ada yang bisa kita lakukan untuk membatalkan pernikahan ini.Kelly memijat keningnya. "Atau aku kabur saja ke luar negeri?”
Lelaki tampan itu malah meledakkan tawanya. “Keluarga kami sangat berpengaruh di sini. Usahamu hanya akan sia-sia.”
“Lalu, bagaimana ini?” gumam Kelly. Sekarang, ia sedikit panik mengetahui keluarga Richmont yang menjebaknya punya banyak kuasa. “Lagi pula, kenapa Nyonya Eliza memintaku menikahimu?”
“Tanya sendiri pada Granny. Itu juga kalau kamu berani.”
Rasanya percuma bicara pada mahluk menyebalkan di sampingnya ini.
Kelly berpikir keras sambil menatap jalanan melalui jendela di sampingnya. Apa ia harus meminta pertolongan pada keluarganya? Ia yakin, keluarganya yang juga berpengaruh itu pasti bisa dengan mudah melepaskan ia dari jerat pernikahan ini.
Namun, Kelly menggelengkan kepalanya ketika mengingat kondisi daddy-nya yang memiliki penyakit jantung. Mendengar berita ini mungkin akan membahayakan nyawa sang Daddy.
Tidak kehabisan akal, Kelly kembali memutar idenya untuk mencari penolakan yang mungkin bisa diterima keluarga Richmont.
Hingga sebuah ide gila pun tercetus dari bibirnya.
"Brandon, aku tidak bisa menikahimu. " Ia menatap ke arah lelaki itu. Jantung Kelly kembali melonjak, berbanding terbalik dengan ekspresi lelaki itu yang masih datar. “Itu karena... aku sedang hamil!”
Cittt!Mobil sport yang dikendarai Brandon langsung berhenti tiba-tiba.Tubuh Kelly sampai terdorong ke depan. Brandon mengerem mendadak dan menepikan mobilnya di pinggir jalan.“Apa katamu? Hamil?” Mata Brandon menatap tajam sambil melirik perut Kelly yang rata.Sedikit gentar, Kelly mengangguk singkat.Ini mungkin gila, tapi Kelly yakin, keluarga seperti Richmont pasti tidak akan mempertaruhkan nama besar mereka dengan memiliki menantu yang telah hamil di luar nikah.Namun detik berikutnya, Kelly mengerutkan kening mendengar Brandon tergelak geli."Oh, Tuhan. Granny benar-benar keterlaluan kali ini!" ucap lelaki itu di sela tawanya. "Bagaimana mungkin Granny memilih gadis bodoh seperti ini untuk menikah denganku?""Hey, tutup mulutmu!" Kelly membalas dengan wajah bersungut-sungut. Ia bukan gadis polos. Ia hanya sedang apes saja bertemu dengan keluarga Richmont yang menjebaknya."Kalau kamu sudah mengenal Granny, aku jamin kamu tidak akan berani mengeluarkan alibi bodoh itu."Brandon
“Ini kamarmu.”Brandon membuka satu pintu di apartemennya.Kelly bersorak dalam hati. Ia senang, sebab ternyata mereka tidak tidur satu kamar.“Dan pelajari ini.” Brandon memberikan satu dokumen ke tangan Kelly.Kelly membuka dan membaca sekilas. Isinya tentang skenario pertemuan Kelly dan Brandon. Dari awal kencan, hingga Brandon melamar Kelly. Semua kebohongan yang terencana rapi.'Benar-benar tipikal orang kaya yang memiliki rencana rapi!' dengus gadis itu dalam hati.“Pernikahan kita adalah pernikahan terbuka. Jadi, kita tidak ikut campur dengan urusan masing-masing. Aku masih bisa memiliki kekasih dan kamu ... aku tidak perduli kamu mau apa.” Brandon berkata tegas.Dengan tatapan malas, Kelly mengangguk. “Syukurlah. Aku mau tetap bekerja."“Tak masalah. Kamu akan bekerja di perusahaanku." Mata Brandon yang tajam lalu mengarah padanya, "Tetapi, tetap rahasiakan statusmu!”Kepala Kelly kembali mengangguk. Tanpa kata lagi, Brandon keluar dari kamar dan membanting pintu di belakangny
“Sial!” Kelly mengumpat dalam hati.Wanita cantik itu berdiri di depan cermin. Ia meraba bibir bawahnya yang sedikit bengkak akibat lumatan Brandon barusan.Sementara setelah melontarkan kata cibiran, lelaki itu melenggang pergi dengan santainya. Brengsek!Ini bukan ciuman pertama Kelly. Tetapi, ia kesal diperlakukan kasar. Bertambah satu alasan Kelly untuk membalas dendam pada Brandon sekarang.“Aku harus segera menyelesaikan misi keluarga kaya ini.” Kelly mendengus pelan sambil berdandan. “Setelah Brandon mendapatkan uang perwaliannya, ia pasti akan setuju untuk langsung bercerai.”Kemudian, setelah memastikan riasannya cukup memukau, meski tipis... Ia segera keluar dari kamar.Ternyata, Brandon menunggu di depan pintu. Lelaki itu segera menyamai langkah dan menggenggam tangan Kelly.Tentu saja Kelly berontak, namun Brandon lebih kuat menahannya. “Pengacara harus melihat kita sebagai pasangan suami-istri sungguhan. Romantis dan saling mencintai.” Brandon berkata, seolah memberi alas
“Gracia adalah ... tunangan Brandon.”Selepas kepergian keluarga Richmont, Kelly duduk sendirian di sofa ruang keluarga. Ia berusaha mencerna, bahwa Brandon ternyata memiliki tunangan yang tidak direstui keluarga Richmont.Dan kini, entah karena alasan apa, keluarga kaya raya itu ingin ia menjauhkan Brandon dari tunangannya.Bahkan Eliza menawari uang satu milyar pada Kelly jika berhasil membuat Brandon dan Gracia putus hubungan."Argh! Problem orang kaya, kenapa pelik sekali?!" ujar Kelly seraya menjenggut rambutnya, frustrasi.Pusing memikirkan masalah Brandon, Kelly mengalihkan perhatian pada ponselnya. Beberapa pesan dari keluarganya baru terbaca. Ia mengembuskan napas berat sebelum menekan tombol video call.“Haii, Kel.” Louis, salah satu kakak Kelly langsung menjawab. ”Di mana ini?”“Mmm ... galeri, Kak.” Kelly terpaksa berbohong. “Sedang jalan-jalan santai menikmati desain bangunan modern.”Tak lama kemudian, dua kakak Kelly yang lain ikut bergabung. Mereka menanyakan bagaimana
“Bubar!”Kelly dan ketiga wanita muda di depannya tersentak kaget. Ian berdiri di belakang mereka dengan wajah garang.“Jangan ganggu Kelly bekerja. Ingat itu!” Ian mengancam para wanita yang langsung menunduk dan menjauh.Dari balik punggung Ian, Kelly melihat wanita-wanita pergi ke meja masing-masing dengan masih meliriknya sinis.“Maaf atas sambutan yang kurang enak.” Ian mengembuskan napas berat. “Aku sedang berjuang memperbaiki suasana bekerja yang kondusif di tempat ini.”Kelly hanya tersenyum dan mengangguk berbarengan. Padahal dengan Ian membelanya di depan seluruh karyawan, ia pasti akan lebih mendapat cibiran sebagai anak baru kesayangan bos HRD.“Ini, tolong fotokopi untuk rapat satu jam lagi. Nanti Ria akan membantumu.” Ia mengenalkan wanita di sampingnya kepada Kelly dan kemudian pergi ke salah satu ruangan.Kelly langsung menyukai Ria. Wanita energik dengan potongan rambut lelaki dan make up natural. Bahkan gayanya pun terlihat maskulin dengan blazer dan celana panjang.
“Granny minta ia belajar di sini selama Granny pergi ke luar negeri.” Kali ini, Brandon yang memberikan alasan."Benarkah?" Gracia terdiam sejenak. Mata curiganya tak lepas mengamati Kelly. Ia kembali ke negara ini karena mendengar kabar dari pelayan mansion yang menjadi mata-matanya, bahwa ada seorang wanita cantik yang tinggal bersama Brandon. Otaknya langsung menyimpulkan sesuatu, jika mungkin saja Kelly adalah orangnya.Setelah jam kerja usai, Brandon kelaur dari ruangannya dan memberi kode pada Ian untuk pergi. Kebetulan saat itu, Ian sedang mengobrol dengan Kelly."Ayo, Gracia," katanya kemudian menggenggam tangan Gracia dan menuntunnya masuk ke dalam lift.Sebenarnya, wanita itu masih sangat penasaran pada Kelly. Hanya saja, ia harus memakai strategi untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Brandon selama ia pergi.Ia tidak boleh gegabah, salah-salah, tindakannya itu justru menjegal usahanya untuk kembali ke sini.Gracia tersenyum, lalu berpikir untuk bertindak seperti
Kelly kembali sendirian ke mansion. Saat makan malam, ponsel Kelly bergetar. Nama Kak Sacha tercantum di layar. Kelly membalas panggilan telepon dari kakaknya tersebut.“Kak Cha,” sapa Kelly.“Hai. Sedang apa?”“Makan malam. Ada apa, Kak?”Beberapa saat mereka bertukar cerita tentang menu makan malam. Kelly cukup terhibur oleh telepon kakaknya karena ia kesepian di mansion sendirian.“Kalau Kak Cha ke sini aku ajak ke restoran di dekat apartemen. Menunya enak dan harganya pas untuk pegawai seperti aku.”“Kebetulan. Kak Cha menelepon untuk mengabari kalau aku akan berkunjung, sekalian menemani Cedric seminar di sana. Kamu tidak keberatan kami menginap di apartemenmu, ‘kan?”Kelly terdiam beberapa saat. Bagaimana mungkin ia menolak kedatangan kakaknya? Masalahnya sekarang ia tidak tinggal di apartemen.Juga tidak mungkin ia berkata bahwa ia telah menikah dan tinggal di mansion sang suami. Bisa geger keluarganya dan mungkin akan terjadi perang antara keluarganya dengan keluarga Richmont.
Pagi harinya, Kelly terbangun karena suara notifikasi pesan. Ia memanjangkan tangan untuk meraih ponselnya di meja nakas di samping ranjang. Dengan mata menyipit, Kelly membaca pesan yang ternyata dari Brandon.“Mmmm ... Brandon bilang aku tidak boleh keluar dari kamar? Memangnya kenapa?” Kelly mengerutkan kening.Kelly akhirnya duduk dan bermain ponsel hingga bosan. Lalu, Kelly memutuskan mandi dan bersiap untuk kerja. Hingga ia selesai berdandan, dan belum menemukan pesan lain dari Brandon.Merasa bingung karena takut terlambat bekerja, Kelly mengetik pesan untuk Ian. Lelaki itu segera membalas dan berkata akan menjemput Kelly.Satu jam kemudian, pintu kamar Kelly diketuk seseorang. Ian berdiri di depan pintu saat Kelly membukanya.“Sudah siap?” Ian bertanya.“Sebentar, aku ambil tas.”Ian mengajak Kelly berjalan memutar ke belakang mansion. Kelly yang jarang berkeliling hanya mengikuti Ian tanpa banyak protes. Hingga mereka tiba di depan sebuah mobil mewah.Kelly terdiam saat Ian m
Persalinan semakin dekat. Mansion Brandon kembali ramai dengan keluarga yang datang untuk menyambut si kembar tiga. Bahkan kakak-kakak dan keponakan-keponakan Kelly pun datang dan menginap di mansion.Beberapa hari ini para grandpa dan grandma masih sibuk di kamar bayi. Mereka meminta izin untuk mengatur dan menata kamar bayi. Kelly dan Brandon tentu saja tidak keberatan.Kelly duduk di sofa menyusui dan memperhatikan orang tua dan mertuanya. Mommy Keyna dan Mommy Florence sedang berdiskusi tentang aksesoris ranjang bayi tiga. Sementara Daddy William dan Daddy Donald lebih cepat menyelesaikan ranjang bayi satu dan dua.Hingga akhirnya keempatnya berkumpul di depan ranjang bayi tiga. Kelly menggeleng samar saat mereka begitu selektif.“Akh.” Keelly meringis dan mengatur napas.Mommy Keyna langsung mendekat. “Ada apa? Mereka bergerak bersamaan lagi?”“Kontraksi, Mom.” Kelly berdiri dan mencoba berjalan mondar-mandir dibimbing Mommy Keyna.“Bayi-bayi itu aktif sekali.” Daddy William mena
"Pagi, Brandon."Brandon menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangan sambil memberi kode pada wanita yang baru datang itu untuk duduk di depannya.Kelly mengizinkannya bertemu Audrey tetapi berpesan untuk tidak berpandang-pandangan lama dengan wanita lain.Wanita cantik dengan tubuh ramping dan harum bunga jasmine itu mengangguk lalu duduk."Kelly bilang kamu mau bertemu?"Brandon tidak langsung menjawab. Ia memilih menu sarapan favorit di kafe untuknya dan Audrey. Bicara sambil makan akan membuatnya tidak perlu bertatapan dengan wanita tersebut."Ian menemuiku dini hari tadi dan menceritakan hubungan kalian." Brandon melirik jari manis Audrey yang terselip cincin berlian."Oh. Oke." Bingung berkomentar apa, Audrey hanya mengangguk dan menjawab singkat."Kamu mencintai Ian?" Kini, Brandon menatap tajam Audrey.Tidak memberi Audrey kesempatan menjawab, Brandon kembali berkata, "Aku rasa tidak, bukan? Rasanya terlalu cepat bagi kalian untuk jatuh cinta.""Tapi, kami serius ingin menikah
"Aku bisa jelaskan!" Ian membuntuti Brandon.Tengah malam, Eros menelepon Brandon dan mengabari bahwa Ian datang. Brandon mengira ada sesuatu yang genting, terpaksa meninggalkan Kelly di kamar.Dan sekarang saat ternyata Ian menemuinya hanya untuk membicarakan hubungannya dengan wanita di ranjangnya, Brandon segera membalik arah kembali ke kamar utama."Nggak perlu. Aku nggak mau tau, kok.""Ish... tapi aku mau cerita.""Nanti saja. Istriku sendirian di kamar."Brandon berjalan lurus meninggalkan Ian. Tapi, sahabatnya itu memang pantang menyerah."Wanita itu... Audrey!" Ian berteriak.Langkah Brandon terhenti. Dahinya berkerut saat membalik tubuh menghadap Ian."Audrey? Wanita yang katamu, sok cantik, sok pinter, sok paling tau, sok keren dan paling sombong di dunia itu?"Ian melipat bibirnya ke dalam dan mengangguk pelan."Wanita yang barusan berada di ranjangmu itu adalah wanita yang kamu benci?"Sekali lagi, Ian mengangguk.Hening sejenak. Brandon tampak berpikir sambil mengamati s
Memasuki semester tiga kehamilan, Kelly mulai kesulitan berjalan. Bukan hanya kakinya yang bengkak, namun matanya terhalang perut saat melangkah."Sebaiknya pakai kursi roda. Lebih aman. " Dokter kandungan menyarankan.Selain kursi roda, dokter juga meminta Brandon menyiapkan tabung oksigen. Saat Kelly merasa sesak karena tekanan dari perut, ia bisa menggunakan oksigen untuk membuatnya bernapas lebih lega.“Kalau kamu di mansion, semua itu sudah tersedia.” Daddy William berkata pada putrinya yang bercerita sepulang dari dokter.“Di mansion Daddy ada kursi roda?” Brandon yang menjawab dengan kening berkerut.“Dulu, kan, Daddy sempat lumpuh. Lalu, diterapi Mommy sampai bisa jalan lagi.”Brandon mengangguk mendengar penjelasana Kelly. Dalam hati sangat kagum pada Mommy Keyna. Dulu, Mommy Keyna masih sangat muda saat menemani Daddy yang keras kepala.Saat Kelly, Mommy Keyna dan Daddy William mengobrol, Brandon mencoba menghubungi Ian. Lelaki itu menggeleng saat sahabatnya tidak menjawab.A
Beberapa hari ini, Ian tampak normal. Sebelumnya, Brandon selalu melihat sahabatnya berwajah tegang cenderung kesal.“Bagaimana proyek toko Kak Sacha?”“Aku sudah tidak terlibat dalam tim itu. Sudah kuserahkan pada yang lain. Lagipula, bagianku sudah selesai.” Ian menjawab acuh.Brandon mengangguk pelan. Mungkin karena sudah tidak berhubungan dengan Audrey, keadaan Ian jadi lebih tenang.“Proyek ruangan privasimu sudah selesai, kan? Ada revisi? Aku mau lunasi tagihan Darrell.” Ian menyodorkan jumlah yang harus Brandon bayar.“Bayar saja.” Brandon mengangguk. “Nanti kalau ada revisi, pembayarannya bisa menyusul.”Ian mengangguk. Lalu, keluar dari ruang kerja Brandon. Ini juga aneh.Biasanya, Ian senang mengobrol dengan Brandon. Bahkan membawa pekerjaan ke ruang Brandon. Tapi, akhir-akhir ini, Ian lebih sering mengurung diri di ruang kerjanya sendiri.Belum lagi sekarang, Ian selalu pulang tepat waktu. Ia jadi jarang lembur. Sebenarnya, Brandon tak masalah, namun hanya heran dengan peru
Baru kali ini Brandon menulis pesan di grup keluarga Richmont. Mengabarkan jenis kelamin janin-janin yang ada di perut Kelly. Bahkan juga mengirimkan foto USG dan rekaman suara detak jantung.Saking kagetnya, tidak ada satu pun anggota keluarga yang merespon padahal pesan itu terbaca. Tak lama kemudian, Mommy Florence melakukan panggilan video call di grup.Brandon langsung mengaktifkan video. Ia melihat semua keluarga Richmont hadir.“Mommy pikir yang mengirim pesan adalah Kelly.” Mommy Florence mengulum senyum.“Kelly sedang bersama Mommy Keyna dan Daddy William di taman.” Brandon membalas.Tidak ada yang mengira, Brandon sendiri yang inisiatif mengirim pesan. Meskipun ia bilang, itu karena melihat Kelly mengabari grup keluarga Dalton, ia jadi ikut-ikutan.Semua anggota keluarga Richmont mengucapkan selamat dan doa untuk kesehatan Kelly dan janin-janinnya. Brandon terharu. Ia baru merasakan bagaimana menjadi bagian dari keluarga yang harmonis.Tentu saja yanng laing heboh adalah kel
Usia kandungan Kelly sudah memasuki semester kedua. Kali ini, Kelly menjalani kehamilannya tanpa kendala – kecuali perutnya yang lebih besar dari kehamilan satu janin.“Semua harus beli baru.” Kelly menunjukkan dalaman dan pakaiannya yang sudah tidak cukup atau ketat di bagian perut dan dada.“Beli sama mall-nya juga boleh, Babe.” Brandon menyahut santai.“Nggak mau, Aku maunya pilih-pilih.”Rengekan Kelly membuat Brandon berhenti bekerja. Mungkin istrinya sedang butuh perhatian karena tubuhnya sudah membesar.“Ya, sudah. Mau pergi kapan?”“Kamu sudah selesai kerja?”Brandon tidak langsung menjawab. Ia membuka ponsel dan melihat berbagai pesan di sana. Salah satunya dari Darrell yang mengatakan akan melakukan finishing ruangan jika Brandon sudah pulang.Kebetulan. Jika ia tidak ke kantor sekarang, Darrell bisa lebih cepat selesai. Brandon menggumam dalam hati.“Aku baca satu kontrak kerja dulu, ya, Babe. Setelah itu kita bisa pergi.” Brandon mencium kepala sang istri lalu kembali ke m
Kelly dirawat selama tiga hari. Dokter kandungan meminta Kelly untuk berkonsultasi ke psikolog agar perasannya lebih lega mengingat beberapa bulan belakangan banyak kejadian mengejutkan terjadi pada hidupnya.Tidak keberatan, Kelly mengangguk saat dokter kandungan memberika surat rekomendasi. Ia dan Brandon sudah berjanji akan menjalani kehamilan ini dengan lebih tenang.“Sayang.” Kelly memanggil Brandon yang sedang menyikat gigi.“Apa, Babe?” segera Brandon menghampiri.“Lihat.” Kelly menunjuk perutnya. “Sudah kelihatan membesar.”Brandon mengamati perut Kelly dengan senyum di wajah. “Lucu, Babe.”Beberapa menit kemudian, Brandon mengambil banyak foto-foto Kelly dengan perut yang mulai membuncit.“Kita dokumentasikan setiap bulan, ya, Babe.”Kelly mengangguk setuju. Keduanya melihat hasil foto-foto barusan dan tampak puas.“Kamu juga tambah cantik, Babe. Jangan-jangan bayinya perempuan semua.”“Atau lelaki semua.”Keduanya tergelak. Tidak mau pusing dengan jenis kelamin. Yang terpent
Sudah dua minggu, Kelly mual dan muntah. Berat badannya pun turun dua kilo. Mommy Keyna menggeleng lemah.“Kamu harus diinfus, Princess. Kita ke rumah sakit sekarang, ya?” rayu Mommy Keyna.Kelly hanya meringkuk lemas. Ia baru saja memuntahkan makanannya. Yang lebih parah, beberapa minggu ini, ia kehilangan nafsu makan.“Babe.” Brandon mengusap sayang kepala istrinya.“Hem.”“Ke rumah sakit, ya?”Kelly lalu duduk dengan lemas. Ia menatap perutnya yang datar. Lalu, kepalanya mengangguk pelan.Di rumah sakit, Kelly langsung ditangani. Ia wajib dirawat dan mendapatkan perhatian intensif. Brandon berusaha sekuat tenang untuk terlihat tegar meski ia sangat khawatir.“Nggak papa, ya, Babe. Kita jadi impas. Bulan lalu aku yang di rawat. Sekarang kamu dan si kembar tiga.”Tidak ada respon dari Kelly atas pernyataan suaminya. Wanita cantik itu hanya bersandar lemah. Brandon mengelus perut sang istri lalu menciuminya.“Cup, cup, cup. Satu untuk bayi number one, number two dan number three.” Set