Home / Romansa / Terjerat Cinta Sang Fotografer / Layani Dia Dengan Baik

Share

Layani Dia Dengan Baik

last update Last Updated: 2025-01-22 23:11:41

CATALEYA

Pagi ini aku jalani tidak berbeda dengan hari-hari lainnya. Seperti yang kudengar dari kebanyakan orang, tinggal di rumah mertua senangnya hanya sementara. Sisanya adalah penyiksaan batin.

Seperti pagi ini. Saat aku bantu-bantu menyiapkan sarapan, Mama Nuri kembali menyinggung masalah kehamilan. Awalnya memang membahas masalah lain. Mulai dari rutinitas sehari-hari sampai pada makanan. Lalu entah mengapa topik obrolan bergeser begitu saja.

Aku hanya diam mendengarkan saat mertuaku itu berceramah. Tapi entah mengapa apapun sikap yang kutunjukkan selalu terkesan salah di matanya. Aku diam salah, menjawab kata-katanya lebih salah lagi.

“Jangan cuma diam, Leya! Mama sudah capek-capek bicara dari tadi, apa kamu nggak dengar?”

“Dengar, Ma,” jawabku pelan.

“Jangan cuma dengar, tapi lakukan apa yang Mama katakan. Sekali-sekali kamu yang harus agresif. Jangan cuma menerima. Mama malu semua teman Mama nanya kapan kamu akan hamil. Masa kalah dari orang yang baru nikah dua minggu!”

“Tapi hamil dan punya anak bukan perlombaan, Ma, nggak ada yang kalah ataupun menang di sini,” kataku memberi pengertian.

“Mama nggak bilang begitu. Tapi harusnya kamu khawatir kenapa masih belum hamil di saat orang-orang sudah punya anak. Lagian apa kamu nggak malu? Tubuh kamu bagus begini masa kalah dari orang yan badannya kayak papan penggilasan tapi bisa punya anak!” oceh Mama Nuri sembari memandangiku dari puncak kepala sampai ujung kaki.

“Ma, ini semua nggak ada hubungannya sama bentuk tubuh. Bukan berarti orang yang badannya bagus maka akan mudah punya anak dan sebaliknya,” kataku memberi pengertian.

Orang-orang bilang bentuk tubuhku sangat bagus. Bahkan kadang aku tidak percaya diri karena ukuran dadaku yang membusung. Meski sudah disamarkan di balik baju yang longgar, tapi tonjolannya tetap tidak bisa disembunyikan. Begitu pun dengan bokongku yang bulat dan padat berisi.

“Dikasih tahu baik-baik malah ngelawan,” dumel Mama Nuri lalu berdecak.

Aku meninggalkannya sendiri lalu masuk ke kamar daripada terus berdebat yang tidak ada gunanya.

Alan sudah selesai mandi saat aku masuk. Dia melirikku melalui kaca.

“Pagi-pagi udah cemberut aja?” komentarnya melihat mukaku ditekuk.

Aku mendengkus. Gimana aku nggak cemberut kalau selalu aku yang dihakimi atas hal yang bukan menjadi kesalahanku?

Melihatku tidak menjawab pertanyaannya, Alan bergerak dari tempatnya lalu melangkah mendekatiku.

“Ada masalah apa lagi?” tanyanya dengan tangan melingkariku dari belakang.

“Tanya sana sama Mama kamu,” jawabku jengkel.

“Oh …” Alan mengesah pelan bersama pelukannya yang melonggar di tubuhku. “Sabar ya, namanya juga orang tua. Kamu kasih Mama pengertian dulu.”

“Selalu itu yang kamu katakan!” sentakku sambil menepis kuat tangan Alan dari perutku lalu memutar tubuh menghadap padanya hingga kami bertatapan.

Alan tampak kaget atas reaksi yang kutunjukkan. Namun sedetik kemudian mengubah ekspresinya. Alan mengulurkan tangannya membelai pipiku.

Sekali lagi kusingkirkan tangannya. Kali ini aku tidak akan mempan dengan apapun bujuk rayunya. Aku lelah terus-terusan disuruh bersabar menghadapi ibunya yang selalu menyalahkanku padahal anak kesayangannya yang salah.

“Aku nggak sanggup nyembunyiin ini semua dari Mama kamu, Lan. Mending kita jujur mengenai keadaan yang sesungguhnya.”

“Jangan, Leya, Mama nggak boleh tahu. Aku nggak ingin Mama syok.”

“Kalau nggak mau Mama kamu syok makanya kita harus berobat, Lan!” ucapku gregetan.

“Kita kan sudah coba tapi hasilnya sia-sia kan?!” Alan ikut-ikutan menaikkan intonasi suaranya mendengarku emosi.

"Tapi kita nggak boleh menyerah. Masih ada seribu satu jalan yang bisa kita tempuh."

"Nggak, nggak, aku nggak mau buang-buang waktu. aku capek. Aku lelah. Kamu nggak akan ngerti perasaan aku. Semua ini nggak hanya buang-buang waktu tapi membuat aku sangat tertekan. Tolong mengertilah," suara Alan melunak meredakan perdebatan kami.

"Kenapa harus tertekan? Nggak akan ada orang yang menghina atau menertawakan kamu. Dokter pasti akan menjaga rahasia pasiennya baik-baik. Mereka itu punya kode etik, Lan."

"Sudahlah, Leya. Aku nggak mau kita bertengkar hanya karena membahas masalah ini. Jangan tambah lagi beban pikiranku. Sekarang mendingan kamu ke apartemen Fai, antar sarapan buat dia."

"Apa?" Aku mendelik heran mendengar ide yang dicetuskan suamiku ini. Aku memang sudah hafal kebiasaannya yang selalu suka mengalihkan topik setiap kali kami membicarakan hal penting. Tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau pengalihannya begitu konyol.

"Dia kan masih baru di sini, pastinya dia butuh waktu untuk beradaptasi. Lagian selama dia di sini kita harus kasih servis yang bagus biar dia betah," jawab Alan menyampaikan argumennya.

"Aku pikir servis kita untuk dia sudah sangat bagus, Lan. Kita sudah kasih dia apartemen sama mobil. Masa sampai perkara makanan kita juga yang urus," kataku tidak sepemikiran dengan Alan.

"Ayolah, Leya, jangan membantah. Lakukan saja apa salahnya." Alan terus memaksaku.

"Jadi aku harus kasih sarapan dia apa?"

"Apapun yang enak. Kamu pasti tahu tempat makanan enak di sini. Atau kalo kamu aja yang bikin juga nggak apa-apa."

"Aku mau bikin apa?"

"Apa aja. Nasi goreng, mie goreng atau apalah yang kamu bisa."

"Rempong banget," kataku tidak setuju.

"Kalo gitu beli aja ya. Nanti setelah sarapan kamu langsung ke sana. Hari ini kamu nggak usah ngantor dulu."

"Maksudnya apa aku nggak boleh ngantor?" Sehari-hari kegiatanku adalah ikut bantu-bantu Alan di kantornya. Kami mengelola usaha manajemen berdua.

"Bukannya nggak boleh, tapi khusus hari ini kamu temenin Fai aja dulu di studio. Ini kan hari pertamanya, aku rasa dia pasti masih canggung."

"Apaan sih, Lan, pake ditemenin segala?" kataku memprotes. Bukannya tidak suka, tapi kemarin aku sudah menemani Fai seharian. Apa masih belum cukup juga?"

Fai itu sudah dewasa. Nggak perlu diajari juga dia pasti tahu apa yang harus dilakukannya. Ada banyak kru di studio. Dia bisa bertanya atau meminta bantuan jika membutuhkan sesuatu. Jadi aku rasa sikap Alan terlalu berlebihan.

"Ayolah, Sayang, nggak usah banyak protes. Sekarang kita sarapan yuk." Alan mengajakku keluar dari kamar sebelum aku menjawab.

Muka masam mertuaku adalah hal yang kutemui saat kami tiba di ruang makan yang membuat selera makanku lenyap seketika.

“Lan, kamu sarapan aja duluan,” ucapku pada Alan.

“Kamu gimana?”

“Aku mau langsung ke apartemen Fai sekalian beliin dia sarapan.”

Alan memberi persetujuan. “Nanti kalo apartemennya berantakan kamu bantu beres-beres sekalian.”

Aku mendelik. Aku ini pembantunya Fai apa?

Tapi karena ingin cepat pergi aku menjawab, “Ya.”

Aku langsung ngacir. Biar jadi urusannya nanti untuk menjelaskan pada mamanya aku ke mana.

***

Related chapters

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Cataleya Yang Sexy

    FAITerbiasa ada Mama selama tinggal di Amerika membuatku sedikit kewalahan. Biasanya apa-apa Mama yang melayani. Mama menyediakan segala kebutuhanku hingga hal-hal paling kecil. Sedangkan aku tinggal terima beres.Pagi ini aku terbangun dengan perut keroncongan. Saat melangkahkan kaki ke ruang belakang di saat itulah aku menyadari jika tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada yang bisa kulahap untuk mengganjal perut yang kosong.Cataleya memang sudah menyiapkan semuanya. Tapi mungkin dia lupa menyediakan makanan untukku.Eh, tapi itu kan bukan termasuk kewajibannya. Tidak ada di dalam kontrak kerja kami bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas kelangsungan perutku.Aku kembali ke depan. Nanti saja sarapan di luar. Kalau tidak salah lihat di sekitar studio banyak penjual makanan. Aku akan mampir di sana atau di drive thru. Terserahlah. Yang penting bisa mengisi perut.Baru saja akan membelokkan kaki ke arah kamar, dentingan suara bel menahan langkahku. Aku berbelok untuk membuka pintu.

    Last Updated : 2025-01-22
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Bergenggaman Tangan

    Aku keluar dari kamar mandi sepuluh menit kemudian. Sengaja mandi kilat agar dia tidak terlalu lama menunggu. Walau aku tidak tahu dia ada tujuan apa ke studio atau hanya sekadar ingin menemaniku.Cataleya sedang duduk sendiri di sofa. Wajahnya tenggelam di layar gawai. Saking asyiknya dia tidak tahu kedatanganku."Leya ..." Aku memanggilnya.Cataleya mengangkat wajahnya menatapku lalu berdiri sambil menyampirkan tas di pundaknya.Kami keluar dari apartemen menuju basement tempat mobil diparkir.Aku pikir kami akan menggunakan kendaraan masing-masing. Tapi aku tidak melihat mobil Cataleya."Mobil kamu di mana?" tanyaku ingin tahu."Aku nggak bawa mobil, tadi pake taksi. Ke studio pake mobil kamu aja."Cataleya masuk ke mobilku setelah kubukakan pintu. Aku nggak punya clue apa-apa mengenai perempuan ini selain tahu bahwa dia adalah istri Alan."Kamu sudah lama nikah sama Alan?" tanyaku mengawali perjalanan."Sudah enam bulan," jawabnya."Lumayan baru ternyata, masih mesra-mesranya."Ca

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Permintaan Yang Absurd

    FAIIni adalah hari keempat belas aku berada di Indonesia. Sejauh ini pekerjaanku lancar. Aku betah di sini. Apalagi rekan-rekan satu team begitu solid. Selain itu ada Cataleya yang sering mengisi waktuku dan menemaniku ke mana-mana. Aku mulai terbiasa dengan kehadirannya. Walau aku sering tidak tahan saat berada bersamanya. Bukan apa-apa. Terlalu dekat dengannya membuatku takut tidak bisa mengendalikan diri. Nggak munafik, Cataleya sangat menarik. Dia begitu menggoda tanpa perlu menjadi penggoda. Aku jamin laki-laki normal manapun tidak akan kebal dari pesonanya.Pukul setengah tujuh malam aku mengakhiri sesi pemotretan model terakhir hari ini.Beberapa photo props terlihat tersebar di setiap sudut studio. Aku membiarkannya. Nanti tugas Tyo membereskannya.Aku akan langsung pulang setelah ini lalu tidur sampai besok. Sebetulnya Devanka mengajak jalan tapi kutolak karena tubuhku lebih butuh untuk diistirahatkan.Pintu studio terbuka sesaat setelah aku menyimpan kamera ke dalam tas. Al

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Galau

    Aku sudah cukup sering memotret banyak perempuan tanpa busana. Tanpa satu helai benang pun yang melekat pada tubuh mereka. Semua itu dilakukan demi tujuan komersial karena mereka berprofesi sebagai model. Namun, ketika permintaan serupa datang dari Alan, wajar kalau aku jadi berpikir panjang. Apa maksudnya memintaku memotret istrinya dalam keadaan tanpa busana?Aku menggaruk pelipis bingung. Sementara Alan menunggu jawabanku.“Gimana, Fai?” desaknya menuntut.“Boleh aku tahu apa alasannya?”“Alasan apa?” Alan membalas pertanyaan dengan pertanyaan.“Aku nggak ngerti kenapa kamu minta aku buat nge-shoot Leya tanpa busana?”Sempat terpikir olehku jangan-jangan Alan berpikiran untuk menjual foto-foto istrinya. Tapi kemudian pikiran itu terbantahkan dengan sendirinya. Tidak mungkin Alan yang kaya raya tega menjual istri sendiri.“No reason needed. Aku dan Leya melakukannya hanya untuk koleksi pribadi, nggak lebih. Jadi kamu nggak usah khawatir, aku nggak akan menjual foto-foto itu. Hanya o

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Permintaan Gila Suamiku

    CATALEYASuara pintu dibuka terdengar saat aku bersiap untuk tidur. Alan muncul dengan wajah lelah. Aku mengurungkan niat menarik selimut lalu duduk untuk menyambutnya."Tumben baru pulang jam segini?" tanyaku setelah melihat jam dinding."Sibuk banget hari ini makanya baru pulang." Alan menjawab sembari membuka satu per satu kancing kemejanya. "Kenapa belum tidur?" Alan balik bertanya."Rencana tadi mau tidur," jawabku.Alan menarik langkahnya mendekatiku lalu duduk di pinggir ranjang tepat di dekatku. Dia membawa wajahnya mendekati mukaku. Sejurus kemudian bibirnya menyentuh dahiku, mendaratkan sebuah kecupan singkat.Aku mengusap dada polosnya lalu menaikkan pandangan. Mata kami bertemu di titik yang sama. Alan pasti mengerti jika saat ini tatapanku begitu penuh damba.Lalu dengan perlahan tanganku turun mencari sesuatu. Begitu menemukannya, aku meremas dari balik celana. Tapi tidak ada reaksi apa-apa. Dia bergeming meski aku membangunnya.Aku belum putus asa. Tanganku menyelinap m

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Come On

    FAI Sudah dua hari aku tidak bertemu dengan Cataleya. Aku tidak tahu dia di mana dan kenapa tidak muncul di studio. Aku tidak ingin terlalu memikirkannya. Mungkin dia sibuk.Dua hari ini aku juga disibukkan dengan rutinitas harianku. Sama seperti Cataleya, Alan juga tidak menghubungi. Mungkin dia berubah pikiran lalu membatalkan rencana photoshoot istrinya.Sambil bersiul aku membawa langkah setelah keluar dari lift yang membawaku tepat ke lantai dua puluh. Malam ini rencananya aku akan VC-an sama Mama yang katanya sudah kangen berat padaku.Tiba-tiba sesuatu membuat langkah dan siulanku terhenti. Seseorang sedang berdiri tepat di depan pintu unit apartemenku. Seorang wanita lebih tepatnya.Cataleya!Dia benar-benar datang, padahal aku pikir suaminya membatalkan rencana tersebut secara sepihak.Menggunakan little black dress, Cataleya terlihat begitu anggun. Penampilannya menghipnotisku sehingga aku tidak mampu bergerak kemana-mana. Seluruh atensiku tersedot hanya untuk memerhatikanny

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Tanpa Sehelai Benang Pun

    Cataleya membingkai senyum lalu mulai bergerak melepaskan gaun hitam yang membungkus tubuhnya. Dengan sekali tarikan pelan gaun tersebut menumpuk di kakinya.Aku masih mampu bertahan saat melihat Cataleya tampil hanya menggunakan bra dan celana dalam yang juga berwarna hitam.Lalu dengan perlahan tangan lembut nan gemulai itu kembali bergerak. Cataleya menggerakkannya ke belakang punggung untuk membuka kait bra. Tapi dia tidak berhasil karena sesaat kemudian meminta bantuanku."Fai, bantuin dong, tolong bukain, kayaknya ada yang nyangkut."Cataleya melangkah menghampiriku lalu memutar tubuhnya membelakangiku.Awalnya ragu, tapi kemudian aku melakukannya. Aku mengumpulkan rambut panjang Cataleya menjadi satu lalu menyampirkan ke depan dadanya. Setelahnya aku mulai melepas pengait bra hingga bagian kiri dan kanan saling terpisah."Done, Leya.""Thanks, Fai," jawabnya pelan sembari menyingkirkan sepotong bra yang tadi membalut dadanya.Tanpa kuduga Cataleya memutar tubuhnya menghadap p

    Last Updated : 2025-01-30
  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Bercinta

    FAI“Aku numpang ke kamar mandi ya?” ucapnya meminta izin.“Silakan, Leya,” jawabku lalu beranjak dari sisi pintu agar Cataleya bisa lewat.Aku membereskan kamera yang Cataleya letakkan di tempat tidur. Aku harap setelah ini dia segera pergi agar aku juga bisa beristirahat dan menenangkan diri. Keberadaannya di sekitarku adalah bahaya besar. Aku khawatir tidak mampu mengendalikan diri lalu melanggar aturan yang telah kubuat untuk diri sendiri.Sambil menunggunya keluar dari kamar mandi, aku memijit-mijit pundak yang terasa pegal. Tidak hanya karena lelah, namun juga karena posisi tidur yang salah.“Fai …” Suara lembut itu terdengar bersamaan dengan sentuhan yang sama lembutnya di bahuku. Telapak tangannya menempel di punggung tanganku.Aku menoleh dan mendapati Cataleya di dekatku.“Capek ya?” tanyanya.“Cuma pegal dikit,” jawabku sembari menyingkirkan tangan dari bahu yang otomatis membuat tangan Cataleya juga terangkat.“Aku pijitin ya?”“Nggak, nggak usah.” Aku buru-buru berdiri. “

    Last Updated : 2025-01-31

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Perasaan Yang Berbalas

    FAI“Kenapa lo baru bilang sekarang? Kenapa setelah berbulan-bulan lo baru ngasih tau ke gue, Dev?”Kalimat bernada penyesalan itu meluncur dari mulutku setelah Devanka menceritakan dengan detail dari A sampai Z mengenai Cataleya tanpa ada yang terlewatkan. Cerita-cerita itu membuatku ingin membenturkan kepala ke dinding. Terlebih ketika membayangkan perasaannya saat datang ke rumahku dan mendapati aku bersama wanita lain yang kuakui sebagai kekasih.“Bukannya gue nggak mau cerita, tapi Leya ngelarang gue. Dia mohon-mohon biar gue jaga rahasia ini dengan baik,” jawab Devanka membela diri.“Lo kan bisa aja bilang iya ke dia tapi lo spill ke gue,” ucapku gemas. Devanka begitu patuh pada Cataleya sampai-sampai melupakan aku, sahabatnya sendiri yang jelas-jelas lebih membutuhkan informasi itu.“Gimana gue mau jujur ke lo, Fai. Gue nggak mau ngerusak momen indah lo dengan Rasti. Apalagi Leya juga ngelarang gue. Waktu dia baru pulang dari DC da

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Mengungkap Kebenaran

    FAIDevanka dan Karen sudah menunggu saat kami tiba di Los Angeles International Airport. Aku mengenalkan kekasihku pada keduanya.Devanka hampir tak berkedip menatap Rasti sampai aku terpaksa menginjak kakinya."Gitu banget ngeliatnya. Cewek gue woi!"Rasti tertawa sedangkan Devanka tersenyum canggung lalu memandang ke arah Karen. Karen menatapnya horor. Aku yakin nanti Devanka akan disidang. Membayangkannya aku tertawa geli di dalam hati.Dari bandara kami menuju hotel. Devanka sudah memesan dua buah kamar untuk kami.Setibanya di kamar aku dan Rasti langsung beristirahat. Lima jam di peswat lumayan melelahkan.Sambil menonton televisi aku dan Rasti berbaring berdua. Rasti berbaring di atas lenganku sementara tangan dan kakinya melingkari tubuhku.Rasti mulai lagi dengan kelakuannya di pesawat tadi mengendus-endus leherku. Tidak hanya mengendus, lidahnya juga menjilat daun telingaku. Lalu dengan nakal tangannya membelai keperkasaanku. Meski dilakukan dari balik celana namun tak urun

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Rencana Yang Tidak Akan Pernah Terwujud

    FAIAku sedang memasukkan pakaian yang terdiri dari beberapa helai baju dan celana ke dalam tas. Dan tentu saja aku juga membawa kamera.Devanka mengabari hari ini dia akan tiba di LA setelah penerbangan panjang dari Indonesia. Devanka meminta beretemu denganku seperti kebiasaan kami selama ini.Bedanya, kali ini kami akan double date. Devanka with his long time girlfriend sedangkan aku dengan Rasti.Pintu kamar terbuka saat aku sedang berkemas-kemas. Mama masuk lalu melangkah mendekatiku.“Fai, kamu jadi berangkat?” Mama bertanya setelah duduk di pinggir tempat tidur. Sepasang matanya tidak lepas mengawasi setiap pergerakanku.“Jadi dong, Ma. Devanka udah nyampe di LA pagi tadi,” jawabku.“Sama Rasti?”“Iya, Ma.”Mama dan Papa sudah tahu aku berpacaran dengan Rasti. Mereka setuju atas hubungan kami. Apalagi Mama Papa dan keluarga Rasti sudah saling mengenal satu sama lain. Malah saat berkumpul bersama mereka berangan-angan jika suatu hari nanti aku dan Rasti akan berjodoh dan menikah

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Terkekang

    CATALEYAUcapan Devanka membuatku termangu. Setelah sekian lama tidak bertemu sekalinya berjumpa dia malah menawarkan hal yang mustahil untuk aku lakukan."Aku nggak main-main, Leya. Aku mengajak kamu pergi kalau kamu mau." Devanka menatapku sungguh-sungguh.Aku percaya kalau dia memang tidak main-main. Sayangnya aku tentu saja tidak bisa ikut dengannya."Jangan gila, Dev. Jangan bicara hal yang nggak mungkin aku lakukan," ucapku menjawab perkataannya. Memang untuk apa aku ikut dengan lelaki ini?"Oh, okay kalau menurutmu nggak mungkin ikut denganku. Tapi kalau sekadar berkirim pesan menurutku bukan hal yang mustahil."Hati-hati di jalan."Devanka tersenyum mendengar kata-kataku. "Bukan pesan untuk aku, Leya, tapi untuk Fai. Jangan pura-pura nggak ngerti.""Kita sudah selesai membahas ini sejak lama, Dev," jawabku malas.Aku melihat gerakan Devanka menghela napas sedangkan matanya menyebar ke sekeliling, entah mencari apa."Kamu sendiri?" tanyanya kemudian.Aku menggelengkan kepala. T

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Aku Bersedia Tidur Dengan Laki-laki Lain

    CATALEYAAku buru-buru mengembalikan foto Papa ke dalam dompet saat mendengar pintu kamar dibuka.Alan muncul dari luar dan bertanya padaku, "Sudah siap, Sayang?"Aku memberi jawaban anggukan kepala. Hari ini kami berencana mengunjungi dokter kandungan.Setelah pertengkaran dengan Devanka, aku mencoba berdamai dengan keadaan. Menerima kenyataan bahwa mungkin takdir hidupku adalah bersama Alan, bukan Fai."Ayo, Sayang!" Alan mengulurkan tangan untuk membantuku bangun dari duduk.Aku tidak suka panggilan lebay itu. Berjuta kali Alan bilang sayang tidak akan berefek apa-apa padaku. Berbeda dengan Fai. Dia tidak pernah menyebutku sayang, tapi damage-nya sampai ke tulang.Aku bangkit dari tempatku merenung sejak tadi lalu saat melalui kaca melirik sekilas untuk mencari tahu bentuk tubuhku. Perutku sudah cukup besar tapi karena aku juga menggunakan gaun-gaun longgar ukurannya jadi tidak terlalu kentara."Udah bisa dilihat jenis kelaminnya kan ya bulan ini?" tanya Alan begitu kami berada d

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Khas Kaum Hawa

    CATALEYAIngatan tentang Devanka dan kata-kata terakhirnya melekat di benakku bahkan hingga berbulan-bulan lamanya.“Kamu mikir nggak sih kalau Fai juga memiliki perasaan yang sama dengan kamu? Both of you love each other. He has a type, Cataleya. Dia nggak mungkin nyari cewek yang mirip sama kamu kalau nggak punya perasaan apa-apa.”Aku tidak tahu apa itu benar atau hanya sekadar kebetulan. Atau mungkin kata-kata Devanka yang hanya ingin menghiburku.Apa pun itu, semua sudah terlambat. Fai sudah memilih. Dia sudah menjatuhkan pilihannya. Dan mirisnya perempuan pilihannya adalah orang yang berpotensi besar sebagai saudara tiriku. Jika benar Fai mencintaiku seharusnya dia mengungkapkan padaku. Bukannya mencari perempuan lain yang mirip denganku.Ah, sudahlah. Sudah sangat terlambat untuk menyesalinya.Mengeluarkan dompet, aku membuka lagi pas foto usang itu. Pria yang pernah menjadi suami mendiang Mama, yang katanya adalah ayahku.Foto yang kulihat berwarna hitam putih dan sudah sanga

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Mission Failed

    CATALEYAAku tiba hari Rabu waktu Indonesia yang artinya telat satu hari dari yang kurencanakan. Devanka meneleponku dan bertanya apa aku sudah tiba. Aku memintanya datang menjemput ke bandara.Dan di sinilah aku sekarang. Duduk berdua dengannya di salah satu tempat makan yang ada di sana.“Kok lesu? Surprise-nya gagal?”Aku mengembuskan napas berat mendengar tebakan Devanka yang sepenuhnya benar. Bukan aku yang memberi Fai kejutan tapi malah diriku yang mendapat kejutan.“Jadi beneran mission failed?” ujar Devanka lagi menyaksikanku membisu tidak memberi respon apa-apa.“Dev, Fai udah punya pacar di sana.” Aku memberitahu dengan suara dan tubuh yang sama lunglainya.Devanka menyipit menatapku. “Gimana?”“Your best friend has a girlfriend. Kedatanganku ke sana hanya sia-sia,” ucapku makin lemah.“Fai punya pacar? Masa sih? Kamu salah lihat kali. Dia memang dekat dengan banyak cewek. Atau mungkin yang kamu kira pacarnya adalah salah satu modelnya,” sanggah Devanka tidak percaya.“Aku n

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Yang Di Hati Cuma Satu

    FAIRasti tidak berkata apapun dalam perjalanan pulang setelah dari airport. Dia duduk membeku di sebelahku dengan tangan terlipat di depan dada. Padahal biasanya Rasti adalah orang paling ceria yang pernah kukenal. Dia seperti tidak pernah kehabisan topik pembicaraan untuk dibahas.Serupa dengannya, aku juga memilih untuk menutup mulutku lalu memusatkan konsentrasi menyetir.Mobil yang kukendarai baru menghabiskan setengah perjalanan ketika pada akhirnya Rasti berbicara.“Fai …”Aku menggerakkan kepala memandang padanya.“Cataleya itu sebenarnya siapa?”“Maksud kamu gimana, Ras?”Aku tidak mengerti apa maksud dan tujuan Rasti menanyakannya. Bukankah aku dan dia sudah sama-sama tahu siapa Cataleya? Bahkan Rasti berinteraksi cukup intens dengan Cataleya.Rasti mengembuskan napasnya. Matanya menyorotku dengan tajam.“Kamu bilang dia istri dari pemilik agensi yang bekerjasama dengan kamu, tapi kenapa kalian bisa sedekat itu?”“Dekat gimana?”“Kamu menyuruh dia tidur di kamarmu, Fai, seda

  • Terjerat Cinta Sang Fotografer   Pelukan Terakhir

    CATALEYASiang ini Rasti merealisasikan keinginannya. Dia mengajakku ke rumah orang tuanya. Kami pergi bertiga.Sepanjang perjalanan Rasti bercerita banyak mengenai hidupnya. Tentang orang tuanya, tentang pekerjaannya dan kegiatannya sehari-hari. Dia gadis yang sangat beruntung. Selain memiliki orang tua yang masih lengkap, harta benda yang berlimpah, pewaris tunggal perusahaan dan seluruh aset orang tuanya, dia juga memiliki lelaki yang mencintainya."Welcome to my house, Cataleya.”Mataku berpendar menatap rumah megah dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar membingkainya. Berbeda dengan rumah Fai yang bernuansa vintage, rumah Rasti bernuansa Amerika modern.Kami lalu turun dari mobil. Aku rasa Rasti sudah memberitahu perihal kedatangan kami pada keluarganya. Seorang perempuan yang kurasa seumuran dengan mertuaku menyambut kami."Mommy, ini Cataleya. Dia adalah partner kerja Fai waktu di Indonesia. Leya, ini ibu aku." Rasti mengenalkan kami berdua.Mamanya Rasti yang belakangan k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status