"Saya akan membantu, Nyonya, tapi mohon bersabar," pinta Bibi pelayan, menatap sedih dan prihatin, seraya menggenggam tangan Nyonya Bintang dengan erat. Ia dapat merasakan tangan lembut itu berkeringat dingin menandakan ketakutan.
Air mata Bintang semakin deras mengalir, dengan berat hati menganggukkan kepala. Sebenarnya ia bisa kabur kapan saja, tapi ia tidak mempunyai tujuan, terlebih lagi kondisinya saat ini sedang hamil tua. Dan sudah lama juga ia putus komunikasi dengan ibu tirinya sejak ia dijual pada Tuan Douglass.
Bibi menuntun Nyonya Bintang ke kamar. "Besok pagi saya akan pergi ke pasar. Saya tunggu Anda di dekat gerbang rumah," ucap Bibi pelayan dengan nada pelan.
"Iya, Bi." Bintang mengangguk cepat.
Setelah berbicara dengan Nyonya Bintang. Bibi pelayan segera keluar dari sana, dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Di lantai bawah. Douglass dan Freya masih bertengkar hebat. Suara lantang Freya menentang keputusan suaminya.
"Walau kau menikahinya hanya sementara aku tetap tidak rela berbagi suami! Kau adalah milikku! Hanya milikku!" teriak Freya sambil menunjuk dada beberapa kali dengan berderai air mata dan emosi yang memuncak.
"Kau tidak mempunyai hak untuk melarangku, Freya! Kau selalu saja memikirkan dirimu sendiri! Dan selalu beralasan takut gendut atau takut badanmu rusak jika mengandung anakku! Aku sudah cukup sabar menghadapimu!" bentak Douglass, dingin, dan arogan.
Freya diam. Tapi, air matanya terus mengalir membasahi pipi.
Douglass mengeluarkan nafasnya dengan kasar, berkacak pinggang sembari mendongak ke atas, menandakan ia sangat lelah bertengkar dan menghadapi keegoisan Freya.
Setelah beberapa detik diam. Freya kembali bicara, "jika kau memang mencintaiku, ceraikan dia saat ini juga, dan kembali ke Perancis bersamaku!" tantang Freya dengan nada menuntut.
Douglass semakin dingin menatap istrinya, "aku camkan sekali lagi. Aku tidak akan meninggalkannya sampai bayi itu lahir! Apa salahnya bersabar sebulan lagi!!!"
Freya mengepalkan kedua tangannya, kemudian ia mendorong dada bidang suaminya dengan kuat sampai Douglass hampir tersungkur di lantai. Melihat suaminya lengah, ia langsung berlari menuju lantai atas, mencari keberadaan wanita itu.
"Jalang keluar kau!" teriak Freya sambil membuka satu persatu kamar di lantai atas.
"Freya! Jika kau berani menyentuhnya aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Douglass memperingati sambil berlari mengejar istri pertamanya.
Freya tidak mau mendengarkan peringatan suaminya. Dia tetap membuka pintu kamar satu persatu. Hingga pada saat ia membuka pintu kamar terakhir tubuhnya langsung mematung, tatapannya terpaku dan lidahnya terasa kelu ketika melihat gadis muda sangat cantik berdiri di tengah kamar sambil memegang perutnya.
Bintang tersenyum miris, dan merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Freya.
Freya mengepalkan kedua tangannya, aura kemarahan terpancar dari sorot matanya. Dia maju tiga langkah, mendekati Bintang, namun tangannya langsung di tarik keluar oleh Douglass.
"Jangan pernah mendekati Bintang, Freya!" desis Douglass penuh amarah, mencekal tangan istrinya di belakang pinggang.
Bintang lekas menutup pintu dan menguncinya. Ia sangat ketakutan saat melihat kemarahan istri pertama Douglass. Kedua tangannya bertumpu di daun pintu dengan kepala tertunduk, dan air matanya mengalir deras seolah tidak ada habisnya. Bintang kembali memegangi perutnya di mana bayinya bergerak lincah, seolah bisa merasakan yang sedang di rasakan ibunya.
"Sabar, sayang. Mama tidak akan meninggalkanmu, dan akan terus berjuang untuk mempertahankanmu," bisik Bintang pada bayinya di dalam kandungan.
Douglass mengurung Freya di dalam kamarnya.
Freya berteriak histeris sambil menggedor pintu kamar berulang kali, tapi Douglass tidak mendengarkannya, pria itu berjalan menuju kamar Bintang.
"Bintang, buka pintunya!" pinta Douglass dingin, dan memaksa.
Namun tidak ada sahutan dari Bintang. Dan hal ini membuat Douglass semakin khawatir pada kondisi Bintang yang tengah hamil tua.
Douglass tidak tinggal diam. Ia segera mendobrak pintu tersebut. Tapi, tidak berselang lama Bibi pelayan membawa kunci cadangan dan memberikan pada tuannya.
"Sial!" Douglass memaki, karena kekhawatirannya pada Bintang, ia jadi lupa jika setiap kamar di rumah tersebut ada kunci cadangan.
Ceklek!
Pintu sudah berhasil di buka. Douglass masuk ke dalam kamar itu dengan langkah tergesa, tapi tak berselang lama ia berteriak saat melihat kondisi istri mudanya.
"BINTANG!!!" Douglass segera mendekati Bintang menunduk di dekat ranjang dalam keadaan kaki berlumuran darah.
Bersambung .....
Jangan lupa tekan tanda + lalu follow akun author dan berikan ulasan bintang lima. Terima kasih.
"Sabar, sayang. Mama tidak akan meninggalkanmu, dan akan terus berjuang untuk mempertahankanmu dari mereka yang ingin merebutmu," bisik Bintang pada bayinya di dalam kandungan, saat ia mendengar pertengkaran Douglass dan Freya di luar kamar. Bintang menggigit bibir ketika ia merasakan kontraksi begitu kuat di area perut. “Tidak! Jangan sekarang, belum waktunya!” Bintang memeluk perut buncitnya, dan memohon pada bayi di dalam kandungannya agar tidak lahir saat ini. Sekuat tenaga ia menahan, tapi rasa sakit itu semakin kuat menggulung tubuh ringkihnya. Air matanya berderai dan keringat dingin membasahi wajahnya. Ia sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang semakin terasa menyiksa. Bintang berjalan pelan menuju tempat tidur. Tapi kedua kakinya tak sanggup lagi untuk menopang yang mengakibatkan dirinya jatuh ke lantai. Rasa sakit yang dirasakan Bintang semakin bertambah, kedua matanya terasa berkunang-kunang, dan kepalanya berat, pandangannya juga mulai gelap, tapi Bintang sekuat
Douglass menatap penuh haru bayi mungil berjenis kelamin perempuan yang sudah tak bernyawa, terbaring di atas tempat tidur kecil. Sebelum dimakamkan, ia diberikan kesempatan untuk melihat anaknya itu. Matanya berkaca-kaca, pipinya memerah, sulit untuk menahan air matanya yang terus mengalir."Bayiku," bisiknya parau, pelan, lalu menggendong bayi mungil itu untuk pertama dan terakhir kalinya. Hatinya terasa remuk, luluhlantak menyaksikan kenyataan pedih ini. Di sudut hatinya, ada semacam harapan bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berlalu.Namun tanpa disadari Douglass, bayi yang tengah ia dekap itu bukanlah bayinya yang sebenarnya. Semua ini adalah rencana Bintang. Dengan berat hati, ibu muda itu melakukan segalanya demi mempertahankan bayinya agar tidak direbut oleh Douglass.Perawat itu datang menghampiri, mengabarkan bahwa bayi mungil itu harus segera dipersiapkan untuk dimakamkan. Douglass, dengan hati hancur berkeping-keping, menatap sejenak wajah mungil yang s
Tampang Douglass sangat mengerikan. Tatapan tajamnya seperti ujung pedang yang siap menghunus lawannya. Ia marah, sangat marah mendengar makian Freya untuk Bintang. Pikirannya semakin berantakan, emosinya siap meledak. Langkahnya semakin maju mendekati Freya yang tengah berdiri di tengah ruangan seolah sedang menantangnya.“Jangan pernah menghina Bintang!” sergah Douglasss penuh penekanan.“Kau membentakku karena membela wanita itu?! Katanya kau akan menceraikannya dan hanya mencintaiku, kenapa kau jadi seperti ini? Apa otakmu sudah di cuci wanita jalang itu!” Freya berteriak dalam keputusasaan dan rasa kecewa yang amat dalam kepada suaminya. Wajahnya merah, air matanya kembali mengalir deras membasahi pipi. Hatinya sakit sekali melihat suaminya bersikap seperti itu padanya.Douglass berkacak pinggang, wajahnya merah padam saat amarahnya semakin membumbung tinggi.“Lebih baik kau kembali ke Perancis!” ucap Douglass pada akhirnya. Ia menekan amarahnya, dan tidak mempunyai tenaga lagi m
“Ibu tolong aku.” Bintang menangis dan memohon pada wanita paruh baya itu yang membawanya masuk ke dalam rumah. “Iya, kamu tenang saja. Kamu sudah aman di sini. Kasihan sekali kamu, Nak,” ucap wanita paruh baya itu dengan tatapan sendu seraya membantu Bintang merebahkan diri di atas tempat tidur lusuhnya. Lalu memandang bayi merah yang tampak anteng di samping gadis cantik itu, seolah mengerti keadaan ibunya. “Jangan banyak gerak. Bekas operasimu mengeluarkan darah segar. Kamu harus di bawa ke rumah sakit, kalau tidak bisa infeksi,” kata wanita paruh baya itu dengan pandangan prihatin. Bintang menolak keras, ia tidak ingin ke rumah sakit karena tidak mau jika mereka mengambil anaknya. Melihat Bintang yang ketakutan, wanita paruh baya itu pun tidak mau memaksa. Ia segera memikirkan cara membersihkan luka basah di area perut Bintang agar tidak infeksi. Segera ia mengambil kapas, air hangat dan betadine, serta kain kasa. . . “Bodoh! Kenapa kalian tidak mendapatkannya!” Maki Dougl
“Apa dia masih perawan?” tanya pria perut buncit dengan tampilan parlente itu, matanya menatap seorang perempuan muda yang cantik seakan-akan santapan nikmat.Tari adalah ibu tiri Bintang. Ia begitu membenci anak sambungnya itu sebab baginya Bintang adalah penyebab segala kesialan yang menimpanya.Hidp Bintang semakin sengsara tatkala ayah meninggal beberapa bulan lalu karena kanker otak. Hutang yang menumpuk serta biaya rumah sakit yang membuat kehidupannya semakin menderita.Dan kini, untuk melunasi segala hutang-hutang itu, Bintang harus menanggung semuanya.“Kalau kamu mau harga satu miliar aku tidak sanggup. Tapi, aku bisa membawamu pada Tuan Douglass. Dia adalah pengusaha sukses dari Perancis yang tengah mencari gadis perawan untuk dijadikan istri kedua. Aku sangat kenal baik padanya,” kata pria tersebut dengan serius.“Tunggu apalagi? Lebih cepat lebih baik!” sahut Tari penuh semangat yang menggebu, tanpa peduli perasaan Bintang.“Ibu.” Bintang terisak ketika Ibunya menariknya
Sebenarnya Douglass sudah berkeluarga. Dia sangat mencintai istrinya. Istrinya sangat cantik dan berprofesi menjadi seorang model ternama di Perancis.Diusia pernikahannya yang ke-lima tahun, sampai saat ini mereka belum dikaruniai keturunan. Sebab istrinya yang bernama Freya tidak ingin hamil karena tidak ingin tubuhnya rusak. Freya yang mempunyai sifat keras kepala, egois, dan sangat ambisius dalam berkarir membuat Douglass mulai muak. Ia sangat ingin memiliki anak seperti teman-temannya.Maka dari itu Douglass mencari wanita lain yang bisa memberikannya keturunan. Hari itu dia datang ke Indonesia untuk urusan bisnis. Tapi, sampai di klub malam ternyata ia mendapatkan apa yang ia cari yaitu Bintang.Bintang menangis terisak sambil memunguti pakaiannya yang berserak di lantai. Menahan perih dan rasa sakit yang terasa menyayat di tubuhnya, ia berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Mimpi indah masa depannya kini telah musnah, karena kehormatannya dicabik oleh pria matang itu.Douglass
Bintang menepis segelas teh hangat yang diberikan oleh suaminya. Ia bahkan enggan menatap Douglass.Douglass memahami perasaan istrinya yang masih sangat marah padanya. Karena kata dokter ibu hamil tidak boleh merasa tertekan atau mempunyai banyak pikiran, maka Douglass memilih untuk mengalah, sabar, dan menurunkan segala keegoisannya."Maaf," kata douglass dengan lembut, seraya menatap Bintang yang terlihat pucat di atas tempat tidur."Aku ingin perjanjian pernikahan kita dibatalkan!" Bintang berkata dengan pelan tapi datar.Ucapan bintang sukses membuat tugas kembali emosi, namun sekuat tenaga ia menahannya karena kondisi Bintang saat ini sangat lemah."Perjanjian tetaplah perjanjian sampai kapanpun tidak akan pernah bisa diubah!" Douglass memandang Bintang dengan perasaan berkecamuk di dalam dada. “Kau masih ingat ucapanku dulu? Kau adalah milikku seutuhnya. Kau tidak berhak untuk mengatur hidupku, namun aku berhak mengatur kehidupanmu!" sambung Douglas dengan penuh penekanan.Sit
“Jangan memerintahku kembali ke Perancis!” Suara Douglass datar saat bicara dengan istri mudanya. Mereka sekarang berada di dalam kamar. Ini pertama kalinya Douglass memasuki kamar Bintang setelah menikah selama 8 bulan.Bintang membalas tatapan pria tersebut. “Bukankah kau sedang resah karena istri tuamu terus-terusan menelepon dan memintamu kembali ke Perancis secepatnya!” sahutnya.“Kau menguping pembicaraanku dengannya?!”“Tidak! Tapi, tidak sengaja mendengarnya,” jawab Bintang ketus, tapi jujur.“Tidak seharusnya kau mendengar pembicaraan kami, meski kau tidak sengaja mendengarnya sekalipun!” tegas Douglass.Bintang malas menanggapi ucapan Douglass yang sama sekali tidak berarti untuknya. “Silahkan keluar dari sini, aku ingin mandi!” usir Bintang.Douglass tersenyum kesal, “aku berhak di sini sampai kapanpun aku mau! Kau tidak berhak melarangku atau mengaturku karena aku adalah suamimu!”“Suami di atas kertas! Pernikahan kita terjadi karena perjanjian!” Skak Bintang dan berhasil