Home / Romansa / Terjerat Cinta Sang Fotografer / Pertemuan Pertama Yang Berkesan

Share

Terjerat Cinta Sang Fotografer
Terjerat Cinta Sang Fotografer
Author: Zizara Geoveldy

Pertemuan Pertama Yang Berkesan

last update Last Updated: 2025-01-22 22:58:06

Aku mengambil kacamata hitam yang kugantung di depan baju tepat di bagian dada lalu membingkai wajahku untuk menangkis serangan cahaya matahari begitu turun dari pesawat.

Indonesia ternyata jauh lebih panas dari yang diceritakan Mama dan Papa padaku. Setidaknya itu yang kurasakan saat ini.

Sembari kakiku berjalan, mataku mengedar mencari-cari sosok Devanka, sahabatku, yang katanya akan menjemput.

Lima belas menit menunggu dia tidak kunjung datang, padahal janjinya tidak akan telat. Aku bisa saja sendiri tapi Devanka mewanti-wanti agar menunggunya sampai datang.

Ini bukanlah kunjungan pertamaku. Tahun-tahun sebelumnya aku juga pernah ke Indonesia, tapi hanya dalam waktu yang singkat. Sedangkan kedatanganku kali ini untuk waktu yang cukup lama. Ada project yang harus kukerjakan di sini.

Awalnya Mama melarang mengambil project itu. Mama yang sangat menyayangi dan memanjakanku sejak kecil menahan sekuat yang bisa dilakukannya agar aku tidak berangkat. Tapi Papa memberi pengertian pada Mama sehingga Mama akhirnya luluh lalu dengan berat hati melepasku pergi. Papa lebih sepemikiran denganku. Entah karena kami sesama laki-laki atau karena memiliki passion yang sama.

Yup, I’m a photograper like my dad.

Aku sudah menempelkan ponsel di telinga, bermaksud untuk menelepon Devanka. Tapi sosok jangkung mengenakan kemeja putih dan celana pipa hitam yang sedang berjalan ke arahku membuatku mengurungkan niat itu.

Devanka muncul juga. Melihat senyum tipis yang terukir di bibirnya membuat kekesalanku sirna.

“Sorry, gue telat, macet,” ucapnya.

“Klise.” Aku mencibir.

Devanka terkekeh. “Jadi kita langsung ke rumah Alan?”

“Yup.”

Kami meninggalkan bandara lalu membelah jalan raya. Selama perjalanan ke rumah Alan, rekan bisnisku.

"Ini rumah Alan, Fai."

Aku menegakkan duduk. Tampak di hadapan kami rumah bertingkat dua dengan pilar-pilar besar dan tinggi. Ini adalah kunjungan pertamaku ke rumahnya.

Aku dan Alan pernah bertemu sebelumnya saat Alan ke Amerika untuk membahas kerjasama kami.

Turun dari mobil, aku menyejajarkan langkah dengan Devanka.

Setelah membunyikan bel, pintu lalu terbuka, menampakkan seorang asisten rumah tangga berusia kira-kira empat puluh tahunan.

"Alan ada, Bi?"

"Ada, Mas Dev, sudah ditunggu dari tadi, sebentar saya panggil. Mari silakan duduk dulu."

Aku dan Devanka masuk ke rumah lalu menunggu di ruang tamu.

Tanpa sengaja mataku menemukan pigura besar yang terpajang di dinding. Potret Alan dan seorang wanita cantik terbingkai di sana. Keduanya sama-sama tersenyum ke arah kamera seakan menunjukkan betapa bahagianya mereka.

"Itu istrinya Alan," cetus Devanka yang tahu arah pandangku ke mana.

"Oh." Aku mengalihkan tatapan dari potret itu.

"Cantik ya?"

Aku hanya tersenyum.

"Nggak cuma cantik tapi juga sexy, lo lihat aja nanti," ucap Devanka lagi dengan suara berbisik.

"Cantik dan sexy kalo udah milik orang apa gunanya,” suaraku datar.

Devanka terkekeh pelan mendengar jawabanku.

"Hai, Dev, Fai, kalian udah lama?" Kemunculan Alan mengakhiri penantian kami.

"Baru lima menit." Devanka yang menjawab.

Alan memusatkan perhatian padaku lalu tersenyum hangat. "Welcome to Indonesia, Fai. Semoga betah di sini."

"Semoga," harapku.

"Nyampe jam berapa tadi?"

"Jam dua belas kalo nggak salah."

"Stay di mana? Hotel?"

"Di rumah Tante. Malam ini dia minta menginap di sana."

"Nggak masalah mau tinggal di mana. Tapi istriku udah nyiapin apartemen untuk kamu, seperti perjanjian kita."

Di dalam kesepakatan kerja kami Alan memang menyediakan tempat tinggal untukku selama aku berada di Indonesia.

"Apartemennya fully furnished. Besok istriku akan mengantar kamu ke sana,” imbuhnya lagi.

"Okay, thanks." Aku menjawab walau agak risih. Kenapa bukan Alan langsung yang mengantar? Kenapa lewat istrinya? Apalagi aku belum kenal dengan orang itu.

"Fai, wait a minute."

Alan kemudian mengambil ponsel dari dalam saku lalu menempelkan ke telinga, selanjutnya kudengar dia bicara.

"Sayang, ke sini sebentar."

Hanya itu. Alan meletakkan ponselnya lalu kembali memusatkan perhatian pada aku dan Devanka. Kami mengobrol seputar pekerjaan lalu menyelingi dengan sedikit candaan. Aku harap aku bisa cepat akrab dengan Alan seperti aku dekat dengan Devanka agar lebih memudahkan hubungan kerjasama kami.

Percakapan kami bertiga terhenti saat seseorang muncul. Dia adalah wanita yang kulihat di pigura.

Cantik. Dia bahkan sangat cantik dari yang terlihat di foto. Itu kesan pertama yang kudapat.

Tingginya semampai. Badannya langsing tapi berisi di mana-mana. Dia berlekuk di tempat yang tepat. Payudaranya membusung. Bibirnya ranum dan basah. Pinggangnya kecil namun melebar di bagian pinggul. Tanpa perlu melihat aku yakin dia juga memiliki bokong yang sexy.

"Sayang, sini!” pinta Alan sambil melambaikan tangan agar istrinya mendekat.

Wanita itu berjalan menghampiri lalu duduk di sebelah Alan.

"Fai, ini istriku, Cataleya." Alan mengenalkannya padaku. Lalu dia beralih menatap istrinya. “Sayang, ini Fai, fotografer pilihan kamu."

Ucapan Alan membuatku bertanya di dalam hati. Apa maksudnya ini? Kenapa dia bilang aku pilihan istrinya? Kami bahkan belum ada interaksi satu kali pun.

Aku masih sibuk dengan pikiranku saat istri Alan mengulurkan tangan.

"Cataleya," ucapnya menyebutkan nama. Bibirnya yang ranum mengukir senyum menawan.

Aku menyambutnya. Tangan Cataleya terasa begitu lembut dalam genggamanku. Bahkan lebih lembut dari sutra aku rasa.

"Fai." Aku balas menyebutkan nama.

"Nice to meet you, Fai," ucap Cataleya lagi dengan tatapan penuh arti.

Dan aku baru menyadari bahwa bukan hanya tubuhnya saja yang indah, namun bola matanya yang berpijar lebih dari indah.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Oppo Celluler
sangat bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Cataleya

    Tante Zoia mendelik ketika pagi ini aku mengatakan tidak bisa tinggal di rumahnya. Begitu pun dengan Om Javas yang tidak setuju aku keluar dari rumah mereka.“Apa salahnya tinggal di sini? Om dan Tante nggak akan ngelarang atau mengekang kamu kok. Om kan juga pernah muda.”“Bukannya gitu, Om, tapi sayang aja kalo fasilitas dari mereka nggak dimanfaatin,” jawabku mengemukakan alasan sambil nyengir.Om Javas dan Tante Zoia akhirnya hanya bisa mengesah pasrah karena aku begitu teguh dengan pendirianku.“Ya sudahlah, jaga diri baik-baik. Kalo lagi nggak sibuk jangan lupa main ke sini.”“Baik, Om.”“Kalo butuh mobil bawa aja. Mobilnya Kaka ada tuh yang lagi nganggur. Pilih aja maunya yang mana.”“Sekali lagi makasih, Om, tapi aku dikasih mobil juga, sayang kalo dianggurin.”Selain apartemen, Alan juga meminjamkan salah satu mobilnya padaku untuk memudahkan transportasi selama di sini. Bodoh namanya kalau sampai kutolak.Suara klakson di depan pagar mengalihkan perhatian kami. Aku, Om Javas

    Last Updated : 2025-01-22
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Model Pertama Fai

    Kami tiba di apartemen tempatku tinggal selama di Indonesia. Hunian itu berwarna putih bersih. Furniture yang mengisinya rata-rata juga berwarna aman."Aku nggak tahu kamu suka warna apa jadi kupilihkan saja warna-warna netral," kata Cataleya saat kami melewati sofa abu-abu lalu dia menuntunku mengikutinya. Dia mengajakku room tour mengitari setiap sudut apartemen."Ada satu kamar di sini, kamar mandi di dalam, dapur yang menyatu dengan ruang makan dan balkon." Bersama dengan kata terakhirnya kaki kami tiba di kamar. Lalu Cataleya membuka pintu balkon. Seketika udara segar menyergap masuk.Aku dan Cataleya berdiri di pinggir pembatas balkon memandang keramaian jalanan di bawah sana. Dari ketinggian lantai dua puluh semuanya tampak bagai kotak-kotak kecil."Fai, apa ada yang kurang?" Cataleya bertanya padaku sembari memutar tubuhnya menghadap ke arah kamar. Aku ikut melakukan hal yang sama."Sudah cukup," jawabku. "Kamu suka apartemennya?""Suka sekali." Aku mengacungkan jempol. Satu-

    Last Updated : 2025-01-22
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Batin Yang Tersiksa

    CATALEYAFai mengantarku pulang. Tadi aku menemaninya tidak hanya ke apartemen tapi juga studio. Setelahnya kami makan siang, mengunjungi kantor manajemen model milik Alan, jalan-jalan berkeliling Jakarta, hingga terasa hari sudah sore. Aku tidak tahu entah kenapa waktu begitu cepat berlalu saat bersama Fai. Atau mungkin ini hanya perasaanku saja karena keasyikan."Baru pulang kamu?" Langkahku terhenti tiba-tiba ketika aku memasuki rumah lalu melintas di ruang tengah."Iya, Ma," jawabku pada Mama Nuri, ibu mertuaku.Mama Nuri geleng-geleng kepala sembari melirik jam dinding. Aku ikut melempar mata ke arah yang sama. Baru jam lima sore tapi respon Mama Nuri seakan aku pulang jam dua belas malam."Dari mana saja?" tanyanya lagi menginterogasi dengan tatapan tegasnya."Dari kantor Alan, Ma.""Ngapain sih pakai keluyuran kalau nggak ada tujuan yang jelas?""Tadi Alan meminta aku mengantar fotografer yang baru sekalian memberitahu dia mengenai pekerjaanya." Aku menjawab apa adanya."Hany

    Last Updated : 2025-01-22
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Layani Dia Dengan Baik

    CATALEYAPagi ini aku jalani tidak berbeda dengan hari-hari lainnya. Seperti yang kudengar dari kebanyakan orang, tinggal di rumah mertua senangnya hanya sementara. Sisanya adalah penyiksaan batin.Seperti pagi ini. Saat aku bantu-bantu menyiapkan sarapan, Mama Nuri kembali menyinggung masalah kehamilan. Awalnya memang membahas masalah lain. Mulai dari rutinitas sehari-hari sampai pada makanan. Lalu entah mengapa topik obrolan bergeser begitu saja.Aku hanya diam mendengarkan saat mertuaku itu berceramah. Tapi entah mengapa apapun sikap yang kutunjukkan selalu terkesan salah di matanya. Aku diam salah, menjawab kata-katanya lebih salah lagi.“Jangan cuma diam, Leya! Mama sudah capek-capek bicara dari tadi, apa kamu nggak dengar?”“Dengar, Ma,” jawabku pelan.“Jangan cuma dengar, tapi lakukan apa yang Mama katakan. Sekali-sekali kamu yang harus agresif. Jangan cuma menerima. Mama malu semua teman Mama nanya kapan kamu akan hamil. Masa kalah dari orang yang baru nikah dua minggu!”“Tapi

    Last Updated : 2025-01-22
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Cataleya Yang Sexy

    FAITerbiasa ada Mama selama tinggal di Amerika membuatku sedikit kewalahan. Biasanya apa-apa Mama yang melayani. Mama menyediakan segala kebutuhanku hingga hal-hal paling kecil. Sedangkan aku tinggal terima beres.Pagi ini aku terbangun dengan perut keroncongan. Saat melangkahkan kaki ke ruang belakang di saat itulah aku menyadari jika tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada yang bisa kulahap untuk mengganjal perut yang kosong.Cataleya memang sudah menyiapkan semuanya. Tapi mungkin dia lupa menyediakan makanan untukku.Eh, tapi itu kan bukan termasuk kewajibannya. Tidak ada di dalam kontrak kerja kami bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas kelangsungan perutku.Aku kembali ke depan. Nanti saja sarapan di luar. Kalau tidak salah lihat di sekitar studio banyak penjual makanan. Aku akan mampir di sana atau di drive thru. Terserahlah. Yang penting bisa mengisi perut.Baru saja akan membelokkan kaki ke arah kamar, dentingan suara bel menahan langkahku. Aku berbelok untuk membuka pintu.

    Last Updated : 2025-01-22
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Bergenggaman Tangan

    Aku keluar dari kamar mandi sepuluh menit kemudian. Sengaja mandi kilat agar dia tidak terlalu lama menunggu. Walau aku tidak tahu dia ada tujuan apa ke studio atau hanya sekadar ingin menemaniku.Cataleya sedang duduk sendiri di sofa. Wajahnya tenggelam di layar gawai. Saking asyiknya dia tidak tahu kedatanganku."Leya ..." Aku memanggilnya.Cataleya mengangkat wajahnya menatapku lalu berdiri sambil menyampirkan tas di pundaknya.Kami keluar dari apartemen menuju basement tempat mobil diparkir.Aku pikir kami akan menggunakan kendaraan masing-masing. Tapi aku tidak melihat mobil Cataleya."Mobil kamu di mana?" tanyaku ingin tahu."Aku nggak bawa mobil, tadi pake taksi. Ke studio pake mobil kamu aja."Cataleya masuk ke mobilku setelah kubukakan pintu. Aku nggak punya clue apa-apa mengenai perempuan ini selain tahu bahwa dia adalah istri Alan."Kamu sudah lama nikah sama Alan?" tanyaku mengawali perjalanan."Sudah enam bulan," jawabnya."Lumayan baru ternyata, masih mesra-mesranya."Ca

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Permintaan Yang Absurd

    FAIIni adalah hari keempat belas aku berada di Indonesia. Sejauh ini pekerjaanku lancar. Aku betah di sini. Apalagi rekan-rekan satu team begitu solid. Selain itu ada Cataleya yang sering mengisi waktuku dan menemaniku ke mana-mana. Aku mulai terbiasa dengan kehadirannya. Walau aku sering tidak tahan saat berada bersamanya. Bukan apa-apa. Terlalu dekat dengannya membuatku takut tidak bisa mengendalikan diri. Nggak munafik, Cataleya sangat menarik. Dia begitu menggoda tanpa perlu menjadi penggoda. Aku jamin laki-laki normal manapun tidak akan kebal dari pesonanya.Pukul setengah tujuh malam aku mengakhiri sesi pemotretan model terakhir hari ini.Beberapa photo props terlihat tersebar di setiap sudut studio. Aku membiarkannya. Nanti tugas Tyo membereskannya.Aku akan langsung pulang setelah ini lalu tidur sampai besok. Sebetulnya Devanka mengajak jalan tapi kutolak karena tubuhku lebih butuh untuk diistirahatkan.Pintu studio terbuka sesaat setelah aku menyimpan kamera ke dalam tas. Al

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Galau

    Aku sudah cukup sering memotret banyak perempuan tanpa busana. Tanpa satu helai benang pun yang melekat pada tubuh mereka. Semua itu dilakukan demi tujuan komersial karena mereka berprofesi sebagai model. Namun, ketika permintaan serupa datang dari Alan, wajar kalau aku jadi berpikir panjang. Apa maksudnya memintaku memotret istrinya dalam keadaan tanpa busana?Aku menggaruk pelipis bingung. Sementara Alan menunggu jawabanku.“Gimana, Fai?” desaknya menuntut.“Boleh aku tahu apa alasannya?”“Alasan apa?” Alan membalas pertanyaan dengan pertanyaan.“Aku nggak ngerti kenapa kamu minta aku buat nge-shoot Leya tanpa busana?”Sempat terpikir olehku jangan-jangan Alan berpikiran untuk menjual foto-foto istrinya. Tapi kemudian pikiran itu terbantahkan dengan sendirinya. Tidak mungkin Alan yang kaya raya tega menjual istri sendiri.“No reason needed. Aku dan Leya melakukannya hanya untuk koleksi pribadi, nggak lebih. Jadi kamu nggak usah khawatir, aku nggak akan menjual foto-foto itu. Hanya o

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Perasaan Yang Berbalas

    FAI“Kenapa lo baru bilang sekarang? Kenapa setelah berbulan-bulan lo baru ngasih tau ke gue, Dev?”Kalimat bernada penyesalan itu meluncur dari mulutku setelah Devanka menceritakan dengan detail dari A sampai Z mengenai Cataleya tanpa ada yang terlewatkan. Cerita-cerita itu membuatku ingin membenturkan kepala ke dinding. Terlebih ketika membayangkan perasaannya saat datang ke rumahku dan mendapati aku bersama wanita lain yang kuakui sebagai kekasih.“Bukannya gue nggak mau cerita, tapi Leya ngelarang gue. Dia mohon-mohon biar gue jaga rahasia ini dengan baik,” jawab Devanka membela diri.“Lo kan bisa aja bilang iya ke dia tapi lo spill ke gue,” ucapku gemas. Devanka begitu patuh pada Cataleya sampai-sampai melupakan aku, sahabatnya sendiri yang jelas-jelas lebih membutuhkan informasi itu.“Gimana gue mau jujur ke lo, Fai. Gue nggak mau ngerusak momen indah lo dengan Rasti. Apalagi Leya juga ngelarang gue. Waktu dia baru pulang dari DC da

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Mengungkap Kebenaran

    FAIDevanka dan Karen sudah menunggu saat kami tiba di Los Angeles International Airport. Aku mengenalkan kekasihku pada keduanya.Devanka hampir tak berkedip menatap Rasti sampai aku terpaksa menginjak kakinya."Gitu banget ngeliatnya. Cewek gue woi!"Rasti tertawa sedangkan Devanka tersenyum canggung lalu memandang ke arah Karen. Karen menatapnya horor. Aku yakin nanti Devanka akan disidang. Membayangkannya aku tertawa geli di dalam hati.Dari bandara kami menuju hotel. Devanka sudah memesan dua buah kamar untuk kami.Setibanya di kamar aku dan Rasti langsung beristirahat. Lima jam di peswat lumayan melelahkan.Sambil menonton televisi aku dan Rasti berbaring berdua. Rasti berbaring di atas lenganku sementara tangan dan kakinya melingkari tubuhku.Rasti mulai lagi dengan kelakuannya di pesawat tadi mengendus-endus leherku. Tidak hanya mengendus, lidahnya juga menjilat daun telingaku. Lalu dengan nakal tangannya membelai keperkasaanku. Meski dilakukan dari balik celana namun tak urun

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Rencana Yang Tidak Akan Pernah Terwujud

    FAIAku sedang memasukkan pakaian yang terdiri dari beberapa helai baju dan celana ke dalam tas. Dan tentu saja aku juga membawa kamera.Devanka mengabari hari ini dia akan tiba di LA setelah penerbangan panjang dari Indonesia. Devanka meminta beretemu denganku seperti kebiasaan kami selama ini.Bedanya, kali ini kami akan double date. Devanka with his long time girlfriend sedangkan aku dengan Rasti.Pintu kamar terbuka saat aku sedang berkemas-kemas. Mama masuk lalu melangkah mendekatiku.“Fai, kamu jadi berangkat?” Mama bertanya setelah duduk di pinggir tempat tidur. Sepasang matanya tidak lepas mengawasi setiap pergerakanku.“Jadi dong, Ma. Devanka udah nyampe di LA pagi tadi,” jawabku.“Sama Rasti?”“Iya, Ma.”Mama dan Papa sudah tahu aku berpacaran dengan Rasti. Mereka setuju atas hubungan kami. Apalagi Mama Papa dan keluarga Rasti sudah saling mengenal satu sama lain. Malah saat berkumpul bersama mereka berangan-angan jika suatu hari nanti aku dan Rasti akan berjodoh dan menikah

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Terkekang

    CATALEYAUcapan Devanka membuatku termangu. Setelah sekian lama tidak bertemu sekalinya berjumpa dia malah menawarkan hal yang mustahil untuk aku lakukan."Aku nggak main-main, Leya. Aku mengajak kamu pergi kalau kamu mau." Devanka menatapku sungguh-sungguh.Aku percaya kalau dia memang tidak main-main. Sayangnya aku tentu saja tidak bisa ikut dengannya."Jangan gila, Dev. Jangan bicara hal yang nggak mungkin aku lakukan," ucapku menjawab perkataannya. Memang untuk apa aku ikut dengan lelaki ini?"Oh, okay kalau menurutmu nggak mungkin ikut denganku. Tapi kalau sekadar berkirim pesan menurutku bukan hal yang mustahil."Hati-hati di jalan."Devanka tersenyum mendengar kata-kataku. "Bukan pesan untuk aku, Leya, tapi untuk Fai. Jangan pura-pura nggak ngerti.""Kita sudah selesai membahas ini sejak lama, Dev," jawabku malas.Aku melihat gerakan Devanka menghela napas sedangkan matanya menyebar ke sekeliling, entah mencari apa."Kamu sendiri?" tanyanya kemudian.Aku menggelengkan kepala. T

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Aku Bersedia Tidur Dengan Laki-laki Lain

    CATALEYAAku buru-buru mengembalikan foto Papa ke dalam dompet saat mendengar pintu kamar dibuka.Alan muncul dari luar dan bertanya padaku, "Sudah siap, Sayang?"Aku memberi jawaban anggukan kepala. Hari ini kami berencana mengunjungi dokter kandungan.Setelah pertengkaran dengan Devanka, aku mencoba berdamai dengan keadaan. Menerima kenyataan bahwa mungkin takdir hidupku adalah bersama Alan, bukan Fai."Ayo, Sayang!" Alan mengulurkan tangan untuk membantuku bangun dari duduk.Aku tidak suka panggilan lebay itu. Berjuta kali Alan bilang sayang tidak akan berefek apa-apa padaku. Berbeda dengan Fai. Dia tidak pernah menyebutku sayang, tapi damage-nya sampai ke tulang.Aku bangkit dari tempatku merenung sejak tadi lalu saat melalui kaca melirik sekilas untuk mencari tahu bentuk tubuhku. Perutku sudah cukup besar tapi karena aku juga menggunakan gaun-gaun longgar ukurannya jadi tidak terlalu kentara."Udah bisa dilihat jenis kelaminnya kan ya bulan ini?" tanya Alan begitu kami berada d

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Khas Kaum Hawa

    CATALEYAIngatan tentang Devanka dan kata-kata terakhirnya melekat di benakku bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.“Kamu mikir nggak sih kalau Fai juga memiliki perasaan yang sama dengan kamu? Both of you love each other. He has a type, Cataleya. Dia nggak mungkin nyari cewek yang mirip sama kamu kalau nggak punya perasaan apa-apa.”Aku tidak tahu apa itu benar atau hanya sekadar kebetulan. Atau mungkin kata-kata Devanka yang hanya ingin menghiburku.Apa pun itu, semua sudah terlambat. Fai sudah memilih. Dia sudah menjatuhkan pilihannya. Dan mirisnya perempuan pilihannya adalah orang yang berpotensi besar sebagai saudara tiriku. Jika benar Fai mencintaiku seharusnya dia mengungkapkan padaku. Bukannya mencari perempuan lain yang mirip denganku.Ah, sudahlah. Sudah sangat terlambat untuk menyesalinya.Mengeluarkan dompet, aku membuka lagi pas foto usang itu. Pria yang pernah menjadi suami mendiang Mama, yang katanya adalah ayahku.Foto yang kulihat berwarna hitam putih dan sudah sanga

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Mission Failed

    CATALEYAAku tiba hari Rabu waktu Indonesia yang artinya telat satu hari dari yang kurencanakan. Devanka meneleponku dan bertanya apa aku sudah tiba. Aku memintanya datang menjemput ke bandara.Dan di sinilah aku sekarang. Duduk berdua dengannya di salah satu tempat makan yang ada di sana.“Kok lesu? Surprise-nya gagal?”Aku mengembuskan napas berat mendengar tebakan Devanka yang sepenuhnya benar. Bukan aku yang memberi Fai kejutan tapi malah diriku yang mendapat kejutan.“Jadi beneran mission failed?” ujar Devanka lagi menyaksikanku membisu tidak memberi respon apa-apa.“Dev, Fai udah punya pacar di sana.” Aku memberitahu dengan suara dan tubuh yang sama lunglainya.Devanka menyipit menatapku. “Gimana?”“Your best friend has a girlfriend. Kedatanganku ke sana hanya sia-sia,” ucapku makin lemah.“Fai punya pacar? Masa sih? Kamu salah lihat kali. Dia memang dekat dengan banyak cewek. Atau mungkin yang kamu kira pacarnya adalah salah satu modelnya,” sanggah Devanka tidak percaya.“Aku n

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Yang Di Hati Cuma Satu

    FAIRasti tidak berkata apapun dalam perjalanan pulang setelah dari airport. Dia duduk membeku di sebelahku dengan tangan terlipat di depan dada. Padahal biasanya Rasti adalah orang paling ceria yang pernah kukenal. Dia seperti tidak pernah kehabisan topik pembicaraan untuk dibahas.Serupa dengannya, aku juga memilih untuk menutup mulutku lalu memusatkan konsentrasi menyetir.Mobil yang kukendarai baru menghabiskan setengah perjalanan ketika pada akhirnya Rasti berbicara.“Fai …”Aku menggerakkan kepala memandang padanya.“Cataleya itu sebenarnya siapa?”“Maksud kamu gimana, Ras?”Aku tidak mengerti apa maksud dan tujuan Rasti menanyakannya. Bukankah aku dan dia sudah sama-sama tahu siapa Cataleya? Bahkan Rasti berinteraksi cukup intens dengan Cataleya.Rasti mengembuskan napasnya. Matanya menyorotku dengan tajam.“Kamu bilang dia istri dari pemilik agensi yang bekerjasama dengan kamu, tapi kenapa kalian bisa sedekat itu?”“Dekat gimana?”“Kamu menyuruh dia tidur di kamarmu, Fai, seda

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Pelukan Terakhir

    CATALEYASiang ini Rasti merealisasikan keinginannya. Dia mengajakku ke rumah orang tuanya. Kami pergi bertiga.Sepanjang perjalanan Rasti bercerita banyak mengenai hidupnya. Tentang orang tuanya, tentang pekerjaannya dan kegiatannya sehari-hari. Dia gadis yang sangat beruntung. Selain memiliki orang tua yang masih lengkap, harta benda yang berlimpah, pewaris tunggal perusahaan dan seluruh aset orang tuanya, dia juga memiliki lelaki yang mencintainya."Welcome to my house, Cataleya.”Mataku berpendar menatap rumah megah dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar membingkainya. Berbeda dengan rumah Fai yang bernuansa vintage, rumah Rasti bernuansa Amerika modern.Kami lalu turun dari mobil. Aku rasa Rasti sudah memberitahu perihal kedatangan kami pada keluarganya. Seorang perempuan yang kurasa seumuran dengan mertuaku menyambut kami."Mommy, ini Cataleya. Dia adalah partner kerja Fai waktu di Indonesia. Leya, ini ibu aku." Rasti mengenalkan kami berdua.Mamanya Rasti yang belakangan k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status