"Rara!"
Terdengar seseorang memangilnya dari sana. Terlihat Romi sedang berjalan kearah mereka berdua.
"Usapa air matamu, cepat," ujar Rayna.Ia memang seorang wanita yang pandai bersandiwara.Maka tak heran terkadang semua kesalaha Rayna di limpahkan ke Rara.
"Ray, kamu di sini?" tanya Romi."Iya aku ingin melihat kantor kerja adikku," kilahnya."Dengan pakaian begini?"Ucapan Romi membuat Rayna teringat bahwasanya saat ia datang tadi masih mengenakan baju pasien."Ah, itu, A--nu," Rayna gugup.
Mungkin ia pandai berbohong di depan semua orang, namun di depan Romi jangan berharap bisa membohongi laki-laki satu ini.
"Sudah tak usah di pikirkan. Ayo sayang kita masuk. Sudah waktunya makan siang. Rayna kau mau ikut?" ajak Romi."Tidak usah repot-repot. Aku akan pulang mama pasti menunggu," Rayna tetap bersikap baik.Agar dimata Romi ia adalah gadis yang tak hanya cantik secara fisik namun secara batin."Ya sudah kami pergi dulu by Ray."Romi mengandeng tangan Rara mereka berdua makan di lestoran yang letaknya di depan kantor.Mengetahui ada yang aneh dari kekasihnya. Romi segera bertanya."Kenapa sayang?" Romi mencoba mencari kebenaran di mata Rara.
"Tidak aku hanya capek, Rom boleh aku tidur di apartemenmu yang dekat dengan kantor ini rasanya aku pusing sekali.""Oke."Mereka berdua segera bangkit dari tempat duduk. Tak lupa sebelum pergi Romi membayar makanan yang mereka pesan tadi.Jarak dari kantor tidaklah terlalu jauh, hanya berjarak tiga ratus meter dari kantor.Setelah memasukan kartu id Romi segera mengendong Rara.
Wajah Rara terlihat sangat pucat membuat sang kekasih merasa cemas."Kamu tidak apa-apa? Aku panggilkan dokter?"Dalam gendongan Romi, Rara mengeleng kepalanya ia benamakan di dada bidang Romi.Perlahan Romi menurunkan badan Rara di ranjang.
"Sayang, tolong pakaiankan aku minyak kayu putih. Badanku terasa dingin," pinta Rara.
Mendengar perintah itu Romi terkejut, di dalam apartemen hanya ada mereka berdua.Dengan menutup mata Romi mengoleskan minyak kayu putih di badan Rara.Terasa sangat menegangkan bagi mereka berdua.
Apalagi ini pertama kali mereka berduan di dalam ruangan."Kamu tidak kembali, Sayang?" "Bagaimana aku kembali jika kamu saja sakit. Biarlah, ada Hanif yang mengurus di sana.""Oh," jawab Rara.Tanpa sengaja Romi menyentuh bagian senstif Rara.Membuat gadis itu terkejut."Maaf, sayang."Entah karena terlalu takut kehilangan atau frustasi akibat ulah sang kakak.Tiba-tiba saja Rara membalikan badan kearah Romi.Seketika Romi terkesima melihat apa yang ia lihat sekarang."Kamu nakal apa tidak takut aku terkam?"
Rara mengegeleng ia sengaja membuka branya.
Pria mana yang akan tahan jika di goda dengan seperti ini. Terlihat buah dada Rara yang besar dengan perut yang ramping.Romi seakan mimpi tak percaya jika Rara berani melakukan itu.
Yang ia tahu Rara tak pernah berbicara tentang hubungan seperti itu.Langsung saja tanpa basa basi Romi langsung mencium bibir Rara dan melumatnya. Sedangkan Rara seakan menikmati ciuman panas yang di berikan Romi.Tangan Romi perlahan memberanikan diri memegang payudara Rara.
Meremasnya hingga tubuh Rara mengeliat.Rara seakan kerasukan dengan berani ia membuka celana Romi.Merogoh dalam benda milik kekasihnya itu dan memainkannya.Dua insan itu seolah sedang di mabuk hasrat.
Tak perlu waktu lama kini mereka berdua sudah bertelanjang tak memakai satu helai baju pun.Romi seolah kewalahan menghadapi nafsu Rara.Berkali-kali Rara mengeliat kala Romi menjilati bagian sensitifnya."Sayang, ah, geli," Rara menjambak rambut Romi.Romi seakan tak menghiraukan ia tetap memainkan payudara Rara.
Hingga puncaknya tiba Romi sudah tak kuat lagi menahan ingin memasukan ke tempat Rara.Dengan di bantu Rara, ia memasukananya.
"Au! Perih, Rom!"Jerit Rara ia merasa sangat sakit terlebih lagi benda milik Romi lumayan besar.
Dua jam pergulatan cinta mereka berahir.
Darah segar tercecer di seprai tempat tidur.Menjadi saksi awal mula percintaan mereka.Lelah melaukan itu mereka berdua merebahkan diri diatas rajang.
"Makasih sayang. Aku tak salah memilih calon istri aku akan segera menikahimu," Romi kembali mencium kembali bibir Rara.Malam ini Rara dan Romi sengaja tidur bersama di apartemen.Rara memang sengaja karena ia tahu besok atau lusa ia tak dapat lagi bersma Romi.Malam menjelang bintang-bintang di menghiasi indahnya malam.
Dan lagi mereka melaukannya , seperti orang kesurupan seolah esok tak ada hari lagi.Tak ada henti bagi mereka, setelah selesai Rara mandi bersama Romi.Perilaku mereka sudah layaknya suami istri. Dada rara penuh dengan ciuman Romi begitu juga dengan Romi.Pagi menjelang suara kicauan burung terdengar di telinga Rara.
Rara menatap wajah lelaki yang ia cintai."Apa lihat-lihat mau lagi?""Ih apa sih?" Romi beranjak bangun dan merobohkan tubuh Rara di atas tempat tidur.Ia mulai menciumi leher Rara, tanganya perlahan membuka kancing baju Rara.Drrr.....Sebuah panggilan masuk terdengar.
"Ah sial!" umpat Romi.
Expresi wajah Roni membuat Rara tersenyum.
Buru-buru ia mengangkat telfon."Hallo, iya Tan. Iya Rara tidak bersamaku. Katanya di tempat teman. Iya nanti aku antar dia pulang. Bye tante.""Siapa?""Mama kamu. Anak papa suruh pulang," sewotnya.Setelah mandi Romi mengantar Rara pulang.Akan tetapi baru saja Rara melangkahkan kaki di depan pintu.
Terdengar jerit Rania di kamarnya."Mana, Rara! Aku yakin dia bersama kekasihku. Rara!"Haruskah ia ihklaskan kekasihnya menikahi gadis seperti Rayna.Gadis yang ahir-ahir ini semakin menjadi-jadi kelakuannya.Rayna keluar dari kamar pandangnya mengendar sekekeliling.
Di lihatnya Rara sedang berdiri di depan pintu."Rara, tolong aku. Berikan kekasihmu untukku apa kamu tega membiarakan. Kakak kesayanganmu gila sepertini ini."Batin Rara menjerit sungguh sangat menyakitkan baginya.Melihat dua orang yang ia sayang sama sama menderita jika ia abaikan."Ra, jangan dengarkan kata Rayna. Biarkan saja.""Mama, mama apa bilang! Mama akan tahu rasanya," Rayna mendekati mamanya , lalu, tangannya mendekati leher bu Lastri."Stop! Kak!" Rara berteriak.Cengkraman di leher bu Lastri melonggar, Rayna menurunkan tangannya.
Bibirnya tersenyum sinis seoalah berhasil mempermainkan adiknya."Berikan aku waktu dua hari, setelah itu kamu boleh bersamanya," ungkap Rara."Benarkah?""Iya," Kepalanya menganguk sekuat hati ia menahan amarahnya.Nasibnya terasa sungguh malang. Baru saja mereka akan bahagia namun badai sudah menghadang di depan."Nak," rintih bu Lastri."Tidak apa, Ma. Mungkin dia bukan jodohku."Maafkan mama, Ra," lirih bu Lastri.
"Tidak, Ma. Aku yang harus berterima kasih. Sejak ibu tiada, mama selalu merawat dan mengajarkanku artinya kebaikan."Anak dan ibu itu saling berpelukan walaupun tidak di lahirkan olehnya tetapi rasa kasih dan sayang yang bu Lastri berikan tulus.
Putus SajaDua hari waktu yang terlalu singkat untuk memikirkan perasaan yang sangat mendalam.Akan tetapi bagaimana lagi Rara tak mungkin membiarkan bu Lastri di siksa anaknya sediri.Sepanjang hari Rara tak beranjak dari kamarnya.Ia hanya duduk termenung memikirkan bagaimana caranya ia mengatakan kepada Romi.Kecewa itu pasti yang akan di rasakan Romi.Saat ia terdiam suara seseorang membuatnya terkejut."Rara, you are the best sister. Aku merasa bahagia memeliki saudara seperti mu."Gadis itu tersenyum menyeringai, siapa lagi kalau bukan Rayna.Wanita dengan sejuta otak liciknya.Entah sifat siapa yang menurun padanya, mengingat sifat ia dan bu Lastri sangat bertentangan.Seperti biasa keluarga ini setiap malam, memiliki acara makan malam bersama.Rayna terlihat sangat bahagia sementara Rara ia t
Teriakan Romi membuat Rayna terkejut.Dalam hatinya ia sangat gembira layaknya anak kecil mendapatkan sebuah hadiah.Begitulah perasaan Rayna di saat dua insan saling menderita ia malah bahagia.Hatinya berbunga-bunga kini tak ada lagi penghalang hubungannya dengan Romi."Lebih baik memang begitu tidak sekalian dia menghilang dari muka bumi ini."Romi terlihat frustasi ia langsung saja mengenakan baju dan meninggalkan Rayna."Rom! Tunggu!" Rayna menahan tangan Romi."Rom, kamu pikir aku wanita murahan. Kamu tinggal begitu saja setelah kamu puas?" hardiknya.Wajah Romi menoleh matanya menatap gadis ini dengan tajam.Ia menghempas tangan Rayna membuat gadis itu tersungkur di lantai."Romi. Romi sebucin itu kamu sama Rara," Rayna berdecak.Sepanjang jalan Romi menyetir mobil dengan perasaan tak karuan.Fikirannya hanya Rara rara dan rara.Sesampainya di rumah, Romi b
Hatinya terasa sakit perasaannya hancur. Inikah yang di namakan cinta di balas dusta.Rasa sesak terasa di dada Rara. Butiran bening nampak membasahi pipinya.Gadis itu berjalan dengang langkah gontai sembari menangis.Orang-orang yang menjumpainya nampak heran.Kenapa gadis cantik itu? Kenapa ia menanggis di sepajang langkah kakinya.Setibanya di rumah, Rara masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.Hari ini seolah menjadi hari yang sangat menyakitkan.Dimana ia mengetahui jika selama ia pergi.Kekasihnya bukannya setia namun mencari kehangatan wanita lain.Jika wanita itu bukan saudarnya sendiri mungkin ia masih sedikit lega. Akan tetapi wanita lain itu tak lain adalah kakaknya sendiri.Isakan tangis Rara terdengar hingga keluar kamar.Bu Lastri yang mendengar anak bungsunya menangis segera mendekati pintu kamar Rara."Ra, kamu kenapa
Syarat Dari RomiAlangkah terkejutnya Rara mendengar syarat yang di berikan Romi.Ia tak habis fikir di mana otak Romi."Jangan gila, Rom. Aku bukan wanita seperti itu.""Ya terserah kamu saja. Aku juga mau untung, Ra. Bukan hanya kakak mu."Mulut Rara tak bisa berkata-kata lagi. Hatinya merasa dilema.Haruskah ia menerima syarat Romi agar Rayna bisa menikah dengannya.Namun jika ia tak menyanggupi syarat Romi bayang kehancuran Rayna berada di depan mata.Bak buah simalakama maju mudur tetap salah.Tanpa pamit bergegas Rara pergi meninggalkan Romi.Sedangkan Romi hanya diam ia tahu ini pasti sangat menyakitkan untuk dia tapi di sisi lain Romi juga tak ingin kehilangan Rara.Dia tak habis fikir jika ia menikahi Rayna, wanita yang kadang lembut lalu tiba-tiba kasar dan mau menyakiti diri sendiri."Maaf, Ra," ucapnya menyesal.Sungguh dari hati yang terdalam tak ingin me
Kecurigaan Rayna"Terima kasih, Rom."Bibir Rara berkedut rasanya ia tak tahan lagi menahan cairan bening yang ia bendung.Sesakit inikah rasanya merelakan seseorang yang di cinta.Perlahan air mata membasahi pipi mulus gadis itu.Dengan sigap Romi menyeka air mata Rara, bukan hanya dia yang tersakiti.Dirinya juga menikah dengan orang yang tak di cintai, menikah karena terpaksa."Sudah, jangan menangis. Kita masih bersama walau pun dengan cara menyakitkan," ungkap Romi sembari memeluk kekasih pujaan hatinya.Lama Rara berada di rumah Romi mencurahkan segala cinta dan kasih sayang."Sayang, kita jalan-jalan yuk," ajak Romi."Ayuk," Rara bergegas bangun dari tempat duduk.Tangannya masih menggengak erat tangan kekasihnya.Seoalah besok sudah tak ada hari lagi.Hari ini Romi mengajak kekasihnya berjalan-jalan di sebuah taman bunga.Taman bunga yang indah
Diam DiamMenyadari bahwa suaminya tidak pulang semalam membuat Rayna gelisah.Beberapa kali ia menelfon Romi tetapi tak di angkat.Biasanya seorang pengantin baru akan merasa bahagia di pagi hari.Bahagia bisa melihat orang yang di cinta sepanjang hari."Huh."Rayna mendengkus kesal apa yang di harapankan tak sesuai dengan kenyataan.Bagai cinta bertepuk sebelah tangan rasanya begitu sakit.Menyadari suasana hati putrinya bu Lastri langsung mendekat kearah Rayna.Mencoba memenangkan fikirannya agar tidak memikirkan yang bukan-bukan agar tak menimbulkan perdepabatan."Sudah makan, Ray?" tanya bu Lastri."Belum nafsu. Kemana perginya suamiku.""Apakah semalam kalian bertengkar?"Rayna menggeleng entah di mana kini Romi berada."Sudah, kamu tau kan pernikahan kalian begitu cepat. Mungkin Romi belum bisa menerima kamu, Ray. Tapi percayalah suatu saat kepopongpong berubah menjadin kupu-kupu. Be
Rindu RaraTak ada jawaban dari Romi mulutnya tetap diam seribu bahasa."Jawab aku, Rom!""Kalau iya kenapa! Bukankah kamu yang menjadi duri di hubungan kami,"Romi bersunggut dirinya tak mau kalah dengan Rayna.Mendengar ucapan Romi, Rayna terdiam ya memang semua ini salah dia.Namun ini bukan salah dia sendiri juga bukan salah cinta.Sebelum Rara mengenal Romi ia lebih dulu mengenalnya, bahkan Rayna lah yang merekomendasi Rara untuk bekerja di tempat Romi.Bukan salah cinta.Ya memang cinta tak tahu dimana akan berlabuh, cinta juga dapat membuat manusia buta.Pertengkaran mereka terdengar hingga kamar pak Burhan."Ma, anak kita," ucap pak Burhan."Biar, Pa. Mereka berdua sudah besar."Rayna membanting semua barang yang dia pegang hatinya terasa sakit.Ia merasa frustasi berkali-kali ia mengacak rambutnya.Membeturkan kepala di dinding berharap Romi akan peduli.Tetapi ke
Ahirnya Aku TahuTermenung mengenang masa lalu, indah jika di kenang.Mengingat dahulu betapa kompaknya mereka berdua.Air mata perlahan jatuh membasahi pipi, meluncur dengan sendirinya tanpa terkendali.Koyakan hati masih sangat terasa, rasa marah sedikit tersimpan di jiwa.Bukan ingin mereka berdua mencintai lelaki yang sama tetapi semua sudah takdir bagian dari rencana sang Maha Kuasa.Sinar matahari perlahan masuk menebus kaca jendela.Menyilaukan seberkas cahaya dan harapan."Sayang.""Weh, Tuan putri bangun. Selamat pagi," Di kecupnya pelan punduk kepala Rra."Kamu kerja?" tanya Rara sembari menurunkan kakiny dari ranjang."Iya dong, tentunya emang kenapa?""Tidak.""Masih kangen ni e...," goda Romi."Ih, apa sih kamu, Rom."Rara beranjak dari kamar lalu membuka pintu aparetemennya.Saat pintu di buka betapa terkejutnya Rara melihat Rayna berd
Patah hati Semua yang berada di meja makan terdiam termasuk juga Rara. Ia mengakhiri aktifasnya, wajahnya tertunduk. Benar-benar suasana yang sangat menengangkan. “Tom, kita bisa bicara kan ini.” Alexander memilih hati Tomi yang terbakar api cemburu. Terlihat Tomi menarik nafas dalam-dalam, m
Wanita Tak Tahu Malu“Lepaskan Tuan!”Rara mendorong tubuh Tomi membuat pria berparas tampan itu jatuh tersungkur. Buru-buru Rara masuk ke dalam kamar mengunci pintu serapat mungkin.Brug....Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Otaknya tak habis berpikir kenapa Robert bisa melakukan itu? Bukankah dia sudah memiliki istri? Lantas bagaimana perasaannya jika tahu suaminya ada main dengan wanita lain?Tentang wanita itu apa mungkin dia tak punya hati bukankah dia juga seorang wanita.Perlahan mata Rara terpejam malam ini sungguh malam yang panjang bagi dirinya.Pagi menjelang kicauan burung di pagi hari terdengar sangat indah dan merdu. Suara bising para pekerja di kediaman Robert membuat ia merasakan Dejavu.“Hai kamu karyawan baru di sini ya?” tanya wanita bertubuh gempal dengan sinis.“Iya, Bu. Saya menggantikan Bu Jamilah,” ucap Rara sembari tersenyum.Wanita itu tampak bia
Desahan"Ya Allah Tomi?"Burhan langsung saja memeluk Tomi. Rara yang berada di tempat sedikit bingung.Dari mana papanya dan anak majikan yang super nyebelin itu saling kenal."Gimana kabar kamu, Tom?" tanya Burhan dengan wajah sumringah."Alhamdulillah baik, Om. Om tinggal di sini? Lalu cewek bawel ini siapa om?" ejek Tomi sembari melirik ke arah Rara."Oh dia anak, Om. Si Rara," jelas Burhan."Anak Om?" kening Tomi mengernyit sepengetahuan Romi anak Burhan berwajah putih dengan tinggi semampai."Pa." Rara menyalami tangan Burhan."Ada apa, Nak?""Biar tuan Tomi yang menjelaskan.""Tuan Tomi?" Burhan sedikit terkejut apa sebenarnya maksud ucapan Rara.Romi menjelaskan semu
Jiwa penasaran meronta-ronta dengan mengendap-endap ia mengikuti kemana langkah suara itu."Hey, apa yang kau lakukan," seorang menepuk pundaknya.Hati Rara menjadi amat gelisah ingin rasanya menoleh tapi ia takut.Sejenak ia terdiam, menarik nafas sedikit merendam rasa gugup.Dengan pasrah Rara memutar badannya."Ngapain, Lu?" tanya lelaki berambut gondrong dengan wajah datar."Ak--u," jawab Rara terbata. Lidahnya terasa sangat kelu."Urusi aja pekerjaan, Lu. Jangan urusi hidup orang lain," Laki-laki pergi meninggalkan Rara begitu saja."Huh," Rara membuang nafas.Ini pertama kali baginya ketahuan saat mencoba mencari tahu.Lelaki itu berjalan menuju anak tangga. Rara menatap lelaki itu dengan seksama di lihatnya penampilan pria yang membuatnya merasa sanggat gugup.Tanpa Rara sadari tiba-tiba pria itu men
Dua tahun berlalu kehidupan Rara berubah drastis.Kini ia dan papanya, Burhan tinggal di sebuah kampung di pinggir kota. Kenangan Romi terkadang teringat di fikiran Rara, dialah cinta pertama bagi Rara. Akan tetapi takdir berkata lain mereka tak bisa bersama. "Ra!" Keadaan Burhan yang sakit-sakitan membuatnya tak bisa bekerja.Hanya Rara tulang punggung keluarga ini. "Iya, Pa," Rara berjalan mendekati Burhan yang sedang duduk di sebuah kursi tua. "Kamu enggak makan?" tanyanya. "Sudah, Pa. Papa makan yang banyak ya biar cepat sehat," kata Rara menyemangati Burhan. Di umur yang sudah tak muda lagi, yang mana dirinya tinggal menikmati masa mudanya hanya anggan. "Maafkan papa, Ra," lirih Burhan seketika air mata luruh membasahi pipi. "Pa, kenapa harus seperti ini. Aku ikhlas melakukan semua ini
Ahirnya Aku TahuTermenung mengenang masa lalu, indah jika di kenang.Mengingat dahulu betapa kompaknya mereka berdua.Air mata perlahan jatuh membasahi pipi, meluncur dengan sendirinya tanpa terkendali.Koyakan hati masih sangat terasa, rasa marah sedikit tersimpan di jiwa.Bukan ingin mereka berdua mencintai lelaki yang sama tetapi semua sudah takdir bagian dari rencana sang Maha Kuasa.Sinar matahari perlahan masuk menebus kaca jendela.Menyilaukan seberkas cahaya dan harapan."Sayang.""Weh, Tuan putri bangun. Selamat pagi," Di kecupnya pelan punduk kepala Rra."Kamu kerja?" tanya Rara sembari menurunkan kakiny dari ranjang."Iya dong, tentunya emang kenapa?""Tidak.""Masih kangen ni e...," goda Romi."Ih, apa sih kamu, Rom."Rara beranjak dari kamar lalu membuka pintu aparetemennya.Saat pintu di buka betapa terkejutnya Rara melihat Rayna berd
Rindu RaraTak ada jawaban dari Romi mulutnya tetap diam seribu bahasa."Jawab aku, Rom!""Kalau iya kenapa! Bukankah kamu yang menjadi duri di hubungan kami,"Romi bersunggut dirinya tak mau kalah dengan Rayna.Mendengar ucapan Romi, Rayna terdiam ya memang semua ini salah dia.Namun ini bukan salah dia sendiri juga bukan salah cinta.Sebelum Rara mengenal Romi ia lebih dulu mengenalnya, bahkan Rayna lah yang merekomendasi Rara untuk bekerja di tempat Romi.Bukan salah cinta.Ya memang cinta tak tahu dimana akan berlabuh, cinta juga dapat membuat manusia buta.Pertengkaran mereka terdengar hingga kamar pak Burhan."Ma, anak kita," ucap pak Burhan."Biar, Pa. Mereka berdua sudah besar."Rayna membanting semua barang yang dia pegang hatinya terasa sakit.Ia merasa frustasi berkali-kali ia mengacak rambutnya.Membeturkan kepala di dinding berharap Romi akan peduli.Tetapi ke
Diam DiamMenyadari bahwa suaminya tidak pulang semalam membuat Rayna gelisah.Beberapa kali ia menelfon Romi tetapi tak di angkat.Biasanya seorang pengantin baru akan merasa bahagia di pagi hari.Bahagia bisa melihat orang yang di cinta sepanjang hari."Huh."Rayna mendengkus kesal apa yang di harapankan tak sesuai dengan kenyataan.Bagai cinta bertepuk sebelah tangan rasanya begitu sakit.Menyadari suasana hati putrinya bu Lastri langsung mendekat kearah Rayna.Mencoba memenangkan fikirannya agar tidak memikirkan yang bukan-bukan agar tak menimbulkan perdepabatan."Sudah makan, Ray?" tanya bu Lastri."Belum nafsu. Kemana perginya suamiku.""Apakah semalam kalian bertengkar?"Rayna menggeleng entah di mana kini Romi berada."Sudah, kamu tau kan pernikahan kalian begitu cepat. Mungkin Romi belum bisa menerima kamu, Ray. Tapi percayalah suatu saat kepopongpong berubah menjadin kupu-kupu. Be
Kecurigaan Rayna"Terima kasih, Rom."Bibir Rara berkedut rasanya ia tak tahan lagi menahan cairan bening yang ia bendung.Sesakit inikah rasanya merelakan seseorang yang di cinta.Perlahan air mata membasahi pipi mulus gadis itu.Dengan sigap Romi menyeka air mata Rara, bukan hanya dia yang tersakiti.Dirinya juga menikah dengan orang yang tak di cintai, menikah karena terpaksa."Sudah, jangan menangis. Kita masih bersama walau pun dengan cara menyakitkan," ungkap Romi sembari memeluk kekasih pujaan hatinya.Lama Rara berada di rumah Romi mencurahkan segala cinta dan kasih sayang."Sayang, kita jalan-jalan yuk," ajak Romi."Ayuk," Rara bergegas bangun dari tempat duduk.Tangannya masih menggengak erat tangan kekasihnya.Seoalah besok sudah tak ada hari lagi.Hari ini Romi mengajak kekasihnya berjalan-jalan di sebuah taman bunga.Taman bunga yang indah