Leo tidak perduli dengan keberadaan Laksmi di situ. Dia menundukkan kepalanya menyibukkan diri."Kau sedang apa di sini?" suara Mona terdengar tajam saat dia menatap Laksmi.Wanita yang lebih tua itu terkejut dengan kedatangan Mona di tempat itu. Leo pun mendongak setelah mendengar suara istri kecilnya."Mona," suara Laksmi melonjak naik."Aku tanya, kamu sedang apa di sini dengan gaya menggoda begitu? Nggak cukup menggoda anaknya sehingga meninggalkanku demi kamu?" suara Mona terdengar sinis."Kamu ngomong apa? Jangan ngomong yang aneh-aneh ya! Kau pikir saya serendah itu?" bentak Laksmi dengan tatapan yang melotot ke arah Mona."Ibu, kamu pikir saya tidak punya mata? Kalau kamu itu banyak menggoda suamiku," ucap Mona sambil melirik suaminya yang anteng dengan laptop.Laksmi menarik nafas dalam-dalam agar dia tidak terpancing amarah oleh Mona. Dia harus menunjukkan kepada Leo bahwa dirinya adalah wanita yang baik, kalem, dan rendah hati."Sebaiknya kamu jangan ngomong begitu. Itu nam
Mona yang hendak mengambil gelasnya disenggol oleh Leo yang tidak sengaja juga mengambil gelasnya."Yah, tumpah deh." Mona menatap gelas yang jatuh, airnya pun tumpah."Maaf, Sayang, nggak sengaja," kata leo.Oma Marfin, Laksmi menatap dengan pandangan yang menyalahkan Mona yang dianggap ceroboh."Kamu kenapa, Mona? Tidak ada tenaga banget, emang kamu belum makan? Suamimu nggak ngasih makan?" ketusnya Oma."Lah, ini Mak lampir suka bikin ku kesel dengan omongannya itu," batin Mona seraya hendak berjongkok membersihkan lantai.Namun, langsung dicegah oleh Leo yang akhirnya Mona duduk kembali. "Asisten, tolong bersihkan!" suara Leo yang tinggi memanggil asisten.Salah satu asisten pun datang segera membersihkan lantai, mengambil serpihan gelas dengan hati-hati."Oh, kenapa harus tumpah sih? Itu minuman yang seharusnya diminum, mengalir di tenggorokan nya Mona, bukan ke lantai," batin Laksmi geram.Oma menatap ke arah Laksmi yang tampak mencurigakan, tetapi detik kemudian dia tersenyum s
Mona merasa malas untuk melayani wanita yang berada di hadapannya itu. "Byur..." wajah Mona disiram air minum oleh Alexa yang merasa geram pada Mona yang dia rasa tidak menghargainya."Apa yang kau lakukan?" tanya Mona, menatap tajam pada Alexa yang masih memegangi gelasnya."Saya tidak akan membuatmu tenang, Mona. Saya akan selalu membuatmu jengah agar kamu meninggalkan Leo," ujar Alexa disertai tatapan tajam.Mona mengusap wajahnya yang basah kuyup. Tidak menyangka bahwa Alexa, wanita yang jauh lebih dewasa darinya, bisa melakukan hal seperti itu."Agar Leo kembali padamu, Nyonya Alexa. Sementara kau juga yang mengkhianatinya. Tidak perlu kau membalikkan fakta. Dan aku tahu itu, meski bukan dari mulut Leo sendiri," kata Mona, menahan rasa kesal hingga menyebut nama Alexa dengan penekanan."Kamu jangan ngarang sesuatu yang tidak kamu tahu!" teriak Alexa."Sudahlah, saya tidak ada waktu untuk bicara denganmu," ucap Mona, menarik tangannya yang masih digenggam oleh Alexa, dan langsung
Leo kaget saat Alexa menunjukkan miliknya, mengungkapkan aset-aset yang pernah menjadi candu baginya. Namun, jiwa lelakinya begitu dingin sehingga seolah-olah tidak melihat sesuatu yang aneh, dan tetap santai."Apa kamu tidak merindukanku yang dulu menjadi candu bagimu?" ucap Alexa sambil terus berpose menggoda."Saya sudah punya istri," jelas Leo sambil memalingkan wajahnya dari layar laptop."Aku tidak peduli kamu sudah punya istri lagi. Kamu harus tahu bahwa istri muda mu itu hanya mengincar harta mu saja. Belum tentu dia mau menerima kamu yang sudah berumur. Jika kamu sakit, belum tentu dia mau merawatmu," ujar Alexa.Leo menelisik. "Apa maksudmu?""Ya, maksudku istri muda mu itu belum tentu bisa menerimamu. Jika kamu sakit, belum tentu dia mau merawatmu. Mungkin dia akan pergi meninggalkanmu untuk pria muda lain yang lebih pantas baginya," tambah Alexa, mencoba meracuni pikiran Leo.Leo merasa geram dengan omongannya Alexa yang semakin ngelantur. Tanpa permisi, Leo mematikan samb
Mona sangat terkejut karena di hadapannya ada Jeri yang berdiri dengan tatapan tajam, padahal yang ada dalam ingatannya adalah Marfin."Ya ampun, Tuan Jeri! Jantungku hampir berhenti," kata Mona sambil mengusap dadanya yang merasakan kaget."Maaf, tuan muda Marfin sudah saya usir karena itu permintaan Tuan. Tuan Leo, yang minta saya untuk menjaga jarak antara Anda dan tuan muda Marfin," ujar Jeri.Membuat mulut mana menganga. "Sampai segitunya?" batin Mona, heran dengan yang dikatakan Jeri."Untuk saat ini, Tuan Marfin tidak boleh menemui Anda kecuali ada izin dari Tuan Leo," tambah Jeri."Busyet, segitunya Om Leo tidak boleh aku dekat dengan Marfin," lagi-lagi hari Mona bermonolog.Setelah itu, Jeri pun mengundur diri, membiarkan Mona melanjutkan aktivitasnya lalu makan bersama bibi dan keluarganya."Bibi gak enak ngomongnya sama Marfin dan Tuan Jeri yang ngomongnya. Marfin marah sambil pulang," ujar bibi sambil makan."Iya, Bu. Tuan Jeri sudah memberitahuku," balas Mona."Ooh, kasi
"Kamu siapa?" suara Mona terdengar, pada orang yang menghadang jalannya. Sosok seorang pria yang memakai topeng. Lantas sosok Pria itu langsung membekap mulut Mona menggunakan sapu tangan dan menyeretnya pergi dari situ.Kedua mata Mona melotot, tangannya memegangi tangan pria itu, berusaha melepaskan bekapannya. Tetapi, Mona tidak berdaya. Mona tersadar setelah dia berada di sebuah tempat yang begitu asing baginya. "Aku di mana ini? Ya Tuhan, aku di mana?" suaranya Mona serak. Dia baru saja tersadar dari pingsannya. Mona berusaha beranjak berdiri dari tempat tidur dan mendekati pintu. Suasana di ruangan itu begitu remang-remang. Saat mencoba membuka pintu, ternyata dikunci. Dia berusaha memutar-mutar handle dan juga menggedor daun pintu tersebut. "Halo, siapa di luar? Apakah ada yang mendengar suara aku? Tolong bukakan pintu, aku ingin keluar, aku mau pulang!" teriak Mona sembari menggedor pintu terus menerus sampai telapak
Mona merasakan kegelapan yang mengelilinginya, air mata membasahi pipinya yang pucat. Rasa takut dan kekalutan memenuhi hatinya, tangisannya terdengar seperti suara yang hilang di tengah keheningan."Tolong ..." bisiknya lemah, namun tidak ada yang mendengar. ..Di sisi lain, Leo merasa kalut dan frustasi. Dia mencari Mona ke sana kemari, namun tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Dengan nada tinggi dan penuh amarah, dia menyerbu bodyguardnya."Apa tugas mu? sampai Mona hilang!" Teriak Leo pada sang bodyguard yang jelas-jelas tadi sama-sama makan. Bodyguard itu terkejut. "Tapi, Tuan Leo, tadi nyonya muda mau ke toilet. Masa harus saya ikuti!" "Itu bukan alasan!" Leo berharap bodyguardnya selalu menjaga Mona setiap saat. Sementara itu, di meja makan. Ibu dan Laksmi tampak gelisah. Mereka berdua bertukar pandang, khawatir dan penasaran."Mona kemana ya?" tanya Ibu dengan nada heran. Laksmi
Mona yang bergelantungan dengan kain gorden, tidak peduli dengan teriakan orang yang berada di atasnya. Dia merasa semakin terdesak dan bertekad untuk kabur dari situ.Sang penjahat berteriak-teriak, memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Mona yang sedang bergelantungan. "Sialan! Jangan biarkan dia kabur! Tangkap dia sekarang!" teriak sang kepala penjahat dengan marah. Anak buah penjahat bergerak cepat, berusaha menjangkau Mona yang bergelantungan di kain gorden. Mona merasa detik-detiknya semakin terbatas dan dia semakin panik. Dia harus segera keluar dari situ.Mona berusaha keras membuka gembok pintu gerbang, namun gembok itu terlihat sudah lama tidak terpakai dan sulit untuk dibuka. Dia merasa semakin putus asa, tetapi dia tidak akan menyerah begitu saja. "Diam kau, Mona! Kau tidak akan pernah bisa kabur dari sini!" teriak sang penjahat dengan sinis dari atas gedung. Mona mengabaikan teriakan sang penjahat dan terus b