"Tega, kamu Marfin. Ku pikir kau begitu mencintaiku! Rupanya hanya kamuflase sebagai cara kau dekati ibu ku!" Gumam Mona dengan nada suara yang bergetar.
Mona berdiri di balik pintu sebuah kamar hotel, yang ia curigai kalau orang yang dia sayang selama ini berada di dalamnya dengan seorang wanita.Dada Mona semakin sesak, berdebar semakin hebat. Di saat gendang telinganya di penuhi suara-suara meresahkan! Kedua manik matanya memanas.Air bening mulai menetes panas di ujung mata. Sakit dan perih memenuhi rongga dada gadis berambut panjang bergelombang.Blak ...."Sungguh sangat menjijikan, ternyata begini yang kalian lakukan di belakangku!" suara Mona begitu bergema di ruangan tersebut.Serta dapat menghentikan ritual yang tengah panas-panasnya. Mona berada di di hotel itu ... atas info yang dia dapat dari seseorang, yang mengatakan kalau sang kekasih sering ngamar dengan wanita lain. sehingga Mona nekat datang untuk membuktikan.Kedua insan Yang asik travelling melonjak naik, bersembunyi di balik selimut. Hasrat yang begitu memuncak sebelumnya hilang begitu saja, kaget, shock. Apa yang mereka lakukan diketahui oleh Mona."Mona, i-ini tidak seperti yang kamu bayangkan!" bisa-bisanya sang kekasih bilang seperti itu. Setelah jelas-jelas semuanya nyata di depan mata Mona.Mona tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau kekasih yang sudah dia pacari selama 2 tahun ini ternyata berkhianat dengan ibunya sendiri.Dan tidak pernah terbayangkan di benaknya kalau dia akan menyaksikan sebuah adegan bak menonton film dewasa. Di mana ia menyaksikan sang kekasih sedang melakukan pergumulan hebat dengan sang Ibu, yang selama ini sudah merawat dia dari kecil hingga dewasa.Betapa hancurnya perasaan Mona yang sudah menyaksikan perselingkuhan sang kekasih hati."Ternyata selama ini kalian mengkhianati ku, bermain di belakangku!" ucap Mona penuh emosi."Kau juga Ibu, tidak sadarkah kalau kau sudah bersuami?" Mona kembali bersuara menatap tajam pada ibu tirinya.Sejenak sang ibu membatu sambil menatap tajam pada Mona yang tampak marah, kecewa dan sedih. "Saya dan kekasih mu itu sudah lama saling mencintai dan saling mengisi kekosongan masing-masing." Akunya sang ibu tanpa malu.Dengan tatapan yang berkaca-kaca, Mona menelan Saliva nya lantas melihat pada pria yang mulanya sangat ia cintai dan kini seketika berubah menjadi benci."Ternyata kau sama bejatnya. Marfin, dengan ibu ku yang tidak punyai moral sama sekali," Mona kembali berucap."I-itu tidak benar Mona ... aku mencin--""Bilang saja kalau kamu itu mencintai ku sayang, kita melakukan ini bukan sekali ini. Kita sudah sering," sang ibu benar-benar tidak punyai rasa malu sama sekali.Wanita yang memang masih tampak muda, bertubuh sintal. Seksi tidak kalah dengan gadis muda umumnya. Penampilannya selalu menarik mungkin karena kerja dia juga di salon.Kepala Mona menggeleng. Hati nya semakin tidak kuat dengan hawa-hawa panas sehingga bergegas meninggalkan tempat tersebut sambil menangis, luapan perasaan nya yang hancur bagaikan debu."Mona?" Panggil Marfin tatkala melihat Mona berlari.Tangan Laksmi menarik tangan lelakinya. "Biarkan saja sayang, kita lanjutkan kembali acara kita ini." Dengan lembut dan jemarinya membelai pipi sang kekasih.Marfin kebingungan dengan perasan yang tidak karuan. Dengan terbongkarnya hubungan gelapnya selama ini dengan wanita berumur yang bernama Laksmi.Mona terus berlari menyusuri koridor hotel hingga menubruk seseorang yang juga tengah berjalan sangat cepat.Dugh."Auw!" Mona memegangi bahunya yang menubruk dada seseorang.Pria itu begitu tampan, biarpun sudah berumur. Bahkan ketampanannya melebihi Marfin, namun tersurat sosok yang dingin.Pria tampan itu menatap datar pada Mona yang berjalan sendirian di hotel bintang lima milik nya. Dari atas sampai bawah tak luput dari pandangan! sampai-sampai terpikir kalau gadis ini bukan gadis baik-baik."Maaf jika saya salah!" Mona dengan cepat dan membungkuk.Pria yang lebih dewasa itu celingukan melihat ke belakang. Lalu dengan cepat menangkap tangan Mona di tariknya masuk ke dalam salah satu kamar hotel.Tentu membuat Mona kaget, tercengang dan ketakutan! dia berusaha untuk menepis genggaman tangan pria tersebut. Namun, dengan kuat mendorongnya ke atas tempat tidur."Apa-apaan ini, lepaskan saya dan saya gadis baik-baik." Teriak Mona.Yang langsung di bungkam oleh tangan kekar tersebut sambil melihat ke belakang, ke arah pintu yang terbuka.Entah apa yang ada dalam pikiran pria sangat tampan tersebut, sehingga menarik Mona ke dalam kamar hotel. Wajah Mona cemas, semakin pucat paseh, ketakutan! kalau pria ini akan macam-macam padanya."Tolong, diam dan jangan berontak," jelasnya begitu datar.Dengan tangan yang masih di mulut Mona, kedua netra matanya yang sangat tajam dan hitam menatap pada Mona. Gadis cantik yang masih terlihat sangat muda bila dibandingkan dengan usianya sendiri.Kalau dilihat-lihat, biarpun sudah nampak berumur! tapi wajahnya sangat tampan, hidungnya mancung. Alisnya tebal di rahangnya ditumbuhi bulu-bulu halus, berkumis tipis! tubuhnya besar. Kekar, dadanya bidang.Sehingga menenggelamkan tubuhnya Mona nyang kecil mungil itu.Derap langkah yang mendekati kamar hotel tersebut. Posisi si pria bergerak lebih mendekat sehingga kalau dari arah pintu terlihat mereka sedang berciuman padahal tidak.Hanya jarak yang begitu dekat saja, sehingga nafas pun saling menyapu pada kulit wajah masing-masing."Leo. Apa-apaan kamu? Apa yang kamu lakukan di sini?" bentak seorang wanita yang sudah berumur.Wanita tua itu adalah ibunya pria yang bernama Leo. Dia sangat terkejut melihat putranya dengan wanita muda.Mona ingin melonjak, tapi tak bisa karena tubuh pria itu tetap bergeming di tempatnya! bagian tubuh si pria begitu menempel di atas tubuhnya Mona, sehingga terasa sesuatu yang mengganjal.Dengan perlahan pria itu menjauh dan berdiri, menoleh pada sumber suara yang mengajaknya bicara."Ibu sudah mengganggu kesenangan saya?" dengan nada dingin, menatap tajam pada ibunya.Kedua netra mata sang ibu begitu membulat pada putranya, Leo."Dia calon istri saya," suara bariton itu mengakui Mona calon istri.Mona terkejut dengan pengakuan pria itu yang mengakui kalau ia calon istrinya, ketemu pun baru saja, gimana bisa menikah? dalam pikirannya Mona sambil mendudukkan dirinya dan merapikan pakaian yang kusut.Ibunya pun sangat terkejut mendengar pengakuan putranya."Jangan menjodohkan saya dengan wanita lain!" suara bariton itu terdengar penuh penekanan."Kamu bilang dia calon istri kamu? Gadis yang masih bau kencur seperti itu! mau kau jadikan istri. Leo!" sergah wanita tersebut.Dengan tenang Leo mendudukan dirinya berdekatan dengan Mona."Kita berdua saling mencintai. Iya 'kan sayang?" pria yang bernama Leo Itu mengecup pipi Mona, membuatnya mematung."Sungguh kamu sangat keterlaluan Leo! Banyak wanita yang sebanding denganmu. Oke kalau kamu tidak mau saya jodohkan! cari wanita yang lebih pantas!" Sergah ibu itu.Leo hanya mengangguk pelan."Bukan gadis ingusan seperti dia! saya rasa dia tidak sebanding, dari penampilannya saja sangat kampungan!" tambah wanita sepuh itu.Ibu itu bertolak pinggang menatap sangat tajam ke arah Mona. Dipandanginya dari ujung rambut sampai ujung kaki.Yang memang penampilannya Mona sangat sederhana sekali, jauh dari kata gadis yang berpenampilan elegan ataupun anak dari orang kaya."Semua itu sangat tidak penting, Bu!" kini Leo malah semakin berani mengecup bibir Mona yang tipis dan mungil.Seluruh tubuh Mona terasa membatu. Ini kali pertama bibirnya disentuh seorang pria. Jangankan pria asing, Marfin! sebagai kekasihnya saja belum pernah dibiarkan menyentuhnya."Gila ini orang, berani banget!" Pikir Mona geram tanpa berani melawan.Dari luar, kembali terdengar suara derap langkah dan pandang mata yang berada di kamar itu jelas tertuju ...."Kalian? ka-kalian sedang apa di sini?" tanya Marfin yang baru saja datang dan pasang matanya setuju kepada Mona.Dada Mona terus berdebar, sangat tidak karuan dan terbayang lagi apa yang mereka lakukan di kamar hotel tadi, sungguh menjijikan dan menyakitkan hati, menghancurkan perasaan Mona.Pertanyaan demi pertanyaan begitu memenuhi benak Mona. Dengan tatapan heran dan kebingungan menatap pada orang-orang yang berada di kamar itu.Sementara Leo hanya terdiam. Pria dingin itu memang sosok yang jarang bicara dan hanya menatap tajam ke arah putranya tersebut."Marfin cucu ku, kenapa kau berada di sini, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya wanita sepuh tersebut menatap pria muda dengan tatapan heran."Aku sedang ada urusan di hotel ini Oma! Oma sendiri sedang apa di sini, Papa juga?" Namun tatapan Marfin terus mengarah pada Mona."Oma baru saja mengadakan pertemuan dengan seorang wanita, yang akan dijodohkan dengan papa kamu," ucapnya dengan dingin."Terus?" tanya Marfin."Papa kamu mala
Leo menghela nafas sembari menatap tajam ke arah putranya yang pergi begitu saja, tanpa sepatah pun.Mona terdiam dan membisu di tempat seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi ini. Tatapannya mengarah pada pintu, ia hendak beranjak, namun hati masih terasa sedih mengingat semuanya."Kamu tega, Marfin. Tega sama aku yang sudah tulus mencintaimu menyayangimu sepenuh hati, menyingkirkan semua omongan orang!" gumam Mona yang hanya sampai ke tenggorokan saja.Tidak terucapkan dari bibirnya, yang terdengar hanya tangisan pilu sebagai ungkapan perasaanya yang Pulu.Pria dewasa nan tampan dengan garis wajah yang sangat rupawan itu merasa bingung, melihat Mona menangis sampai sesenggukan.Tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi. Perlahan Leo mendekati Mona dan mengusap kepalanya."Apa yang kau tangisi?" Leo berucap dingin.Mona duduk dan menatap ke arah Leo dengan tatapan nanar. Dia berkata tegas. "Om tadi begitu beraninya menyentuh saya, padahal Om tidak tahu siapa saya!""Maaf! Saya
Mona terbangun di saat matahari sudah menampakan sinarnya. Menyipitkan kedua manik matanya yang masih ngantuk berat itu.Berusaha mengumpulkan ingatannya, mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Dia berada di sebuah kamar hotel yang mewah."Ya ampun ... apakah yang sudah terjadi padaku! kenapa aku tertidur di sini?" gumam Mona yang belum menyadari sepenuhnya.Suasana begitu hening dan Mona hanya menggerakkan matanya melihat kanan dan kiri, depan belakang suasana sudah siang rupanya jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Tiba-tiba Mona berteriak sekerasnya setelah melihat dirinya yang begitu polos hanya ditutupi dengan selimut putih saja."Ahhhhh!" Memegangi kedua telinganya. "Apa yang sudah terjadi padaku?" Kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.Mona berusaha keras untuk mengingat kejadian semalam dimana dan dengan siapa? Memorinya terus saja berputar.Berulang-ulang mengingat dari awal dia datang ke salah satu kamar hotel dan menemukan Marfin bersama selingkuhannya. Sehingga bert
"Nona. Anda harus ikut kami!" Secara tiba-tiba dua orang bodyguard yang tidak pernah Mona kenal. Memaksa Mona untuk ikut mereka."Kalian siapa? saya tidak kenal kalian!" Wajah Mona pucat Paseh. Ketakutan dengan dua orang tersebut, dan dia berusaha berontak untuk berlari."Nona. Kamu dapat perintah dari tuan Leo dan mereka ingin bertemu Anda." Jelas orang itu sambil menyeret Mona masuk mobilnya.Mona bertahan di ambang pintu seraya mengernyitkan keningnya. "Tuan Leo siapa?" Dalam hati sudah tertuju pada pria itu, namun ia ingin memastikan agar tidak salah orang."Dia tuan kami. Sebaiknya anda temui saja dulu!" lagi-lagi Mona di seret ke dalam mobil.Akhirnya dengan rasa khawatir. Mona ikut sambil berdoa dalam hati kalau dia akan selamat dan orang-orang ini bukan orang jahat dan yang di maksud adalah Leo papanya Marfin.Mobil berhenti di depan sebuah hotel yang Mona sendiri berasa tidak pernah mendatanginya sama sekali.Mona terus di arahkan dan di antar ke sebuah kamar hotel. Mona memba
Dari sudut salah satu ruangan Marfin terdiam, terpaku dengan keadaan. Dadanya begitu terasa sangat sesak, sakit dan kedua netra matanya pun memanas.Rasanya tidak sanggup melihat kebahagiaan Mona bersama sang ayah."Sial! kenapa Mona harus menikah dengan papa? Berarti mereka sudah ada main dari lama. Atau memang baru-baru ini mereka kenal?" Marfin bermonolog sendiri."Marfin kenapa kau sendirian di sini kenapa tidak bergabung sama yang lain?" Tanya sang omah menatap tajam ke arah cucunya."Oh, aku lagi malas aja Oma, lagian tadi aku sudah bersama mereka menemui para tamu." Marfin berkelakar.Sang omah semakin mendekat dan duduk tidak jauh dari Marfin, cucu kesayangannya."Bukannya kamu sudah punya kekasih, kenapa kekasihmu tidak dibawa ke sini?" Tatap oma menyelidik.Marfin sedikit kaget Omanya menyebut-nyebut kekasih. "Oh ya sedang kuliah Oma maksud aku. Dia sedang berada di luar kota!"Oma mengerutkan keningnya. "Bukannya kasihmu itu ... sudah bekerja di hotel?"Marfin menggaruk ten
Leo menatap ke arah Mona yang sudah berbaring di sampingnya. Berkali-kali menelan Saliva nya yang tercekat di tenggorokan.Mona yang berbaring merasakan dadanya yang berdebar. Tidak karu-karuan saja di suasana malam pergantian seperti ini. Apalagi melihat tatapan Leo bak singa lapar."Apa kau sudah ke dokter?" tanya Leo mengeluarkan suara baritonnya.Mona sejenak terdiam sambil mendudukan dirinya, menarik selimut menutupi dadanya."Sudah, aku lakukan itu!" Sahut Mona yang di suruh ke dokter untuk periksakan diri. Soal kesehatannya."Tidak pakai kontrasepsi?" Suara itu terdengar lagi sambil mengganti lampu dengan lampu tidur."Benar ya. Orang ini irit sekali bicaranya." Dalam hati Mona."Ooh. Tidak, aku tidak melakukannya dan aku hanya memeriksa kesehatan saja dan aku sehat kok seperti yang--""Sut ..." Leo menempelkan telunjuknya di bibir Mona yang ia pikir merepet.Mona terdiam dengan pandangan mengarah ke pria yang bertelanjang dada. Walau dalam remang tampak sekali ketampanannya.
Mona tidak tahu yang ada dalam pikiran Marfin saat ini. Incaran saat ini adalah kunci yang berada dalam saku celana depan, Marfin."Ha, aku tidak percaya itu. Aku tahu banar kamu seperti apa!" Elak marfin.Mona tersenyum kecut sedikit menyampingkan wajahnya."Terserah sih. Percaya atau tidak. Yang jelas ... aku sudah bulan madu dengan papa mu." Tegas Mona.Kepala Marfin menggeleng tetap tidak percaya. Namun hatinya terasa sakit bagai di gores benda tajam."Buka pintu, atau kuncinya seragkan?" Pinta Mona dengan tatapan tajam."Aku tidak akan membukakan pintu, juga tidak akan menyerahkan kuncinya!" senyum jahat dari Marfin.Mona mengangguk kecil. "Apa mau mu?""Mauku adalah, kamu kembali padaku dan jangan melanjutkan pernikahanmu dengan papa!" Marfin mendekatkan wajahnya.Wajah Mona terus menggeleng. permintaan Marfin itu sangat tidak mungkin."Itu sangat tidak mungkin. Aku adalah istri papa mu, sudah sah!" sahut mana dengan tatapan yang mengandung arti."Oke, kalau tidak mungkin kamu m
Mona menjerit histeris. Membuat Leo terkejut, hampir saja dia menidurkan diri langsung melonjak melihat ke arah Mona."Ada apa?" tanya Leo sambil mendekat."I-itu ... To ..." Mona terbata-bata.Leo mengernyitkan keningnya manatap tajam pada Mona yang membuatnya bingung. Mona menuding ke arah dinding yang ada toke nemplok dengan santai menatap ke arah dirinya. Penghuni villa pun berdatangan. menghampiri dimana Mona berada. Dengan wajah kebingungan.Leo yang melihat orang-orang melongo di depan pintu langsung menutup pintu dan setelahnya kembali pada Mona yang mematung."Itu toke!" Leo dengan nada datar."Iya, aku tahu itu tokek, kan aku takut! Kalau aku lagi tidur dia melompat gimana?" Mona menggeleng."Lompat ke mana?" tanya Leo."Ke tubuh aku lah, masa ke tubuh kamu nggak peduli aku." Sahut Mona."Gak mungkin!" Leo menarik tangan Mona menjauh dari dinding, duduk di tepi tempat tidur."Pergi mandi!" perintah Leo."Aku di suruh mandi? Kenapa diajak duduk?" Mona heran.Leo menghela naf
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L