Anta sangat terkejut mendengar pertanyaan Laras, hingga menatap gadis itu dengan dahi yang berkerut halus.Laras malah tersenyum melihat ekspresi terkejut di wajah Anta, mengisyaratkan kalau dia memang serius ingin mengajak pria itu bicara.Keduanya akhirnya duduk bersama di salah satu sofa yang terdapat di sudut ruangan kafe itu.“Apa yang ingin kamu bicarakan? Aku tidak banyak waktu,” ucap Anta sambil melipat kedua tangan di depan dada, bahkan dia memalingkan wajah karena enggan bicara dengan Laras.“Aku ingin minta maaf,” ucap Laras sambil menatap Anta.Anta lagi-lagi dibuat terkejut dan kini menatap Laras.“Memangnya kamu salah apa sampai minta maaf?” Anta menanggapi ucapan Laras dengan ketus.Laras menghela napas kasar, hingga terlihat senyum getir di wajah.“Aku tahu selama ini sudah salah, sehingga menjauhkanku dari teman-teman yang sangat baik. Mungkin aku begitu egois, hanya memikirkan perasaanku, tanpa memikirkan perasaan orang lain. Beberapa waktu ini, setelah mendengar cer
Laras sedang menunggu resepsionis menghubungi Bintang. Kini dia berdiri di depan meja resepsionis sambil menatap petugas di sana menghubungi Bintang.“Bagaimana?” tanya Laras ketika resepsionis kembali datang dan tersenyum kepadanya.“Bu Bintang akan segera turun menemui Anda. Anda bisa menunggu di ruangan sebelah sana.” Resepsionis menunjuk ke ruang tunggu dengan sopan.Laras menoleh ke ruang tunggu, lantas mengucapkan terima kasih dan berjalan menuju ke ruangan itu.Bintang keluar dari ruangannya dengan perasaan cemas, takut, juga penasaran. Delapan tahun lalu mereka sama-sama berpikiran labil dan saling mementingkan ego, apakah mungkin kejadian delapan tahun lalu akan terulang lagi, mengingat Laras dekat dengan Langit terlebih dahulu ketimbang dirinya.Namun, Bintang pun mencoba menepis pikiran itu. Meski Laras akan kembali bersikap egois, dia akan menghadapinya dan tidak akan lari seperti delapan tahun lalu.Begitu keluar dari lift, Bintang pun berjalan menuju ke bagian resepsioni
Langit memarkirkan mobil tepat di halaman kafe milik Anta. Dia lantas buru-buru keluar dan berjalan memutar mobil, sebelum kemudian membuka pintu sebelah samping kemudi sebelum terbuka, agar Bintang bisa turun.Bintang terkejut melihat apa yang dilakukan Langit, pria itu sungguh perhatian hingga mau turun dari mobil pun Langit yang membukakan untuknya.“Terima kasih,” ucap Bintang sambil melangkahkan kaki keluar dari mobil.“Terima kasih kembali.” Langit dengan sigap meraih tangan Bintang agar berpegangan padanya, membuat Bintang tertawa kecil karena tingkah Langit yang seolah sedang datang ke sebuah pesta, hingga menyambutnya dengan tindakan formal.“Ayo.” Langit menautkan jemari mereka, begitu Bintang sudah turun.Bintang mengangguk dan membiarkan Langit menggandeng tangannya, keduanya berjalan masuk kafe dan melihat Anta yang sedang membantu membersihkan meja. Sungguh kakak sepupu Bintang itu memang seorang bos yang sangat baik karena mau membantu pekerjaan anak buahnya.Anta menol
Pintu mobil terbuka, Laras pun bersiap turun setelah Anta mengantarnya sampai di depan rumah kontrakannya.“Terima kasih karena sudah mengantarku,” ucap Laras sambil menatap Anta, sebelum kemudian melangkahkan kaki turun dari mobil.Sikap Anta masih terasa begitu dingin, sehingga membuat Laras tidak berani bicara banyak hal karena takut menyinggung pria itu. Anta mau peduli saja sudah sangat membuat Laras sangat bersyukur, sehingga dia pun tidak menuntut banyak.Anta mencengkram stir kemudi, ketika Laras berpamitan rasanya masih memiliki gengsi untuk bersikap hangat ke gadis itu. Namun, Anta tidak memungkiri jika sebenarnya dia masih menaruh rasa ke gadis itu, hanya saja rasa kesal karena sikap Laras yang egois membuatnya memilih diam.Namun, bukankah sekarang Laras sudah berubah, bahkan sudah mengakui semua kesalahannya. Lantas, kenapa Anta masih belum bisa memaafkan. Benarkah sikap dinginnya hanya karena Laras membenci Bintang, ataukah sebenarnya dia kecewa karena Laras lebih tertar
“Kenapa kamu mengajakku ke sini, hm?”Bintang tidak percaya Langit malah mengajak ke apartemen. Dia kini menatap Langit yang baru saja selesai memarkirkan mobil mereka. Langit mengulum senyum, melirik Bintang kemudian melepas seat belt.“Tidak apa-apa sekali-kali. Lagi pula, tidak akan ada yang melarang kalau kamu ke tempatku, bukan?” Langit sedikit mencondongkan tubuh ke arah Bintang ketika bicara, sebelum kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil.Bintang hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Langit, lantas ikut keluar karena tahu jika tidak mungkin baginya untuk menolak ajakan pria itu.Langit mengulurkan tangan, kemudian menggandeng tangan Bintang dan mengajak kekasihnya itu berjalan menuju lift. Hubungan mereka semakin harmonis setiap harinya, seolah tidak ada lagi masalah yang menghampiri, setelah keduanya jujur akan perasaan masing-masing.Langit membuka lebar pintu apartemennya, kemudian mempersilakan Bintang masuk sebelum kembali menutup pintu. Dia pun menyusul B
“El, jujur saja. Bukankah malam itu Cheryl menginap di tempatmu. Kalian melakukannya? Cheryl hamil sekarang, apa itu anakmu?”Pertanyaan itu terlontar dari mulut Lusy—ibu kandung Cheryl, yang tentu saja membuat Langit dan orangtuanya sangat terkejut karena pertanyaan itu. Dia dan kedua orangtuanya diminta datang karena Cheryl hamil, tapi tidak mengerti kenapa dia yang dituduh menghamili.“Ada apa ini, Lusy?” tanya Joya yang benar-benar syok dengan tuduhan yang dilayangkan sahabatnya ke sang putra. Dia tahu jika Langit memang bersikap buruk sebelumnya sebab tidur dengan banyak wanita, tapi Joya yakin jika Langit tidak mungkin meniduri kakak angkatnya sendiri.Langit benar-benar syok, hingga ditatapnya Cheryl yang juga kebingungan karena tuduhan sang mommy ke adik angkatnya itu. Langit ingat hari di mana Cheryl memintanya berbohong jika sudah menginap di tempat Langit, mungkinkah kecurigaannya benar jika malam itu memang terjadi sesuatu dengan Cheryl.“Mom, bukan Langit. Aku mohon janga
Langit terdiam di dalam mobilnya. Dia menyandarkan kepala dengan sedikit menengadah menatap langit kabin mobil. Kedua tangan mencengkram erat stir kemudi, dia memikirkan tentang keputusan yang diambil setelah bicara dengan Cheryl dan orangtua mereka.Terdengar suara ketukan kaca jendela mobil, hal itu tentu saja membuat Langit tersadar dari lamunan dan menatap keluar, di mana ternyata Bintang sudah ada di luar dan tersenyum ke arahnya.Langit memang mendatangi perusahaan Bintang untuk menjemput gadis itu seperti biasanya. Dia pun berusaha tersenyum, sebelum kemudian membuka pintu untuk kekasihnya itu.“Sudah lama?” tanya Bintang begitu sudah masuk dan kini sedang memakai seat belt.“Belum,” jawab Langit dengan senyum yang dipaksakan. Melihat senyum Bintang membuat rasa bersalah merayap di dada.Bintang memperhatikan Langit yang mulai memacu mobil, dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah kekasihnya itu. Bintang terus memperhatikan Langit yang tiba-tiba menjadi pendiam,
“Maaf, Bin. Aku benar-benar tidak ingin menyakitimu,” ucap Langit begitu menyesal. Dia masih memeluk Bintang dan hampir saja penyakit Bintang kambuh kalau Langit tidak buru-buru meminta sang kekasih untuk meminum obatnya.Bintang masih syok. Dia diam memejamkan mata sambil menyandarkan kepala di dada Langit, rasanya semua yang terjadi seperti sebuah mimpi. Dia berharap ketika membuka mata, semua yang baru saja dirasakan tidak pernah terjadi. Namun, semua hanya keinginan Bintang semata, pada kenyataannya itu bukan mimpi, itu sebuah kenyataannya yang seperti mimpi buruk baginya.Bintang menarik napas panjang dan menghela perlahan, setelah rasa sesak begitu menekan dadanya. Wanita mana yang bisa melihat kekasihnya menikahi wanita lain, meski tujuannya untuk membantu dan menyelamatkan nama baik, tapi tetap saja itu terasa begitu menyakitkan.“Hanya sampai bayi Cheryl lahir, Bin. Setelah itu aku akan menceraikannya dan melamarmu,” ucap Langit lagi karena sejak tadi Bintang hanya diam.Sang