Ahirnya Aku Tahu
Termenung mengenang masa lalu, indah jika di kenang.Mengingat dahulu betapa kompaknya mereka berdua.Air mata perlahan jatuh membasahi pipi, meluncur dengan sendirinya tanpa terkendali.
Koyakan hati masih sangat terasa, rasa marah sedikit tersimpan di jiwa.Bukan ingin mereka berdua mencintai lelaki yang sama tetapi semua sudah takdir bagian dari rencana sang Maha Kuasa.
Sinar matahari perlahan masuk menebus kaca jendela.
Menyilaukan seberkas cahaya dan harapan."Sayang."
"Weh, Tuan putri bangun. Selamat pagi," Di kecupnya pelan punduk kepala Rra.
"Kamu kerja?" tanya Rara sembari menurunkan kakiny dari ranjang."Iya dong, tentunya emang kenapa?"
"Tidak."
"Masih kangen ni e...," goda Romi."Ih, apa sih kamu, Rom."
Rara beranjak dari kamar lalu membuka pintu aparetemennya.
Saat pintu di buka betapa terkejutnya Rara melihat Rayna berdDua tahun berlalu kehidupan Rara berubah drastis.Kini ia dan papanya, Burhan tinggal di sebuah kampung di pinggir kota. Kenangan Romi terkadang teringat di fikiran Rara, dialah cinta pertama bagi Rara. Akan tetapi takdir berkata lain mereka tak bisa bersama. "Ra!" Keadaan Burhan yang sakit-sakitan membuatnya tak bisa bekerja.Hanya Rara tulang punggung keluarga ini. "Iya, Pa," Rara berjalan mendekati Burhan yang sedang duduk di sebuah kursi tua. "Kamu enggak makan?" tanyanya. "Sudah, Pa. Papa makan yang banyak ya biar cepat sehat," kata Rara menyemangati Burhan. Di umur yang sudah tak muda lagi, yang mana dirinya tinggal menikmati masa mudanya hanya anggan. "Maafkan papa, Ra," lirih Burhan seketika air mata luruh membasahi pipi. "Pa, kenapa harus seperti ini. Aku ikhlas melakukan semua ini
Jiwa penasaran meronta-ronta dengan mengendap-endap ia mengikuti kemana langkah suara itu."Hey, apa yang kau lakukan," seorang menepuk pundaknya.Hati Rara menjadi amat gelisah ingin rasanya menoleh tapi ia takut.Sejenak ia terdiam, menarik nafas sedikit merendam rasa gugup.Dengan pasrah Rara memutar badannya."Ngapain, Lu?" tanya lelaki berambut gondrong dengan wajah datar."Ak--u," jawab Rara terbata. Lidahnya terasa sangat kelu."Urusi aja pekerjaan, Lu. Jangan urusi hidup orang lain," Laki-laki pergi meninggalkan Rara begitu saja."Huh," Rara membuang nafas.Ini pertama kali baginya ketahuan saat mencoba mencari tahu.Lelaki itu berjalan menuju anak tangga. Rara menatap lelaki itu dengan seksama di lihatnya penampilan pria yang membuatnya merasa sanggat gugup.Tanpa Rara sadari tiba-tiba pria itu men
Desahan"Ya Allah Tomi?"Burhan langsung saja memeluk Tomi. Rara yang berada di tempat sedikit bingung.Dari mana papanya dan anak majikan yang super nyebelin itu saling kenal."Gimana kabar kamu, Tom?" tanya Burhan dengan wajah sumringah."Alhamdulillah baik, Om. Om tinggal di sini? Lalu cewek bawel ini siapa om?" ejek Tomi sembari melirik ke arah Rara."Oh dia anak, Om. Si Rara," jelas Burhan."Anak Om?" kening Tomi mengernyit sepengetahuan Romi anak Burhan berwajah putih dengan tinggi semampai."Pa." Rara menyalami tangan Burhan."Ada apa, Nak?""Biar tuan Tomi yang menjelaskan.""Tuan Tomi?" Burhan sedikit terkejut apa sebenarnya maksud ucapan Rara.Romi menjelaskan semu
Wanita Tak Tahu Malu“Lepaskan Tuan!”Rara mendorong tubuh Tomi membuat pria berparas tampan itu jatuh tersungkur. Buru-buru Rara masuk ke dalam kamar mengunci pintu serapat mungkin.Brug....Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Otaknya tak habis berpikir kenapa Robert bisa melakukan itu? Bukankah dia sudah memiliki istri? Lantas bagaimana perasaannya jika tahu suaminya ada main dengan wanita lain?Tentang wanita itu apa mungkin dia tak punya hati bukankah dia juga seorang wanita.Perlahan mata Rara terpejam malam ini sungguh malam yang panjang bagi dirinya.Pagi menjelang kicauan burung di pagi hari terdengar sangat indah dan merdu. Suara bising para pekerja di kediaman Robert membuat ia merasakan Dejavu.“Hai kamu karyawan baru di sini ya?” tanya wanita bertubuh gempal dengan sinis.“Iya, Bu. Saya menggantikan Bu Jamilah,” ucap Rara sembari tersenyum.Wanita itu tampak bia
Patah hati Semua yang berada di meja makan terdiam termasuk juga Rara. Ia mengakhiri aktifasnya, wajahnya tertunduk. Benar-benar suasana yang sangat menengangkan. “Tom, kita bisa bicara kan ini.” Alexander memilih hati Tomi yang terbakar api cemburu. Terlihat Tomi menarik nafas dalam-dalam, m
"Ya Tuhan!"Jerit terdengar di setiap ruangan, bu Lastri berteriak keras kala melihat Rayna sedang terbujur kaku dengan mulut mengeluarkan busa.Tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri anaknya."Pa, Papa! Tolong!"Pak Burhan Hadinata yang sedang duduk di balkon langsung berlari mendekati arah suara."Iya, Ma. Ya Allah."Pak Burhan tak kala terkejutnya dengan istrinya."Cepat, Pa. Bawa Rayna ke rumah sakit.""Ayo, Ma."Dengan di bantu beberapa karyawan yang bekerja di rumahnya.Pak Burhan membawa anak tirinya itu ke rumah sakit.Air mata tak henti-henti keluar dari mata bu Lastri. Melihat istrinya yang sedang kacau pak Burhan segera memenangkan istrinya.Tak lama tibalah mereka di rumah sakit. Rayna segera di baringkan di keranjang pasien dan di bawa keruang IGD.
Pertayaan PahitTubuh munggilnya bersender di dinding sebelah pintu.Rara merasa tak percaya selama ini ternyata kakaknya mencintai Romi.Hancur, mungkin itu sekarang yang di rasakan Rara."Ra, kamu ngapain di sini?"Sebuah suara membangunkannya dari lamunan.Nampak di depan Rara, pak Burhan sedang berdiri sembari membawa dua buah paper back."Enggak, Pa. Tadi rara kecapen," ujar Rara bohong."Ayo masuk."Perlahan Rara membuka pintu kamar disana terlihat Rayna sedang duduk dengan selang infus tertancap di tangannya."Kak," sapa Rara.Ia memeluk kakaknya rasanya ia seperti mimpi.Mengetahui bahwa Rayna begitu mengharap cinta Romi.Air mata yang sedari tadi ia bendung luruh.Isak tangis terdengar di telinga Rayna."Kamu, kenapa nangis, Ra?""Tidak, Kak.""Tapi tadi?""Aku hanya tak ingin kakak sakit," ucapnya.Padahal d
"Rara!"Terdengar seseorang memangilnya dari sana. Terlihat Romi sedang berjalan kearah mereka berdua."Usapa air matamu, cepat," ujar Rayna.Ia memang seorang wanita yang pandai bersandiwara.Maka tak heran terkadang semua kesalaha Rayna di limpahkan ke Rara."Ray, kamu di sini?" tanya Romi."Iya aku ingin melihat kantor kerja adikku," kilahnya."Dengan pakaian begini?"Ucapan Romi membuat Rayna teringat bahwasanya saat ia datang tadi masih mengenakan baju pasien."Ah, itu, A--nu," Rayna gugup.Mungkin ia pandai berbohong di depan semua orang, namun di depan Romi jangan berharap bisa membohongi laki-laki satu ini."Sudah tak usah di pikirkan. Ayo sayang kita masuk. Sudah waktunya makan siang. Rayna kau mau ikut?" ajak Romi."Tidak usah repot-repot. Aku akan pulang mama pasti menunggu," Rayna tetap bersikap baik.Agar dimata Romi ia adalah gadis yang tak hanya cant