***
"Ada yang kurang enggak?"Satu suapan nasi beserta sup masuk ke mulut Juan, pertanyaan tersebut lantas Senja berikan pada sang suami yang kini sibuk mengunyah.Juan mau meminta maaf untuk tuduhan yang sempat dilayangkan, Senja pada akhirnya mau menyuapi sang suami sehingga tak ada perdebatan, suasana di kamar lebih kondusif dibanding sebelumnya."Enggak," kata Juan sambil mengunyah."Enggak apa?" tanya Senja. "Jawab yang jelas jangan ambigu."Juan yang kembali duduk bersandar, lantas mendelik. Tak langsung menjawab pertanyaan dari Senja, dia memilih untuk menyelesaikan kegiatannya menguyah hingga setelah makanan berhasil ditelan, Juan buka suara."Pas saya lagi makan, bisa enggak kamu diem?" tanya Juan. "Nanyanya setelah ngunyah.""Oh oke, maaf."Tak menjawab, Juan hanya mendelik sebagai respon sementara Senja sendiri menyiapkan kembali nasi yang akan dia suapkan."Aaa ... eh, sebentar."***[Kiran, nanti di rumah kalau Papa kamu nanyain soal kamu yang beneran apa enggak mau pergi nonton sama Tante, kamu jawab iya aja ya. Bilang kalau kita mau pergi hari minggu jam sepuluh terus habis itu mau ke toko buku. Oke? Awas kalau enggak.]Baru membuka ponsel setelah beberapa jam fokus dengan pelajaran, Kirania cukup mengernyit setelah pesan tersebut tiba-tiba saja diterimanya dari Senja.Entah apa maksud chat dari sang tante, dia sendiri bingung sehingga setelah meminta teman-temannya pergi lebih dulu ke kantin, Kirania menghubungi Senja."Halo, Kiran."Hanya menunggu selama beberapa detik, suara Senja bisa Kiran dengar sehingga tanpa basa-basi dia pun bertanya,"Maksud dari chat Tante apa? Kok tiba-tiba bahas nonton?""Oh itu emang rencana Tante, Kiran," kata Senja. "Hari minggu nanti kamu sama Tante kan mau ketemu Tante Nabila. Nah, tadi karena Tante pikir Tante punya kesempatan berdua sama Papa kamu, Tante minta izin ke dia cuman ya enggak bilang yang sebenarnya karena Pap
***"Harsa Atmaja."Setelah beberapa waktu lalu Senja dan Kiran kompak terkejut, kini kedua perempuan beda usia tersebut mengerutkan kening di waktu yang sama setelah sebuah nama terlontar dari mulut Nabila.Asing.Sekiranya itulah yang Senja mau pun Kiran rasakan usai mendengar nama tersebut, hingga tak berselang lama Kirania buka suara lebih dulu—bertanya tentang siapakah orang dari pemilik nama tersebut."Dia siapa, Tante? Kok aku enggak tahu.""Mantan pacar Mama kamu waktu kuliah, Kiran," ungkap Nabila yang lagi-lagi membuat Kirania mau pun Senja terkejut. "Meskipun tante enggak sekampus sama Mama kamu, tapi dia sempat cerita soal ini dan kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum Mama kamu selingkuh?""Apa, Tante?""Perusahaan Papa kamu drop," ungkap Nabila—mengungkap dengan sangat hati-hati apa saja yang terjadi. "Harsa Atmaja ini enggak suka banget sama Papa kamu yang katanya udah ambil Mama kamu dari
***"Kiran."Sampai beberapa detik lalu setelah sebelumnya terjebak macet, panggilan tersebut lantas Senja lontarkan pada sang keponakan yang kini tengah menangis di sebuah pusara.Tak sekadar duduk kemudian meneteskan air mata, Kirania kini menangis sambil memeluk gundukan tanah merah di depannya dan hal tersebut jelas membuat Senja sakit, karena dari tangis gadis enam belas tahun itu, dia bisa melihat luka yang begitu menganga."Mama ayo bangun dan hidup lagi, Ma, aku mau cium kaki Mama sebagai bentuk permintaan maaf atas semua tuduhan dan rasa benci aku selama ini. Aku jahat sama Mama dan aku pengen minta maaf. Jadi tolong temui aku biar aku bisa peluk Mama."Mengabaikan panggilan Senja, ungkapan hati tersebut lantas dikatakan Kirania di tengah kegiatannya memeluk pusara sang mama dan tentunya tak ada sandiwara, sakit yang dirasakan Kirania sekarang benar-benar nyata.Gadis itu merasa bersalah bahkan berdosa karena sudah menud
***"Mas, aku susul ke sana ya? Aku serius enggak tenang lho Mas kaya gini. Meskipun enggak akan banyak ngeringanin beban Mas, setidaknya aku bisa nenangin karena bagaimanapun juga Mas Juan Kakak aku."Dengan perasaan khawatir yang kini membuncah, ucapan tersebut lantas Gian lontarkan pada Juan. Tiba-tiba dihubungi sang kakak yang pergi setelah Senja dan Kiran meninggalkan rumah, Gian cukup terkejut ketika suara Juan tak terdengar seperti biasa. Bertanya kondisi, Gian kembali dibuat kaget ketika Juan menjawab jika pria itu sekarang tak baik-baik saja sehingga beberapa menit lalu dia yang berada di rumah, meminta kakaknya tersebut mengirim lokasi terkini.Namun, tak di acc, permintaan tersebut ditolak sehingga akhirnya Gian pun meminta Juan bercerita dan boom! Sebuah fakta mencengangkan tentang Mentari didengarnya dari sang kakak yang ternyata mendengar semua penjelasan Nabila.Berawal dari rasa khawatir terhadap Senja yang bisa
***"Mama jangan tinggalin Kiran, Ma, Kiran minta maaf. Kiran janji bakalan hidup lebih baik dari sekarang, tapi tolong jangan marah. Kiran minta maaf."Menghembuskan napas kasar dengan dada yang terasa sakit, itulah Senja setelah igauan penuh luka dilontarkan Kirania di tengah tidurnya yang tak terlalu lelap.Tak lagi mengobrol dengan Juan, saat ini Senja memang tengah berada di kamar Caca untuk menemani Kirania yang tiba-tiba saja dilanda demam.Tengah membahas hubungannya dengan Gian, beberapa waktu lalu Senja cukup terkejut ketika Caca tiba-tiba menghampiri untuk memberikan laporan perihal tubuh Kirania yang katanya mendadak panas.Panik, Senja dan Gian lantas menghampiri Kirania dan tak bohong ucapan Caca, Kirania benar-benar panas sehingga tanpa banyak menunda, memanggil dokter pribadi pun dilakukan.Diperiksa kemudian diberi resep obat penurun panas, itulah Kirania selanjutnya hingga setelah sepuluh menit menetap, dokter p
***"Gian bisa lebih cepat enggak?"Dengan kedua mata berkaca-kaca pun perasaan panik yang kini hinggap, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan pada Gian. Tak lagi di rumah, saat ini dia dan Gian tengah berada di dalam mobil dan tak akan pergi ke sembarang tempat, tujuan keduanya adalah rumah sakit.Juan kecelakaan.Itulah alasan Senja dan Gian pergi ke rumah sakit malam ini. Didatangi polisi yang memberikan kabar perihal kecelakaan yang dialami Juan, Senja dilanda rasa panik sehingga tanpa basa-basi dia lekas mengajak Gian untuk mengecek.Menitipkan Kirania dan Caca pada Bibi, untuk sementara waktu Senja menyembunyikan perihal apa yang terjadi pada Juan, dari keponakannya. Tak mau membuat Kirania mau pun Caca khawatir, hal tersebutlah yang menjadi alasan dan Gian setuju karena di kondisi Kirania sekarang, dia khawatir keponakannya tersebut semakin down."Ini udah lebih cepat, Nja, tenang ya," kata Gian tanpa mengalihkan fok
***"Gimana kondisinya, Dokter?"Persis ketika dokter menyelesaikan tugasnya memeriksa Juan, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan dengan perasaan harap-harap cemas.Juan bangun setelah dirinya mengajak pria itu bicara, Senja memang sigap memanggil dokter sehingga tanpa ba bi bu, pemeriksaan pun dilakukan dan sendiri, Senja menunggu ditemani Gian yang sudah selesai mengurus administrasi."Sejauh ini tidak ada kondisi yang perlu dikhawatirkan, karena organ vital pasien terlihat cukup stabil. Namun, karena ada benturan di kepala yang menyebabkan pasien mengalami gegar otak, selama dua puluh empat jam saya minta bantuannya untuk mengawasi pasien ya. Apabila pasien mengalami sakit kepala, muntah, bahkan sensitif akan cahaya, Mbak bisa panggil saya agar pemeriksaan lanjutan bisa kami lakukan.""Oh baik, Dokter.""Sekarang mungkin cukup itu saja, nanti kalau ada apa-apa jangan ragu panggil perawat atau dokter karena kami akan siag
***"Dokter tolong."Sampai di depan IGD, permintaan tersebut lantas dilontarkan Senja pada dokter yang barusaja tiba. Dilanda rasa panik, itulah Senja setelah beberapa menit lalu perawat yang menemani Kirania di ambulan berkata jika suhu tubuh sang keponakan sampai di angka 40° celcius.Tengah berada di kamar rawat Juan, kabar buruk tentang pingsannya Kirania didapatkan Senja dari sang putri bungsu. Sempat dilanda panik, Senja berhasil ditenangkan oleh Gian sehingga keputusan bijak pun diambil.Tak pulang ke rumah, Senja memilih untuk meminta ambulan di rumah sakit tempat sang suami dirawat agar menjemput sang keponakan di rumah dan tentunya tak sendiri, Kirania ditemani Pak Ahmad karena bibi sendiri harus menjaga Caca yang katanya menangis karena panik.Ambulan yang membawa Kirania sampai setelah setengah jam di jalan, Senja langsung menyambut dan bersama perawat lain, dia membawa brankar sang keponakan menuju pintu IGD."Ini a