Harusnya Saya Membunuhnya***“Kau sudah siap?” tutur River di depan kamar Adeline.Tak ada sahutan, jadi River pun mengetuk pintu itu.“Adeline? Aku akan masuk.”Sementara di dalam, Adeline tak mendengar River karena terlalu fokus memakai dress. Dia kesulitan mengikat tali di bagian punggungnya.“Aish, susah sekali. Mengapa rubah itu memberiku gaun seperti ini?!” gerutunya kesal pada River.Ya, gaun merah dengan model telanjang punggung itu, memiliki tali yang cukup rumit. Tentu saja Adeline kesulitan memakainya.“Siapa yang kau panggil rubah, hm?” bisik River dari belakang.Adeline sontak terkejut, lehernya menegang saat menyadari River masuk dan kini tepat berdiri di belakangnya.“Sejak kapan kau ada di sini?” tukas wanita itu menatap River dari cermin.“Kalau susah, harusnya kau minta bantuan, istriku,” bisik River meraih tali dress Adeline.Dia membongkar simpulnya, mengikat ulang tali itu lalu menarik pinggul sang istri hingga merapat padanya. Sial, desiran aneh mengalir saat t
***“Argh, sialan! Beraninya dia menangkap putraku!” Sabrina melempar vas ke dinding.Usai tau bahwa River melaporkan Ludwig ke polisi, Nyonya Daniester itu murka. Bahkan yang membuatnya terkejut adalah saat Mickey memberitahunya bahwa River dulu nyaris menikah dengan Freya.Dengan wajah memanas, Sabrina mendecak, “menarik, ternyata anjing Herakles itu sengaja mendekati keluarga Daniester dan menikahi Adeline hanya untuk membalas dendam kekasihnya. Aku tak akan tinggal diam!”Saat itu, seseorang mengetuk pintu ruangan Sabrina.“Ini saya, Nyonya,” tutur Mickey yang langsung mendapat ijin masuk.Sabrina menatapnya tajam seraya mendengus, “bagaimana hasilnya?”“Maaf, tuntutan itu tidak dapat dihentikan, Nyonya. Tuan River sudah menyerahkan bukti ke pengadilan,” sahut Mickey yang sontak membangkitkan amarah Sabrina.Wanita tersebut memejam seraya menekan pelipisnya. “Brengsek!”“Tuan River sudah lama bergerak, Nyonya. Sepertinya Tuan Ludwig tidak ada harapan, bahkan Tuan Lazlo tidak bisa
***Seluruh keluarga I&S Group berduka. Freya, yang harusnya mendapat keadilan setelah Ludwig dan Alfred tertangkap, malah ditemukan tak bernyawa. Wanita itu diduga melompat dari lantai atap gedung dan menghebohkan seluruh rumah sakit.“Tidak … kenapa kau meninggalkan Mami, Freya? Semuanya sudah terungkap, harusnya kau bisa sembuh, kau bisa kembali ke duniamu. Mengapa … mengapa kau malah pergi dari Mami?!” Lariat Anne menangis hebat di pelukan Eldhan.Ya, suaminya itu merengkuh bahu Anne. Dia yang juga merasakan kesedihan mendalam, memeluk erat istrinya yang terus meraung di pemakaman. Bahkan saking histerisnya, Lariat Anne sampai tak sadarkan diri. Eldhan buru-buru mengangkat sang istri meninggalkan pemakaman putrinya dengan perasaan hancur.Di sana, River dan kedua orang tuanya juga hadir. Pria itu masih tinggal di depan makam Freya setelah semua pelayat pergi. Dia meletakkan mawar putih di pusara tersebut. Dengan manik gemetar, River memberi penghormatan terakhirnya.‘Maaf, aku gag
“Membunuh? Apa maksudmu?!” Adeline mendecak dengan manik selebar cakram. Bukannya menjelaskan, River malah merengkuh dagu Adeline dan menatapnya sangat tajam. “Jangan pura-pura bodoh, Adeline! Kau bertanya soal Freya, kau membuntutiku ke Medital dan kau ada di lokasi kejadian Freya meninggal. Kau, kau adalah orang terakhir yang mengunjunginya!” dengus River dengan ekspresi berang. “Jadi kau menuduhku pembunuh hanya karena aku mendatanginya?!” sambar Adeline dengan gigi terkatup. Sengatan amarah menderanya, dia tak menyangka bahwa River berpikiran sempit karena cinta pertamanya lenyap. Pria itu mengangkat sebelah alisnya, lalu menyahut, “lalu apa tujuanmu mengunjungi Freya?!” Ada jeda di antara mereka. Adeline yang bungkam membuat situasi kian tegang. ‘Aku tidak mungkin jujur padanya,’ batin wanita itu resah. Dia pun menajamkan pandangan seraya menjawab, “aku hanya penasaran!” Sekejap, seringai berbahaya merayapi bibir River. Panas naik ke wajahnya saat mendengar alasan selepe
“Jadi dia?!” River bergumam sinis saat memandangi foto Sabrina.Siegran yang sedari tadi berdiri di hadapannya pun membalas, “kami mendunga Nyonya Sabrina menyamar sebagai perawat, lalu menyakiti Nona Freya karena putranya di penjara, Tuan.”“Itu sudah jelas!” sahut River memicing tajam.Pria itu meletakkan foto ibu mertuanya, lalu menatap Siegran. “Segera selesaikan Sabrina. Dia sangat mengganggu. Dia turut andil dalam kasus Freya, jadi sudah seharusnya dia mendekam di penjara bersama putranya!”“Benar, Tuan. Tapi mungkin akan sulit karena lagi-lagi tidak ada saksi ataupun bukti langsung untuk menangkap Nyonya Sabrina,” balas Siegran was-was.River juga tahu itu, melawan Sabrina tanpa persiapan sepertinya cukup merepotkan. Namun, dirinya tak bisa menunggu lebih lama jika itu menyangkut Freya.‘Apapun yang terjadi, aku harus melempar wanita itu ke penjara!’Seringai River mendadak muncul saat dia mengingat seseorang.***Hingga esok harinya, Sabrina yang sedang berkunjung di galeri s
‘Sabrina membunuh Ibu kandung Adeline?!’ batin River tertegun.Sejak tadi pria itu mengawasi Mickey dari balik kaca hitam ruang interogasi. Dia tak menyangka akan mendengar kebusukan mertuanya sedalam ini. Rahang River mengeras, kini dia mengerti bahwa Adeline sangat membenci Sabrina.‘Hah … sialan! Apa Adeline tahu hal ini?’Tanpa sadar, River mencemaskan perasaan sang istri.Bahkan setelah interogasi itu, River meminta Siegran untuk membawa Mickey padanya. Dia ingin mendengar lebih banyak tentang kejahatan Sabrina.River menungu di mobil. Tak sampai lima menit, Siegran pun datang bersama Mickey. Alih-alih masuk ke sedan mewah itu, Mickey malah mengetuk jendela dari luar.Begitu River menurunkan jendela, Mickey lantas berkata, “pertemukan saya dengan Nona Adeline.”Seringai sinis tersungging di sebelah bibir River. Mata elangnya melirik Mickey amat tajam.“Bicaralah denganku!” decaknya dingin.“Tidak, saya harus mengatakannya langsung pada Nona Adeline.” Mickey menyahut dengan tampan
“Mengapa kau bersama Ibuku, Mickey?!” Adeline mendecak sinis.Tangannya gemetar memegang pinggiran foto sang ibu dan Mickey yang terlihat intim. Namun, lawan bincangnya malah menyeringai tipis seolah menikmati rasa penasaran Adeline.“Bagaimana menurut Anda, Nona?” sahut Mickey tersenyum tipis. “Atau sekarang saya harus panggil Adeline?”“Berhenti omong kosong dan jelaskan!” sambar Adeline mulai emosi. “Apa hubunganmu dengan mendiang Ibuku?!”“Claudine adalah Adikku,” sahut Mickey yang sontak memicu alis Adeline menyatu.Wanita itu mengerjap, kembali menilik foto di tangannya. “A-adik? Tidak mungkin, Ibu tidak pernah cerita tentang itu.”“Lebih tepatnya kami saudara kembar, tapi aku dan Claudine berpisah setelah orang tua kami cerai. Aku masih berhubungan dengan Claudine di awal pernikahannya dengan Heinry. Tapi aku berhenti menghubunginya saat masuk akademi militer di luar negeri.” Mickey menjelaskan semuanya.Adeline hanya bungkam mendengar itu. Dia menatap Mickey tanpa mengatakan a
“Tolong beri jalan!” Seorang Polisi memekik saat mendorong brankar Sabrina.Ya, wanita itu tampak lemas usai mencoba gantung diri. Dia tak sepenuhnya pingsan, tapi wajahnya sangat pucat.“Apa ambulance sudah datang?” sambung Polisi tadi tampak buncah.Seorang rekannya pun menyambar saat melihat para medis datang. “mereka tiba, Opsir!”Sementara Adeline, kini merapat ke dinding saat brankrar Sabrina melewatinya. Tanpa diduga, ibu tirinya itu menyeringai tipis saat melihatnya.Dengan kening mengernyit, Adeline membatin, ‘ah … sial. Ternyata ini hanya trik murahan!’Adeline paham benar, bahwa Sabrina yang terbiasa hidup di mansion mewah tak akan betah sedetikpun di lantai penjara yang kotor. Sebab itulah Sabrina melakukan segala hal untuk terbebas dari tempat itu.Dan benar saja, Sabrina segera dilarikan ke rumah sakit ibu kota. Dia mendapat perawatan penuh dan siuman usai beberapa jam.“Anda sudah sadar, Nyonya?” tutur Mickey yang duduk di sofa ruang rawat itu.Sabrina mengernyit, ekspr
***Malam itu River dan Adeline menghadiri pesta kemenangan di I&S Hotel. Presiden baru San Pedro itu mengundang keluarga Herakles secara khusus, sebab berhasil memenangkan pemilihan berkat andil besar River.Sebuah limosin hitam mewah berhenti di depan I&S Hotel. Dan itu menarik perhatian banyak tamu di sana. Terlebih saat River muncul menawan dengan balutan jas hitamnya. Meski mulai berumur, tapi ketampanan pria itu tetap paripurna.Dia menjulurkan tangan pada Adeline yang baru keluar dari limosinnya. Semua pasang mata juga tertuju pada wanita itu, yang tampil anggun dengan dress hitam elegan.“Astaga, mereka pasti pasangan paling serasi sepanjang abad. Meski sudah memiliki tiga anak remaja, tapi Tuan River dan Nyonya Adeline tetap bersinar!” bisik seorang perempuan yang memegang gelas wine.Teman di sebelahnya pun membalas pelan. “Kau benar. Aku benar-benar iri melihat mereka. Kapan aku punya suami seperti Tuan River? Aku sudah lelah dengan status lajang bertahun-tahun.”“Ehei! Kau
“Saya mohon maaf, Tuan. Saya bersalah karena menempatkan Tuan Muda Johan dalam bahaya,” tukas Siegran dengan leher tegang.Dia bersiap menerima hukuman dari River. Padahal Siegran sendiri tahu seberapa cemasnya River dengan putranya yang satu itu.Namun, alih-alih menyahut dengan kata-kata, River malah bangkit dan menatap Siegran yang diserang tegang sejak tadi.“Baguslah!” katanya yang sontak memicu Siegran mengernyit.“Ma-maaf?” Siegeran menyahut bingung.Dia mengira telinganya salah dengar, tapi saat melihat raut wajah River, agaknya tuannya tersebut memang memujinya.“Aku percaya pada penilaianmu,” tukas River yang lantas memasukan kedua tangan ke saku celananya. “Johan memang berbeda dengan Jenson. Sejak kecil, dia tumbuh di dunia yang keras, penuh darah dan beragam senjata mematikan untuk bertahan hidup. Karena itu aku tak heran kalau dia tidak bisa diam saja saat ada situasi genting.”Siegran terdiam, tapi alisnya berangsur mendapuk saat melihat seringai tipis di bibir River.
***Berita kematian Sabrina Daniester sampai ke telinga Sebastian sehari sebelum pemilihan. Seorang asisten yang baru melaporkan berita itu, malah dilempar asbak oleh calon presiden tersebut.“Apa maksudmu, hah? Tidak mungkin Nyonya ma … tidak! Kau tidak tahu Sabrina Daniester orang seperti apa. Di wanita hebat yang punya segalanya. Ada banyak pengawal berkemampuan tinggi yang mengurusnya. Dan aku baru saja menemui Nyonya beberapa hari lalu. Mana mungkin? Mana mungkin sekarang dia mati?!” Sebastian mendengus tak percaya.Memang tak ada berita yang tersebar ke media, sebab secara resmi Sabrina Daniester masihlah tawanan yang ada di penjara.“Mo-mohon maaf, Tuan. Laporan dari penjaga yang tersisa, ada seorang pria yang menyerang Rather Hall kemarin malam,” tutur Asisten Sebastian ragu-ragu.Lawan bincangnya memicing kian berang dan lantas menimpali. “Apa kau bilang? Seorang pria? Maksudmu satu orang?!”“Be-benar, Tuan. Orang itu datang membawa jasad Tuan Frederick, lalu menghabisi beber
Alih-alih kembali ke mansion Devante, River malah membawa mayat Frederick ke mobilnya. Dia memacu kendaraan itu amat kencang menembus jalanan malam yang sepi.‘Sekarang aku akan mengakhiri semuanya. Dendam masa lalu itu harus selesai, demi Adeline dan anak-anakku!’ batin pria tersebut menatap tajam.Maniknya melirik Frederick yang tergeletak di kursi belakang.‘Dia pasti sudah lama merencanakan pembalasan dendam. Kali ini aku yang akan menyelesaikan segalanya!’ sambung River yang lantas menginjak gas kian dalam.Hingga setelah lama mengemudi, River bisa melihat bangunan megah yang dikelilingi tembok besar. Di pintu masuknya ada gerbang yang tertutup. Akan tetapi River tak peduli. Dia terus melesatkan mobilnya dan menabrak gerbang yang ada di depan. Suara gubrakan keras terdengar saat bemper mobil River menghantam gerbang itu. Hal ini membuat beberapa penjaga di sana tersentak kaget.“Sial! Orang gila mana yang berani masuk sembarangan?!” tukas salah satu penjaga di sana.Rekannya yang
“Hah, sial!” Fredercik mengumpat tajam.Alisnya mendapuk dengan seringai miring saat River menahan mata tajam belatinya dengan sebelah tangan. Ya, tanpa peduli telapak tangannya berlumuran darah, River tetap mencengkeramnya seolah itu bukanlah apa-apa.“Aku tidak akan mengampunimu!” cecarnya yang lantas memutar tangan Frederick hingga belatinya berbalik arah.Tanpa ragu, River semakin menekannya hingga benda tajam itu menusuk dada Frederick. Namun, sialnya sang sepupu dengan keras mendorongnya menjauh, hingga River tak sampai menekan belatinya terlalu dalam.“Argh, brengsek!” Frederick mengumpat keras sambil mencabut belati itu dari dadanya.Akan tetapi dirinya tak menduga bahwa di depan sana River sudah mengeluarkan pistol dan mengacungkan padanya.“Hah … aku terlalu meremehkanmu. Rupanya kau masih gesit meskipun sudah tua!” Frederick mencecar geram.Tapi tanpa menjawab apapun, River langsung melesatkan peluru pada paha Frederick. Lelaki tersebut mengernyit sambil berdiri dengan tump
‘Sial! Bajingan yang membawa Adeline benar-benar Frederick!’ batin River dengan amukan membengkak.Tanpa ragu, dia langsung menginjak gas dan membanting setir untuk memotong jalan. Nyaris saja mobil dari arah depan menghantamnya, tapi sang pengemudi mati-matian menginjak rem sebelum menabrak mobil River.“Dasar, bajingan sialan! Jika tidak bisa menyetir, jangan bawa mobil!” cecar pengemudi itu mengeluarkan kepala dari jendela.River tak meggubris. Di kepalanya hanya ada Adeline. Ya, River tahu seberapa gilanya Frederick. Dia sudah menyaksikan Jenson yang tergantung di atap, lantas apa yang akan dilakukan pria itu pada istrinya sekarang?“Brengsek! Aku akan membunuhnya jika menyentuh Adeline seujung rambut saja!” tukas River menatap amat tajam.Sial sekali mobil Frederick melaju amat cepat, hingga dia ketinggalan jauh. Namun, itu bukan masalah. River menginjak gas amat dalam, melaju kencang menyalip beberapa mobil yang menghalangi jalannya.‘Aish, sial! Dia pasti mau membawa Adeline k
‘Adeline, apa yang terjadi? Apa itu kecelakaan?’ batin River ragu-ragu.Dia coba menghubungi sopir yang mengemudi mobil wanita itu, sialnya tetap nihil. Anteknya tersebut tidak mengangkat panggilan juga.Tanpa buang waktu, River pun melacak ponsel Adeline. Dari system, gawai sang istri berada tak jauh dari Picasso Hotel.Kening pria itu mengernyit ketika perasaan buruk menyerangnya. Dia tahu anteknya yang bersama Adeline bukan orang ringkih. Hingga tanpa ragu, dia pun beranjak pergi ke lokasi wanita tersebut.Baru masuk mobilnya, River pun menghubungi Siegran yang sudah berada di depan vila sekitar hutan La Daga.“Siegran, jika situasi terlalu berbahaya, kau cukup awasi sekitar. Kita tunda penyerangan. Aku tidak bisa datang karena Adeline dalam bahaya!” tukasnya disertai tatapan tajam.Dari seberang, tangan kanannya itu pun menjawab, “Tuan, orang kita sudah menyusup ke dalam. Tapi Frederick tidak ada di markas. Dari perbincangan anak buahnya, Frederick masih ada di pusat San Pedro!”
“Jadi mereka semua bekerja sama?!” tukas River menyeringai tajam.Tanpa mengangkat pandangan, pria itu lantas berkata, “Siegran, segera bongkar kebusukan Sebastian dan Howard Company!”Ya, dia langsung mengambil keputusan, setelah mengetahui calon presiden itu bertemu Frederick di Rather Hall. River tahu betul bahwa tempat itu property pribadi keluarga Daniester yang disembunyikan. Jadi sudah pasti Sabrina Daniester ada di sana juga.“Lakukan itu sehari sebelum pemilihan. Dengan begitu, mereka tidak punya waktu untuk memperbaiki citranya,” sambung River meletakkan tab tadi ke meja.“Saya mengerti, Tuan. Lalu bagaimana dengan Frederick dan Sabrina? Mereka pasti merencanakan penyerangan lagi. Anak-anak Anda akan dalam bahaya, terutama Nona Jennifer. Sejak insiden penculikan Tuan Muda Jenson, Frederick selalu mengawasi akademi balet La Huerta.” Siegran berkata cemas.River menyatukan alisnya dengan tatapan garang.“Aku tahu. Sampai hari pemilihan, anak-anak tidak akan keluar dari mansion
“Apa ini? Tidak disangka Calon Presiden ikut dalam pertemuan seperti ini,” ujar Frederick dengan tatapan sinis.Ya, orang yang datang memanglah Sebastian Howard. Alih-alih menjawab, lelaki dengan perut buncit itu malah melangkah ke dekat Sabrina.“Nyonya, apa maksudnya ini? Saya pikir ini pertemuan privat, tapi kenapa ada orang lain di sini?” katanya protes.Mendengar sindiran tersebut, Frederick seketika menyeringai sinis. Dia mengepulkan asap rokoknya, lalu mematikan dengan kasar ke asbak yang ada di meja.“Sabrina, Sebenarnya siapa yang ‘orang lain’ di sini?” decaknya memicing berang.Sabrina melirik Sebastian seraya berkata tegas. “Diam dan duduklah. Waktu kita tidak banyak. Kalian sendiri tahu, siapa orang yang kita hadapi!”“Tapi, Nyonya—”“Kau berani menentangku?!” sentak Sabrina lebih tajam sebelum Sebastian menyelesaikan perkataannya.Hanya dengan satu kalimat itu, Sebastian langsung bungkam. Frederick pun tercengang karena Sebastian yang seorang calon presiden dan pemilik Ho