Bintang terlihat gelagapan dan kebingungan, bahkan dia sampai mengedarkan pandangan ke arah lain untuk menghindari tatapan Orion.“Kak, jawab. Aku belum memberitahukan hal itu ke Mami dan Papi, jika Kak Bin tidak jujur, maka aku akan mengatakannya ke mereka,” ancam Orion karena Bintang tidak kunjung menjawab.Bintang menggigit bibir bawahnya karena ketahuan berbohong, lantas menatap sang adik yang sedang menunggu jawabannya.“Baiklah, kamu benar. Semalam aku tidak di tempat Anta,” ucap Bintang akhirnya jujur.Orion diam dan menunggu kalimat penjelasan selanjutnya dari sang kakak.“Kemarin aku hampir dirampok, Langit datang dan menolongku, tapi dia terluka. Semalam aku menemaninya,” ucap Bintang lagi menjelaskan.“Hmm … apa hanya karena dia terluka, makanya Kak Bin tidak pulang? Bukankah kalian masih saling diam?” tanya Orion karena tahu bagaimana hubungan Bintang dan Langit.Bintang menatap Orion dengan ekspresi wajah takut, hingga kemudian menghela napas kasar. Dia pun menjelaskan ka
Langit membawa Bintang ke sebuah restoran berbintang lima. Bintang pun merasa heran karena tidak biasanya mereka makan di tempat mewah seperti ini hanya untuk makan siang.“Kenapa ke restoran?” tanya Bintang keheranan.“Ingin saja,” jawab Langit dengan senyum manis di wajah.Langit mengajak Bintang turun, bahkan langsung menggandeng tangan gadis itu dan mengajak berjalan masuk ke ruangan khusus yang sudah dipesan.Bintang benar-benar merasa aneh, hingga bertanya-tanya apakah hari ini hari spesial. Dia terus mengingat karena takut mengecewakan, tapi merasa jika tidak ada yang istimewa hari ini.Mereka sampai di depan salah satu pintu ruangan yang terdapat di ruangan itu, hingga Langit berhenti melangkah dan membuat Bintang juga ikut berhenti. Pria itu menoleh dan memandang Bintang yang terlihat kebingungan.“Maaf tidak memberitahumu terlebih dahulu, aku takut kamu gugup,” ucap Langit.“Apa?” Bintang terkejut mendengar ucapan Langit, menoleh dan melihat kekasihnya itu sudah mengulas sen
"Bintang?"Seseorang melihat Bintang keluar dari restoran bersama Joya dan yang lainnya, terus menatap sampai Bintang masuk ke mobil Langit.**“Kenapa kamu buru-buru pulang?” tanya Langit saat bersama Bintang.Sore itu Langit menemui Bintang seperti biasa, tidak ada hari tanpa melihat gadis itu, meski saat siang hari mereka pun baru saja bertemu dan makan siang bersama. Mereka kini ada di taman, duduk menikmati senja seperti biasa.“Mami tanya, kenapa aku akhir-akhir ini sering sekali pulang terlambat. Jadi, aku janji kalau hari ini akan pulang lebih awal, makanya ga bisa nemenin kamu jalan,” jawab Bintang lantas menengok ke arloji dan melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore.“Apa kamu tidak mau jujur ke orangtuamu tentang hubungan kita?” tanya Langit.Langit beberapa kali ingin menjemput Bintang di rumah, tapi gadis itu menolak dan berkata jika belum siap kalau Langit main ke rumah.Bintang sendiri masih cemas, orangtuanya selama ini sangat menjaga dirinya karena pe
Arlan langsung menyandarkan punggung dengan kasar, ternyata tebakannya benar.“Sudah berapa lama?” tanya Arlan kemudian sambil memandang Bintang yang tertunduk.“Tiga minggu,” jawab Bintang sambil memperlihatkan tiga jarinya ke hadapan Arlan, tapi dia masih menundukkan kepala.“Tiga minggu? Tapi kamu tidak mengatakan apa pun ke kami, dan memilih berbohong?” tanya Arlan lagi dengan nada penuh penegasan. Dia tidak suka mengetahui putrinya berbohong, terlebih tentang seseorang yang sedang dekat dengan putrinya.“Aku hanya belum siap, Pi. Takut kalau Papi dan Mami tidak ngizinin,” jawab Bintang tidak berani menatap ayahnya.“Apa kami semenakutkan itu, sampai kamu takut ke kami?” tanya Annetha kembali angkat bicara.Mereka memang membebaskan Bintang bergaul, meski sering panik dan mencemaskan gadis itu. Namun, kebohongan malah membuat keduanya marah, sebab takut jika terjadi sesuatu dengan Bintang, tapi mereka tidak tahu penyebabnya. “Maaf, Mi.” Bintang merasa bersalah karena berbohong.“
Terkadang rasa takut menutup jalan menuju kebahagiaan. Menghabiskan banyak waktu untuk sebuah penyesalan, melayukan benih dan membuatnya bersemayam. Andai, jika saja kata ‘Andai’ bisa berlaku, maka ingin rasanya menebus ketakutan itu dengan sebuah keberanian, agar tidak ada penyesalan setelah delapan tahun lamanya. Andai, sejak awal keberanian itu mampu mengalahkan rasa takut, mungkin kebersamaan itu bisa dijalin tanpa sebuah kebencian yang mengawali.Langit berbaring sambil menggunakan paha sang mimi untuk dijadikan bantal. Malam itu dia sengaja menginap di rumah orangtuanya karena rindu dan sedang bahagia.“Apa kamu benar-benar serius dengannya lagi, El? Mimi tahu kamu dulu sangat mencintainya sampai gila saat berpisah dengannya. Tapi sekarang, apa kamu yakin jika perasaanmu dan keinginanmu, bukanlah semata-mata karena kamu ingin balas dendam kepadanya? Mimi ga mau itu, El.” Joya bicara sambil mengusap lembut rambut El, bahkan sesekali menyisir lembut rambut putranya.Langit memeja
Perasaan itu sudah tidak terbendung lagi, mengabaikan masa lalu yang buruk, demi kebahagiaan yang sudah menanti. Bintang memang tidak pernah bisa lepas dari langit, kini kembali dipersatukan, setelah penghalang di antara mereka menghilang.Bintang terlihat begitu cantik dengan dress berwarna peach dan motif bunga sakura di bagian bawahnya. Dia membiarkan rambutnya tergerai, wajahnya dipoles make up tipis, sehingga tidak menghilangkan kealamian wajah cantiknya.Langit baru saja sampai di rumah Bintang. Di sana langsung disambut Bintang di depan rumah, gadis itu begitu cantik hingga membuat Langit semakin terpesona. Bintang yang biasa berpakaian formal, kini mengenakan gaun yang membuat gadis itu terlihat begitu berbeda. Dia menatap Langit tanpa berkedip, membuat Bintang keheranan dibuatnya.“El.” Bintang melambaikan tangan di depan wajah Langit. Ditatapnya wajah tampan sang kekasih, yang terlihat berwibawa meski tanpa pakaian formal.Langit tersadar dari lamunan, memandang Bintang yang
Bintang duduk dengan tidak tenang. Terlihat jelas kecemasan di raut wajahnya. Bintang tiba-tiba berdiri, membuat Annetha dan Orion terkejut.“Mau apa kamu?” tanya Annetha.“Mau memastikan, kalau Papi tidak bicara yang aneh-aneh ke Langit.”Bintang beranjak dari ruang makan setelah menjawab pertanyan Annetha, lantas pergi ke ruang kerja untuk menguping pembicaraan Arlan dan Langit.Annetha cemas jika malam itu berubah kacau jika Bintang menelinga pembicaraan antara Arlan dan Langit. Dia pun ikut menyusul Bintang, membuat Orion sampai geleng-geleng kepala karena tingkah ibu dan kakaknya.“Bin, Bintang.” Annetha memanggil tapi dengan suara lirih agar tidak berisik.Bintang mengabaikan panggilan dari sang mami, terus melangkah ke ruang kerja Arlan yang tertutup. Begitu sampai di sana, Bintang menempelkan telinga di daun pintu dan berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan di dalam.Annetha malah meringis sendiri, kenapa putrinya itu susah sekali diberitahu. Kalau ketahuan menguping pastin
Anta sangat terkejut mendengar pertanyaan Laras, hingga menatap gadis itu dengan dahi yang berkerut halus.Laras malah tersenyum melihat ekspresi terkejut di wajah Anta, mengisyaratkan kalau dia memang serius ingin mengajak pria itu bicara.Keduanya akhirnya duduk bersama di salah satu sofa yang terdapat di sudut ruangan kafe itu.“Apa yang ingin kamu bicarakan? Aku tidak banyak waktu,” ucap Anta sambil melipat kedua tangan di depan dada, bahkan dia memalingkan wajah karena enggan bicara dengan Laras.“Aku ingin minta maaf,” ucap Laras sambil menatap Anta.Anta lagi-lagi dibuat terkejut dan kini menatap Laras.“Memangnya kamu salah apa sampai minta maaf?” Anta menanggapi ucapan Laras dengan ketus.Laras menghela napas kasar, hingga terlihat senyum getir di wajah.“Aku tahu selama ini sudah salah, sehingga menjauhkanku dari teman-teman yang sangat baik. Mungkin aku begitu egois, hanya memikirkan perasaanku, tanpa memikirkan perasaan orang lain. Beberapa waktu ini, setelah mendengar cer