Hari ini aku dan Yoga akhirnya pindah rumah. Walau harus diawali dengan sejumlah drama.Semula orang tua Yoga tidak setuju pada keputusan kami. Terutama Mama. Namun, setelah berunding. Akhirnya Mama setuju juga.Entah apa yang telah Yoga katakan padanya. Saat itu aku sedang berada di luar kamar. Aku memberi mereka privasi."Jaga baik-baik menantu Mama, Ga. Jangan biarkan dia bersedih. Awas saja kalau sampai Mama tahu, Mama tidak akan melepasmu!" ucap Mama usai kami pamit padanya."Mama tenang saja. Aku tidak akan menggigitnya. Paling hanya mencakar sedikit," sahut Yoga, berkelakar."Cakarnya jangan dalam. Tipis-tipis saja," seloroh Papa penuh maksud.Percakapan ini terkesan random. Keluarga Yoga memang sungguh aneh. Mereka sangat akrab satu sama lain. Namun, cara menunjukkan kedekatan itu berbeda dari keluarga biasanya.Papa terkesan cerewet, tetapi sebagai kepala keluarga. Dia sangat perhatian serta bertanggung jawab.Sedangkan Mama, dia memang terlihat tegas. Akan tetapi, di balik k
Jalan tengah dari permasalahan kami, aku pun memilih untuk damai. Menandatangani surat pernjanjian dari Yoga.Walau hati kecilku menolak, tetapi demi kebaikan semua orang. Aku rela sekali lagi berkorban.Usai menandatangi surat tersebut. Yoga tersenyum puas. Aku tidak sangka dia adalah pria yang licik. Meski terkadang tak sungkan menunjukkan perhatiannya terhadapku. Namun, hal itu tidak mengubah fakta, bahwa Yoga adalah manusia kejam."Yum, ada yang ingin ku sampaikan padamu. Apakah kita bisa bertemu?" Sore harinya. Aku mendapat panggilan dari Uti.Terdengar dari nadanya. Seperti ada sesuatu yang serius."Baiklah," sahutku."Kau mau kemana?" Baru saja aku berencana pergi, Yoga mencegatku di ruang tamu."Uti memanggilku. Katanya ada yang mau disampaikan padaku.""Jam berapa pulangnya?" tanya Yoga sekali lagi."Aku tidak tahu... Baiklah, aku pamit." Aku terburu-buru hendak menemui Uti. Hingga lupa di mana tempat pertemuan kami."Gunakan mobil untuk menemui Uti. Jangan pakai sepeda buntu
Yumi POV"Gawat, aku bisa kena marah kalau begini!”Karena kesiangan, aku mengayuh sepeda butut milikku dengan kekuatan penuh. Satu-satunya kendaraan yang kumiliki. Hadiah ulang tahun dari mendiang Ayah.Hanya lima belas menit perjalanan, aku pun telah tiba."Aku ingin mengambil cincin berlian pesanan kemarin. Ini nota pembayarannya."Namaku Yumi, dan aku adalah seorang perancang perhiasan amatir. Tokoku cukup ramai kendati hanya berukuran kecil, dua kali tiga.Sembari menunggu, pandanganku mengitari toko perhiasan itu. Mataku pun menangkap sosok tak asing di pintu masuk bersama seorang wanita."Aditya?" Sontak aku menutup wajah dengan tas usang milikku."Sayang, hari ini kau akan memberiku cincin berlian?" ucap wanita yang entah siapa namanya itu."Tentu saja. Apa kau tidak percaya padaku?" balas Aditya. Aku hanya berharap, semoga Tuhan mengutus seseorang untuk membantuku menghadapi situasi ini."Nona, ini cincin pesanan Anda."Sialnya, Pelayan toko itu memanggilku. Sehingga mengharu
Puas rasanya mengerjai mantan yang menyebalkan. Wajah Aditya terlihat merah padam.Harus aku akui, akting Yoga sungguh menakjubkan. Seperti sudah terlatih sebelumnya. Walau di awal sandiwara terjadi sedikit kesalahpahaman.Menariknya adalah ketika aku melihat kekasih Aditya cemburu. Sebab, Yoga adalah pemilik toko berlian ini.Bisakah aku berkata tidak salah memilih teman sandiwara?"Sekarang giliranmu, jadilah tunanganku," ucap Yoga."Sekarang?" tanyaku masih kebingungan. Aku pikir sandiwara selanjutnya dilain kesempatan."Tentu saja, memangnya kau pikir kapan lagi?""Tapi...""Tidak ada waktu lagi. kemarilah..."Mendadak Yoga menarikku, lalu menutup wajahku dengan tubuh kekarnya."Itu dia Tuan Yoga Iskandar. Ayo cepat ambil gambar mereka. Dia sedang bersama wanita."Tiba-tiba ada banyak kilatan kamera mengarah ke kami. Pantas saja Yoga buru-buru menarikku. Seakan hendak menyembunyikan identitasku dari orang-orang itu.Tapi siapa mereka? Mengapa tiba-tiba memotret kami berdua? Sebena
"Jelaskan padaku, sejak kapan kau menjadi tunangan Yoga Iskandar?"Ingin rasanya aku menghilang. Agar tak ada yang menanyakan pria menyebalkan itu padaku.Sialnya, aku lupa bila Uti berasal dari keluarga terpandang. Tentu saja dia mengenal Yoga. Mengingat latar belakang mereka yang nyaris sama."Biarkan aku berpikir dulu," jawabku sembari memperbaiki perasaan."Berpikir dulu? Kau bahkan tidak tahu posisimu di mana. Lalu mengapa masih berpikir? Bukankah sebentar lagi kalian akan menikah?"Oh Tuhan, ingin rasanya ku sumpal mulut Uti. Tidak bisakah dia memberiku sedikit ruang untuk berpikir?"Tunggu dulu, apa kau mengenal Pria menyebalkan itu?"Kening Uti berkerut ketika Yoga ku sebut sebagai pria menyebalkan."Maksudku Yoga... Apa kau mengenalnya?""Tentu saja aku mengenalnya. Dia adalah pemilik salah satu perusahaan konsultan terbesar di kota ini," jawan Uti.Ternyata benar, Yoga merupakan pria kaya raya. Lalu apa kata Ibu bila sampai melihat berita tentangku barusan? Aku pasti akan d
Drama itu pun berlanjut ketika aku hendak berangkat ke kantor. Ada beberapa paparazi tengah mengintaiku dari sudut halaman rumah.Hampir setiap hari orang-orang pencari berita itu menguntitku seperti pencuri. Apa mereka tak bosan terus meliputku? Padahal aku selalu mengabaikannya."Tito, kita mampir ke toko berlian dulu, ya. Nanti malam akan ada perayaan ulang tahun pernikahan Mama," titahku kepada supir pribadiku."Baik, Tuan."Pengintaian itu tak berhenti sampai di situ saja. Paaparazi mengikutiku sampai ke toko berlian. Beruntungnya, ada seorang gadis asing yang mendadak memintaku untuk menjadi kekasih palsunya demi membalas mantan pacar.Aku yang sudah mulai kesal dengan ulah paparazi itu, akhirnya mengiyakan ajakannya tanpa berpikir dua kali. Hitung-hitung untuk membungkam mulut orang-orang yang menyebar berita, bahwa aku mengalami penyimpangan seksual."Jadi, wanita itu yang lebih dulu mengajakmu bersandiwara?""Tentu saja, apa kau pikir aku kurang kerjaan? Mengajak seorang gadi
Pipiku masih terasa nyeri malam ini. Tamparan Mama sungguh menyakitkan, hingga bekasnya masih terlihat jelas."Aww... Sstt, sakit. Aku harus bagaimana sekarang? Masa iya harus keluar dengan kondisi seperti ini?" gumamku. Memperhatikan wajah lebamku di depan cermin."Kau masih belum siap juga?" Tiba-tiba Papa masuk ke kamar."Belum," jawabku sedikit kesal.Hubunganku dan Papa memang tak terlalu akur. Sebab, Papa selalu mendesakku untuk menikah dan menikah terus. Tak beda jauh dari Mama yang menginginkan cucu.Bedanya, Papa kerap menghasut Mama bila aku tak mengindahkan ucapannya. Sedangkan Mama, Ibu berapi-api yang siap memarahi Putranya kapan saja. Benar-benar memabuatku gila.Meski begitu, aku sangat menyayangi mereka. Merekalah satu-satunya alasanku semangat mencari cuan."Kau masih marah sama Papa, ya?""Kali ini apa lagi rencana Papa? Mau menjodohkanku dengan salah satu Anak kerabat kita seperti yang sudah-sudah?"Dari ekspresi Papa, aku bisa menebak apa isi otaknya. Pasti tak jau
Selain mengabadikan momen, para wartawan juga mengajukan beberapa pertanyaan secara bertubi-tubi. Menuntut penjelasan kepada kami.Sementara Yumi terlihat panik sekaligus tak suka. Dia berusaha untuk melarikan diri, tapi aku mencegahnya."Sekarang bukan waktunya untuk pergi. Bantu aku menyelesaikan masalah yang telah kita mulai sebelumnya," bisikku kepada Yumi."Apa kau sudah gila? Mengapa aku harus membantumu?"Sepertinya Yumi tidak mau memahami situasiku kali ini. Aku harus membuatnya mengerti apapun yang terjadi."Teman-teman media, dengar... Malam ini, selain kami merayakan pesta ulang tahun pernikahan, kami pun akan mengumumkan hal penting yang lain. Yaitu tentang pertunanganku bersama gadis ini. Bukankah kalian selalu bertanya-tanya kapan aku memperkenalkan kekasihku? Kapan kami akan melangsungkan pernikahan, dan lain sebagaimana... Nah, pada kesempatan inilah aku secara resmi mengumumkan pertunangan kami berdua."Mata Yumi semakin membeliak sempurnah ketika aku dengan percaya