Leo menghela nafas sembari menatap tajam ke arah putranya yang pergi begitu saja, tanpa sepatah pun.
Mona terdiam dan membisu di tempat seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi ini. Tatapannya mengarah pada pintu, ia hendak beranjak, namun hati masih terasa sedih mengingat semuanya."Kamu tega, Marfin. Tega sama aku yang sudah tulus mencintaimu menyayangimu sepenuh hati, menyingkirkan semua omongan orang!" gumam Mona yang hanya sampai ke tenggorokan saja.Tidak terucapkan dari bibirnya, yang terdengar hanya tangisan pilu sebagai ungkapan perasaanya yang Pulu.Pria dewasa nan tampan dengan garis wajah yang sangat rupawan itu merasa bingung, melihat Mona menangis sampai sesenggukan.Tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi. Perlahan Leo mendekati Mona dan mengusap kepalanya."Apa yang kau tangisi?" Leo berucap dingin.Mona duduk dan menatap ke arah Leo dengan tatapan nanar. Dia berkata tegas. "Om tadi begitu beraninya menyentuh saya, padahal Om tidak tahu siapa saya!""Maaf! Saya butuh bantuanmu." Jelas Leo. Dia berniat untuk memberikan apapun yang Mona minta.Mona menatap Leo dengan tatapan yang berkaca-kaca, pria yang irit bicara itu itu menatap tajam."Saya akan menikahi mu!" tambah Leo dengan jelas."Om pasti akan menawarkan menikah kontrak, memberikanku sejumlah harta yang banyak, mobil. Begitu bukan Om?" kata Mona asal bicara saja.Leo menatap tajam seraya mengangguk pelan. Dia tidak pernah main-main dengan ucapannya."Tapi maaf, saya tidak tertarik!" ucap Mona lagi dengan angkuhnya seraya mengusap sudut mata dan hidungnya yang berair.Pemandangan yang tadi begitu perih dan menyakitkan, sehingga menimbulkan luka yang begitu dalam.Sang kekasih yang sangat dia cintai ternyata mengkhianati dan yang paling-paling sangat menyakitkan, ternyata dia berhubungan gelap dengan seorang wanita yang notabene istri dari ayahnya. Ibu sambung dari Mona sendiri."Itu benar." Leo tampak sangat serius.Mona terdiam seakan tidak mendengar perkataan pria yang bernama Leo."Saya antar kamu pulang!" Leo berdiri dan menunggu Mona turun dari tempat tidur.Mona memutar otaknya, bagaimana caranya supaya dia tidak pulang? karena dia merasa belum sanggup bertemu dengan ayahnya. Apalagi ibunya yang licik pasti akan bicara yang tidak-tidak pada ayahnya dan membalikan fakta."Tapi Om, kepalaku sakit sekali pusing. Bolehkah aku beristirahat sebentar!" kata Mona sambil memijat kepalanya yang memang terasa sedikit pusing akibat menangis.Leo terdiam, jadi kepikiran apakah Marfin dengan gadis ini ada hubungannya?Mona menemukan botol air putih di meja, yang lalu meneguknya tanpa tanya atau memikirkan air apa? yang jelas air putih semacam mineral sebab rasanya juga tawar."Apa Marfin kekasihmu?" tanya Leo langsung bertanya serta tatapan menyelidik."Em ... bu-bukan, Om. Dia hanya mantan kekasihku. Iya dia mantanku!" kemudian Mona tiduran terlentang seraya memejamkan mata.Merasai kepalanya yang memang terasa pusing dan tubuhnya terasa panas. Lama-lama Mona tersiksa dengan rasa panas yang menyerang tubuhnya.Mona kepanasan sehingga berusaha memberi ruang pada tubuhnya agar mendapat suhu yang sejuk, melonggarkan gaun yang melekat di tubuhnya."Panas!" gumam Mona.Pria itu termenung menatap ke arah Mona seraya menelan Saliva nya. Jiwa lelakinya mulai tergugah setelah sekian lama tidak tersalurkan.Semenjak perpisahan dengan Alexa yaitu ibunya Marfin, wanita itu berselingkuh dengan pria kepercayaan Leo, dia langsung menceraikan Alexa, belasan tahun menduda tidak pernah tersentuh belaian seorang wanita.Kini hasratnya sebagai pria normal meronta, walaupun hanya melihat bagian tubuh mulus Mona.Ia buru-buru mendekati pintu dan menutupnya. Dia meneguk air putih yang ada di atas meja lek-lek-lek ... Ingin menghilangkan dahaga di tenggorokannya. dengan Botol yang sama."Haus sekali." Kata Leo pelan setelah meneguk minumnya.Mona tidak mengerti dengan rasa panas yang menyerang tubuhnya. Yang lama-lama semakin menyiksa, ada rasa gejolak yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.Tenggorokan Leo semakin berasa kering sehingga menghabiskan air sisa tadi. Dan beberapa saat kemudian dia pun merasakan hal yang sama seperti Mona. Tubuhnya sangat kepanasan, jiwa laki-lakinya kian meronta melihat Mona yang seperti cacing kepanasan."Om, aku kepanasan, apa AC di sini tidak berfungsi ya?" Mona menatap ke arah Leo yang tanpa bicara menaikan suhu AC.Tetapi tidak merubah keadaan. Malah semakin panas, Leo pun merasakan yang sama, membuka kemeja dan beberapa kancing di dada nya."Sial! kenapa panas begini?" batinnya Leo, merasai kebingungan.Gerak-gerik Mona seakan menggoda pria itu. Dia menjadi tidak peduli dengan apa yang akan terjadi malam ini. Seolah-olah dia menjadi seorang gadis penggoda di mata Leo."Om, tolong bantu aku! aku sangat tersiksa." Rajuk Mona.Pria tampan dan rupawan. Menatap Mona dengan tatapan aneh."Tubuhku panas sekali, bisakah kau meredakannya?" Mona sembari membuka resleting gaunnya sehingga terbuka.Leo tetap terdiam, tidak berucap sepatah kata pun! dia mulai berpikir sepertinya mereka berdua salah minum, Leo menatap ke arah botol yang kosong. Airnya telah kandas. Mereka minum berdua."Dasar bodoh," gumam Leo dengan nada kesal. Berusaha menahan hasratnya. Dia tidak habis pikir, siapa yang sudah mencampur air minum itu? dengan obat haram.Leo bertekad. Jika terjadi sesuatu pada mereka berdua malam ini, ia akan bertanggung jawab terhadap gadis itu.Tanpa bicara, Leo mendekat pada Mona yang seakan-akan ada magnetnya. Membukakan resletingnya.Lalu merangkul pinggang gadis itu dengan nafas yang bergemuruh. Perlahan membawanya ke dalam pelukan. Mona terpaku dan membisu hanya sentuhan fisik yang berkata.Kedua tangan Mona merangkul pundak Leo dan mereka saling bersitatap sangat lekat, seakan mengatakan ingin memberikan sesuatu pada satu sama lain."Gila! apa yang aku rasakan ini, kenapa aku seperti ini?" Mona merutuki dirinya sendiri, tanpa bisa keluar dari jeratan yang sedang menguasai dirinya.Sepertinya seberapa kuat Leo menahan diri, dia tidak akan mampu di hadapan Mona yang sedang berada dalam dekapannya.Dengan nafas yang memburu, Leo membungkukkan kepalanya untuk menjangkau wajah Mona yang sedikit mendongak serta bibir yang terbuka. Bibir yang tadi dinikmati tanpa rasa."Om, tubuh ku panas!" Mona kembali bersuara.Beberapa saat, mereka hanyut dalam suasana yang membuat mereka bergejolak dan berdesir hebat. Tangan Leo pun mulai traveling pada Gundukan yang ukurannya sama itu menyembul tanpa penghalang.Entah sedang dirasuki setan apa? membuat Mona semakin berani saja, sehingga menunjukan miliknya, apalagi tatkala melihat miliknya Leo yang seakan menyesakkan tempatnya."Sial! Aku sulit menahan diri," gumam Leo dalam hati sembari terus melanjutkan aksinya.Mona menatap sendu Leo yang juga memandangnya penuh damba.Deru nafas Leo terdengar tidak beraturan, dia tampak berusaha meredam namun tidak mampu melawan. Terlalu indah untuk dianggur kan dan terlalu naif untuk dibiarkan."Om, aku nggak kuat lagi menahan diriku!" Bisik Mona di telinga pria tampan dan irit bicara itu.Membuat Leo semakin bersemangat untuk menyusuri setiap inci tubuh Mona yang harus diakui kalau gadis ini nyaris sempurna, meskipun terlihat gadis biasa! tapi tidak kalah dengan gadis yang suka merawat diri."Puaskan aku." Suara itu penuh permohonan. Mona cukup mengerti dengan bahasa tubuhnya.Kini tubuh Leo yang besar, tinggi. Mengungkung tubuh Mona yang kecil mungil, yang tampak pasrah bahkan menginginkannya juga.Tanpa membuang waktu, Leo langsung pasang ancang-ancang untuk menyalurkan hasrat nya yang lama membeku dan mungkin sudah membatu.Mona sangat kaget disaat ada yang blusukan ke daerah pedalaman yang anti di datangi pengunjung, sebuah lembah yang begitu asri dari mahluk asing.Kedua manik Mona membulat dengan sangat sempurna disertai air bening yang meleleh hangat."AAh!" Jerit Mona.Mulutnya menjerit kecil dan tertahan, yang langsung di bungkam oleh mulut Leo yang bergerak lembut agar Mona merasakan ketenangan dan nyaman.Tubuhnya tergoncang. Seiring gerakan lincah, gerakan olah raga dari Leo yang begitu bersemangat. Sehingga beberapa kali mengeluarkan suara kecil."Kau buat ku puas." Wajah Leo mendongak, dibuat melayang dengan yang Mona miliki.Beberapa kali keduanya merasakan berada di puncaknya. Dan merasakan pelepasan yang teramat menyenangkan. Bagai berada di puncak kayangan.Melayang-layang di atas awan, merasakan bahagia. Leo pun tak segan-segan menaburkan benihnya di lahan yang baru. Sekitar dua jam kemudian ritual traveling pun berakhir."Om!" Mona lirih."Iya, sayang." Gumam Leo dengan suara parau.Malam yang indah membawa kedua insan itu ke dalam keheningan yang menenangkan. Cahaya bulan yang lembut menggantung di langit, menciptakan suasana yang romantis.Mereka terlelap, setelah melakukan perjalanan yang begitu indah dan melelahkan, yang akan menjadi kenangan yang tak akan terlupakan.Ketika matahari baru saja terbit, sinarnya yang lembut menyinari langit dan memberikan warna-warni yang memukau. Udara pagi yang segar dan sejuk menghangatkan kulit.Di pagi hari, Leo terbangun dari tidurnya. Burung-burung berkicau riang, mengisi udara dengan suara indah mereka. Bunga-bunga di taman bermekaran, mengeluarkan aroma yang harum. Semuanya terasa begitu hidup dan penuh energi.Leo sudah tampak rapi. Berdiri tidak jauh dari tempat tidur, dimana Mona masih meringkuk di bawah selimut tebal berwarna putih. Bibir Leo menyungging penuh kebahagiaan."Kau akan menjadi milik ku." Lirihnya.Mengeluarkan kartu nama, membuat secarik kertas untuk gadis itu, detik kemudian Leo pergi begitu ....Mona terbangun di saat matahari sudah menampakan sinarnya. Menyipitkan kedua manik matanya yang masih ngantuk berat itu.Berusaha mengumpulkan ingatannya, mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Dia berada di sebuah kamar hotel yang mewah."Ya ampun ... apakah yang sudah terjadi padaku! kenapa aku tertidur di sini?" gumam Mona yang belum menyadari sepenuhnya.Suasana begitu hening dan Mona hanya menggerakkan matanya melihat kanan dan kiri, depan belakang suasana sudah siang rupanya jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Tiba-tiba Mona berteriak sekerasnya setelah melihat dirinya yang begitu polos hanya ditutupi dengan selimut putih saja."Ahhhhh!" Memegangi kedua telinganya. "Apa yang sudah terjadi padaku?" Kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.Mona berusaha keras untuk mengingat kejadian semalam dimana dan dengan siapa? Memorinya terus saja berputar.Berulang-ulang mengingat dari awal dia datang ke salah satu kamar hotel dan menemukan Marfin bersama selingkuhannya. Sehingga bert
"Nona. Anda harus ikut kami!" Secara tiba-tiba dua orang bodyguard yang tidak pernah Mona kenal. Memaksa Mona untuk ikut mereka."Kalian siapa? saya tidak kenal kalian!" Wajah Mona pucat Paseh. Ketakutan dengan dua orang tersebut, dan dia berusaha berontak untuk berlari."Nona. Kamu dapat perintah dari tuan Leo dan mereka ingin bertemu Anda." Jelas orang itu sambil menyeret Mona masuk mobilnya.Mona bertahan di ambang pintu seraya mengernyitkan keningnya. "Tuan Leo siapa?" Dalam hati sudah tertuju pada pria itu, namun ia ingin memastikan agar tidak salah orang."Dia tuan kami. Sebaiknya anda temui saja dulu!" lagi-lagi Mona di seret ke dalam mobil.Akhirnya dengan rasa khawatir. Mona ikut sambil berdoa dalam hati kalau dia akan selamat dan orang-orang ini bukan orang jahat dan yang di maksud adalah Leo papanya Marfin.Mobil berhenti di depan sebuah hotel yang Mona sendiri berasa tidak pernah mendatanginya sama sekali.Mona terus di arahkan dan di antar ke sebuah kamar hotel. Mona memba
Dari sudut salah satu ruangan Marfin terdiam, terpaku dengan keadaan. Dadanya begitu terasa sangat sesak, sakit dan kedua netra matanya pun memanas.Rasanya tidak sanggup melihat kebahagiaan Mona bersama sang ayah."Sial! kenapa Mona harus menikah dengan papa? Berarti mereka sudah ada main dari lama. Atau memang baru-baru ini mereka kenal?" Marfin bermonolog sendiri."Marfin kenapa kau sendirian di sini kenapa tidak bergabung sama yang lain?" Tanya sang omah menatap tajam ke arah cucunya."Oh, aku lagi malas aja Oma, lagian tadi aku sudah bersama mereka menemui para tamu." Marfin berkelakar.Sang omah semakin mendekat dan duduk tidak jauh dari Marfin, cucu kesayangannya."Bukannya kamu sudah punya kekasih, kenapa kekasihmu tidak dibawa ke sini?" Tatap oma menyelidik.Marfin sedikit kaget Omanya menyebut-nyebut kekasih. "Oh ya sedang kuliah Oma maksud aku. Dia sedang berada di luar kota!"Oma mengerutkan keningnya. "Bukannya kasihmu itu ... sudah bekerja di hotel?"Marfin menggaruk ten
Leo menatap ke arah Mona yang sudah berbaring di sampingnya. Berkali-kali menelan Saliva nya yang tercekat di tenggorokan.Mona yang berbaring merasakan dadanya yang berdebar. Tidak karu-karuan saja di suasana malam pergantian seperti ini. Apalagi melihat tatapan Leo bak singa lapar."Apa kau sudah ke dokter?" tanya Leo mengeluarkan suara baritonnya.Mona sejenak terdiam sambil mendudukan dirinya, menarik selimut menutupi dadanya."Sudah, aku lakukan itu!" Sahut Mona yang di suruh ke dokter untuk periksakan diri. Soal kesehatannya."Tidak pakai kontrasepsi?" Suara itu terdengar lagi sambil mengganti lampu dengan lampu tidur."Benar ya. Orang ini irit sekali bicaranya." Dalam hati Mona."Ooh. Tidak, aku tidak melakukannya dan aku hanya memeriksa kesehatan saja dan aku sehat kok seperti yang--""Sut ..." Leo menempelkan telunjuknya di bibir Mona yang ia pikir merepet.Mona terdiam dengan pandangan mengarah ke pria yang bertelanjang dada. Walau dalam remang tampak sekali ketampanannya.
Mona tidak tahu yang ada dalam pikiran Marfin saat ini. Incaran saat ini adalah kunci yang berada dalam saku celana depan, Marfin."Ha, aku tidak percaya itu. Aku tahu banar kamu seperti apa!" Elak marfin.Mona tersenyum kecut sedikit menyampingkan wajahnya."Terserah sih. Percaya atau tidak. Yang jelas ... aku sudah bulan madu dengan papa mu." Tegas Mona.Kepala Marfin menggeleng tetap tidak percaya. Namun hatinya terasa sakit bagai di gores benda tajam."Buka pintu, atau kuncinya seragkan?" Pinta Mona dengan tatapan tajam."Aku tidak akan membukakan pintu, juga tidak akan menyerahkan kuncinya!" senyum jahat dari Marfin.Mona mengangguk kecil. "Apa mau mu?""Mauku adalah, kamu kembali padaku dan jangan melanjutkan pernikahanmu dengan papa!" Marfin mendekatkan wajahnya.Wajah Mona terus menggeleng. permintaan Marfin itu sangat tidak mungkin."Itu sangat tidak mungkin. Aku adalah istri papa mu, sudah sah!" sahut mana dengan tatapan yang mengandung arti."Oke, kalau tidak mungkin kamu m
Mona menjerit histeris. Membuat Leo terkejut, hampir saja dia menidurkan diri langsung melonjak melihat ke arah Mona."Ada apa?" tanya Leo sambil mendekat."I-itu ... To ..." Mona terbata-bata.Leo mengernyitkan keningnya manatap tajam pada Mona yang membuatnya bingung. Mona menuding ke arah dinding yang ada toke nemplok dengan santai menatap ke arah dirinya. Penghuni villa pun berdatangan. menghampiri dimana Mona berada. Dengan wajah kebingungan.Leo yang melihat orang-orang melongo di depan pintu langsung menutup pintu dan setelahnya kembali pada Mona yang mematung."Itu toke!" Leo dengan nada datar."Iya, aku tahu itu tokek, kan aku takut! Kalau aku lagi tidur dia melompat gimana?" Mona menggeleng."Lompat ke mana?" tanya Leo."Ke tubuh aku lah, masa ke tubuh kamu nggak peduli aku." Sahut Mona."Gak mungkin!" Leo menarik tangan Mona menjauh dari dinding, duduk di tepi tempat tidur."Pergi mandi!" perintah Leo."Aku di suruh mandi? Kenapa diajak duduk?" Mona heran.Leo menghela naf
"Semoga ini mujarab. Dan aku akan mendapatkan bonus yang besar!" batinnya wanita tersebut.Wanita itu yang merupakan asisten di villa, terus mengaduk air di dalam gelas. Dengan kepala celingukan waspada bilakah ada yang melihat.Sang asisten membawa dua gelas minuman buah menuju kolam renang, di mana Mona dan Leo berada di sana."Silakan Nyonya, Tuan ... ini minumannya!" ucap sang asisten sembari menyimpan kedua gelas itu di meja yang tidak jauh dari kolam renang.Mona menoleh sembari berkata. "Terima kasih, Bi."Sang asisten tersenyum penuh arti, lalu meninggalkan tempat itu dengan sesekali menoleh ke belakang.Leo menepi dan naik ke permukaan, duduk di kursi dengan tatapannya terus ke arah Mona yang sudah lebih dulu naik, tampak begitu seksi."Ini minumnya, Om!" Mona memberikan gelas kepada Leo."Terima kasih!" lalu Leo menekuknya sampai tersisa setengahnya.Mona memegangi gelasnya. ditatapnya minuman itu, entah kenapa kok merasa ragu untuk minum dan berasa nggak haus aja."Kenapa?"
"Aku haus sekali, tapi rasanya aku nggak mau minuman ini. Aku pengen minuman yang masih disegel!" Mona menyimpan kembali gelasnya.Leo pun menyuruh asisten untuk mengambilkan minuman mineral, yang masih bersegel untuk Mona."Jangan, jangan! biar aku sendiri yang ngambil." Mona bergegas beranjak dan mengambil botol minuman dari lemari pendingin.Sang asisten hanya melongok melihat ke arah Mona. Yang tidak lama sudah duduk kembali tidak jauh dari Leo.Lek-lek-lek ... suara air yang mengalir di tenggorokan Mona tampak sekali kalau dia sangat haus."Ha ... segar ....""Gila! susah bener nih orang. Cuman minum air di gelas aja susahnya minta ampun!" gumam sang asisten sambil pura-pura menyibukkan dirinya.Leo menoleh pada sang asisten entah apa yang dia sedang pikirkan, detik kemudian melihat pada sang istri.Di hari yang begitu cerah ini, Mona berjalan-jalan di pesisir pantai yang tampak begitu indah! langitnya yang membentang biru dihiasi awan-awan yang putih. Burung-burung pun menari-na
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L