Langit dan yang lain hari itu menunggu cemas di depan ruang operasi. Hari ini Bintang menjalani operasi cesar sesuai dengan yang dijadwalkan dokter, setelah melakukan beberapa tes dan memastikan kondisi Bintang siap untuk melahirkan. “Duduklah, El. Operasinya pasti berjalan lancar,” kata Joya yang pusing melihat putranya mondar-mandir tidak jelas sejak tadi. Annetha, Arlan, Kenzo, juga Sashi juga menatap Langit yang tidak bisa tenang. “Mana bisa tenang, Mi.” Langit sangat mengkhawatirkan kondisi Bintang. Meski Bintang dalam kondisi sehat, tapi tetap saja Langit cemas. Joya membuang napas kasar, berdiri lantas menarik tangan Langit dan mengajaknya duduk bersaam. “Yang perlu kita lakukan sekarang itu doa, El. Bukan mondar-mandir yang bikin pusing!” sembur Joya sambil menahan Langit agar tidak mondar-mandir lagi. Langit menatap Joya sendu, kecemasan terlihat jelas dari tatapan mata pria itu. “Kita banyak doa saja, El. Semoga semuanya lancar. Kamu dengar sendiri kata dokter, selama
“Hanya itu? Hanya karena itu kamu meminta putus? Hanya karena kamu bosan denganku? Lelucon macam apa itu, hah!” “Ya, aku bosan. Lagi pula sejak awal, bukankah kamu tahu jika hanya menjadi pelampiasanku saja? Ayolah, jangan terlalu munafik. Kita masih muda, bahkan cinta yang kita rasakan hanyalah cinta monyet saja. Bahkan kita tidak tahu apakah kita akan terus bertahan. Cinta kita hanya sebuah kenakalan dan emosi sesaat. Tidak ada cinta yang tulus di antara kita.”‘Setiap kata yang terucap, bagai belati yang menyayat hati. Aku mencintaimu setulus hati, tapi kamu hanya menganggapnya sebagai kenakalan dan emosi sesaat. Bintang, apa yang terjadi kepadaku sekarang, aku akan menyalahkanmu di masa depan. Jika kelak kita bertemu lagi, maka kamu harus membayarnya. Berdoalah kita tidak akan pernah bertemu lagi.’**Suara desahan menggema di ruangan berukuran besar itu, tidak ada penyekat dinding, antara ranjang, dapur, hingga ruang tamu menjadi satu meski ada jarak yang memisah. Hanya kamar ma
“Aku akan menghubungimu nanti,” ucap Langit ke wanita yang baru saja menemaninya tidur.“Oke, El. Aku tunggu kabar darimu,” balas wanita berkebangsaan Prancis itu. Dia bahkan memberikan kiss bye ke Langit, padahal ada orang lain di sana.Joya—Ibu Langit, menatap putranya dengan dada yang bergemuruh. Bisa-bisanya putra yang sangat dibanggakan, malah tidur dengan sembarang wanita. Kedatangannya ke Prancis untuk menjenguk sang putra yang sudah bertahun-tahun tidak pulang ke Indonesia, membuat Joya begitu syok karena melihat putranya tidur dengan wanita yang bukan istrinya.Stevani berjalan melewati Joya dan melempar seulas senyum, tapi langsung dibalas dengan tatapan sengit oleh wanita yang hampir menginjak umur enam puluh tahunan itu.Langit dengan santai turun dari ranjang, mengambil kimono tidur berbahan satin dan mengenakan, sambil berjalan ke arah sang mimi yang sangat disayanginya.“Kenapa Mimi tidak menghubungiku dulu kalau mau datang? Jika Mimi menghubungi, aku tentunya bisa menj
‘Saat kulangkahkan kaki keluar dari tempat yang selalu membuatku nyaman. Aku enggan mendongakkan kepalaku, tak ingin menengadahkan wajahku. Bahkan tak ingin melihat betapa cerahnya hari itu. Bukan, bukan ‘ku tak ingin melihat indahnya dunia, tapi aku sedang lari dari kenyataan jika telah mematahkan hati pemuda yang aku cintai. Hingga aku tidak mampu menatap langit, yang mampu mengingatkan kepadanya. Aku adalah sebuah bintang yang durhaka pada langit karena tidak mau menemaninya dan menatapnya.’“Bu Bintang.”Seorang staff tampak berjalan cepat untuk menyusul seorang gadis yang sudah sampai di depan lobi.Gadis berambut panjang sebahu itu menoleh. Bintang adalah seorang direktur pemasaran di perusahaan sang ayah. Dia berhenti melangkah dan menunggu staffnya menyusul dirinya.“Payung Anda, Bu.” Staff itu memberikan payung lipat ke Bintang.“Ah iya, sampai lupa,” ucap Bintang dengan senyum tipis di wajah.Staff itu memberikan payung ke Bintang, lantas menyodorkan berkas yang dibawanya ju
“El, ikut mimi pulang, ya.” Joya terus membujuk putranya agar mau pulang ke Indonesia bersamanya.“Tidak, Mi. Aku lebih suka tinggal di sini,” tolak Langit ke sekian kalinya.Langit sudah berpakaian rapi dan kini bersiap pergi ke kantor tempatnya bekerja. Langit bekerja di perusahaan inti Magnifique di Paris.“Pokoknya mimi ga mau tahu. Mimi akan minta agar kamu dipecat agar mau pulang ke Indonesia!” ancam Joya yang sudah tidak tahu lagi cara membujuk Langit agar mau pulang ke Indonesia.Langit sudah terlalu lama tinggal di negara itu, hanya karena patah hati, membuat pria itu meninggalkan negara kelahirannya untuk kabur dari masa lalu.Langit menatap sang mimi yang terlihat frustasi dan putus asa, sebelum kemudian menangkup wajah Joya sambil tersenyum ke wanita yang sudah melahirkannya itu.“Mi, aku benar-benar belum siap untuk pulang. Tolong jangan paksa aku,” pinta Langit, kemudian mengecup kening Joya.Joya bergeming mendengar ucapan Langit. Dia tidak tahu pasti apa yang sebenarny
Langit sedang mengenakan kembali kemeja yang sempat teronggok di lantai. Ingin hati tidak pulang, tapi juga tidak tega membiarkan sang ibu sendirian di apartemen dan mungkin kini sedang mencemaskannya.Wanita yang baru saja bercinta dengan Langit duduk di atas ranjang masih menggunakan selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Dia tampak memperhatikan punggung lebar pria yang baru saja membuatnya terbang mencapai kenikmatan duniawi.“El, kenapa kamu menato punggungmu dengan bentuk bintang?” tanya wanita itu saat melihat tato di bahu belakang Langit.Langit melirik ke bahunya, meski tidak melihat, tapi tahu persis posisi tato itu.“Karena aku suka bintang,” jawab Langit.“Kenapa?” tanya wanita itu penasaran.Langit tersenyum masam, tapi memilih tidak menjawab pertanyaan wanita itu.“Aku harus pergi,” ucap Langit saat sudah selesai berpakaian lengkap.“Sayang sekali, padahal aku masih ingin bersamamu. Mungkin tidur bersama dan melakukan ronde kedua atau bahkan ketiga,” balas wanita itu den
Joya sangat kesal kepada putranya, hingga akhirnya menceritakan bagaimana perjuangan sang suami—Kenzo, untuk mendapatkannya. Suaminya memang playboy yang suka bergonta-ganti pacar, tapi tidak sampai melakukan seks bebas. Lalu saat putus dengan Joya, Kenzo mengubah dirinya lebih baik untuk membuktikan jika layak untuk Joya.“Mimi sungguh kecewa kepadamu, El.” Joya menutup permukaan bibir dengan satu tangan, seolah menahan rasa sedih akibat perubahan sikap putranya.Langit benar-benar melihat kekecewaan dalam tatapan sang mimi, hingga akhirnya meraih tubuh Joya dan hendak memeluk, tapi sang mimi memberontak dan enggan mendapat pelukan. Langit tidak menyerah, lantas memeluk Joya dari belakang dan meletakkan dagu di pucuk kepala sang mimi yang tingginya hanya sebatas lengannya.“Mi, maafin aku.” Langit merasa bersalah melihat kekecewaan di mata Joya.“Kenapa minta maaf ke mimi? Minta maaf ke dirimu sendiri, karena sikapmu sudah merusak jiwamu. Mimi rindu kamu yang dulu, El. Kamu yang sela
Delapan Tahun Lalu“Aku ingin putus.”Langit terperangah mendengar ucapan Bintang, kenapa gadis itu meminta putus sedangkan hubungan mereka baik-baik saja.“Ada apa? Kenapa kamu minta putus? Apa salahku? Bukankah hubungan kita baik-baik saja? Jangan bercanda, Bin. Ini ga lucu.” Langit mengira Bintang bercanda seperti sebelumnya, di mana gadis meminta putus tapi kemudian meminta jadian lagi.“Aku benar-benar ingin minta putus. Tidak ada yang bercanda, El.” Bintang bicara dengan ekspresi wajah serius. Tidak ada keraguan sama sekali saat mengatakan ingin putus dari Langit.Langit terdiam menatap Bintang, menilai apakah gadis itu benar-benar meminta putus ataukah hanya sedang ingin mengerjainya saja.“Katakan! Berikan alasan kamu ingin minta putus dariku!” Langit meminta kejelasan kepada Bintang. Dia tidak lantas percaya begitu saja kalau Bintang ingin mengakhiri hubungan mereka yang baru berjalan beberapa bulan, meski Langit sudah mencintai gadis itu selama bertahun-tahun lamanya.“Aku b
Langit dan yang lain hari itu menunggu cemas di depan ruang operasi. Hari ini Bintang menjalani operasi cesar sesuai dengan yang dijadwalkan dokter, setelah melakukan beberapa tes dan memastikan kondisi Bintang siap untuk melahirkan. “Duduklah, El. Operasinya pasti berjalan lancar,” kata Joya yang pusing melihat putranya mondar-mandir tidak jelas sejak tadi. Annetha, Arlan, Kenzo, juga Sashi juga menatap Langit yang tidak bisa tenang. “Mana bisa tenang, Mi.” Langit sangat mengkhawatirkan kondisi Bintang. Meski Bintang dalam kondisi sehat, tapi tetap saja Langit cemas. Joya membuang napas kasar, berdiri lantas menarik tangan Langit dan mengajaknya duduk bersaam. “Yang perlu kita lakukan sekarang itu doa, El. Bukan mondar-mandir yang bikin pusing!” sembur Joya sambil menahan Langit agar tidak mondar-mandir lagi. Langit menatap Joya sendu, kecemasan terlihat jelas dari tatapan mata pria itu. “Kita banyak doa saja, El. Semoga semuanya lancar. Kamu dengar sendiri kata dokter, selama
“Benarkah? Ya Tuhan, mami benar-benar bersyukur dan bahagia.”Annetha langsung memeluk Bintang mengetahui jika putrinya hamil. Dulu memang takut, tapi Annetha pun memilih pasrah seperti putrinya, agar mendapatkan jalan yang terbaik.Bintang dan Langit pergi ke rumah Annetha setelah dokter mengizinkan Bintang pulang, setelah memastikan kondisi Bintang membaik. Keduanya sengaja datang ke sana karena ingin menyampaikan kabar kehamilan Bintang, meski Bintang sendiri tidak yakin jika sang papi akan menerimanya. Namun, yang jelas Bintang tidak ingin kejadian dulu terulang.“Mami tidak marah?” tanya Bintang dengan ekspresi takut di wajah pucatnya.Annetha melepas pelukan, lantas menatap Bintang sambil menangkup kedua pipi putrinya itu.“Tentu saja tidak, kenapa mami harus marah? Mami malah sangat bahagia akhirnya keinginanmu terkabul,” ucap Annetha penuh rasa syukur.Sashi berada di pangkuan Langit, mendengarkan percakapan antara orang tua, apalagi Bintang menangis dalam pelukan Annetha.“Mo
Sashi duduk di bangku depan gedung sekolah, menunggu Bintang yang tidak kunjung datang. “Apa Mommy lupa?” Sashi menghela napas kasar sampai kedua pundak naik-turun. Guru Sashi sudah menghubungi Bintang, tapi tidak ada jawaban karena tas Bintang tertinggal di klinik beserta ponselnya, membuat Sashi akhirnya menunggu karena yakin jika Bintang akan menjemputnya. Sashi masih setia di sana. Duduk sambil mengayunkan kedua kaki maju mundur. Hingga seorang anak laki-laki menghampirinya. “Kamu belum dijemput?” Sashi mendongak, menatap anak laki-laki kakak kelasnya yang duduk di kelas enam. “Iya, Mommy belum jemput,” jawab Sashi masih memandang anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu mengedarkan pandangan, kemudian ikut duduk di samping Sashi. “Mamaku juga belum jemput, sepertinya jemput kedua adikku yang les lebih dulu,” ucap anak laki-laki itu sambil mengedarkan pandangannya. Sashi mengangguk-angguk mendengar ucapan anak laki-laki itu, tidak buruk duduk bersama menunggu jemputan masing
Langit berlarian menuju ke klinik untuk melihat kondisi Bintang, sesampainya di klinik melihat Bintang yang terbaring dengan wajah pucat dan lemas meski sudah sadar.“Bin.” Langit mendekat dan langsung membelai wajah istrinya itu.“Bagaimana kondisinya?” tanya Langit ke dokter jaga di klinik karena Bintang terlihat masih meringis menahan sakit.“Tekanan darahnya sangat rendah, kemungkinan kelelahan. Tapi untuk mengetahui kondisi pasti penyebabnya, mungkin bisa dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lepngkap, Pak.” Dokter klinik hanya mengecek kondisi Bintang berdasarkan keluhan saja.Langit tidak banyak bicara. Dia pun meraup tubuh Bintang ke gendongan dan membawa keluar dari klinik. Kondisi Bintang yang tidak biasa, tentu saja membuat Langit cemas. Dia harus membawa Bintang ke rumah sakit untuk pemeriksaan menyeluruh.“El, ada apa?” Joya dan Kenzo yang kebetulan baru saja keluar lift di lobi, terkejut melihat Langit menggendong Bintang.“Kondisi Bintang buruk, Mi. Aku mau
Dua tahun kemudian. “Mommy! Daddy! Sashi telat sekolah!” Suara melengking dari luar kamar terdengar sampai dalam. Bintang dan Langit yang masih tidur pulas pun terkejut karena suara Sashi juga ketukan pintu beberapa kali. Bintang terduduk dengan mata masih tertutup. Dia pun mengucek mata, mencoba membuka kelopak mata lebar agar bisa melihat jarum jam di dinding. “Ya Tuhan!” Bintang sangat terkejut karena waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. “El, bangun! Kita kesiangan!” Bintang memukul lengan suaminya, meminta agar Langit segera bangun. Biasanya jam segini Bintang sudah bangun memasak dan menyiapkan perlengkapan sekolah Sashi, tapi pagi ini dia malah kesiangan bangun. Ini semua gara-gara suaminya yang mengajak begadang semalaman. Meminta jatah tidak ada habisnya, membuat Bintang kelelahan luar biasa, lantas terbangun kesiangan. “Bentar, Bin. Lima menit lagi.” Langit malah menarik selimut masih sambil memejamkan mata. Enggan bangun karena masih sangat mengantuk. “El, Sashi
Bintang melipat kedua tangan di depan dada, menatap suaminya yang baru saja selesai menjalani operasi kecil dan menatap dengan ekspresi wajah kesal. Langit melirik Aldo, dalam tatapan matanya seolah ingin melempar kalimat ‘Aku akan memotong gajimu, lihat saja dasar pengkhianat!’, sungguh Langit tidak menyangka saat keluar dari ruang operasi langsung melihat Bintang. “Tidak usah melirik Aldo, urusanmu denganku, El!” Bintang tahu ke mana arah pandangan suaminya, hingga langsung menegur pria itu. Langit menatap Bintang, terlihat bersalah dan takut melihat tatapan istrinya itu. “Keluarlah, Al. Tenang saja, aku yang akan menjamin karirmu,” ucap Bintang memberikan jaminan ke sekretaris suaminya, sebab dia memaksa Aldo untuk bicara jujur. “Baik, Bu.” Aldo pun secepat kilat kabur dari ruangan itu, tidak ingin terlibat masalah antar suami-istri yang sudah menciptakan ketegangan sejak beberapa menit lalu. Langit benar-benar tak berkutik, diam karena merasa salah. Dia melihat Bintang menar
“Saya masih tidak habis pikir dengan Anda, Pak.”Aldo menatap Langit dengan rasa heran. Otak cerdasnya mendadak tidak bisa menangkap maksud dari apa yang sedang dilakukan bosnya.“Kamu tidak perlu berpikir apa pun,” balas Langit santai.Aldo ingin membalas ucapan Langit, tapi atasannya kembali bicara.“Pokoknya kalau istriku menghubungi, jangan dijawab!” titah Langit yang memang baru saja berganti pakaian.Tepat saat mengatakan itu, ponsel Langit yang dibawa Aldo bergetar karena memang dibuat mode silent, hanya bergetar saat ada panggilan atau pesan.Aldo melirik dan melihat nama Bintang terpampang di layar. Langit tidak menyadari kalau ponselnya berdering. Dia sedang mengikat tali baju khusus yang diberikan perawat, sebelum perawat memasang infus.“Bagaimana kalau terus menghubungi?” tanya Aldo sambil menggeser tombol hijau di ponsel Langit. Dia memegang ponsel Langit di samping tubuh, posisi layar menghadap ke belakang, sehingga Langit tidak menyadari jika ada panggilan masuk.“Ya,
Sudah dua minggu semenjak Bintang berbaikan dengan Arlan. Bahkan Bintang sekarang sering mengajak Sashi ke rumah orang tuanya atas permintaan Annetha.Seperti hari itu. Bintang pergi ke rumah Arlan sebab sang papi bilang sedang ambil cuti karena kondisinya yang kurang sehat, sehingga Bintang tanpa pikir panjang memilih langsung datang untuk melihat kondisi Arlan.“Sudah diperiksa dan minum obat?” tanya Bintang begitu bertemu dengan Arlan yang sedang duduk di ruang keluarga bersama Annetha.Annetha dan Arlan pun terkejut karena Bintang tampak begitu panik.“Papi tidak kenapa-napa, hanya kecapean hingga membuat kondisi tubuh papi sedikit drop,” jawab Arlan sambil mengulas senyum.Tatapan pria itu tertuju ke Sashi yang berdiri di samping Bintang, lantas mengulurkan tangan sebagai isyarat agar gadis kecil itu mendekat.“Opa punya hadiah untukmu,” kata Arlan yang kemudian berdiri.Sashi mendongak menoleh Bintang, sedangkan Bintang langsung mengangguk melihat Sashi yang seolah meminta perse
Langit menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskan perlahan tanpa suara. Dia duduk sambil meremas kedua lutut, sedikit menunduk menurunkan pandangan agar tidak dikira sedang menantang.Arlan sendiri menatap Langit, mengajak pria itu bicara di ruang kerja tapi sudah duduk selama hampir lima belas menit belum berkata sepatah kata pun. Tatapan matanya pun membuat lawan bicaranya hanya diam menunduk.Arlan menghela napas kasar, hingga kemudian akhirnya bicara.“Aku memang memberi restu lagi, tapi bukan berarti akan menerima atau melupakan kejadian sebelumnya dengan mudah. Apa yang aku lakukan semata-mata hanya untuk Bintang. Bagiku dia yang akan jadi prioritas utamaku, memang aku ingin memisahkan kalian, tapi karena itu akan menyakiti hati putriku, membuatku memilih mengalah dengan keputusannya.”Arlan bicara dengan suara yang tidak terlalu lantang, tapi terkesan begitu menekan.Langit sendiri tidak membalas ucapan Arlan, hanya mengangkat wajah dan menatap pria itu yang sedang bicara a