Pertayaan Pahit
Tubuh munggilnya bersender di dinding sebelah pintu.
Rara merasa tak percaya selama ini ternyata kakaknya mencintai Romi.
Hancur, mungkin itu sekarang yang di rasakan Rara.
"Ra, kamu ngapain di sini?"
Sebuah suara membangunkannya dari lamunan.Nampak di depan Rara, pak Burhan sedang berdiri sembari membawa dua buah paper back."Enggak, Pa. Tadi rara kecapen," ujar Rara bohong."Ayo masuk."Perlahan Rara membuka pintu kamar disana terlihat Rayna sedang duduk dengan selang infus tertancap di tangannya."Kak," sapa Rara.
Ia memeluk kakaknya rasanya ia seperti mimpi.Mengetahui bahwa Rayna begitu mengharap cinta Romi.Air mata yang sedari tadi ia bendung luruh.
Isak tangis terdengar di telinga Rayna."Kamu, kenapa nangis, Ra?""Tidak, Kak.""Tapi tadi?" "Aku hanya tak ingin kakak sakit," ucapnya.Padahal dari dalam hatinya bukan itu yang membuatnya menanggis.Melainkan karena cinta Rayna."Oh Tuhan, selama ini kakak menahan sakit karna hubunganku dengan Romi," batin Rara.Satu keluarga itu nampak harmonis, walaupun bukan saudara kandung namun bu Lastri tetap mengajarkan Rayna untuk bersikap baik dan selalu meyayangi Rara.Malam menjelang dengan di temani secangkir teh kakak adik itu bercengkrama."Kakak, kenapa sih bisa melakukan hal itu?" tanya Rara.Dia pura-pura tak mengetahui apa yang sebenarya terjadi.
Yang sebenarnya benarkah Rayna mencintai Romi atau Rara yang salah mendengar tadi.
"Ra, bagaiama jika kau mencintai seseorang tapi dia tak mencintaimu?" tanya Rayna.
Bagai tertusuk pedang hati Rara terasa sakit. Jadi yang ia dengar tadi adalah kenyataan.Pertayaan yang sulit di jawab, rasanya mulut Rara enggan berucap.Sebisa mungkin ia menahan amarah dan bersifat seperti biasa."Aku akan melupakannya, Kak. Cinta tidak bisa di paksakan. Mencintai bukan berarti memiliki ya kan, Kak?"Mendengar penjelasan dari Rara wajah Rayna memerah.
Entah apa yang terjadi pada kakaknya.Sifatnya tiba-tiba berubah, Rayna langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur dengan posisi membelakangi Rara.Pagi ini sang surya memancarkan sinarnya begitu indah.Sayup-sayup terdengar di telinga Rara suara Romi sedang berbincang.Perlahan ia membuka mata dan benar saja Romi sedang berbincang dengan Rayna.Hari ini sengaja Romi menjemput Rara untuk berangkat kerja bersama juga sekaligus untuk menjenguk Rayna.
"Romi sejak kapan kamu di sini?" tanya Rara sembari membawakan dua cangkir teh.
"Sejak kamu belum bangun," celoteh Romi."Eh, Rom. Makasih bunganya.""Iya cepet sembuh lu, Ray."Rayna tersenyum mendengar suaranya saja ia sangat bahagia apalagi sampai menjadi istrinya nanti?
Bayang wajah Romi selalu menghiasi otaknya bahkan demi Romi Rayna menjadi sering melakukan diet agar Romi tertarik padanya.
Selesai berdandan Rara dan Romi pamit ke Rayna.
Ada rasa sedih di rasakan oleh Rayna.Baru sebentar saja ia melihat Romi sekarang ia sudah pergi berasma Rara.
"Kenapa harus dia sih? Hei, Romi buka matamu lebar. Aku lebih cantik dari Rara!"Sesampainya di kantor Rara segera menuju ruang kerjanya.
Terlihat beberapa karyawan sudah mulai mengerjakan tugas.
Segera ia daratan bokongnya di kursi tempat ia bekerja, lalu, mulai mengerjakan pekerjaan yang harus ia selesaikan.Romi dan Rara siapa yang tak mengetahui hubungan mereka berdua.
Bukan jadi rahasia umum lagi tentang hubungan percintaan Romi dan Rara.Sepasang kekasih yang saling menyayangi dan selalu terlihat mesra layaknya Romeo dan juliet.Sepanjang hari fikiran Rara tak tenang, ia sangat mengkhawtirkan perasaan kakaknya.Perasaan bersalah bekecamuk dalam hati, oh haruskah ia mengahiri hubungannya dengan Romi.Jika iya, rasanya ia tak sanggup membayangkan betapa sepi hidupnya tanpa pujaan hati yang sudah dua tahun ini selalu menemani.
Akan tetapi jika ia tak mau melepaskan disana ada seseorang yang terluka hatinya.Rasanya Rara tak kuat dengan semua itu ia mecintai Romi dan juga tak ingin melihat kakaknya terluka.
"Kenapa kamu, Ra?" tanya April.
Dia adalah sahabat terbaik Rara, mereka bersahabat saat masih sekolah sma hingga kini persahabatan mereka masih awet.
Tak perlu panjang lebar Rara mengatakan semuanya kepada April.Berharap ia akan memberi solusi."Gila ya si, Rayna? Dia kan tahu Romi pacar Lo?"
"Itulah yang aku bingungkan, Pril. Aku sayang keduanya."
"Menurut gua lu harus tegas, Ra. Lo bilang ke kakak Lo.""Gua takut kakak gua melakukan percobaan bunuh diri lagi."Kedua sahabat itu terdiam, Rara membuang nafas berat.Begini rasanya ujian cinta?Jam menunjukan pukul dua belas siang, semua karyawan di kantor bergegas menuju kantin untuk mengisi perut.
Tak terkecuali Rara ia memilih diam di meja kerjanya.
Tring ....Sebuah pesan notifikasi masuk, tertera pesan dari Rayna.
[Ra, temui aku sekarang. Aku ada di depan ]Kedua alis Rara mengeryit bukanlah tadi pagi kakaknya masih terbaring di rumah sakit.Dengan langkah terburu-buru, Rara berjalan menuju resepsionis.Dan benar saja di sana sudah ada Rayna yang masih memakai baju pasien."Kakak, kenapa kesini?""Ayo ikut aku!" ajak Rayna.
Ia mengajak adiknya duduk di taman yang letaknya tidak jauh dari kantor.
"Ada apa, Kak? Kenapa kakak membawaku kesini?""Rara aku capek bersandiwara terus," ungkap Rara."Maksud kakak?" Cairan bening nampak di mata Rara, ia sudah menduga kakaknya akan mengatakan sesuatu yang akan membuat hatinya sakit."Aku cinta Romi, Ra."Bagai tertusuk duri hati Rara sakit bukan main. Air mata yang ia bendung perlahan luruh ia tak kuasa menahannya."Ra, kasih aku kesempatan untuk dekat dengan Romi. Aku sangat mencintainya melebihi kamu. Aku yakin Romi akan bahagia bersamaku. Percayalah," Rayna memohon.Mulut Rara seolah terkunci ia tidak bisa berkata. Hanya ada isak tangis yang terdengar dari bibirnya."Ra, jawab aku, Ra?" Rayna memegang bahu Rara kuat.Yang kuat mbak Rara kalau jodoh tak akan kemana
"Rara!"Terdengar seseorang memangilnya dari sana. Terlihat Romi sedang berjalan kearah mereka berdua."Usapa air matamu, cepat," ujar Rayna.Ia memang seorang wanita yang pandai bersandiwara.Maka tak heran terkadang semua kesalaha Rayna di limpahkan ke Rara."Ray, kamu di sini?" tanya Romi."Iya aku ingin melihat kantor kerja adikku," kilahnya."Dengan pakaian begini?"Ucapan Romi membuat Rayna teringat bahwasanya saat ia datang tadi masih mengenakan baju pasien."Ah, itu, A--nu," Rayna gugup.Mungkin ia pandai berbohong di depan semua orang, namun di depan Romi jangan berharap bisa membohongi laki-laki satu ini."Sudah tak usah di pikirkan. Ayo sayang kita masuk. Sudah waktunya makan siang. Rayna kau mau ikut?" ajak Romi."Tidak usah repot-repot. Aku akan pulang mama pasti menunggu," Rayna tetap bersikap baik.Agar dimata Romi ia adalah gadis yang tak hanya cant
Putus SajaDua hari waktu yang terlalu singkat untuk memikirkan perasaan yang sangat mendalam.Akan tetapi bagaimana lagi Rara tak mungkin membiarkan bu Lastri di siksa anaknya sediri.Sepanjang hari Rara tak beranjak dari kamarnya.Ia hanya duduk termenung memikirkan bagaimana caranya ia mengatakan kepada Romi.Kecewa itu pasti yang akan di rasakan Romi.Saat ia terdiam suara seseorang membuatnya terkejut."Rara, you are the best sister. Aku merasa bahagia memeliki saudara seperti mu."Gadis itu tersenyum menyeringai, siapa lagi kalau bukan Rayna.Wanita dengan sejuta otak liciknya.Entah sifat siapa yang menurun padanya, mengingat sifat ia dan bu Lastri sangat bertentangan.Seperti biasa keluarga ini setiap malam, memiliki acara makan malam bersama.Rayna terlihat sangat bahagia sementara Rara ia t
Teriakan Romi membuat Rayna terkejut.Dalam hatinya ia sangat gembira layaknya anak kecil mendapatkan sebuah hadiah.Begitulah perasaan Rayna di saat dua insan saling menderita ia malah bahagia.Hatinya berbunga-bunga kini tak ada lagi penghalang hubungannya dengan Romi."Lebih baik memang begitu tidak sekalian dia menghilang dari muka bumi ini."Romi terlihat frustasi ia langsung saja mengenakan baju dan meninggalkan Rayna."Rom! Tunggu!" Rayna menahan tangan Romi."Rom, kamu pikir aku wanita murahan. Kamu tinggal begitu saja setelah kamu puas?" hardiknya.Wajah Romi menoleh matanya menatap gadis ini dengan tajam.Ia menghempas tangan Rayna membuat gadis itu tersungkur di lantai."Romi. Romi sebucin itu kamu sama Rara," Rayna berdecak.Sepanjang jalan Romi menyetir mobil dengan perasaan tak karuan.Fikirannya hanya Rara rara dan rara.Sesampainya di rumah, Romi b
Hatinya terasa sakit perasaannya hancur. Inikah yang di namakan cinta di balas dusta.Rasa sesak terasa di dada Rara. Butiran bening nampak membasahi pipinya.Gadis itu berjalan dengang langkah gontai sembari menangis.Orang-orang yang menjumpainya nampak heran.Kenapa gadis cantik itu? Kenapa ia menanggis di sepajang langkah kakinya.Setibanya di rumah, Rara masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.Hari ini seolah menjadi hari yang sangat menyakitkan.Dimana ia mengetahui jika selama ia pergi.Kekasihnya bukannya setia namun mencari kehangatan wanita lain.Jika wanita itu bukan saudarnya sendiri mungkin ia masih sedikit lega. Akan tetapi wanita lain itu tak lain adalah kakaknya sendiri.Isakan tangis Rara terdengar hingga keluar kamar.Bu Lastri yang mendengar anak bungsunya menangis segera mendekati pintu kamar Rara."Ra, kamu kenapa
Syarat Dari RomiAlangkah terkejutnya Rara mendengar syarat yang di berikan Romi.Ia tak habis fikir di mana otak Romi."Jangan gila, Rom. Aku bukan wanita seperti itu.""Ya terserah kamu saja. Aku juga mau untung, Ra. Bukan hanya kakak mu."Mulut Rara tak bisa berkata-kata lagi. Hatinya merasa dilema.Haruskah ia menerima syarat Romi agar Rayna bisa menikah dengannya.Namun jika ia tak menyanggupi syarat Romi bayang kehancuran Rayna berada di depan mata.Bak buah simalakama maju mudur tetap salah.Tanpa pamit bergegas Rara pergi meninggalkan Romi.Sedangkan Romi hanya diam ia tahu ini pasti sangat menyakitkan untuk dia tapi di sisi lain Romi juga tak ingin kehilangan Rara.Dia tak habis fikir jika ia menikahi Rayna, wanita yang kadang lembut lalu tiba-tiba kasar dan mau menyakiti diri sendiri."Maaf, Ra," ucapnya menyesal.Sungguh dari hati yang terdalam tak ingin me
Kecurigaan Rayna"Terima kasih, Rom."Bibir Rara berkedut rasanya ia tak tahan lagi menahan cairan bening yang ia bendung.Sesakit inikah rasanya merelakan seseorang yang di cinta.Perlahan air mata membasahi pipi mulus gadis itu.Dengan sigap Romi menyeka air mata Rara, bukan hanya dia yang tersakiti.Dirinya juga menikah dengan orang yang tak di cintai, menikah karena terpaksa."Sudah, jangan menangis. Kita masih bersama walau pun dengan cara menyakitkan," ungkap Romi sembari memeluk kekasih pujaan hatinya.Lama Rara berada di rumah Romi mencurahkan segala cinta dan kasih sayang."Sayang, kita jalan-jalan yuk," ajak Romi."Ayuk," Rara bergegas bangun dari tempat duduk.Tangannya masih menggengak erat tangan kekasihnya.Seoalah besok sudah tak ada hari lagi.Hari ini Romi mengajak kekasihnya berjalan-jalan di sebuah taman bunga.Taman bunga yang indah
Diam DiamMenyadari bahwa suaminya tidak pulang semalam membuat Rayna gelisah.Beberapa kali ia menelfon Romi tetapi tak di angkat.Biasanya seorang pengantin baru akan merasa bahagia di pagi hari.Bahagia bisa melihat orang yang di cinta sepanjang hari."Huh."Rayna mendengkus kesal apa yang di harapankan tak sesuai dengan kenyataan.Bagai cinta bertepuk sebelah tangan rasanya begitu sakit.Menyadari suasana hati putrinya bu Lastri langsung mendekat kearah Rayna.Mencoba memenangkan fikirannya agar tidak memikirkan yang bukan-bukan agar tak menimbulkan perdepabatan."Sudah makan, Ray?" tanya bu Lastri."Belum nafsu. Kemana perginya suamiku.""Apakah semalam kalian bertengkar?"Rayna menggeleng entah di mana kini Romi berada."Sudah, kamu tau kan pernikahan kalian begitu cepat. Mungkin Romi belum bisa menerima kamu, Ray. Tapi percayalah suatu saat kepopongpong berubah menjadin kupu-kupu. Be
Rindu RaraTak ada jawaban dari Romi mulutnya tetap diam seribu bahasa."Jawab aku, Rom!""Kalau iya kenapa! Bukankah kamu yang menjadi duri di hubungan kami,"Romi bersunggut dirinya tak mau kalah dengan Rayna.Mendengar ucapan Romi, Rayna terdiam ya memang semua ini salah dia.Namun ini bukan salah dia sendiri juga bukan salah cinta.Sebelum Rara mengenal Romi ia lebih dulu mengenalnya, bahkan Rayna lah yang merekomendasi Rara untuk bekerja di tempat Romi.Bukan salah cinta.Ya memang cinta tak tahu dimana akan berlabuh, cinta juga dapat membuat manusia buta.Pertengkaran mereka terdengar hingga kamar pak Burhan."Ma, anak kita," ucap pak Burhan."Biar, Pa. Mereka berdua sudah besar."Rayna membanting semua barang yang dia pegang hatinya terasa sakit.Ia merasa frustasi berkali-kali ia mengacak rambutnya.Membeturkan kepala di dinding berharap Romi akan peduli.Tetapi ke