Share

Terjerat Hasrat Boss
Terjerat Hasrat Boss
Author: Nayla

Bab 1

Pov: Diva

Akui saja dunia ini aneh, banyak orang yang merasa dirinya tegas tapi lucu. Menyukai dunia yang kotor tapi indah. Seperti aku yang jatuh cinta pada orang yang salah tapi tetap saja tidak bisa melupakannya.

Walaupun dia tidak tahu aku menyukainya. Walaupun dia tidak tahu aku merindukannya. Tetap saja aku memikirkannya dan perasaan itu tidak kurang sesentipun. Ngotot sekali aku ingin memilikinya. Tanpa aku sadar perasaanku bermetamorfosis menjadi keinginan yang tidak terkendali.

 

Aku melirik Liam yang sedang menjelaskan sambil mundar-mandir di depan kami. Aku sudah menajamkan pendengaranku. Tapi dalam benakku malah terlintas bayangan Liam sedang memakai pakaian hitam, berkabungnya. Aneh, aku mengkhayalkan istrinya meninggal.

Mungkin ketiadaan istrinya bisa memberi peluang untukku menjadi bagian dari Liam Kavindra, bersamanya seumur hidupku. Menemaninya tidur, bercinta dengannya hingga pagi. Membayangkan saja membuatku bahagia.

Liam mengangkat satu alisnya, melihatku, "Kamu kenapa senyum-senyum kayak gitu?Ucapan saya ada yang lucu?" tanyanya. Semua orang melihatku dengan tatapan aneh.

Kalau dia tahu apa yang kupikirkan, apa yang akan dia ucapkan. Dia pasti langsung mendepakku keluar dari perusahaan ini dengan tidak hormat. Aku masih memandangi wajah Liam yang tampan itu.

"Diva. Liam negur  tuh." Nara yang menyebalkan itu mencubit lenganku.

"Sakit... " Celetukku. Membuat yang melihatku menggeleng kepala. Aku hanya bisa nyengir kuda sangking memalukannya, "Tadi ngomong apa barusan Pak Liam?" tanyaku.

"Untung kamu cantik Diva kalau gak, tahu deh... Otak sama kecepatan kamu nangkep kerjaan gak bisa diharepin. Udah tau lemot masih sempat-sempetnya ngelamun." Doni si kutu kupret itu bicara kasar sekali. Awas saja dia, belum tahu aku merekam adegan syur-nya dengan wanita sewaktu di toilet kemarin. Mau tak viralin? Entah siapa wanita itu, pada saat itu aku hendak ke toilet tanpa sengaja melihat adegan dewasa.

Aku kembali melihat Liam yang masih menatapku kesal. Diantara semua pria di ruangan ini muka Liam yang paling tampan walau pun lagi pasang muka seram. Lihat saja mukanya sekarang kayak lagi mau ngajak tauran. Tauran di atas ranjang si aku gak nolak.

 

"Kamu bisa serius, Diva Queensha? Heran... hanya duduk manis seperti itu. Saya yakin gak ada yang masuk di otak kamu. Tunggu aja ya... jangan sampe kamu gak dapet target." Liam bersabda.

"Iya Pak, maaf. Aku denger kok dari tadi Bapak ngomong apa. Aku kalau kelewat konsentrasi memang kayak gini, suka senyum sendiri, tidur aja senyum--hmm, kata temen yang tidur sama aku sih gitu."

 

Aduh, jangan sampe Liam emosi. Bisa-bisa dia tidak mau bicara lagi denganku. Padahal aku berharap menjadi teman dekatnya--jadi bisa nyambi TTM, biar ada adegan romantis yang uwu-uwu ala-ala friendzone. Please... jangan marah.

"Ini peringatan terakhir ya. Lain kali kamu saya suruh meeting di toilet sendiri." Liam menarik kursi lalu duduk. Udah selesai presentasinya? Aku sama sekali belum mudeng apa yang mereka bahas. Mampus.

"Jadi gimana Diva? Kamu udah ada ide buat promosiin produk tadi? Pasti ada kan? Adalah ya! Masa gak ada sih. Harus ada lhoo..." Rania ini ular berlidah racun. Jahat banget nyudutin pas waktu lagi kayak gini.

 

Apa dia marah karena aku menggantikan dia ke Singapure?

"Coba saya mau dengar saran kamu. Dari tadi yang lain sudah ngasih masukan, cuma kamu yang belum." Liam menatapku serius. Susan payah aku meneguk ludahku.

 

"Eum... anu... gimana kalo." Aku menarik senyum tipis, kira-kira tadi bahas produk apa ya? Rahang Liam mengeras, terlihat sisi tegas dalam dirinya. Kali ini naas nasibku, "Gimana kalau kita pakai kostum kerajaan promosiin di mall-mall besar." Ucapku cepat.

Hanya itu yang terpikirkan olehku.

"Otak kamu emang cetek banget ya. Dikira ini zaman Juseon."

Aku menoleh pada Rania. "Otak siapa yang cetek?"

"Ya kamu lah... Ngelawak Bu?"

"Rania, jangan kayak gitu. Hargain pendapat Diva. Menurut aku malah lucu idenya. Gak usah pake ala-ala zaman kerajaan Majapahit... Entar yang ada seksi bingit." Suara itu dari Nara.

Bener juga sih, tidak lucu banget pakai kemben di mall-mall dengan selendang. Otakku benar-benar tidak bisa mikir lagi.

"Menurut aku sampah banget sih ide dia itu." Doni ikut berkomentar. Mungkin kalau mataku bisa keluar petir pasti akan menyambar Doni dan Rania. Mereka ini bicara tidak punya tata krama.

Lihat saja nanti kalau Liam bisa kumiliki, akan kubuat mereka seperti kain elap. Tiap hari kuinjak-injak. Mereka belum kenal saja siapa aku, beraninya sama anak baru. Aku memejamkan mataku, rasa kesal membuatku ingin menangis.

"Kayaknya ide Diva boleh juga. Tinggal kita sesuain  sama sikon. Pakai gaun ala kerajaan luar boleh juga. Gimana? Nanti biar Diva yang jadi princes-nya sambil promosiin pakaian dalam perempuan."

"Pakaian... dalam?" tanyaku.

"Iya." Liam mengangguk. "Ini merk terkenal jadi kamu gak usah malu. Nanti Nara akan bantuin kamu di lapangan. Kamu gak harus make bra, cukup pegang aja kayak gimana cara promosiin. Kamu lebih pinter lah." Ini kok dia ngomongnya santai banget. Tidak merasa segan menyuruh aku menjajakkan pakaian dalam?

"Anu... Maaf, ngomong-ngomong pakaian dalam perempuan apa laki-laki ya?" kataku setengah hati.

"Santailah ini pakaian perempuan kok. Gak kalah sama produk Victoria Secret." Doni tersenyum puas sambil mengedipkan mata.

Aku mulai membayangkan memakai gaun ala Frozen dan kedua tanganku melambai-lambai memegang bra berenda sambil tersenyum pada orang-orang lewat. Kenapa gak nyuruh loncat dari gedung saja sekalian.

"Interupsi Pak?" kulirik Liam, dia tampak masa bodo. Jangan-jangan cowok-cowok keparat ini  berniat sekali ingin aku menjajakan barang dagangan mereka dengan ide gilaku memanfaatkan aku.

"Kamu pikir bisa narik ide kamu lagi setelah Liam ok... jangan harep. Liat aja muka mereka itu, kere ide." Nara menepuk pundakku pelan lalu mengikuti Liam keluar dari ruangan.

🌹🌹🌹

"Tetep diterima kerjaan Liam?" Nara menarik kursi di samping kanan, lalu duduk sambil melihatku.

"Gak masalah. Aku jabanin kalau itu mau Liam." Jawabku santai. Mataku masih menatap layar laptop sambil mengetik. Menyelesaikan naskah yang sudah lama pending.

"Beneran gak papa? Itu tempat umum lho... ya walaupun merk-nya sekelas Victoria Secret atau selevel Pierre Cardin. Tetep aja BH ya BH."

Aku terkekeh. "Gakpapalah. Hitung-hitung amal buat pemandangan gratis." Candaku. "Toh gak dipakek kan BRAnya? Cuma pegang doang kan?"

"Iya sih, cuma pegang aja. Yaudah kalau kamu setuju gak papa."

"Kamu kebanyakan mikir Nara. Rileks lah aku juga gak bodoh banget nerima gitu aja." Kataku dengan kekehan pelan.

"Entar callingan ya cari gaunnya. Aku mau kafe dulu beli Cappucino mau nitip gak?" tanya Nara. Aku menggeleng. Lalu Nara pergi bersamaan Liam berjalan ke arah ruangnya.

Aku penasaran benarkah Liam tipe setia pada pasangannya. Beneran tidak bisa digoda wanita cantik dan modis? Hari gini masih ada? Aku menatap kaca ruang Liam yang tertutup tirai putih, seakan bisa menerawang sedang apa dia.

Ketampanan Liam sudah cukup untuk membuat banyak perempuan menggilainya. Jadi tidak heran kan aku adalah salah satu diantara mereka

"Sial banget aku dikasih job murahan."

Aku menahan nafas, untuk sesaat aku merasa ide konyol ini akan melukai harga diriku. Tapi aku pikir ini bisa dijadikan sesuatu. Bibirku tersenyum, kita lihat saja nanti apakah ekpresi datarnya masih tetap sama seperti itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status