Liam ingin membantahnya, tapi gila memang perasaannya semakin tidak terkendali setiap melihat Diva. Alih-alih memiliki semboyan satu istri sudah cukup, tapi justru mendamba wanita lain. Ini tidak mimpi kan? Diva sedang menatapnya dengan senyum manisnya, pakaian sexy yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.
Liam menatap lurus padanya, "Kenapa saya harus punya perasaan ini sama kamu, Diva Queensha?" Ini tidak masuk akal banget, sialan!
"Gak ada yang salah dengan perasaan, Liam. Aku gak mau naif. Aku juga suka sama kamu. " Katanya penuh perasaan. Apa maksudnya? Dia juga nyimpan perasaan yang sama seperti Liam?
Liam menangkup wajah Diva, bibir ranumnya menarik perhatian mata Liam. Ia menciumnya lembut dan Diva tidak menolak, "Saya gak mau bohong... saya mau kamu jadi partner saya di atas ranjang... " Diva bungkam menatapnya. "Bilang Diva... Kamu juga berpikir begitu?"
Pipinya memerah. Diva membuka mulutnya sedikit, dari caranya menatap Liam terlihat gugup. Liam kembali menciumnya dengan nafas terengah-engah, menciumnya dengan penuh gairah. Mendorongnya hingga tersudut di ceruk dinding. Membuat rambutnya yang diblow menjadi berantakan, membuat bibirnya membengkak dengan kenikmatan.
"Saya gak akan nyakiti kamu, Diva..." Ujar Liam pelan. Hingga Diva berani membalas ciuman Liam. Dia bisa melihat gairah dari pancaran bola matanya yang hitam, lalu mereka saling menghisap dan bertukar saliva. Aliran darah Liam terasa berhenti bekerja mendengar suara lirihnya yang memanggil namanya.
"Liam..."
"Liam!"
Tidak ada orang yang paling gila dari Liam Kavindra. Sial! Liam membayangkan adegan panas bersama Diva. Dan adegan itu berhenti karena suara istrinya. Liam menarik tubuhnya dari genangan air di bathtub dengan tubuh menggigil. Nyaris tak bisa bernafas.
"Kamu ngapain sih berendam malam-malam begini? Lama banget lagi... masuk angin nanti."
Samira Basagita--dia pasti akan membunuh Liam kalau tahu isi otak suaminya yang mesum ini. Entah kenapa otak mesum Liam berkelana malam ini dan Diva menjadi objek pelecehannya. Damn! Liam Kavindra mati aja di bathtub ini dengan bau busuk dengan pikiran-pikiran kotor kamu. Dan Liam tidak tahu apa setelah ini akan membayangkan lagi adegan yang masih menempel di benaknya
"Saya lagi kepanasan aja, sayang. Tadi di kantor banyak kerjaan." Jawab Liam melihat Samira masih berdiri di ambang pintu. Menatapnya yang tidak berpakaian ini dengan tampang kaku.
"Yaudah kalo gitu, jangan lama-lama. Aku pergi bentar ya... mau beli perlengkapan nge-gym." Katanya dengan senyum riang. Liam menggeleng cepat, tidak mengizinkan. Bagi Samira yang paling penting hanya shopping, "Tapi aku udah janji sama teman-temanku, Liam..."
Kalau Liam berpikiran untuk menyelamatkan pernikahan ini... jadi sekarang dia membutuhkan Samira. Jadwal bercinta mereka selalu berantakan karena kesablengan Samira dengan segala kegiatan dia yang tidak jelas.
"Saya mau bercinta malam ini," ucap Liam. Dia kehabisan kata-kata menjawab permintaan Liam. Dan Liam tidak mau ditolak dengan alasan apa pun itu. Atau dia nekad ke rumah Diva... setan dalam dirinya mulai berbisik. Tapi akhlak bilang 'udah main solo aja' Liam punya istri kenapa harus ngenes gini mikirin kebutuhan biologinya.
🌹🌹🌹
Liam mendekati tempat tidur. Samira dengan tubuh sexy-nya sudah berbaring di atas tempat tidur dengan wajah datar. Ini membuat harga diri juniornya meronta-ronta. Kenapa dia tidak menunjukkan senang atau bergairah... Apa segitu hambar bercinta dengan Liam?
Liam mengelus lengan Samira dengan lembut dan penuh kehangatan. Dia masih mengagumi kulit putih bersinar Samira dengan hasrat yang menggebu.
"Aku gak gerak ya. Terserah kamu aja deh mau ngapain." Katanya. Mencekik tenggorakan Liam. Hubungan badan lebih dari sekedar penetrasi, Samira! Jemari Liam mengelus lekukan leher Samira, mencari titik pusat untuk menyalakan listrik padanya. "Liam... " protesnya dengan kerutan dahinya.
"Kita butuh Foreplay biar menyenangkan, sayang."
"Gak usah deh... kamu masukin aja biar cepat. Aku ngantuk."
"Katanya kamu mau pergi tadi. Kenapa sekarang ngantuk?" Sebelah alis Liam naik menatap wajah cantik Samira. Satu tangan Liam mengelus kedua bagian sensitif Samira, meremasnya dan mencubit ujung bagian dadanya.
"Aku lagi... gak pengen. Ngertiin dong... kamu puasin aja punya kamu," katanya parau. Samira terlentang menyerahkan diri tanpa sehelai benang. Memejamkan mata tanpa desahan nikmat. Ini seperti main sama boneka saja. Sebenarnya Liam tidak suka bercinta seperti ini, dia melihat ke bawah pada juniornya yang dari tadi sudah bangun. Ada yang lebih menginginkannya.
Liam menempelkan bibirnya, tapi Samira menghindarinya, seolah-olah dia tidak bergairah padahal suara tegukan air liurnya terdengar. Baiklah ini adalah penyatuan atas dasar kebutuhan. Tangan Liam meremas kedua gumpalan Samira, ingin membuatnya tersiksa hingga dia yang akan meminta-minta.
"Sayang... buka dong matanya. Keluarin suara gitu," pinta Liam dengan suara penuh gairah. Sayangnya yang terdengar hanya suara dengkuran... dia tertidur? Liam tertawa dengan miris. Dia mengabaikan Samira yang tertidur hanya berkonsentrasi pada kesenangan ini.
Saat akhirnya dia mencapai klimaks dengan pengaman yang tidak lupa ia pakai. Setelah membersihkan diri, Liam segera merebahkan tubuhnya di kasur empuk di sebelah Samira yang tertidur pulas, menutup tubuhnya dengan selimut. Dengan kenikmatan seperti ini jelas dia tidak puas. Shit, gara-gara ngebayangin Diva dia merasa menjadi orang bodoh dan berkhianat pada istrinnya.
🌹🌹🌹
"Liam! Bangun. Kamu gak ngantor?" Samira memelototi Liam dengan tubuh nakednya, "Kita jadi sama-sama bangun kesiangan gini gara-gara kamu." Wanita itu cepat-cepat memakai piama tidurnya.
"Kok nyalahin saya? Kamu santai dong jangan kayak kebakaran jenggot. Saya sengaja hari ini bangun telat. Gak kerja. Saya mau ngajak kamu date hari ini." Liam mengedipkan mata padanya, "Udah lama kan kita gak berduaan. Tiap hari aku sibuk ngantor... kamu gak mau marahin aku..."
"Gak lucu, Liam! Bukan masanya lagi kita kayak anak remaja," katanya tegas. "Kalau atasan pemales kayak kamu gimana mau jadi contoh yang baik sama bawahannya." Dia menarik bantal di bawah kepala Liam dengan kasar. "Bangun. Mandi cepatan!"
"GAK!"
"KA Rayhard bisa marah, Liam!"
"Liam... kamu denger gak sih? Kalau besok-besok kamu ambil cuti kita liburan bareng... tapi gak gini... dadakan." Ia berkata ketus. Liam memaki pelan turun dari tempat tidur.
🌹🌹🌹
"Gue udah baca sih proposalnya, relevan---"
"Oh my God..." suara Doni memotong ucapan Liam. Matanya ke arah dinding kaca yang menebus ke arah luar. Seorang wanita sedang berjalan dengan cardigan cokelat, rambutnya digerai sambil bicara dengan ponselnya di dekat telinga. Diva sepertinya sedang marah-marah di ponselnya.
"Hmm, gimana ya cara deketin dia? Penasaran banget sama Diva. Anaknya cakep banget, kan?"
"Nih cewek kalo kepalanya luka masih tetap cantik gak ya." Daniel tertawa kecil.
Kalian tahu kenapa orang suka menonton drama gila? Karena mereka kurang hiburan. Mencari objek untuk ditertawakan atau untuk mencuci mata.
Liam, Doni, Daniel menatap lurus memandangi wanita itu tak berkedip. Astaga... Diva berjalan tidak melihat ke depan. Terus saja bicara dengan mata melotot ke arah ponsel-nya.
"Mari kita tonton," suara Doni menunggu sesuatu terjadi.
"Taruhan kita! Aku rasa dia masih beruntung jalanan yang dia lewatin gak ramai," kata Daniel tersenyum lebar.
Merea menunggu adegan konyol yang akan terjadi. Kalian bisa pikir sendiri Diva itu seperti apa.
Sayangnya dari tempat mereka duduk, tidak bisa mendengar apa yang sedang dibahas Diva di telponnya. Lima langkah di depan Diva muncul Beno, cowok berbadan subur.
Tap... tap... tap ...
Sadis Diva nabrak tanpa menoleh Beno untuk meminta maaf.
"Parah tuh cewek... untung Beno yang di tabrak... kalo aku! Kuangkut ke toilet dia."
Liam melirik tajam Doni yang berpikiran mesum. Rasanya pengen getok si cowok muka badak satu ini.
BRAK
"Hahah... Shitt." Suara gelak Daniel dan Doni bersahutan. Doni memukul meja sangking lucu sedangkan Daniel memegang perutnya yang terguncang terbahak.
Liam melewatkan adegan Diva menabrak kaca. Kakinya bergerak cepat ke arah Diva, membuka pintu yang terbuat dari kaca itu, "Pintunya sebelah sini, Diva..." Ucap Liam melihat Diva mengelus dahinya sambil meringis. Sembrono banget nih cewek.
"Perasaan aku tadi belum sampe sini jalannya. Lagian ngapain pakek dinding kaca sih... malu banget diketawain." Ujar Diva melihat ke arah kaca yang menembus Daniel dan Doni masih menertawainya di bangku mereka.
"Makanya jalan pakek mata bukan jidat." Liam memperingati.
"Sakit banget jidatnya." Diva meraba dahinya.
"Butuh bantuan?" kata Liam menahan tawa. Hal yang menarik perhatiannya adalah jidat Diva yang memerah. Liam mengambil rambut panjang Diva lalu menggosok ke arah dahinya. "Ini bisa mencegah benjol."
Diva tertawa mendengarnya. Matanya berbinar menatap Liam.
"Pak Liam... Anda berpikiran primitif juga ya," ledeknya. Liam menatap lekat wajah Diva, coba rambutnya dicepol ke atas pasti terlihat jelas leher jenjangnya, sangat cantik.
"Kita mau berdiri sampai kapan di sini?"
"Duluan aja, saya mau ke toilet," kata Liam gugup. Tiga langkah dia berhenti, berbalik melihatnya. "Nanti ke ruang saya ya. Kita ngerjain yang kemarin saya bilang," pesannya. Diva terlihat bingung lalu mengangguk. Bisa gawat kalau Doni sama Daniel melihat bagaimana cara Liam menatap Diva.
"Akhirnya bisa, aku pikir otakku gak nyampe." Diva merentangkan kedua tangannya, membebaskan diri dari rasa capek.Diva ini memiliki pesona riang dan sikap cueknya membuatnya banyak mendapat perhatian sekantor, padahal cara kerja dia ini belum ada perkembangan. Di ruang ini hanya mereka berdua, berhadapan duduk di meja. Misalnya Liam menawarkan hubungan terlarang dengan wanita ini, apa Diva mau bersenang-senang di atas penderita orang lain?"Kamu mau minum panas, dingin, atau minuman kaleng?" Liam menawarkan. Dengan minuman akan mencairkan suasana.Diva malah mendengus. "Udah kayak di kafe aja, Pak. Mau minum apa Mbak? Atau jangan-jangan ini sogokan?" wajahnya berubah menjadi tawa terkikik."Yaudah kalau mau kerja tanpa minuman. Saya gak maksa"Dengan hati-hati Liam meneliti penampilan Diva.Wajahnya cantik, bibir ranumnya menyunggingkan senyuman manis. Rasanya ingin
"Permisi Pak, aku datang karena Rania menyuruhku ke sini. Kalau Bapak ingin menanyakan tentang pekerjaan yang kemarin, maaf belum selesai."Akhirnya Diva memaksakan diri untuk masuk ke ruang Liam."Saya ingin selesai hari ini, jadi, kerjakan sekarang di sini." Ucap Liam, Diva terpaksa menganggukkan kepalanya.Diva sadar pekerjaan ini hanya bisa selesai dengan dimentori Liam. Mereka melakukan pekerjaan dengan profesional, jika Liam berkata sesuatu. "Okeh." Hanya itu jawaban Diva tanpa melihat Liam. Diva tidak ingin terlihat sekali sangat terhina atas peninggalan Liam pada malam itu, dia terlihat biasa saja seakan ciuman itu hal lumrah.Liam menegakkan kepalanya. "Kamu kalau bicara lihat muka saya. Saya bukan pengganggu."Mereka bicara sangat profesional dengan menyembunyikan gejolak mereka masing-masing. Dengan cara saling bersikap ketus jika bicara."Mata aku ke lapt
"Maaa, bangun ma, jangan tidur terus...""Sudah Diva, jangan menangis. Mama kamu sudah bahagia di tempat yang jauh di sana. Kamu harus ikhlas, Diva."Terlihat netra kesedihan dari wajah wanita muda itu, dia baru saja kehilangan ibunya. Tapi yang membuatnya semakin sedih adalah kelakuan ayahnya yang membawa wanita simpanannya ke rumah duka. Dengan air mata yang mengalir di pipinya, Diva memandang ayahnya penuh kebencian.Bisa-bisanya Ayahnya membawa wanita selingkuhannya di rumah duka, dia tidak akan memaafkan ayahnya."I'm proud of you," ujar Renata mengelus pundak Diva lembut, "kamu harus kuat. Yang tabah ya, Va.""Makasih Re, aku cuma punya kamu yang menguatkanku. Sedangkan yang semestinya berada di dekatku malah bersama gundiknya.""Bahwa kebenaran yang utuh baru kamu dapatkan setelah Tante Maya meninggal. Dia menyimpan kesedihannya sendiri sampai akhir hayatnya." Sejenak Renata terdiam, merasa ngeri membayangkan hal itu terjadi pad
Namanya Diva Queensha, dia sendiri gak ngerti kenapa orangtuanya ngasih nama Diva yang artinya dalam bahasa latin-hebat, dalam bahasa sejarah arti kosakatanya nunjukin penyanyi Opera wanita kelas atas. Dan Queensha diambil dari kata bahasa Inggris artinya ratu. Orangtuanya itu asli Indonesia tapi mereka membuat dia menyandang nama seberat itu.Sewaktu Diva SD sampe SMA sering banget dibully gara nama hebat-nya itu. Siapa coba yang gak meradang? Kalau becanda its ok, tapi kalau udah main kritik. Yaampun, kayak nama situ bagus aja palingan juga gak punya arti asal buat orangtuanya.Hari ini, hari pertama Diva di tempat kerja barunya dan... yang paling dia benci adalah perkenalan diri. Yang terlintas di otak dia adalah mereka bakal ngetawain namanya apa nggak."Selamat siang nama saya Diva Queensha." Dan perkenalan singkat Diva gak dapet respon, mereka pada sibuk semua. Kurang sopan banget kan, tapi
Diva teringat perkenalannya dengan Liam."Berdiri di situ!"Perintah Liam pada wanita berambut ikal di bawah itu, "Kamu telat 10 menit. Luar biasa sebagai anak baru. Hasil kerja kamu belum ada tapi yang kamu tunjukan adalah prestasi gak berbobot." Kata Liam dengan pongahnya.Seluruh karyawan yang berada di situ melihat Diva dengan prihatin, bakal jadi korban kemarahan boss mereka nih."Maaf Pak telat, tadi macet," jawab Diva. Ia mengangkat jam tangan tali coklatnya, melihat waktu, "Tapi kan masih 10 menit aja, ben-neran aku gak bermaksud telat, Pak." Wanita itu tergugup karena sekarang dia menjadi sorotan satu ruangan itu."Sepuluh menit aja kamu bilang? Niat jadi wanita karier gak sih? Kalau males-malesan mendingan kamu cari pria tajir terus nikah. Tunggu suami pulang di tempat tidur, simple kan." Kata Liam sangking kesalnya. Dia paling tidak suka karyawan baru suka sepele denga
"Permisi Pak, aku datang karena Rania menyuruhku ke sini. Kalau Bapak ingin menanyakan tentang pekerjaan yang kemarin, maaf belum selesai."Akhirnya Diva memaksakan diri untuk masuk ke ruang Liam."Saya ingin selesai hari ini, jadi, kerjakan sekarang di sini." Ucap Liam, Diva terpaksa menganggukkan kepalanya.Diva sadar pekerjaan ini hanya bisa selesai dengan dimentori Liam. Mereka melakukan pekerjaan dengan profesional, jika Liam berkata sesuatu. "Okeh." Hanya itu jawaban Diva tanpa melihat Liam. Diva tidak ingin terlihat sekali sangat terhina atas peninggalan Liam pada malam itu, dia terlihat biasa saja seakan ciuman itu hal lumrah.Liam menegakkan kepalanya. "Kamu kalau bicara lihat muka saya. Saya bukan pengganggu."Mereka bicara sangat profesional dengan menyembunyikan gejolak mereka masing-masing. Dengan cara saling bersikap ketus jika bicara."Mata aku ke laptop, ak
Pukul sembilan seperti kemarin. Liam dan Diva pulang belakangan, semua staf di kantor itu sudah pulang. Naasnya ban mobil Diva bocor, kakinya menendang kuat pada badan mobilnya--harinya semakin menjengkelkan. Dia tidak tahu harus minta tolong siapa. Hanya ada Liam, pria brengsek itu."Sialan!" geram Diva.Dia menelengkan kepalanya melihat apakah mobil Liam masih ada, dan tiba-tiba mobil Liam berjalan ke arahnya. Diva melambaikan tangannya agar Liam berhenti. Dia bisa melihat wajah Liam yang menahan senyum itu."Bagusin mobil aku! Ban-nya bocor aku gak bisa pulang." Ketus Diva. Liam bersimpatik dengan nada suara Liam."Kamu minta tolong apa nodong orang?" Liam bersuara di mobilnya, sedangkan Diva merengut di depan kaca mobil Liam."Kurasa karena kamu adalah atasan, harus punya tanggung jawab pada bawahannya. Apalagi suasana di sini sangat sunyi. Tapi aku lupa Bapak kan gak punya hati... "
Tumben Samira merasa bosan dengan party-nya. Biasanya dia akan membuat suasana pesta lebih hidup dengan caranya--apa pun akan dia lakukan. Samira itu ratu party. Meskipun teman-temannya sudah menari-nari karena pengaruh alkohol, Samira malah meneguk minumannya dengan tatapan kosong.Tidak ada hal di pesta itu yang membuat mood-nya jelek, namun dia malah terlihat muak dengan sekelilingnya. Dia memilih duduk di sudut sofa berwarna coklat sambil menikmati minuman berwarnanya. Suara music dan lampu yang berkedip-kedip di sertai bau aroma keringat bercampur parfum membaur di tempat itu.Namun, saat Samira ingin sendiri pria berbadan tinggi tegap datang lalu duduk di sampingnya, dia menyentuh lengan Samira sambil berbisik, "Cemberut aja muka-nya." Samira mendesah. Bram, sebenarnya pria baik, tapi rada pelit orangnya. Dia akan baik kalau ada maunya, padahal kantongnya tebal.Samira tidak menanggapi Bram
Diva PoVTiga hari. Sudah tiga hari aku memata-matai apartemen Samira untuk mengetahui apakah Liam di sana. Apa saja yang mereka lakukan? Aku bodoh, harusnya aku mendobrak pintu rumahnya dan mencari suamiku. Aku benar-benar akan gila!! Hatiku terasa tidak pernah tenang setelah tahu semua kebenaran itu. Walau aku masih berstatus istri Liam, tetapi hati dan pikiran Liam sekarang hanya untuk Samira dan juga anaknya. Beberapa kali aku melihat tetangga berbisik-bisik sambil melihatku dengan wajah sinis, tapi ada juga yang bersimpati padaku. Entah apa yang mereka pikirkan.Liam, apa kamu tahu kondisi lingkungan kita sekarang? Semua orang tengah bergosip tentang kita dan Samira. Nanti, setelah sembilan bulan anaknya lahir. Apakah kamu akan menjadi sosok ayah yang akan selalu berada di sampingnya ?Tuhan, hatiku hancur membayangkan itu."Diva." Suara di belakang membuatku kaget, saat aku menoleh wanita itu tersenyum. Tetangga lantai atas. Kami sering berpapasan di lift. "Wajahmu pucat sekali
POV: DivaWaktu masih kecil aku tidak punya alasan untuk merenungi kehidupanku yang tidak mempunyai saudara kandung. Aku anak tunggal yang tidak kekurangan kasih sayang ibu dan ayahku.Tetapi semua berbeda ketika Ayahku berselingkuh dan ibuku menjadi depresi. Aku tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi.Setelah kepergian ibuku, tidak ada siapapun yang memperingatkanku tentang pesta dan laki-laki, hingga aku kehilangan arah. Sampai aku bertemu si tampan Liam dan ternyata dia sudah mempunyai istri. Segala terjadi begitu cepat---akhirnya aku dan Liam menikah. Tapi aku belum juga hamil."Aku membencimu, Liam," ucapku, sambil berusaha membuat suaraku tidak gemetar. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui.""Tenang, Diva." Jawab Liam mendekat. "Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita.""Gak. Kamu mempermainkan aku!" Teriakku melemparnya dengan bantal di atas ranjang. Kamar ini menjadi ruang neraka yang kutinggali.Kamar ini tempat kami saling berbagi cerita dan perasaan, t
POV : Diva"Kalian lucu sekali. Diva hanya mempertanyakan apa yang menjadi hakknya."Tangan Rayhard yang sedang memegang sendok dan hampir memasukkan makanan ke mulutnya berhenti. Lalu ia menatapku. Kakak Liam itu belum pernah membelaku, yang aku tahu dia membenciku. Wajah marah ibu mertuaku terpampang di sana. Mereka semua terlihat tidak nafsu lagi menikmati makanan, kecuali Samira."Bilang saja kamu iri dengan Samira, kan? Kamu belum bisa hamil anak Liam sedangkan Samira telah mengandung." Ucap Ibu mertuaku penuh kedengkian. "Maaf Mam, aku sama sekali gak iri. Dan lagi, Liam ini suamiku. Jelas aku gak terima dia hamil anak Liam." Aku memberanikan diri menatap mata wanita tua itu. Bisa-bisanya dia bilang aku iri. "Sudahlah Diva, kamu jangan menyudutkan Samira terus. Kasihan kan anak di perutnya." Ucapnya lagi, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran ibu mertua hingga terus membela Samira. "Jawab pertanyaan Diva, Liam. Tunjukkan kalau kamu laki-laki." Terdengar suara Rayhard pe
Di sebuah rumah besar mewah, terdapat seorang wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menenteng dua kresek plastik hitam berisi belanjaan. Terdengar suara gelak tawa di ruang tengah. Seorang pelayan hanya melewati wanita itu tanpa berniat membantunya mengambil dua plastik besar itu dari tangannya."Kenapa kamu lama sekali belanjanya? Kamu kan tahu ini jam makan malam dan semua belanjaan yang kamu beli akan dimasak sekarang," ucap seorang wanita tua memarahinya. Ia meletakkan belanjaannya di atas meja bersiap untuk membereskannya. "Maaf Mam, jalanan tadi macet.""Astaga. Apa yang kamu katakan? Aku tadi menelponmu menjelang sore. Apa sejauh itu mall dari rumahmu hingga berjam-jam kamu menghabiskan waktu?""Maafkan aku, Mam." Ucap wanita yang berkuncir kuda itu. "Aku akan memasak SOP buntut spesial untuk makan malam nanti.""Sop buntut katamu? Kami lihat jam, kamu pikir perut kami masih bisa menunggu masakan kamu itu?" Cecarnya. "Kalau kamu gak ada niat masak untuk makan malam
POV DivaBerhari-hari aku menghabiskan waktuku di kamar sambil memegang ponselku. Menunggu Liam mengabariku, aku masih berharap dia menanyakan keadaanku.Ya, penantian yang tidak ada ujungnya dan terlalu berharap akan membawa seseorang menuju keterpurukan. Begitu saja tanganku membanting ponsel yang tidak pernah kulepaskan dari tadi."Kamu lebih memilih Samira daripada aku istrimu, Liam!""Dia yang mulai perkara denganku, tapi kamu memihak dia?" Dia membuatku kesal. Aku tidak tahu harus bagaimana.Samira, aku benar-benar tersentuh dengan semua caramu menghancurkan hidupku. Aku tidak menyangka kita akan sejauh ini. Aku pikir semua telah berakhir dan Liam menjadi milikku seutuhnya. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Liam kembali sukses. Kamu mengacak-acak rumah tanggaku dan mengandung anak Liam.Apa yang harus aku lakukan?Liam, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita tetap bersama sebagai pasangan suami-istri. Apakah takdir kita hanya sampai di sini. Katakan padaku b
POV : DivaAku sempat terpaku melihat wanita bergaun kimono masuk ke dalam lift yang sama denganku. Wanita jalang yang sedang mencoba menghancurkan pernikahanku sekarang berada di ruang yang sama denganku. Dia memakai gaun kimono yang aku tebak untuk menutupi perutnya yang mulai buncit."Kenapa kaget? Kamu kira kawasan apartemen ini milik pribadimu. Dasar bodoh." Cemoohnya padaku. Aku memperbaiki raut wajahku agar terlihat tetap tenang. "Siapa yang bodoh?" Aku menggelengkan kepalaky. "Kamu tinggal di sini? Bukankah itu berarti kita akan sering bertemu dan kamu akan melihat aku dan suamiku yang sering bergandengan tangan di kawasan ini."Aku melihat dia menekan tombol satu lantai di atasku. Seketika aku sadar melihat senyum tipisnya. Dia memang sengaja tinggal di sini."Seseorang membelikanku apartemen di sini. Tentu saja aku gak akan menolaknya. Benar, kan?" Dia seperti menikmati wajah tegangku. Jangan bilang Liam yang membeli apartemen di atas untuk Samira. Aku harus sabar dan jang
POV: DivaSelama beberapa hari aku merasa gelisah. Liam belum pernah pulang setelah berita pria itu di semua media. Apakah sekarang Liam telah tinggal bersama Samira? Banyak pertanyaan di kepalaku.Jika terjadi sesuatu pada pernikahanku, aku juga akan kehilangan semangat hidupku lagi. Aku tidak mengira Samira akan kembali pada kehidupan Liam.Jadi selama ini Samira hanya berpura-pura menjauh dari Liam, tapi kenyataannya wanita sialan itu sedang berputar-putar disekeliling suamiku. Dia hanya sedang mempermainkan waktu untuk menghancurkan hidupku perlahan-lahan. Dan keluarga Liam membantunya.Mereka tau semenjak Liam bersamaku, dia mendapatkan banyak tekanan dari keluargaku dan ekonomi kami yang buruk.Aku duduk di sofa putih menghadap jendela kaca yang tertutup tirai putih. Cahaya matahari membuat ruangan ini tidak gelap. Ya, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah ini. Agar aku tau jika Liam datang, biasanya dia akan menghidupkan lampu meski siang hari.Samira adalah wanita yang p
"Saya berjanji akan melakukan tugas saya sebagai pemimpin perusahaan dengan baik. Berkontribusi meningkatkan perekonomian perusahaan." Liam mengakhiri pidatonya lalu tersenyum kecil.Nama Liam Kavindra menjadi pembicaraan di manapun. Bahkan sebuah tabloid membuat artikel tentang rumah tangganya juga."Maaf Pak ada artikel yang mengatakan anda telah menikah dengan wanita selingkuhan anda. Apa komentar bapak atas artikel itu?""Pak Liam...""Pak Liam..."Liam tetap berjalan meninggalkan pers dan mengacuhkan pertanyaan wartawan itu.Hari ini adalah hari kemenangan bagi Liam setelah membuat Rayhard turun tahta. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk menerima kemenangan ini.Salah siapa Rayhard telah menghancurkan hidupnya dulu dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Diva. Sekarang perusahaan ini menjadi miliknya.Liam masih ingat Rayhard menghina Diva dengan sebutan penggoda pria kaya. Setahun lalu Liam pernah melihat Rayhard sedang makan di restoran mewah bersama wanita muda. Dan
Pagi hari Liam membantu Samira memindahkan barang ke apartemen yang baru ia beli. Lokasinya sangat dekat dengan apartemen miliknya. Dan apartemen itu kelihatan lebih mewah dari pada yang ditempati Diva. Tentu saja hal itu membuat Samira sangat senang, balas dendamnya tercapai. Jika Diva tahu pasti wanita itu akan sakit hati dan menderita.Samira ingin sekali memberitahu Diva tentang ayah anak yang ia kandung. Seharian ini Liam menghabiskan waktunya bersama Samira di apartemen mewah itu, bahkan ia tidak mengangkat panggilan dari Diva."Kamu anterin aku ya belanja kebutuhan bayi." Kata Samira yang sedang menikmati makan siangnya."Kamu kan tau Sa, di luar banyak orang. Apa kata mereka kalau saya jalan sama kamu beli peralatan bayi." "Peduli apa kata orang? Kalau kamu takut, untuk apa memindahkan aku ke apartemen ini? Hanya beberapa langkah dari tempat kamu."Liam meminum air putihnya di gelas, tanda makannya telah selesai. "Saya hanya berjaga-jaga dengan keselamatan kamu. Kalau kamu