Share

Bab 3. Pelaku

Penulis: Pita Chris
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 18:15:21

Sudah seminggu berlalu, tetapi kesehatan Riani justru makin memburuk. Dia makin sering muntah dan lemas, bahkan dia sudah beberapa kali pingsan di sekolah. Aku sudah berkali-kali mendesaknya untuk istirahat, mengambil cuti sementara sampai pulih. Akan tetapi, Riani menolak keras dengan alasan takut ketinggalan pelajaran, seolah pelajaran lebih penting dari pada kesehatannya.

Tentu saja, kondisi Riani ini mengundang kecurigaan. Guru-gurunya mulai bertanya-tanya dan akhirnya melapor pada orang tua kami. Setiap kali mereka menelepon, aku berusaha memberikan alasan masuk akal, salah satunya adalah Riani sedang stres menghadapi ujian.

Untungnya, mereka sedang di luar kota mengurus usaha toko kue keluarga, jadi mereka tidak bisa langsung menginterogasi Riani. Namun, aku tahu, cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahui hal ini.

Kini, aku berdiri di depan kamar Riani, membawa nampan berisi segelas susu hangat dan semangkuk bubur ayam.

Tanganku sedikit gemetar, bukan karena beratnya nampan, tetapi karena perasaan yang berkecamuk dalam hati. Resah, cemas, dan jengkel bercampur menjadi satu, membuat dadaku sesak.

Aku tidak bisa terus berdiam diri dan membiarkan adikku hancur seperti ini. Aku harus menemukan jawabannya—jawaban mengapa dia bisa hamil, dan siapa yang bertanggung jawab atas keadaan ini. Riani tidak boleh memendam masalah ini seorang diri. Aku tidak akan membiarkannya.

Dengan tarikan napas dalam dan embusan perlahan, aku mencoba menata perasaanku sebelum masuk ke kamarnya.

“Rin, gimana keadaanmu? Sudah mendingan?” tanyaku lembut, membuka pintu.

Riani, yang sedang membaca buku, buru-buru menutupnya begitu aku masuk. Senyumnya tampak kaku, seolah ada sesuatu yang ingin dia sembunyikan.

“S-sudah, kok,” jawabnya tergagap, menyembunyikan buku bersampul biru itu di belakang punggung.

“Apa itu? Kok main sembunyi-sembunyi dari Kakak?” godaku, meski rasa penasaran mulai menggelitik. Matanya terlihat gugup.

“Ini... buku catatan sekolah, Kak,” balas Riani dengan nada tidak meyakinkan.

Aku menatapnya beberapa detik, tetapi memilih untuk pura-pura percaya. “Oh, begitu. Ayo makan dulu.” Aku duduk di tepi kasur, menyuapinya beberapa sendok bubur, lalu memberinya susu. Dia meneguknya perlahan, tanpa tahu bahwa susu itu sebenarnya susu ibu hamil.

“Lebih baik kamu istirahat saja,” kataku setelah dia selesai makan.

Riani mengangguk patuh, lalu merebahkan tubuhnya. Aku mengusap rambutnya, berharap sentuhan itu bisa menenangkannya dan membawanya ke alam mimpi. Beberapa menit berlalu, hingga akhirnya napasnya menjadi lebih stabil, tanda dia sudah tertidur.

Dengan hati-hati, aku melambai di depan wajahnya, memastikan dia benar-benar terlelap. Ketika yakin dia sudah tenggelam dalam mimpinya, aku menarik buku bersampul biru itu dari bawah bantal.

Aku keluar, duduk di sofa dan mulai membacanya. Membaca setiap kalimat yang tertulis, membuat alisku berkerut.

‘Awalnya, aku sangat membencinya karena dia sok ganteng dan genit. Dia menggunakan kegantengannya untuk menggoda semua cewek cantik di sekolah kami. Aku bahkan sering memergokinya bergonta-ganti pacar di mal atau kafe.’

‘Aku sangat jijik padanya, tetapi anggapanku mulai berubah setelah aku mengenalnya lebih dalam. Dia tak pernah menyerah mendekatiku, meski awalnya aku menolaknya. Lama-kelamaan, aku tenggelam dalam kata-kata manisnya.’

Hatiku serasa tercabik saat membaca kelanjutan tulisannya.

‘Sejak berpacaran dengannya, aku merasa menjadi cewek paling bahagia. Tapi, semua itu hancur saat dia menodai aku dan menolak bertanggung jawab. Kini aku adalah wanita paling bodoh dan kotor. Apa yang harus kulakukan sekarang? Bagaimana aku bisa menanggung aib ini sendirian?’

Air mata mulai mengalir tanpa bisa aku cegah, membasahi lembaran buku harian itu. Betapa sakitnya Riani harus menanggung semua ini sendiri.

“Kak? Kakak nangis?” Suara pelan Riani menyentakku dari lamunan.

Aku mendongak, mendapati adikku berdiri di depan pintu, matanya terbelalak. Dia buru-buru merampas buku itu dari tanganku. “Kenapa Kakak baca buku ini tanpa seizinku?” protesnya, cemas dan marah bercampur jadi satu.

Aku melonjak berdiri dan menatapnya tajam. “Kakak nggak nyangka kamu akan melakukan hal sebodoh ini, Riani. Kenapa kamu membiarkan cowok itu menodaimu?” Meski murka, aku berusaha menjaga notasi suaraku agar tetap tenang.

Riani hanya diam, bibirnya bergetar, air matanya sudah menggantung di sudut mata. Rasanya aku tak lagi mengenal gadis yang ada di depanku.

“Katakan, siapa yang menghamilimu? Siapa cowok itu, Rin?” tanyaku lebih tegas, mencoba menahan amarah yang sudah memuncak.

“I-itu... nggak benar, Kak. Aku...”

“Jangan bohong lagi!” bentakku, akhirnya emosiku meledak.

Riani terisak hebat hingga tubuhnya bergetar. Aku menyesal telah kehilangan kendali.

Aku langsung merengkuh tubuhnya, memeluknya erat-erat. “Maafkan Kakak,” bisikku, mengusap punggungnya lembut.

Setelah tangisnya mereda, aku membawanya duduk di sofa. “Kakak akan bantu kamu, Rin. Kita harus mencari cowok itu. Siapa dia? Di mana dia tinggal?”

“A-aku nggak tahu dia tinggal di mana sekarang.”

“Maksudmu, dia kabur?!” Suaraku sedikit meninggi. Aku terperangah. Amarahku meledak mendengar itu.

Riani enggan suara, tampak tertekan.

Aku berkali-kali mendengus kasar saat Riani memilih bungkam. Namun, di sisi lain, aku memahami kekalutannya. Dia pasti sedang kehilangan arah, bingung harus mengadu pada siapa karena semua orang pasti akan menghakiminya.

“Siapa nama dia? Kakak akan cari tahu keberadaan dia.”

Riani terdiam, menunduk. “Namanya... Darma,” katanya, nyaris berbisik.

Aku seperti tersengat aliran listrik. Tubuhku membeku mendengar nama itu. Seperti ada ribuan jarum menusuk hatiku.

‘Darma? Apa dia... Darma yang dikeluarkan dari sekolah karena kasus pelecehan di sekolahku?’ gumamku dalam hati.

Riani menatapku ketakutan sekaligus penasaran. “A-ada apa, Kak? Apa Kakak kenal dia?”

Seketika dunia di sekitarku terasa runtuh. “Gimana ciri-cirinya?”

Riani terdiam sejenak, seperti menyusun kalimat, lalu menyebutkan ciri-cirinya secara detail.

Bahuku merosot, seolah energiku terkuras habis. Ciri-ciri itu sama dengan cowok berengsek itu.

“Kak?”

Aku menarik napas dalam, mencoba menenangkan diriku. “Kamu jangan khawatir. Kakak akan cari dia, dan Kakak pastikan dia bertanggung jawab.”

Riani menatapku berkaca-kaca, lalu meraih tanganku. “Tapi… tolong jangan kasih tahu Papa dan Mama. Aku nggak mau mereka kecewa. Terutama Papa. Aku takut penyakit jantungnya kumat lagi.”

Aku tersenyum kecil sambil mengusap pundaknya lembut. “Tenang, Rin. Kakak janji tidak akan bilang apa-apa sama mereka. Kita hadapi ini bersama.”

Riani memelukku erat-erat, tangisnya pecah lagi. “Terima kasih, Kak. Maafkan aku... karena sudah membuatmu kecewa. Aku sudah gagal jadi adik yang baik.”

Aku mengecup puncak kepalanya. “Nggak, Rin. Kamu nggak pernah gagal.”

Setelah lebih tenang, aku mengantar Riani ke kamar dan menemaninya hingga tertidur.

Aku mengambil ponsel dan menelepon seseorang yang pernah mengenal Darma. Jantungku berdetak cepat saat nada sambung bersenandung di telingaku.

“Halo?” suara di seberang menjawab.

Napasku tercekat di tenggorokan. Kalimat yang sudah kususun menguap begitu saja.

Aku diserang dilema. Apakah aku harus membeberkan masalah ini padanya?

Bab terkait

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 4. Mantan

    Aku membasahi bibirku yang kering saat rasa bimbang menyerangku. Tanganku mulai berkeringat dan tubuhku basah.“Hei, Diani? Kok kamu diam aja, sih?” Suara Anggi menggema di ponselku.Lamunanku seketika buyar. “Maaf, maaf.”“Kamu kenapa, sih? Aneh banget hari ini, apa lagi saat di sekolah tadi. Kamu lagi ada masalah atau gimana?” tebak Anggi tepat sasaran. “Cerita dong sama aku.”“N-nggak kok.” Aku mengelak. “A-aku Cuma… Cuma mau tanya sesuatu sama kamu.” Aku bingung bagaimana cara menyampaikannya. “Soal apa? Tumben. Soal pelajaran? Aku nggak bisa. Kamu tahu sendiri otakku sudah kugadaikan.” Anggi cekikikan.Aku tidak tertawa mendengar candaan itu. Rasanya aku tidak bisa bahagia lagi.“Din? Kamu serius baik-baik aja? Kamu jangan buat aku khawatir.” Suara Anggi terdengar cemas. “Pasti terjadi sesuatu, kan?”Aku sangat sulit menyembunyikan apa pun dari sahabatku. “Kamu lagi di mana?” Aku segera mengalihkan pembicaraan.“Di rumah, kenapa? Kangen?” goda Anggi, berusaha mencairka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 5. Sandiwara

    Febrianti mengangguk pelan. “Kenapa Kakak kaget banget?” Tatapannya menyorotkan rasa penasaran.“Itu berarti kamu tahu rumah Darma, ‘kan?” Mataku berbinar, penuh harap.“Kakak belum jawab pertanyaanku tadi,” ulangnya lembut. “Ada hubungan apa Kakak dengan Darma? Kenapa Kakak pengen banget cari dia?”Aku menghela napas berat, tak tahu harus memulai dari mana. Mustahil aku mengungkap fakta sebenarnya. Aku tidak tega membeberkan aib adikku pada siapa pun.“Kak...” Aku sedikit tersentak saat merasakan kehangatan menyentuh tanganku lembut. Rupanya, Febrianti menggenggam tanganku untuk menguatkan.“Kok Kakak nangis?”“Nangis?” Aku refleks menyentuh pipiku dan terkejut. Sejak kapan aku menangis? Tanpa kusadari, air mataku meluruh deras sampai membanjiri wajahku.“Cerita aja, Kak.” Gadis itu membujukku sambil menatapku iba. “Aku janji nggak bakalan bocorin masalah Kakak pada siapa pun. Aku mau bantu Kakak menyelesaikan masalah Kakak, karena aku tahu Darma adalah cowok berengsek.”Ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 6. Fakta Menunjukan

    “Siapa yang hamil?” Ibu menatap kami dengan alis berkerut, memperlihatkan kerutan di sekitar matanya.Dia masuk sambil membawa nampan berisi roti dan susu, lalu menaruhnya di nakas dekat Riani.Aku dan Riani hanya saling melirik gugup, takut untuk menjawab.“Kok kalian diam aja? Ibu lagi tanya, loh.” Kecurigaan Ibu makin menjadi-jadi.“I-itu, Bu...,” Aku memberanikan diri bersuara sembari menggaruk keningku yang tak gatal untuk meredakan keteganganku. “Ibu temanku di sekolah hamil lagi.”“Siapa namanya?” Wajah ibu tampak tidak puas dengan jawabanku, seolah tahu aku berbohong. Dia menyodorkan susu pada Riani, yang menunduk takut-takut.“Anggi.”“Anggi?” Ibu terkejut. “Dia ‘kan sudah remaja, masa ibunya hamil lagi, sih?”Aku terkekeh kaku. “Aku juga nggak tahu. Namanya juga rezeki, Bu.”“Benar ju—”“KAPAN KALIAN MAU MEMBAYAR HUTANG KALIAN, HAH? KALIAN SUDAH MENUNGGAK BEBERAPA BULAN!”Aku, Riani dan Ibu terkejut saat teriakan seorang pria menggelegar di rumah kami. Suara i

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 7. Tekad

    “Ayah, bangun!” Aku dan Ibu menangis histeris sambil menggoyangkan tubuh Ayah yang tergeletak di lantai UGD. Empat perawat buru-buru mengangkat Ayah ke brankar di samping Riani, lalu Dokter segera memeriksanya. “Sebaiknya Ibu dan Anda keluar agar kami bisa menangani keluarga kalian dengan baik.” Seorang suster menyarankan. "Nggak! Saya mau menemani anak dan suami saya! Minggir!” Ibu menjerit-jerit histeris, membuat suasana makin runyam. Tanpa berhenti menangis, aku membujuk Ibu untuk segera keluar, tetapi aku malah terkena tamparannya. “Diam kamu! Semua ini salahmu!” maki Ibu sambil memelototiku. “Kalau kamu kasih tahu kami tentang ini dari awal, Ayah nggak bakalan kayak gini! Apa kamu lupa kalau Ayah punya riwayat sakit jantung?!” Aku makin terisak-isak hebat. “M-maafkan aku, Bu. Aku nggak bermaksud—” “Maaf, jangan bertengkar di sini. Kalian menganggu konsentrasi Dokter dan tim medis lainnya yang sedang berusaha menyelamatkan keluarga kalian.” Kalian tidak mau keluarga kalian

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 8. Amarah Yang Memuncak

    Keheningan menyergap aku dan pemuda di depanku selama beberapa saat. Aku sempat terpaku pada ketampanannya. Rahangnya tegas, hidungnya mancung dan alisnya tebal. Aku baru menyadari ketampanan Darma jika dilihat dari dekat. “Kamu siapa? Ada perlu apa, ya?” tanya Darma memecah keheningan. Suaranya terdengar serak khas bangun tidur. Aku menatap Darma dingin. “Aku Diani.” “Diani?” Darma mengernyit, berusaha mengenaliku. “Oh! Kamu! Aku ingat sekarang! Kita pernah sekelas, kan?!” Aku hanya mengangguk singkat, tak berniat meresponsnya dengan ramah. “By the way, dari mana kamu tahu alamat kosanku?” Darma bersandar ke kusen pintu sambil melipat tangan depan dada, menatapku lembut dan dalam, memperlihatkan sisi maskulinnya. “Itu nggak penting,” ketusku, mengalihkan pembicaraan, tak tergoda dengan penampilannya yang rupawan. “Sekarang kamu harus bertanggung jawab.” Aku bisa melihat ekspresi Darma menegang sekaligus kebingungan. “Tanggung jawab soal apa?” Darma mengernyit, tetapi sedetik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 9. Penghinaan

    "Beraninya cewek lemah kayak kamu mengancamku,” bisik Darma tajam. “Kalau semua penghuni kos ini sampai tahu soal ini, aku nggak akan segan-segan berbuat macam-macam sama kamu, paham?”Aku spontan mendorong dada Darma sekuat tenaga sebelum dia bertindak kurang ajar. “Aku nggak takut! Jika masih menolaknya, aku akan melaporkan kamu ke polisi sekarang juga!”Aku melewati cowok itu, tetapi dia menahan tanganku erat-erat. “Lepasin aku!” Aku memberontak sekuat tenaga, melepaskan cengkeramannya.Darma berkali-kali mendengus kesal. Wajahnya tampak jengkel dan pasrah. Apakah dia menyerah?“Di mana adikmu sekarang?” tanya Darma kemudian.“Memangnya kenapa?” tanyaku ketus. Jangan-jangan dia sedang merencanakan rencana jahat. Aku harus memastikannya.“Aku akan tanggung jawab! Puas?”Aku terkejut, tetapi tetap memasang ekspresi datar. “Bagus! Memang seharusnya begitu! Ayo!” Aku menarik tangan Darma mengikutiku. Tak membiarkan dia kabur.Kami menaiki taksi menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 10. Sebuah Petunjuk

    Seminggu telah berlalu. Riani dan Darma hanya melangsungkan pernikahan mereka di KUA tanpa ada resepsi atau acara besar-besaran karena mengingat kondisi keuangan orang tua kami sedang sulit dan terlilit utang. Sedangkan orang tua Darma tidak mau ikut campur.Sudah seminggu mereka tinggal di rumah orang tuaku.Namun, berita pernikahan itu menyebar luas ke seluruh komplek. Berbagai tudingan kejam ditujukan pada Riani. Secara terang-terangan para tetangga menuduh Riani hamil di luar nikah sehingga dia buru-buru menikah saat masih berumur tujuh belas tahun.Aku masuk ke kamar Riani sambil membawa nampan berisi masakan sehat khusus ibu hamil. Namun, aku terkejut saat mendapatinya sedang menangis.“Ada apa, Riani?”Riani buru-buru menyeka air matanya dan tersenyum. “Nggak ada apa-apa, Kak.”“Kamu jangan berbohong,” pintaku sambil duduk di sampingnya. “Jika ada masalah, kasih tahu aku. Aku pasti bantu.”Riani menggeleng sambil menunduk, membuat air matanya bertetesan ke bantal yang dipelukny

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 11. Rumor

    Keesokan harinya, aku buru-buru ke luar setelah bersiap-siap mengenakan celana jeans dan kaos putih. Rambutku hanya dikuncir kuda, sedangkan wajahku tidak dipoles riasan.“Kamu ke mana, Nak?” tanya Ibu heran. “Kok pakai baju bebas?” Ibu dan Ayah sedang bersantai di ruang tamu.Aku tak menduga mereka sedang berbincang-bincang di situ. Aku tersenyum kaku. “Aku mau ke tempat Riani, Bu,” jawabku setenang mungkin.“Loh? Memangnya kamu nggak sekolah?” tanya Ayah sambil melipat koran. Alisnya berkerut tajam sambil menatapku heran.Ibu spontan berdiri dengan cemas. “Apa terjadi sesuatu sama Riani?” tebak Ibu. Dia tampak hampir menangis.Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. Apa yang harus kujawab? Tidak mungkin aku mengatakan tentang mimpi burukku.“Din, jawab Ibu!” desak Ibu sambil menggoyang-goyangkan lenganku. “Jadi, tebakan Ibu benar?!”“Riani baik-baik saja, Bu.” Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya lembut. “Katanya, dia bosan karena ditinggal kerja sama Dharma, makanya dia minta

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 29. Penguburan Dan Rahasia Yang Terungkap

    (POV Diani)Hari itu langit tampak suram, seakan merasakan kesedihan yang menyelimuti keluargaku. Aku berdiri di samping makam Riani, menatap batu nisan yang tertutup bunga dan tanah basah. Hati ini rasanya hampir tak sanggup menahan beban yang terus datang. Riani, adikku, yang dulu selalu ceria, yang dulu selalu ada untukku, kini hanya bisa kuingat dalam kenangan.Kami baru saja menguburkan Riani. Pemakaman ini terjadi begitu cepat. Begitu banyak hal yang belum sempat aku katakan padanya. Begitu banyak yang belum sempat kami selesaikan. Tapi kini, semuanya telah terlambat. Aku tidak tahu harus merasa apa. Duka mendalam? Iya, pasti. Tetapi ada juga perasaan marah yang membara dalam dada. Marah pada Darma. Marah pada ketidak peduliannya. Marah pada dunia yang begitu kejam padanya. Aku sudah terlalu lama diam.Ketika kami pulang dari pemakaman, rumah kami dipenuhi oleh keheningan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ayah dan ibu duduk di ruang tamu, wajah mereka hancur. Mereka ti

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 28. Ketakutan Yang Menghantui

    (POV Darma)Aku masih sangat jengkel saat Diani menyerangku dan mempermalukanku di klub beberapa saat lalu. Makiannya terus terngiang-ngiang di telingaku, meski aku sudah meneguk beberapa gelas alkohol.Sekarang teman-temanku terus-menerus menanyaiku tentang Riani dan meminta penjelasan tentang pernikahan kami. Padahal aku mengaku pada mereka bahwa aku masih lajang.Sial! Beraninya gadis itu mempermalukanku aku di depan teman-teman balap liarku.Aku meremas gelas alkohol saat teringat tatapan penuh kebencian dan tangisan histeris Diani. Sebenarnya aku juga heran tentang kepergian Riani, karena baru pertama kali dia pergi tanpa izinku.Apalagi saat Diani menangis histeris di depanku, membuatku makin penasaran. Dia memang selalu mengkhawatirkan adiknya, tetapi kali ini berbeda, seolah-olah Riani sedang di ambang malapetaka.Namun, bukan itu yang kucemas. Ada perasaan aneh yang memenuhi di dadaku dan aku tidak tahu bagaimana cara menyingkirkannya.Aku merasa cemas dan tegang tanpa alasan

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 27. Kenyataan Yang Tak Bisa Diterima

    Aku keluar dari club dengan dadaku masih terbakar rasa marah dan benci yang bercampur aduk. Percakapanku dengan Darma barusan benar-benar membuatku muak. Bagaimana mungkin dia bisa sekejam itu? Bahkan di saat Riani sedang dalam kondisi yang tidak jelas, dia masih saja tidak peduli.Langkahku terasa berat saat berjalan di trotoar. Udara malam terasa dingin, tapi bukan itu yang membuat tubuhku menggigil. Rasa takut dan gelisah terus menghantui pikiranku. Aku masih belum tahu di mana Riani dan orang tuaku berada. Darma jelas tidak peduli. Dia bahkan berharap Riani mati.Pikiran itu membuat dadaku sesak. Aku mengeluarkan ponselku dan mencoba menelepon Ayah sekali lagi, tetapi tetap tidak ada jawaban. Aku benar-benar tidak tahu harus mencari mereka ke mana lagi.Tetapi, tiba-tiba sebuah ingatan melintas di benakku. Beberapa bulan yang lalu, aku pernah mengantar Riani ke rumah sakit karena dia pingsan di kosan. Saat itu, dokter menyuruhnya untuk banyak istirahat dan tidak terlalu stres.Mun

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 26. Bertengkar Hebat

    (POV Diani)Hari ini cukup melelahkan. Aku baru saja selesai menemani temanku membeli beberapa baju untuk acara akhir pekan. Ketika sampai di depan rumah, hal yang kupikirkan adalah mandi lalu tidur.Namun, saat aku membuka pintu rumah dan memasuki ruang tamu, perasaan cemas langsung menyelimuti hatiku. Rumah yang biasanya ramai dengan kehadiran orang tua, kini terasa kosong. Tidak ada suara Ibu yang biasanya menyambutku saat pulang. Tidak ada suara televisi yang sering Ayah tonton.Aku berdiri sejenak sambil menatap ke sekeliling. Suasananya sangat berbeda dari sebelumnya. Sangat sepi dan hampa.“Bu?” Aku mencari mereka di semua ruangan, tetapi tidak ada. Ini aneh. Ibu dan Ayah jarang sekali pergi pada malam hari, apalagi tanpa memberitahuku. Biasanya mereka selalu mengabari ke mana mereka pergi, meski hanya sebentar. Tapi malam ini, tidak ada kabar sama sekali. Aku mulai merasa khawatir. Ada yang tidak beres.Aku mengeluarkan ponsel dari tas dan mengirimi pesan pada Ibu dan Ayah.“K

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 25. Harapan Terakhir

    (POV Riani) Aku berusaha tetap sadar, meski semuanya terasa gelap dan rasa sakit di seluruh tubuhku membuatku nyaris pingsan. Pandanganku kabur dan perutku terasa kram luar biasa. Aku mencoba memegang dinding untuk berusaha bangkit berdiri, tetapi tenaga yang kumiliki habis sehingga aku kembali terduduk lemas di lantai. Aku teringat pada bayi di dalam kandunganku. Aku memegangi perutku yang sudah membesar. Rasa nyeri hebat menghantam dinding perutku, membuat darah mengalir dari selangkanganku. ‘Tolong, Tuhan. Jangan sampai aku kehilangan bayiku!’ jeritku dalam hati. Aku mengerang pelan sambil mencoba bangkit dengan bertumpu pada meja kecil di dekatku. Namun, tanganku gemetar hebat dan pandanganku makin gelap. Sebelum aku bisa berdiri dengan sempurna, sikuku menyenggol gelas di atas meja. Gelas itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping, suaranya menggema dalam kesunyian rumah yang mencekam. Aku tersentak dengan napas tersengal-sengal. Aku kembali meraih meja di dekatku, tetap

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 24. Keguguran?

    Langit biru mulai berubah kekuningan saat aku melangkah keluar dari rumah Ibu. Udara sore terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Aku menghela napas panjang untuk mencoba menguatkan diri. Pertemuan singkat dengan Ibu membuat dadaku semakin sesak. Apalagi saat aku memasuki rumah itu yang mengingatkanku pada masa kecilku. Aku sangat merindukan semua momen bahagia saat aku dan Diani menghabiskan waktu bersama dengan orang tuaku. Meski masalah utang terus mengancam kami, aku masih bisa berbahagia menikmati kebersamaan keluarga. Bukan seperti sekarang. Setiap hari hanya ada air mata dan ketakutan. Aku menyesal telah menyerahkan diriku pada Darma karena cinta. Kata-kata manisnya seolah dia sangat mencintaiku telah meracuni pikiranku. Dia telah menghancurkan seluruh hidupku. Aku menghela napas berat. Tidak ada gunanya aku menyesali semua yang telah terjadi. Semuanya telah terlambat untuk diperbaiki. Sekarang aku harus fokus menanggung kesalahannya, m

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 23. Berpura-pura Kuat

    (POV Riani)Ponselku bergetar di atas meja, mengirimkan getaran halus yang terasa menusuk di hatiku. Aku ragu-ragu sebelum mengambilnya. Nama yang tertera di layar membuat dadaku semakin sesak.“Ibu?”Tanganku gemetar saat aku menyentuh layar untuk menjawab panggilan itu.“Halo, Bu.” Aku berusaha menjawab setenang mungkin.“Gimana kabar kamu hari ini, Nak? Ibu kangen banget sama kamu.” Suara Ibu terdengar lembut dan penuh kerinduan, tapi juga menyimpan kekhawatiran yang begitu jelas. Aku tahu, Ibu pasti sudah lama ingin bertemu denganku. Sudah hampir sebulan aku tidak pulang, tidak berani mengangkat telepon lebih dulu.Aku menelan ludah. Bagaimana aku bisa pergi ke sana dengan kondisi seperti ini?Aku melirik pantulan diriku di cermin kamar. Wajahku masih menampilkan bekas luka. Pipi kiriku memerah dengan sedikit kebiruan. Lengan dan bahuku terasa nyeri setiap kali kugerakkan. Tubuhku sudah penuh dengan memar yang kusembunyikan di balik pakaian longgar.Bagaimana jika Ibu melihatnya?

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 22. Jejak Yang Hilang

    (POV Diani)Aku menatap layar ponsel yang baru saja menampilkan panggilan berakhir. Perasaan aneh memenuhi hatiku. Pasti telah terjadi sesuatu yang membuat Riani mendadak meneleponku duluan. Nada suaranya terlalu bergetar. Napasnya terdengar tidak stabil dan aku yakin dia sempat menangis sebelum mengangkat telepon tadi. Biasanya aku selalu pertama kali menghubunginya untuk memancingnya agar Riani mau curhat atau berkata jujur mengenai masalah pernikahannya, tetapi dia selalu mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan memintaku untuk tidak mengkhawatirkan apa pun. Aku menggigit bibir sambil menatap kosong ke dinding kamarku. Kekhawatiranku makin menjadi-jadi. Sejak pernikahan adikku dengan Darma, aku tidak pernah bisa hidup tenang karena cowok itu telah merebut Riani.Sekarang Riani telah berubah drastis. Dulu dia gadis yang ceria, penuh semangat dan selalu berantusias saat menceritakan tentang impian-impiannya. Tapi sekarang, setiap kali aku bertanya tentang kehidupannya, jawabann

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 21. Bertahan

    (POV Riani)Aku duduk di sudut kamar yang gelap sambil memeluk lutut dengan tubuh gemetar. Cahaya dari lampu meja yang remang-remang tidak bisa mengusir kegelapan yang menyelimuti hatiku. Bekas tamparan Darma masih terasa panas di pipiku, tapi yang lebih menyakitkan adalah luka di dalam hatiku yang semakin terbuka lebar.Darma pergi lagi. Entah ke mana. Entah untuk berapa lama.Aku bahkan tidak ingin tahu.Setiap kali dia pulang, yang kudapatkan hanya cacian dan pukulan. Setiap kali aku mencoba berbicara, dia hanya menganggapku beban.Aku menunduk dan memandangi perutku yang mulai membesar.Bayiku…Anak ini akan segera lahir, tapi aku masih terjebak dalam penderitaan yang seolah tak berujung. Apakah aku sanggup bertahan di sini? Aku tidak tahu. Jika aku terus tinggal bersama Darma, cepat atau lambat dia akan menyakiti bayi ini juga.Tapi aku bisa pergi ke mana?Aku tidak bisa kembali ke rumah orang tuaku.Mereka sudah cukup menderita dengan utang yang menumpuk. Aku tidak bisa menambah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status