Douglas memaksa dengan tatapan mengancam kepada Bintang, agar istrinya itu membawanya ke rumahnya. Dan di sinilah mereka berada, di depan rumah sederhana yang di tempati Bintang selama ini. Pintu kayu tua dan lapuk, memperlihatkan rumah kecil yang mengagetkan Douglas hingga ke tulang. Sempat terbayang dalam memori, ia pernah menjejakkan kaki di tempat ini berdasarkan laporan anak buahnya, mencari-cari keberadaan Bintang, namun malang, terlambat satu langkah dan gagal menemukan sang istri. "Jadi, selama ini kau bersembunyi di sini?" suara Douglas terdengar serak, mata tajamnya menelisik Bintang yang berdiri di sebelahnya. Bintang hanya mengangguk lemah, tanpa suara seraya menggigit bibirnya. Ketukan penyesalan berdengung di dada Douglas, merasuki setiap sudut pikirannya. 'Ah, betapa tololnya aku!' batinnya sambil mengutuk diri sendiri. Andai saja ia tahu lebih dulu bahwa Bintang telah memilih rumah sederhana ini sebagai sarang persembunyiannya, mungkin semua rasa sakit dan penan
"Aww!" Douglas mengaduh kesakitan sambil berusaha menangkis pukulan Bu Indah. "Hentikan, Bu, hentikan!" pinta Douglas dengan suara memohon.Bintang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menonton tanpa bisa melerai. Sebenarnya ingin melerai sih, tapi ia takut kena pukulan juga, terlebih lagi Bu Indah sangat membenci Douglas sampai ke urat nadinya. "Rasa sakit yang kamu rasakan ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang di rasakan Bintang selama ini!" Kata-Kata Bu Indah seperti belati tajam yang menusuk hati Douglas berulang kali. "Dan rasa sakit dari gagang sapu ini beberapa jam kemudian akan sembuh, sedangkan Bintang ... dia harus menanggung sakit hati dan trauma seumur hidupnya karena ulahmu, PAHAM!" sambung Bu Indah seraya membuang sapu tersebut ke lantai. Nafasnya terengah menandakan amarah masih memuncak di kepala.Douglas terdiam mencerna kalimat yang baru saja terlontar dari bibir wanita paruh baya itu. Yang dikatakannya benar, luka batin yang di derita Bintang akan sulit sirna.
“Apa dia masih perawan?” tanya pria perut buncit dengan tampilan parlente itu, matanya menatap seorang perempuan muda yang cantik seakan-akan santapan nikmat.Tari adalah ibu tiri Bintang. Ia begitu membenci anak sambungnya itu sebab baginya Bintang adalah penyebab segala kesialan yang menimpanya.Hidp Bintang semakin sengsara tatkala ayah meninggal beberapa bulan lalu karena kanker otak. Hutang yang menumpuk serta biaya rumah sakit yang membuat kehidupannya semakin menderita.Dan kini, untuk melunasi segala hutang-hutang itu, Bintang harus menanggung semuanya.“Kalau kamu mau harga satu miliar aku tidak sanggup. Tapi, aku bisa membawamu pada Tuan Douglass. Dia adalah pengusaha sukses dari Perancis yang tengah mencari gadis perawan untuk dijadikan istri kedua. Aku sangat kenal baik padanya,” kata pria tersebut dengan serius.“Tunggu apalagi? Lebih cepat lebih baik!” sahut Tari penuh semangat yang menggebu, tanpa peduli perasaan Bintang.“Ibu.” Bintang terisak ketika Ibunya menariknya
Sebenarnya Douglass sudah berkeluarga. Dia sangat mencintai istrinya. Istrinya sangat cantik dan berprofesi menjadi seorang model ternama di Perancis.Diusia pernikahannya yang ke-lima tahun, sampai saat ini mereka belum dikaruniai keturunan. Sebab istrinya yang bernama Freya tidak ingin hamil karena tidak ingin tubuhnya rusak. Freya yang mempunyai sifat keras kepala, egois, dan sangat ambisius dalam berkarir membuat Douglass mulai muak. Ia sangat ingin memiliki anak seperti teman-temannya.Maka dari itu Douglass mencari wanita lain yang bisa memberikannya keturunan. Hari itu dia datang ke Indonesia untuk urusan bisnis. Tapi, sampai di klub malam ternyata ia mendapatkan apa yang ia cari yaitu Bintang.Bintang menangis terisak sambil memunguti pakaiannya yang berserak di lantai. Menahan perih dan rasa sakit yang terasa menyayat di tubuhnya, ia berusaha mengenakan pakaiannya kembali. Mimpi indah masa depannya kini telah musnah, karena kehormatannya dicabik oleh pria matang itu.Douglass
Bintang menepis segelas teh hangat yang diberikan oleh suaminya. Ia bahkan enggan menatap Douglass.Douglass memahami perasaan istrinya yang masih sangat marah padanya. Karena kata dokter ibu hamil tidak boleh merasa tertekan atau mempunyai banyak pikiran, maka Douglass memilih untuk mengalah, sabar, dan menurunkan segala keegoisannya."Maaf," kata douglass dengan lembut, seraya menatap Bintang yang terlihat pucat di atas tempat tidur."Aku ingin perjanjian pernikahan kita dibatalkan!" Bintang berkata dengan pelan tapi datar.Ucapan bintang sukses membuat tugas kembali emosi, namun sekuat tenaga ia menahannya karena kondisi Bintang saat ini sangat lemah."Perjanjian tetaplah perjanjian sampai kapanpun tidak akan pernah bisa diubah!" Douglass memandang Bintang dengan perasaan berkecamuk di dalam dada. “Kau masih ingat ucapanku dulu? Kau adalah milikku seutuhnya. Kau tidak berhak untuk mengatur hidupku, namun aku berhak mengatur kehidupanmu!" sambung Douglas dengan penuh penekanan.Sit
“Jangan memerintahku kembali ke Perancis!” Suara Douglass datar saat bicara dengan istri mudanya. Mereka sekarang berada di dalam kamar. Ini pertama kalinya Douglass memasuki kamar Bintang setelah menikah selama 8 bulan.Bintang membalas tatapan pria tersebut. “Bukankah kau sedang resah karena istri tuamu terus-terusan menelepon dan memintamu kembali ke Perancis secepatnya!” sahutnya.“Kau menguping pembicaraanku dengannya?!”“Tidak! Tapi, tidak sengaja mendengarnya,” jawab Bintang ketus, tapi jujur.“Tidak seharusnya kau mendengar pembicaraan kami, meski kau tidak sengaja mendengarnya sekalipun!” tegas Douglass.Bintang malas menanggapi ucapan Douglass yang sama sekali tidak berarti untuknya. “Silahkan keluar dari sini, aku ingin mandi!” usir Bintang.Douglass tersenyum kesal, “aku berhak di sini sampai kapanpun aku mau! Kau tidak berhak melarangku atau mengaturku karena aku adalah suamimu!”“Suami di atas kertas! Pernikahan kita terjadi karena perjanjian!” Skak Bintang dan berhasil
Saat tiba di rumah setelah berbelanja, Bintang langsung berlari menuju kamarnya, mengunci diri di dalam kamar dan tak kuasa menahan isak tangisnya sepanjang hari. Meskipun malam telah menjelang, ia masih terus menyendiri, tak mengizinkan suaminya masuk kecuali saat sang pelayan mengantarkan makanannya."Tuan, Nyonya Bintang masih menangis tanpa henti hingga saat ini. Kondisinya sangat mengkhawatirkan," lapor Bibi, pelayan setia mereka, pada tuannya, Douglass, yang sedang duduk tenang di ruang keluarga sambil mengisap rokoknya dengan dingin.Douglass mendengus, matanya menyala penuh kekesalan, "Biarkan dia menghabiskan air matanya. Setelah semua itu habis, dia tak akan bisa menangis lagi." Ucapnya dengan nada tegas dan arogan, seolah tak ada belas kasihan dalam hatinya.Bibi pelayan hanya bisa menghela napas panjang, merasa iba melihat nasib majikannya, sebelum mengundurkan diri dari ruangan tersebut. Di balik ekspresi beku yang ditampilkan oleh Douglass, hatinya bersikeras menduga bah
"Saya akan membantu, Nyonya, tapi mohon bersabar," pinta Bibi pelayan, menatap sedih dan prihatin, seraya menggenggam tangan Nyonya Bintang dengan erat. Ia dapat merasakan tangan lembut itu berkeringat dingin menandakan ketakutan.Air mata Bintang semakin deras mengalir, dengan berat hati menganggukkan kepala. Sebenarnya ia bisa kabur kapan saja, tapi ia tidak mempunyai tujuan, terlebih lagi kondisinya saat ini sedang hamil tua. Dan sudah lama juga ia putus komunikasi dengan ibu tirinya sejak ia dijual pada Tuan Douglass.Bibi menuntun Nyonya Bintang ke kamar. "Besok pagi saya akan pergi ke pasar. Saya tunggu Anda di dekat gerbang rumah," ucap Bibi pelayan dengan nada pelan."Iya, Bi." Bintang mengangguk cepat.Setelah berbicara dengan Nyonya Bintang. Bibi pelayan segera keluar dari sana, dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.Di lantai bawah. Douglass dan Freya masih bertengkar hebat. Suara lantang Freya menentang keputusan suaminya."Walau kau menikahinya hanya sementara