Dari sudut salah satu ruangan Marfin terdiam, terpaku dengan keadaan. Dadanya begitu terasa sangat sesak, sakit dan kedua netra matanya pun memanas.
Rasanya tidak sanggup melihat kebahagiaan Mona bersama sang ayah."Sial! kenapa Mona harus menikah dengan papa? Berarti mereka sudah ada main dari lama. Atau memang baru-baru ini mereka kenal?" Marfin bermonolog sendiri."Marfin kenapa kau sendirian di sini kenapa tidak bergabung sama yang lain?" Tanya sang omah menatap tajam ke arah cucunya."Oh, aku lagi malas aja Oma, lagian tadi aku sudah bersama mereka menemui para tamu." Marfin berkelakar.Sang omah semakin mendekat dan duduk tidak jauh dari Marfin, cucu kesayangannya."Bukannya kamu sudah punya kekasih, kenapa kekasihmu tidak dibawa ke sini?" Tatap oma menyelidik.Marfin sedikit kaget Omanya menyebut-nyebut kekasih. "Oh ya sedang kuliah Oma maksud aku. Dia sedang berada di luar kota!"Oma mengerutkan keningnya. "Bukannya kasihmu itu ... sudah bekerja di hotel?"Marfin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I-iya ... itu dulu. Sekarang dia kuliah!" Marfin berbohong."Sesungguhnya Oma tidak pernah setuju dengan pernikahan papamu sama gadis itu, Marfin," kata Oma dengan suara lembut namun tegas.Marfin menatap Omanya dengan perasaan yang berdebar. "Jangankan omah aku juga tidak setuju!" Batinnya Marfin."Oma merasa bahwa Mona bukanlah pasangan yang tepat untuk Leo. Oma khawatir kalau papamu hanya akan di peralat saja." Lanjut Oma seraya mengambil nafas dalam-dalam.Marfin tetap terdiam seribu bahasa. Dia merasakan neneknya memiliki keraguan tentang hubungan Leo dan Mona."Oma, aku juga tidak setuju. Masa aku punya ibu sambung semuda dia," ujar Marfin dengan ketidak sukaannya.Oma menghela nafas panjang sebelum menjawab, "Marfin, Oma yakin. Kalau dia hanya mengincar harta papa mu saja. Secara wanita muda macam itu. Apalagi dari kalangan rendahan."Hening.Hanya suara musik yang agak jauh sebab ruangan yang memakan kedap suara.Marfin tersenyum pada Oma, merasa lega. Ternyata bukan hanya dirinya yang tidak suka dengan pernikahan papanya dan Mona."Sama Oma. Aku juga tidak suka, masa kekasih ku jadi ibu sambung ku." Batin Marfin.Mona dan Leo tampak mesra sedang berdansa dengan musik yang romantis. Dengan ujung mata Mona melihat kedatangan Marfin.Tangan Mona semakin mengerat di pundak Leo, menampakkan kemesraan yang hakiki. Menatap wajah tampan yang berada di hadapannya."Lihat saja kau Marfin. Kau melihat kemesraan ku saja, hatimu akan terbakar." Batin Mona sambil menatap ke arah wajah Leo yang juga terus menatap dirinya.Benar saja, pemandangan itu. Membuat hati Marfin semakin panas dan sakit. Terluka kedua netra matanya memanas. Dadanya sesak."Apa yang kau pikirkan?" Selidik Leo dengan nada dingin, tatapan tidak sedikitpun berpaling ke tempat lain."Ha? Aku?" Mona menuding hidungnya. "Aku tidak mikirin apa-apa!""Kau sangat cantik!" Batin Leo sembari terus menatap wajah Mona yang sangat cantik.Leo tidak menyangka kalau hatinya akan berlabuh pada seorang gadis yang baru saja di kenalnya."Benar-benar singkat!" Dalam hati Leo kembali bergumam."Bicara apa kek, masa aku berasa sedang berdansa dengan patung." Gumam Mona.Lalu Mona menyandarkan wajahnya di dada bidang Leo. Melihat ke arah Marfin yang terus menatap ke arah Mona."Kamu, sudah membuat ku sakit hati dengan perlakuan mu." Mona sedikit mendelik.Tangan kekar Leo semakin menarik pinggang Mona, bergerak halus seiring alunan musik yang mengalun merdu. Ke kanan dan ke kiri.Semua orang yang berada di tempat itu bersorak, bertepuk tangan akan kemesraan mempelai pengantin! malah menyorakan agar Leo mencium bibir Mona.Keduanya membisu tanpa kata. Hanya kontak mata saja yang bicara,"Ayolah ... tunjukan kemesraan kalian!" sorak mereka sambil bertepuk tangan.Sesaat kedua netral mata Leo melirik ke arah semua orang, lalu mengarahkan pandangan ke arah wajah Mona lalu membungkukkan kepalanya yang tinggi mendekati wajah Mona."Aduh, jantung ku seakan mau lompat!" Mona dalam hati mengusap dadanya.Tubuh Mona hanya terdiam, kedua manik matanya saja yang bergerak ke kanan dan ke kiri. Juga ke arah Leo yang semakin lama semakin dekat."Jangan dong ... malu!" Setengah berbisik."Kenapa?" suara bariton itu terdengar dingin."Em, ti-tidak!" Mona tampak sedikit gugup.Dengan tangan Mona yang masih merangkul pundak pria yang menjadi suaminya itu.Nafas Leo pun menyapu hangat kulit wajah Mona.m yang cantik nan anggun.Kedua manik mata Mona terpejam saat bibir Leo mendarat di tempat tujuan.Nyess.Terdengar sorakan semua tamu undangan. Sementara Marfin membuang wajahnya ke arah lain tidak ingin menyaksikan adegan tersebut."Sangat memuakkan!" gumam Marfin.Yang menimbulkan sejuta sesal, kenapa dia harus tergoda dengan Laksmi? Dan kenapa harus ketahuan masalahnya kenapa ketahuan?Marfin melengos di detik kemudian. Meninggalkan acara yang masih berlangsung.Di kamar pengantin yang indah. Ruangan itu dihiasi dengan indahnya bunga mawar merah dan putih yang terhampar di setiap sudut. Aroma harum bunga mawar mengisi udara."Waw ... keren, indah sekali kamarnya!" Mona terkagum-kagum di kamar pengantin itu.Di tengah ruangan, terdapat tempat tidur yang luas. Lembutnya selimut putih yang terhampar di atasnya, yang paling mencuri perhatian adalah kelopak-kelopak mawar merah yang bertaburan di atas tempat tidur.Senyum Mona kian merekah, melihat dua angsa putih yang terbuat dari handuk berpita ping. Saling berhadapan di atas tempat tidur. Angsa-angsa itu memberikan kesan mewah dan menyenangkan di kamar pengantin ini."Hei. kalian sedang apa berduaan! hayo ... jangan bilang mau ciuman ya?" Mona berjongkok mengajak bicara dua angsa buatan tersebut.Tiba-tiba Leo masuk ke dalam kamar itu, membuat Mona yang hampir membaringkan tubuhnya di tempat tidur melonjak naik."Apa kau suka?" tanya Leo seraya membuka jas nya."Suka apa?" Mona balik bertanya."Kamarnya!" Leo dengan cepat dan singkat."Oh aku suka, kamarnya bagus!" Mona mengangguk."Mandi lah!" Leo menyuruh Mona mandi.Mona kebingungan merasa dia nggak membawa pakaian ganti. Tapi mau ngomong juga malu."Baju ganti di lemari!" suara Leo sembari membuka kemejanya."Siapa yang beli atau baju siapa?" Tanya Mona sembari mengalahkan pandangan ke arah lemari."Pakai saja!" Bisa-bisanya Mona katanya baru siapa kan tidak mungkin beliau memberikan baju bekas padanya."Ini orang ngomongnya irit banget. Gimana ngomong sama rekan kerjanya ya!" gumam Mona dengan suara yang sangat pelan sambil berjalan ke arah lemari.Sekitar 5 menit kemudian. Mona keluar dari kamar mandi, Leo menatap heran dikarenakan Mona masih memakai gaun pengantin.Jangan malu-malu Mona minta tolong agar bukakan resleting gaunnya yang sulit dia buka."Tolong bukakan gaun ku!" Mona menunduk.Dengan tetapan datar tanpa berbicara Leo langsung mendekatinya, berdiri di belakang Mona dan membukakan resleting gaunnya.Leo menelan Saliva nya, menatap punggung Mona yang mulus membuat pusakanya meronta. Sejenak tangan Leo tidak bergerak. Dengan menghela nafas dalam-dalam."Makasih!" Mona Langsung kembali ke kamar mandi dan meneruskan niatnya untuk membersihkan diri.15 menit kemudian Mona keluar digantikan dengan Leo yang menundukkan kepalanya. Menjaga pandangan dari Mona."Aku tidak ingin, Papa menikmati malam pengantinnya bersama Mona. Aku harus cari cara untuk menggagalkannya!" monolog Marfin dengan kening mengerut.Marfin tersenyum sinis lalu meninggalkan tempatnya berdiri ....Leo menatap ke arah Mona yang sudah berbaring di sampingnya. Berkali-kali menelan Saliva nya yang tercekat di tenggorokan.Mona yang berbaring merasakan dadanya yang berdebar. Tidak karu-karuan saja di suasana malam pergantian seperti ini. Apalagi melihat tatapan Leo bak singa lapar."Apa kau sudah ke dokter?" tanya Leo mengeluarkan suara baritonnya.Mona sejenak terdiam sambil mendudukan dirinya, menarik selimut menutupi dadanya."Sudah, aku lakukan itu!" Sahut Mona yang di suruh ke dokter untuk periksakan diri. Soal kesehatannya."Tidak pakai kontrasepsi?" Suara itu terdengar lagi sambil mengganti lampu dengan lampu tidur."Benar ya. Orang ini irit sekali bicaranya." Dalam hati Mona."Ooh. Tidak, aku tidak melakukannya dan aku hanya memeriksa kesehatan saja dan aku sehat kok seperti yang--""Sut ..." Leo menempelkan telunjuknya di bibir Mona yang ia pikir merepet.Mona terdiam dengan pandangan mengarah ke pria yang bertelanjang dada. Walau dalam remang tampak sekali ketampanannya.
Mona tidak tahu yang ada dalam pikiran Marfin saat ini. Incaran saat ini adalah kunci yang berada dalam saku celana depan, Marfin."Ha, aku tidak percaya itu. Aku tahu banar kamu seperti apa!" Elak marfin.Mona tersenyum kecut sedikit menyampingkan wajahnya."Terserah sih. Percaya atau tidak. Yang jelas ... aku sudah bulan madu dengan papa mu." Tegas Mona.Kepala Marfin menggeleng tetap tidak percaya. Namun hatinya terasa sakit bagai di gores benda tajam."Buka pintu, atau kuncinya seragkan?" Pinta Mona dengan tatapan tajam."Aku tidak akan membukakan pintu, juga tidak akan menyerahkan kuncinya!" senyum jahat dari Marfin.Mona mengangguk kecil. "Apa mau mu?""Mauku adalah, kamu kembali padaku dan jangan melanjutkan pernikahanmu dengan papa!" Marfin mendekatkan wajahnya.Wajah Mona terus menggeleng. permintaan Marfin itu sangat tidak mungkin."Itu sangat tidak mungkin. Aku adalah istri papa mu, sudah sah!" sahut mana dengan tatapan yang mengandung arti."Oke, kalau tidak mungkin kamu m
Mona menjerit histeris. Membuat Leo terkejut, hampir saja dia menidurkan diri langsung melonjak melihat ke arah Mona."Ada apa?" tanya Leo sambil mendekat."I-itu ... To ..." Mona terbata-bata.Leo mengernyitkan keningnya manatap tajam pada Mona yang membuatnya bingung. Mona menuding ke arah dinding yang ada toke nemplok dengan santai menatap ke arah dirinya. Penghuni villa pun berdatangan. menghampiri dimana Mona berada. Dengan wajah kebingungan.Leo yang melihat orang-orang melongo di depan pintu langsung menutup pintu dan setelahnya kembali pada Mona yang mematung."Itu toke!" Leo dengan nada datar."Iya, aku tahu itu tokek, kan aku takut! Kalau aku lagi tidur dia melompat gimana?" Mona menggeleng."Lompat ke mana?" tanya Leo."Ke tubuh aku lah, masa ke tubuh kamu nggak peduli aku." Sahut Mona."Gak mungkin!" Leo menarik tangan Mona menjauh dari dinding, duduk di tepi tempat tidur."Pergi mandi!" perintah Leo."Aku di suruh mandi? Kenapa diajak duduk?" Mona heran.Leo menghela naf
"Semoga ini mujarab. Dan aku akan mendapatkan bonus yang besar!" batinnya wanita tersebut.Wanita itu yang merupakan asisten di villa, terus mengaduk air di dalam gelas. Dengan kepala celingukan waspada bilakah ada yang melihat.Sang asisten membawa dua gelas minuman buah menuju kolam renang, di mana Mona dan Leo berada di sana."Silakan Nyonya, Tuan ... ini minumannya!" ucap sang asisten sembari menyimpan kedua gelas itu di meja yang tidak jauh dari kolam renang.Mona menoleh sembari berkata. "Terima kasih, Bi."Sang asisten tersenyum penuh arti, lalu meninggalkan tempat itu dengan sesekali menoleh ke belakang.Leo menepi dan naik ke permukaan, duduk di kursi dengan tatapannya terus ke arah Mona yang sudah lebih dulu naik, tampak begitu seksi."Ini minumnya, Om!" Mona memberikan gelas kepada Leo."Terima kasih!" lalu Leo menekuknya sampai tersisa setengahnya.Mona memegangi gelasnya. ditatapnya minuman itu, entah kenapa kok merasa ragu untuk minum dan berasa nggak haus aja."Kenapa?"
"Aku haus sekali, tapi rasanya aku nggak mau minuman ini. Aku pengen minuman yang masih disegel!" Mona menyimpan kembali gelasnya.Leo pun menyuruh asisten untuk mengambilkan minuman mineral, yang masih bersegel untuk Mona."Jangan, jangan! biar aku sendiri yang ngambil." Mona bergegas beranjak dan mengambil botol minuman dari lemari pendingin.Sang asisten hanya melongok melihat ke arah Mona. Yang tidak lama sudah duduk kembali tidak jauh dari Leo.Lek-lek-lek ... suara air yang mengalir di tenggorokan Mona tampak sekali kalau dia sangat haus."Ha ... segar ....""Gila! susah bener nih orang. Cuman minum air di gelas aja susahnya minta ampun!" gumam sang asisten sambil pura-pura menyibukkan dirinya.Leo menoleh pada sang asisten entah apa yang dia sedang pikirkan, detik kemudian melihat pada sang istri.Di hari yang begitu cerah ini, Mona berjalan-jalan di pesisir pantai yang tampak begitu indah! langitnya yang membentang biru dihiasi awan-awan yang putih. Burung-burung pun menari-na
Pria tampan yang dingin itu ... hanya mengernyitkan keningnya. Namun, tak ayal tangannya merangkul pinggang Mona.Mona bukannya tanpa alasan nemplok di Leo, disebabkan dia merasa ketakutan! dari balik pintu ada sosok yang mengerikan, tentu saja membuat dia menjerit dan lompat."Ada apa?" tanya Leo dengan tangan yang masih merangkul pinggang Mona."I-itu. di balik pintu ada ... ada ... itu sosok yang menakutkan." Suara Mona terbata-bata.Membuat bodyguard langsung mengecek tempat yang dituding oleh Mona, apa benar di sana ada sosok yang mengerikan?"Tidak ada apa-apa Tuan! yang ada hanya bibi yang sedang bersih-bersih!" laporan sang bodyguard sambil menghampiri.Leo menoleh ke arah Mona dengan gerakan alisnya, seolah-olah berkata, itu tidak ada apa-apa."Tapi beneran kok! tadi aku melihatnya, makanya aku ketakutan!" Mona meyakinkan diri kalau dia benar-benar melihat sesuatu yang menyeramkan."Di sini aman!" ucap Leo seraya melepaskan rangkulannya dan Mona berusaha berdiri tegak."Kamu
"Selamat datang Nyonya muda! selamat datang di mansion nya Leo, kau di sini akan menjadi ratu!" ucap Ibu Leo disertai tatapan sinis sambil bertepuk tangan.Leo menatap ke arah ibu. Dia merasakan kalau beliau masih belum bisa menerima Mona sebagai mantunya."Ibu gimana kabarmu!" seraya mengulurkan tangan pada sang ibu."Kabarku baik ... seperti yang kau lihat, bagaimana kabar bulan madu kalian?" selidik sang Ibu sembari memeluk putranya sesaat."Baik, Bu!" Leo bergumam. Lalu mengalihkan pandangan pada sang istri yang berdiri mematung.Suasana hati Mona sontak berubah, yang mulanya senang menjadi gak nyaman dengan keberadaan ibunya Leo alias sang ibu mertua."Sayang, ayo ikut aku!" Leo meraih tangan Mona dituntunnya untuk mengikuti langkah dia.Berjalan menuju sebuah lift, yang akan membawa mereka ke lantai 3 gimana kamarnya berada."Berbahagialah kalian berdua. Dibalik itu ada neraka yang akan selalu menguntit mu
Bruk. Brak ....Suara itu tepat dari balik pintu kamar. Menghentikan ritual yang tengah dilakukan oleh Leo dan Mona.Rahang Leo mengerat kuat, kedua netra mata menyorotkan kemarahan yang bisa saja tak terbendung. Karena suara itu membuyarkan konsentrasi panasnya bersama sang istri."Shit! Sial. Suara apa itu?" buru-buru Leo memakai handuk melilitkannya di pinggang. Sementara Mona menenggelamkan tubuhnya ke dalam air. Wajahnya mendadak pucat setelah suara tersebut.Blak.Pintu Leo buka dengan sangat lebar dan tidak ada apa-apa di kamar.Mona malah teringat. Apa mungkin itu Marfin? Secara tadi dia berada di luar. "Apa mungkin Marfin mengintip? ah tidak mungkin! Dia mengintip!" batinnya Marfin panik saat menyenggol pas bunga di kamar papanya, yang menyebabkan suara yang cukup keras.Marfin langsung merasa khawatir bahwa papanya, Leo, akan mendengar suara itu dan datang memeriksanya. Tanpa pikir panjang, Marfin buru-buru membetulkan pas bunga yang untungnya tidak pecah. Berharap tidak a
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L