"Ya Tuhan!"
Jerit terdengar di setiap ruangan, bu Lastri berteriak keras kala melihat Rayna sedang terbujur kaku dengan mulut mengeluarkan busa.
Tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri anaknya.
"Pa, Papa! Tolong!"
Pak Burhan Hadinata yang sedang duduk di balkon langsung berlari mendekati arah suara.
"Iya, Ma. Ya Allah."
Pak Burhan tak kala terkejutnya dengan istrinya.
"Cepat, Pa. Bawa Rayna ke rumah sakit."
"Ayo, Ma."
Dengan di bantu beberapa karyawan yang bekerja di rumahnya.
Pak Burhan membawa anak tirinya itu ke rumah sakit.
Air mata tak henti-henti keluar dari mata bu Lastri. Melihat istrinya yang sedang kacau pak Burhan segera memenangkan istrinya.
Tak lama tibalah mereka di rumah sakit. Rayna segera di baringkan di keranjang pasien dan di bawa keruang IGD.
"Ibu, bapak tunggu disini ya," saran seorang perawat cantik.
"Tapi bagaiamana anak saya, Sus?"
"Tenang saja, Bu. Percaya pada kami."
Selama dokter belum keluar dari dalam ruangan.
Rasa khawatir mendera dua pasang pasutri itu.
Rayna memang bukankanlah anak pak Burhan, namun beliau sudah menggapnya anak sendiri dan memperlakukannya adil sama seperti ia memperlakukan Rara anak kadungnya.
Sementara itu di tempat Lain, Rara sedang menunggu kekasihnya di bandara.
Romi adalah seorang ceo muda tampan dengan kharisma yang menawan. Wanita mana yang melihat Romi pasti jatuh hati.
Dari banyak wanita yang menyukainya, Romi hanya mencintai dan menyanyangi satu wanita bernama Rara Hadinata.
Gadis berwajah manis dengan kulit berwarna kuning langsat, bergigi gingsul dan berpostur tidak tinggi.
"Makasih ya udah jemput aku, sayang," Tangan Romi melingkar di pinggul kekasihnya.
"Iya, kan aku sudah janji kalau kamu pulang dari Swiss. Aku orang pertama yang kamu temui."
Romi terkekeh mendengar perkataan Rara, kerinduan jelas terlihat di hati mereka.
Setelah keluar dari bandara Roni mengajak Rara mampir ke sebuah tempat yang ingin ia perlihatkan ke belahan jiwanya.
Mobil yang membawa mereka berdua berhenti di depan sebuah gedung apartemen.
Terlihat dari desain dan kokohnya bangunan, apartemen itu termasuk apartemen high clas.
Rara merasa bingung kenapa Romi mengajaknya kemari.
Dalam hatinya berkecamuk rasa tak karuan pada hatinya.
Ia takut jika Romi melakukan hal yang aneh-aneh.
"Enggak usah takut aku enggak bakal ngapa-ngpain kamu," ucap Romi.
Rupanya ia mengetahui apa yang sedari tadi di pikirkan Rara. Langkah kaki mereka berhenti di depan pintu.
Romi segera menekan tombol dan membuka pintu.
"Hah!"
Rara terkejut melihat apa yang ia lihat, sebesar itukah cintan Romi kepadanya. Di dalam sana nampak keluarga Romi.
Mereka berdiri sambil tersenyum menyambut kedatangan mereka berdua. Pak Edward ayah Romi langsung berhambur memeluk anak bungsunya.
Pemandangan yang jarang sekali terlihat bagi Rara. Mengingat bagaimana hubungan mereka berdua.
"Rara?" ujar pak Edward.
"Iya, Om," sahut Rara matanya sambil melirik kearah Romi.
"Kamu grogi?"
"Enggak, Om, aku santai sekali , om."
Mengetahui apa yang di rasakan kekasihnya, Romi terkekeh.
Gadisnya itu memang sangat lucu tak heran ia sangat menyayangi dan mencintai Rara.
"To the point aja lah, Pa. Kelamaan," cibir Romi.
Rara semakin tak mengerti apa yang di maksud oleh Romi.
Detak jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.
Keringat dingin terasa di telapak tangan gadis itu.
Sekarang siapa pun yang melihat Rara akan tersenyum.
"Rara, jadi Romi."
"Iya, Om. Saya enggak pernah menduakan Romi. Cuma pernah sekali chat sama laki-laki lain. Habis itu ketahuan Romi dan anak om marah," celoteh Rara.
Tingkahnya yang polos sungguh sangat mengemaskan.
Edward bangga ternyata anaknya tak salah memilih wanita.
"Bukan itu jadi, Ra."
"Aduh, Oom. Jangan marahin saya beneran."
Senyuman kecil mengembang di wajah Romi. Ia merasa begitu beruntung bisa jatuh cinta dengan gadis ini.
Yah, mungkin dari tipe Rara bukanlah wanita tipe Romi.
Akan tetapi kejujuran dan sifat yang menyenangkan. Yang membuatnya begitu nyaman saat berada di sisinya.
"Udah, Rara, bicaranya?" tanya Edward menatap gadis itu.
Tatapan mata Pak Edward bagai elang, seketika saja Rara diam. Entah perasaan takut atau apa?
"Begini. Jadi Romi ingin melamar kamu. Apa kamu, siap?"
"Apa, Om?"
"Romi ingin melamar kamu?" jelas Edward.
Binar air mata tampak di mata Rara, hatinya merasa bahagia rasanya ia seperti terbang ke surga.
Wanita mana pun akan bahagia jika di lamar oleh kekasih pujaan hatinya.
Segera saja Rara mengangukan kepala pertanda ia mengiyakan.
"Plok!!!"
Riuh suara tepuk tangan keluarga yang berada dalam apaetemen itu.
Binar kebahagian terlihat jelas di wajah dua insan yang saling mencintai.
"Secepatnya aku datang ke rumahmu," janji Romi.
"Aku bahagia, Rom. Terima kasih."
Bagai bunga yang sedang mekar begitulah kiranya perasaan yang Rara rasakan saat ini.
Rasa kantuk dan capek seketika hilang, berganti dengan kebahagiaan yang mewarnai hati.
Bukan lantara ia di lamar oleh Romi, tetapi karena hubungan Romi dan papanya sudah membaik.
You are Angel Rara.
Mungkin jika hanya melihat tampilanmu Romi tidak tertarik, namun melihat isi hatimu akan banyak lelaki mengejar dan berlomba meraih cintamu.
Selepas dari apartemen Romi mengantar Rara pulang.
Setibanya di rumah, keadaan rumah nampak sepi tidak terlihat Rayna, Papa atau Mama.
"Ra, kenapa?"
"Rumah sepi, Rom. Papa kemana ya?"
Rara bergegas mengambil ponsel miliknya di dalam tas berwarna soft pink.
Tas pemberian Romi saat ia pergi ke jerman. Lelaki itu memang sangat royal tak hanya tas Romi juga sering membelikan Rara perhiasan namun di tolak mentah-mentah oleh Rara.
Tut ... suara telpon tersambung di sana.
"Hallo, Rara?"
"Iya, Ma. Mama dimana?" Rara terlihat cemas.
"Mama, di rumah sakit, Ra. Kakakmu masuk rumah sakit."
"Hah, Apa? Kirim alamatmya ya, Ma. Rara segera kesana?"
Tut... Rara memutuskan televon.
"Rom, tolong antar aku ke rumah sakit."
"Jangankan ke rumah sakit. Ke hatiku pun aku antar hehe," goda Romi.
"Romi," Rara mencubit pelan bahu kekasihnya.
Sepanjang jalan pikiran Rara tak tenang, ia berharap kakaknya baik-baik saja.
Tangan Romi menggengam erat tangan Rara.
Dua puluh menit perjalanan terasa lama, sesampainya di rumah sakit Rara langsung saja membuka pintu mobil.
"Kenapa pintunya susah sekali sih," gumam Rara.
"Tidak baik langsung pergi begitu saja."
Rara menoleh kini wajah mereka saling berdekatan hanya berjarak satu inci saja.
Harum aroma nafas Romi tercium di hidung Rara.
Romi mendaratkan sebuah kecupan di bibir Rara.Mereka nampak malu kini kali pertama Romi mencium kekasihnya.
Wajah Rara memerah menahan malu, apa yang Romi pikirkan salah.
Ia kira Rara akan marah tapi nyatanya Rara membalas ciuman Romi.
Dengan sigap Roni melumat bibir munggil Rara.Pikirannya mulai nakal, saat mereka berdua sedang menikmati ciuman pertama.
Ponsel milik Rara berdering tertulis di layar ponsel Rayna.
"Sudah, Rom. Aku harus segera masuk. Terima kasih."
Cup.... Rara kembali mencium pipi Romi, terasa desiran hangat menyetuh dadanya.
Buru-buru Rara mencari kamar Rayna.Saat hendak masuk ke dalam kamar, terdengar jelas perdebatan Rayna dan bu Lastri."Apa-apaan kamu, Ray? Jangan gila kamu?""Gila kenapa, Ma? Aku memang mencintai dia.""Ingat dia itu pacar adik kamu!"Pacar? Adik?
Siapa yang di maksud Mama dan Rayna?
"Ya Tuhan, mungkinkah kakak mencintai Romi?" batin Rara.Pertayaan PahitTubuh munggilnya bersender di dinding sebelah pintu.Rara merasa tak percaya selama ini ternyata kakaknya mencintai Romi.Hancur, mungkin itu sekarang yang di rasakan Rara."Ra, kamu ngapain di sini?"Sebuah suara membangunkannya dari lamunan.Nampak di depan Rara, pak Burhan sedang berdiri sembari membawa dua buah paper back."Enggak, Pa. Tadi rara kecapen," ujar Rara bohong."Ayo masuk."Perlahan Rara membuka pintu kamar disana terlihat Rayna sedang duduk dengan selang infus tertancap di tangannya."Kak," sapa Rara.Ia memeluk kakaknya rasanya ia seperti mimpi.Mengetahui bahwa Rayna begitu mengharap cinta Romi.Air mata yang sedari tadi ia bendung luruh.Isak tangis terdengar di telinga Rayna."Kamu, kenapa nangis, Ra?""Tidak, Kak.""Tapi tadi?""Aku hanya tak ingin kakak sakit," ucapnya.Padahal d
"Rara!"Terdengar seseorang memangilnya dari sana. Terlihat Romi sedang berjalan kearah mereka berdua."Usapa air matamu, cepat," ujar Rayna.Ia memang seorang wanita yang pandai bersandiwara.Maka tak heran terkadang semua kesalaha Rayna di limpahkan ke Rara."Ray, kamu di sini?" tanya Romi."Iya aku ingin melihat kantor kerja adikku," kilahnya."Dengan pakaian begini?"Ucapan Romi membuat Rayna teringat bahwasanya saat ia datang tadi masih mengenakan baju pasien."Ah, itu, A--nu," Rayna gugup.Mungkin ia pandai berbohong di depan semua orang, namun di depan Romi jangan berharap bisa membohongi laki-laki satu ini."Sudah tak usah di pikirkan. Ayo sayang kita masuk. Sudah waktunya makan siang. Rayna kau mau ikut?" ajak Romi."Tidak usah repot-repot. Aku akan pulang mama pasti menunggu," Rayna tetap bersikap baik.Agar dimata Romi ia adalah gadis yang tak hanya cant
Putus SajaDua hari waktu yang terlalu singkat untuk memikirkan perasaan yang sangat mendalam.Akan tetapi bagaimana lagi Rara tak mungkin membiarkan bu Lastri di siksa anaknya sediri.Sepanjang hari Rara tak beranjak dari kamarnya.Ia hanya duduk termenung memikirkan bagaimana caranya ia mengatakan kepada Romi.Kecewa itu pasti yang akan di rasakan Romi.Saat ia terdiam suara seseorang membuatnya terkejut."Rara, you are the best sister. Aku merasa bahagia memeliki saudara seperti mu."Gadis itu tersenyum menyeringai, siapa lagi kalau bukan Rayna.Wanita dengan sejuta otak liciknya.Entah sifat siapa yang menurun padanya, mengingat sifat ia dan bu Lastri sangat bertentangan.Seperti biasa keluarga ini setiap malam, memiliki acara makan malam bersama.Rayna terlihat sangat bahagia sementara Rara ia t
Teriakan Romi membuat Rayna terkejut.Dalam hatinya ia sangat gembira layaknya anak kecil mendapatkan sebuah hadiah.Begitulah perasaan Rayna di saat dua insan saling menderita ia malah bahagia.Hatinya berbunga-bunga kini tak ada lagi penghalang hubungannya dengan Romi."Lebih baik memang begitu tidak sekalian dia menghilang dari muka bumi ini."Romi terlihat frustasi ia langsung saja mengenakan baju dan meninggalkan Rayna."Rom! Tunggu!" Rayna menahan tangan Romi."Rom, kamu pikir aku wanita murahan. Kamu tinggal begitu saja setelah kamu puas?" hardiknya.Wajah Romi menoleh matanya menatap gadis ini dengan tajam.Ia menghempas tangan Rayna membuat gadis itu tersungkur di lantai."Romi. Romi sebucin itu kamu sama Rara," Rayna berdecak.Sepanjang jalan Romi menyetir mobil dengan perasaan tak karuan.Fikirannya hanya Rara rara dan rara.Sesampainya di rumah, Romi b
Hatinya terasa sakit perasaannya hancur. Inikah yang di namakan cinta di balas dusta.Rasa sesak terasa di dada Rara. Butiran bening nampak membasahi pipinya.Gadis itu berjalan dengang langkah gontai sembari menangis.Orang-orang yang menjumpainya nampak heran.Kenapa gadis cantik itu? Kenapa ia menanggis di sepajang langkah kakinya.Setibanya di rumah, Rara masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.Hari ini seolah menjadi hari yang sangat menyakitkan.Dimana ia mengetahui jika selama ia pergi.Kekasihnya bukannya setia namun mencari kehangatan wanita lain.Jika wanita itu bukan saudarnya sendiri mungkin ia masih sedikit lega. Akan tetapi wanita lain itu tak lain adalah kakaknya sendiri.Isakan tangis Rara terdengar hingga keluar kamar.Bu Lastri yang mendengar anak bungsunya menangis segera mendekati pintu kamar Rara."Ra, kamu kenapa
Syarat Dari RomiAlangkah terkejutnya Rara mendengar syarat yang di berikan Romi.Ia tak habis fikir di mana otak Romi."Jangan gila, Rom. Aku bukan wanita seperti itu.""Ya terserah kamu saja. Aku juga mau untung, Ra. Bukan hanya kakak mu."Mulut Rara tak bisa berkata-kata lagi. Hatinya merasa dilema.Haruskah ia menerima syarat Romi agar Rayna bisa menikah dengannya.Namun jika ia tak menyanggupi syarat Romi bayang kehancuran Rayna berada di depan mata.Bak buah simalakama maju mudur tetap salah.Tanpa pamit bergegas Rara pergi meninggalkan Romi.Sedangkan Romi hanya diam ia tahu ini pasti sangat menyakitkan untuk dia tapi di sisi lain Romi juga tak ingin kehilangan Rara.Dia tak habis fikir jika ia menikahi Rayna, wanita yang kadang lembut lalu tiba-tiba kasar dan mau menyakiti diri sendiri."Maaf, Ra," ucapnya menyesal.Sungguh dari hati yang terdalam tak ingin me
Kecurigaan Rayna"Terima kasih, Rom."Bibir Rara berkedut rasanya ia tak tahan lagi menahan cairan bening yang ia bendung.Sesakit inikah rasanya merelakan seseorang yang di cinta.Perlahan air mata membasahi pipi mulus gadis itu.Dengan sigap Romi menyeka air mata Rara, bukan hanya dia yang tersakiti.Dirinya juga menikah dengan orang yang tak di cintai, menikah karena terpaksa."Sudah, jangan menangis. Kita masih bersama walau pun dengan cara menyakitkan," ungkap Romi sembari memeluk kekasih pujaan hatinya.Lama Rara berada di rumah Romi mencurahkan segala cinta dan kasih sayang."Sayang, kita jalan-jalan yuk," ajak Romi."Ayuk," Rara bergegas bangun dari tempat duduk.Tangannya masih menggengak erat tangan kekasihnya.Seoalah besok sudah tak ada hari lagi.Hari ini Romi mengajak kekasihnya berjalan-jalan di sebuah taman bunga.Taman bunga yang indah
Diam DiamMenyadari bahwa suaminya tidak pulang semalam membuat Rayna gelisah.Beberapa kali ia menelfon Romi tetapi tak di angkat.Biasanya seorang pengantin baru akan merasa bahagia di pagi hari.Bahagia bisa melihat orang yang di cinta sepanjang hari."Huh."Rayna mendengkus kesal apa yang di harapankan tak sesuai dengan kenyataan.Bagai cinta bertepuk sebelah tangan rasanya begitu sakit.Menyadari suasana hati putrinya bu Lastri langsung mendekat kearah Rayna.Mencoba memenangkan fikirannya agar tidak memikirkan yang bukan-bukan agar tak menimbulkan perdepabatan."Sudah makan, Ray?" tanya bu Lastri."Belum nafsu. Kemana perginya suamiku.""Apakah semalam kalian bertengkar?"Rayna menggeleng entah di mana kini Romi berada."Sudah, kamu tau kan pernikahan kalian begitu cepat. Mungkin Romi belum bisa menerima kamu, Ray. Tapi percayalah suatu saat kepopongpong berubah menjadin kupu-kupu. Be