Mona terbangun di saat matahari sudah menampakan sinarnya. Menyipitkan kedua manik matanya yang masih ngantuk berat itu.
Berusaha mengumpulkan ingatannya, mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Dia berada di sebuah kamar hotel yang mewah."Ya ampun ... apakah yang sudah terjadi padaku! kenapa aku tertidur di sini?" gumam Mona yang belum menyadari sepenuhnya.Suasana begitu hening dan Mona hanya menggerakkan matanya melihat kanan dan kiri, depan belakang suasana sudah siang rupanya jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00.Tiba-tiba Mona berteriak sekerasnya setelah melihat dirinya yang begitu polos hanya ditutupi dengan selimut putih saja."Ahhhhh!" Memegangi kedua telinganya. "Apa yang sudah terjadi padaku?" Kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.Mona berusaha keras untuk mengingat kejadian semalam dimana dan dengan siapa? Memorinya terus saja berputar.Berulang-ulang mengingat dari awal dia datang ke salah satu kamar hotel dan menemukan Marfin bersama selingkuhannya. Sehingga bertemu dengan seorang laki-laki yang cukup berumur dan ternyata dia Papa nya Marfin."Ya ampun ... apa yang sudah aku lakukan dengan pria itu?" Mona terus menggeleng kasar.Wajahnya sedikit meringis merasa tubuhnya berasa remuk redam, apalagi di bagian intinya terasa sangat sakit. Di saat tubuhnya menggeser terlihat berapa bercak darah di sprei, pandangan mata Mona semakin terbelalak saja.Gelengan kepala yang kasar Mona seraya bergumam. "Tidak, ini tidak mungkin, tidak mungkin aku melakukannya dengan pria itu!"Hening."Sesuatu yang selama ini aku jaga, Marfin pun tidak pernah menyentuhnya! sekalipun pacaran bertahun-tahun." Mona mengacak rambut frustasi.Berkali-kali Mona menelan saliva membatu di tempat, rasa penyesalan pun mulai menyelimuti perasaannya dan air mata pun tak kuasa meleleh begitu saja, sebagai ungkapan rasa penyesalan.Juga rasa sakit hati yang sudah dikhianati, hingga ujung-ujungnya terjerat dengan situasi ini."Aduh, sakit!" Gumam Mona seraya sedikit meringis.Dengan hati yang berat, Mona bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Air hangat menyentuh kulitnya yang terasa kotor dan lelah. Mona membiarkan air mengalir menenangkan pikirannya yang kacau.Tak ayal rasa sakit dan perih mendominasi daerah inti nya dan sekujur tubuh.Sambil membasuh tubuhnya, Mona teringat kembali pada kejadian semalam yang seakan memutar film dan berulang-ulang ia tonton. Air mata kembali mengalir begitu saja."Kenapa itu harus terjadi?"Dia merasa hancur dan takut, bagaimana kalau dia hamil? akibat percintaan semalam, namun Mona berusaha menguatkan diri, mencoba untuk tidak terus terpuruk dalam kesedihannya."Kemana pria itu? kenapa meninggalkan ku, apakah dia akan lepas tanggung jawab setelah meniduri ku?" Mona bergumam merasa heran dengan keberadaan pria itu.Setelah membersihkan diri, Mona mengeringkan tubuhnya dan mengenakan pakaian yang sebelumnya ia kenakan.Dia melihat dirinya di cermin, mencoba mencari kekuatan di dalam dirinya untuk melanjutkan hidup."Bisa-bisanya aku menyerahkan diriku pada orang asing!" Mona menyentuh bibirnya.Mona tahu bahwa dia harus bangkit dari kesedihannya dan mencari cara untuk bisa menikah dengan pria tampan yang seharusnya menjadi mertua. kalau saja menikah dengan Marfin.Sekarang, Mona menyusun rencana, apa yang bisa dia lakukan selanjutnya untuk mengatasi situasi ini? Kedua manik mata Mona menemukan selembar kertas dan juga kartu nama di atas nakas.(Saya minta maaf atas kejadian semalam!)Mona melamun memegangi kertas tersebut.(Saya akan bertanggung jawab, temui saya!)Bibir Mona yang bergerak membacanya. Lantas meneliti kartu nama yang bernama Leo. Ada rasa sedih sekaligus ada senyum di bibirnya Mona. Dia kembali berpikir kalau dia harus bisa balas dendam dan membuat Marfin sakit hati juga menyesali apa sudah dia lakukan padanya.Lantas Mona mengayunkan langkahnya, berjalan menyusuri koridor hotel dan dia berniat mau langsung ke hotel tempatnya bekerja saja. Dia belum siap pulang untuk bertemu ayahnya...Di sisi ruang kerja, pria berumur yang masih tampak sangat gagah, tampan dan berwibawa itu termenung, mengingat percintaan nya semalam dengan seorang gadis yang baru saja ia temui.Senyuman puas tersungging dari bibir Leo dan bagaimana mungkin dia bisa melupakan situasi yang menyenangkan tersebut."Mona, namanya Monalisa!" Gumam Leo dengan bibir terus menyungging.Gadis itu benar-benar mampu membuat Leo merasakan candu dan ingin mengulang lagi. Leo menggigit bibirnya, merasai hatinya yang berbunga-bunga. Yang sekian lama kering kini segar kembali bermekaran.Tidak terasa waktu sudah masuk jam makan siang sehingga Leo pun bangkit dari duduknya. Pas mau membuka pintu.Sudah berdiri putranya yang bernama Marfin yang langsung nyelonong masuk ke dalam ruangan. Dengan menyoren tas punggung di bahunya. Sepertinya Dia baru saja pulang dari kampus."Saya tidak mengerti kenapa Papa bisa berhubungan dengan gadis itu?" Marfin langsung mengajukan pertanyaan pada papanya.Leo hanya menatap tajam pada Marfin. Putranya yang lebih banyak bicara ketimbang dirinya yang dingin."Dia itu terlalu muda buat Papa. Tidak pantas ... bagaimana mungkin, Papa! dekat dengan dia? Apalagi sampai menikahinya," suara Marfin kembali.Sang ayah masih terdiam dengan tatapan tajam ke arahnya."Pah, bagaimana pantas dia menjadi ibu sambung ku?" Marfin merepet dengan kata-kata sebagai protes. Namun. Diibaratkan bicara dengan patung yang tak merespon.Leo mengernyitkan keningnya. Mengarahkan pandangan pada putra satu-satunya itu."Jangan pernah melarang!" Tiga kata yang sangat jelas."Tapi, Pah!" balas Marfin yang mendapat angkat tangan dari papa nya. Menandakan kalau Marfin tidak perlu bicara lagi.Pria itu paling tidak suka kalau terus-terusan dibantah. Dan sesungguhnya dia sosok orang yang ingin selalu dituruti.Walaupun selama ini dia terus berusaha untuk mengikuti dan memberikan kasih sayang penuh kepada Marfin, kini sudah waktunya dia mencari kebahagiaannya sendiri."Pergilah, jangan ikut campur!" ucap Leo seraya menggerakan tangan agar Marfin keluar dari ruangannya.Selama belasan tahun Leo mengurus dan menjaga Marfin dengan segenap kasih sayangnya. Tanpa bantuan dari Alexa sebagai mamanya Marfin.Ketika usia Marfin sekitar 7 tahun, Alexa mengkhianati Leo dengan seseorang yang menjadi kepercayaan Leo. Leo murka sehingga dengan cepat menceraikan istrinya itu.Meskipun cintanya sangatlah besar kepada Alexa, tetapi dia sangat tidak bisa menerima dengan namanya penghianatan. Tanpa ampun dan tanpa ada kesempatan Alexa di Depak dari rumah mewahnya."Baiklah, aku pergi tapi Papa harus ingat kalau aku tidak pernah mengizinkan, Papa! menikah dengan gadis itu." Biarpun tidak didengar sama sekali oleh Papanya, dia tetap protes.Marfin sosok orang yang keras kepala juga, memang menuruni sifat dari Papanya yang keras kepala dan paling gak suka ditentang ataupun dibantah.Kalau sudah ada maunya harus dituruti. Tapi sekeras kepala nya Marfin, tidak dapat menandingi benteng papanya."Hem. Terlalu muda! Justru ini yang menjadi candu buatku!" batin Leo.Leo menyunggingkan bibirnya. Dia sangat merasa puas karena percintaannya semalam! bagaikan air hujan sehari yang mampu membasahi tanah akibat kemarau yang panjang.Yang pada akhirnya menjadi candu dan terus berharap bila air hujan itu pun turun membasahi. Menjadi penyejuk juga asupan vitamin buat semua tumbuhan.Leo sedang menikmati makan siangnya sendirian. Tangannya mengaduk-aduk makanan, pikirannya bercampur aduk mengingat percintaan itu dengan gadis manis bernama Mona."Mona?" Gumam Leo sembari tersenyum.Bayangan itu terus menari-nari di benaknya dan mengganggu pikirannya, sehingga makan pun merasa tidak berselera lagi. Dia langsung beranjak setelah membayar bill makan siangnya tersebut...Marfin berjalan memasuki lobby sebuah hotel tempat Mona bekerja, dia sengaja ke sana untuk menemui sang kekasih. Yang bertugas sebagai housekeeping. Yang tugasnya di bagian kebersihan hotel.Dengan langkah yang cepat. Marfin menghampiri Mona yang sedang berjalan membawa peralatan pel. "Mona tunggu? Mona!"Mona menoleh ke arah sumber suara, dia langsung melengos dan hendak pergi meninggalkannya. Mona merasa malas untuk bertemu pria yang selama ini menjadi kekasihnya."Aish ... Mau apa sih dia datang?" gumam Mona dengan kesal.Mona terus berjalan ingin menghindar dari Marfin yang terus menyusulnya.Geph.Marfin menangkap tangan Mona. "Mona dengarkan aku! Kita harus bicara, kamu tidak bisa mendiamkan aku seperti ini!"Mona menghempaskan tangannya dari genggaman Marfin. "Lepaskan aku! Kamu tidak perlu lagi mendatangi aku. Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi.""Mona, Mona dengar aku--""Aku menyesal selama ini menjadi kekasihmu, aku kira kau sangat mencintaiku. Rupanya semua palsu!" suara Mona yang memekik tetapi tertahan."Kamu harus dengar penjelasan ku dulu--""Cukup! kamu mendekati ibuku dan kamu tahu kalau aku paling gak suka dengan pengkhianatan! Satu lagi. Kau tahu kalau ibuku itu bersuami!" Bentak Mona pada Marfin, detik kemudian Mona pergi.Marfin hanya bisa mengepalkan tangan dan menatap tajam ke arah Mona yang meninggalkannya begitu saja.Bagaimanapun hatinya masih mencintai Mona dan situasi ini hanya karena dia tergoda oleh ibunya Mona, Laksmi. Ditambah ... ternyata Mona dekat dengan papanya yang entah sejak kapan? membuat kepala Marfin pusing tujuh keliling ...."Nona. Anda harus ikut kami!" Secara tiba-tiba dua orang bodyguard yang tidak pernah Mona kenal. Memaksa Mona untuk ikut mereka."Kalian siapa? saya tidak kenal kalian!" Wajah Mona pucat Paseh. Ketakutan dengan dua orang tersebut, dan dia berusaha berontak untuk berlari."Nona. Kamu dapat perintah dari tuan Leo dan mereka ingin bertemu Anda." Jelas orang itu sambil menyeret Mona masuk mobilnya.Mona bertahan di ambang pintu seraya mengernyitkan keningnya. "Tuan Leo siapa?" Dalam hati sudah tertuju pada pria itu, namun ia ingin memastikan agar tidak salah orang."Dia tuan kami. Sebaiknya anda temui saja dulu!" lagi-lagi Mona di seret ke dalam mobil.Akhirnya dengan rasa khawatir. Mona ikut sambil berdoa dalam hati kalau dia akan selamat dan orang-orang ini bukan orang jahat dan yang di maksud adalah Leo papanya Marfin.Mobil berhenti di depan sebuah hotel yang Mona sendiri berasa tidak pernah mendatanginya sama sekali.Mona terus di arahkan dan di antar ke sebuah kamar hotel. Mona memba
Dari sudut salah satu ruangan Marfin terdiam, terpaku dengan keadaan. Dadanya begitu terasa sangat sesak, sakit dan kedua netra matanya pun memanas.Rasanya tidak sanggup melihat kebahagiaan Mona bersama sang ayah."Sial! kenapa Mona harus menikah dengan papa? Berarti mereka sudah ada main dari lama. Atau memang baru-baru ini mereka kenal?" Marfin bermonolog sendiri."Marfin kenapa kau sendirian di sini kenapa tidak bergabung sama yang lain?" Tanya sang omah menatap tajam ke arah cucunya."Oh, aku lagi malas aja Oma, lagian tadi aku sudah bersama mereka menemui para tamu." Marfin berkelakar.Sang omah semakin mendekat dan duduk tidak jauh dari Marfin, cucu kesayangannya."Bukannya kamu sudah punya kekasih, kenapa kekasihmu tidak dibawa ke sini?" Tatap oma menyelidik.Marfin sedikit kaget Omanya menyebut-nyebut kekasih. "Oh ya sedang kuliah Oma maksud aku. Dia sedang berada di luar kota!"Oma mengerutkan keningnya. "Bukannya kasihmu itu ... sudah bekerja di hotel?"Marfin menggaruk ten
Leo menatap ke arah Mona yang sudah berbaring di sampingnya. Berkali-kali menelan Saliva nya yang tercekat di tenggorokan.Mona yang berbaring merasakan dadanya yang berdebar. Tidak karu-karuan saja di suasana malam pergantian seperti ini. Apalagi melihat tatapan Leo bak singa lapar."Apa kau sudah ke dokter?" tanya Leo mengeluarkan suara baritonnya.Mona sejenak terdiam sambil mendudukan dirinya, menarik selimut menutupi dadanya."Sudah, aku lakukan itu!" Sahut Mona yang di suruh ke dokter untuk periksakan diri. Soal kesehatannya."Tidak pakai kontrasepsi?" Suara itu terdengar lagi sambil mengganti lampu dengan lampu tidur."Benar ya. Orang ini irit sekali bicaranya." Dalam hati Mona."Ooh. Tidak, aku tidak melakukannya dan aku hanya memeriksa kesehatan saja dan aku sehat kok seperti yang--""Sut ..." Leo menempelkan telunjuknya di bibir Mona yang ia pikir merepet.Mona terdiam dengan pandangan mengarah ke pria yang bertelanjang dada. Walau dalam remang tampak sekali ketampanannya.
Mona tidak tahu yang ada dalam pikiran Marfin saat ini. Incaran saat ini adalah kunci yang berada dalam saku celana depan, Marfin."Ha, aku tidak percaya itu. Aku tahu banar kamu seperti apa!" Elak marfin.Mona tersenyum kecut sedikit menyampingkan wajahnya."Terserah sih. Percaya atau tidak. Yang jelas ... aku sudah bulan madu dengan papa mu." Tegas Mona.Kepala Marfin menggeleng tetap tidak percaya. Namun hatinya terasa sakit bagai di gores benda tajam."Buka pintu, atau kuncinya seragkan?" Pinta Mona dengan tatapan tajam."Aku tidak akan membukakan pintu, juga tidak akan menyerahkan kuncinya!" senyum jahat dari Marfin.Mona mengangguk kecil. "Apa mau mu?""Mauku adalah, kamu kembali padaku dan jangan melanjutkan pernikahanmu dengan papa!" Marfin mendekatkan wajahnya.Wajah Mona terus menggeleng. permintaan Marfin itu sangat tidak mungkin."Itu sangat tidak mungkin. Aku adalah istri papa mu, sudah sah!" sahut mana dengan tatapan yang mengandung arti."Oke, kalau tidak mungkin kamu m
Mona menjerit histeris. Membuat Leo terkejut, hampir saja dia menidurkan diri langsung melonjak melihat ke arah Mona."Ada apa?" tanya Leo sambil mendekat."I-itu ... To ..." Mona terbata-bata.Leo mengernyitkan keningnya manatap tajam pada Mona yang membuatnya bingung. Mona menuding ke arah dinding yang ada toke nemplok dengan santai menatap ke arah dirinya. Penghuni villa pun berdatangan. menghampiri dimana Mona berada. Dengan wajah kebingungan.Leo yang melihat orang-orang melongo di depan pintu langsung menutup pintu dan setelahnya kembali pada Mona yang mematung."Itu toke!" Leo dengan nada datar."Iya, aku tahu itu tokek, kan aku takut! Kalau aku lagi tidur dia melompat gimana?" Mona menggeleng."Lompat ke mana?" tanya Leo."Ke tubuh aku lah, masa ke tubuh kamu nggak peduli aku." Sahut Mona."Gak mungkin!" Leo menarik tangan Mona menjauh dari dinding, duduk di tepi tempat tidur."Pergi mandi!" perintah Leo."Aku di suruh mandi? Kenapa diajak duduk?" Mona heran.Leo menghela naf
"Semoga ini mujarab. Dan aku akan mendapatkan bonus yang besar!" batinnya wanita tersebut.Wanita itu yang merupakan asisten di villa, terus mengaduk air di dalam gelas. Dengan kepala celingukan waspada bilakah ada yang melihat.Sang asisten membawa dua gelas minuman buah menuju kolam renang, di mana Mona dan Leo berada di sana."Silakan Nyonya, Tuan ... ini minumannya!" ucap sang asisten sembari menyimpan kedua gelas itu di meja yang tidak jauh dari kolam renang.Mona menoleh sembari berkata. "Terima kasih, Bi."Sang asisten tersenyum penuh arti, lalu meninggalkan tempat itu dengan sesekali menoleh ke belakang.Leo menepi dan naik ke permukaan, duduk di kursi dengan tatapannya terus ke arah Mona yang sudah lebih dulu naik, tampak begitu seksi."Ini minumnya, Om!" Mona memberikan gelas kepada Leo."Terima kasih!" lalu Leo menekuknya sampai tersisa setengahnya.Mona memegangi gelasnya. ditatapnya minuman itu, entah kenapa kok merasa ragu untuk minum dan berasa nggak haus aja."Kenapa?"
"Aku haus sekali, tapi rasanya aku nggak mau minuman ini. Aku pengen minuman yang masih disegel!" Mona menyimpan kembali gelasnya.Leo pun menyuruh asisten untuk mengambilkan minuman mineral, yang masih bersegel untuk Mona."Jangan, jangan! biar aku sendiri yang ngambil." Mona bergegas beranjak dan mengambil botol minuman dari lemari pendingin.Sang asisten hanya melongok melihat ke arah Mona. Yang tidak lama sudah duduk kembali tidak jauh dari Leo.Lek-lek-lek ... suara air yang mengalir di tenggorokan Mona tampak sekali kalau dia sangat haus."Ha ... segar ....""Gila! susah bener nih orang. Cuman minum air di gelas aja susahnya minta ampun!" gumam sang asisten sambil pura-pura menyibukkan dirinya.Leo menoleh pada sang asisten entah apa yang dia sedang pikirkan, detik kemudian melihat pada sang istri.Di hari yang begitu cerah ini, Mona berjalan-jalan di pesisir pantai yang tampak begitu indah! langitnya yang membentang biru dihiasi awan-awan yang putih. Burung-burung pun menari-na
Pria tampan yang dingin itu ... hanya mengernyitkan keningnya. Namun, tak ayal tangannya merangkul pinggang Mona.Mona bukannya tanpa alasan nemplok di Leo, disebabkan dia merasa ketakutan! dari balik pintu ada sosok yang mengerikan, tentu saja membuat dia menjerit dan lompat."Ada apa?" tanya Leo dengan tangan yang masih merangkul pinggang Mona."I-itu. di balik pintu ada ... ada ... itu sosok yang menakutkan." Suara Mona terbata-bata.Membuat bodyguard langsung mengecek tempat yang dituding oleh Mona, apa benar di sana ada sosok yang mengerikan?"Tidak ada apa-apa Tuan! yang ada hanya bibi yang sedang bersih-bersih!" laporan sang bodyguard sambil menghampiri.Leo menoleh ke arah Mona dengan gerakan alisnya, seolah-olah berkata, itu tidak ada apa-apa."Tapi beneran kok! tadi aku melihatnya, makanya aku ketakutan!" Mona meyakinkan diri kalau dia benar-benar melihat sesuatu yang menyeramkan."Di sini aman!" ucap Leo seraya melepaskan rangkulannya dan Mona berusaha berdiri tegak."Kamu
Laksmi menatap dengan rasa tidak percaya bahwa malam ini dia harus keluar dari rumah impian itu, bahkan tanpa mendapatkan penghormatan dan mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa. "Marfin, aku tidak selingkuh dan di mana buktinya aku selingkuh? Aku hanya ngobrol saja dengan dia. Dari mana buktinya aku selingkuh?" Laksmi berusaha membela diri. "Jangan banyak bicara! Bawa bajumu keluar dari sini! Semua barang-barang mu, get out!" ucap Marfin sambil menunjuk ke arah pintu yang terbuka lebar. "Tapi kan tidak ada buktinya bahwa saya selingkuh. Jadi tidak ada alasan bagimu untuk menceraikan saya!" teriak Laksmi dengan nada putus asa. "Sekarang, aku minta kamu segera merapikan semua barang-barang dan keluar dari rumah ini!" sergah Marfin sambil melempar semua barang Laksmi keluar kamar. Bahkan bukan hanya barang-barangnya yang dilempar keluar kamar, Laksmi pun ditarik keluar kamar. Padahal, ia baru saja ingin menggendong Mandala yang terdiam, melihat kedua orang tuanya dengan kebingu
Brak!Marfin mengejutkan mereka dengan menggebrak meja mereka, tatapan tajam diarahkan langsung pada Laksmi dan prianya. "Oh, ini yang namanya males keluar, pengen barengan di rumah, secrol medsos. Rupanya di sini ya. Saya tidak menyangka, ternyata kamu seorang ibu yang jahat, seorang istri yang penghianat!"Laksmi, terkesiap, melonjak naik berdiri, tidak percaya dengan kedatangan Marfin di hadapannya yang tadi katanya bermain di taman dan membawa anak tiba-tiba berada di depannya."Mar-Marfin, kamu ngapain di-di di sini?" suara Laksmi belibet, saking kagetnya."Kenapa, Mama Laksmi kaget? Karena suami yang lebih muda ini berada di sini? Kamu ternyata wanita murahan! Dulu kamu menggodaku, sampai hancurnya hubunganku dengan Mona. Dan sekarang kamu telah menghancurkan hubungan kita," suara Marfin dengan tegas."Ini tidak ... Ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku ... aku bisa jelaskan," sahut Laksmi dengan suara yang terbata-bata.Marfin mengangkat tangan memberi kode agar Laksmi tid
Setelah beberapa saat muter-muter membawa Mandala jalan-jalan akhirnya Martin hendak menuju pulang namun sebelum masuk ke area perumahannya melihat mobil sang istri keluar membuat dia tertarik untuk mengikutinya dan mencoba untuk menanyakan keberadaannya sekarang di mana.(Kamu di mana? bisa datangin aku nggak, di taman sedang mengajak Mandala bermain) kirim.Beberapa saat kemudian terdengar notif masuk. Ting ....(Aku sedang berada di rumah lah. Malas untuk keluar!) jawab Laksmi.Kemarin merasa kebingungan apa ya di rumah tapi yakin kok itu mobilnya. Sehingga Ia terus mengikuti mobil tersebut memperhatikannya dari kejauhan."Aku jadi penasaran, aku yakin kok mobilnya istriku, apa mobilnya dipinjamkan sama orang lain? Tapi sama siapa? Nggak mungkin juga," gumam Marfin sambil terus mengawasi mobil yang berjarak beberapa meter di depannya.Sementara itu, Mandala tertidur di jok samping, sesekali Marfin memperhatikan anaknya dan jalan bergantian. "Rasanya sangat tidak mungkin mobilnya d
Marfin melanjutkan perjalanannya, mengendarai mobil kesayangannya menuju pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, ia disambut oleh putranya, Mandala, yang berusia kurang lebih satu tahun. Mandala sudah mulai bisa bicara dan bertanya kepada Marfin tentang oleh-oleh yang terlupa Marfin beli."Aduh lupa! Ayah lupa sayang!" Kata Marfin dengan senyuman."Mmm, Ayah! Kok lupa sih ... beli oleh-oleh buat Mandala?" tanya Mandala dengan suara polos dan penuh harap.Marfin merasa bersalah karena lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. "Maaf, Sayang. Ayah lupa membawa oleh-oleh untuk Mandala. Tapi Ayah akan memberikannya nanti, ya."Mandala mengangguk dengan wajah kecewa yang segera berubah menjadi ceria. "Baik, Ayah. Mandala tunggu. Jangan lupa lagi ya! Janji"Marfin merasa berat hati karena lupa membawa oleh-oleh, namun janji lain kali akan membawanya. Sesuatu yang spesial untuk Mandala. Dia menuntun Mandala masuk ke dalam rumah.Namun, saat mereka masuk, Marfin mendapati istrinya, Laksmi, sedang asi
Suasana rumah begitu ramai menyambut kedatangan baby kembar Arda dan Ardi. sekian waktu kemarin menghilang. Kini datang kembali Mambawa kebahagiaan untuk Leo dan keluarga.Saat itu datang dua orang polisi dengan tegaknya dan begitu hormat kepada Leo. "Silakan duduk!" Leo menyilakan duduk kepada tamunya."Terima kasih!" Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan tuan rumah.Polisi memberikan laporan yang mengungkapkan bahwa dalang di balik penculikan anaknya adalah Alexa, dan bahkan terbukti bahwa Alexa juga terlibat dalam penggelapan uang perusahaan Leo. Leo sangat terkejut dan jatuh dalam rasa nyesek yang mendalam, bertanya-tanya apa maksud dari semua ini."Apa? Alexa? Apa maksud dari semua ini?" Leo tidak habis pikir. Bagaimana bisa dia melakukan penculikan dan menggelapkan uang perusahaannya."Iya, Pak Leo. Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam, kami menemukan bukti yang mengarah kepada Alexa. Dia memiliki motif di sebalik ini, melakukan penculikan demi satu tujuan dan mengge
Mona kembali melihat ke arah sang suami yang menikmati makan bakso nya dengan sangat lahap. "Sebaiknya kita pulang," ajak Leo setelah menghabiskan makannya, berdiri dan menyimpan lembaran uang di bawah mangkok. Mona, menganggukkan kepala, lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu. "Saya sudah melihat kedua baby yang sekarang dirawat oleh Abang tukang bakso, wah lucu-lucu kembar lagi," suara pria yang berada di belakang Mona menarik perhatian mereka berdua. "Apa Pak, Abang tukang bakso merawat kedua baby kembar? Dan baby siapa itu?" Mona menjadi penasaran. "Entah, yang jelas di bawa sama orang gila dan sekarang dirawat sama istrinya tukang bakso," kata si bapak tadi. Leo segera merogoh sakunya, mengambil ponsel lalu dia menunjukkan foto baby Arda dan baby Ardi. "Apakah kedua baby ini?" tanya Leo penasaran, kepalanya menoleh banyak orang-orang yang berada di sana. Orang yang tadi mengobrol sama bapak yang barusan saling pandang, entah apa yang berada dalam pikiran mereka. "Kam
Mona akhirnya mau makan, setelah Marfin berhasil membujuknya dan memberinya makan dari tangannya. Leo merasa cemburu dan mengambil alih posisi Marfin."Sini, biar Papa saja," kata Leo sambil menyuapi Mona. "Sayang, makan yang banyak," ucap Leo pada Mona yang membuka mulutnya."Aku ingin bertemu bayi. Aku takut dia-" Mona terhenti saat Leo menempelkan jari di bibirnya.Marfin menatap Mona dan Leo yang terlihat mesra. Hati Marfin juga merasa cemburu melihat Mona yang begitu dekat dengan Leo. *****Hati Mona penuh kekhawatiran dan kegelisahan. Dia tidak dapat membayangkan apa yang mungkin terjadi pada kedua putrinya yang hilang. Berbagai pertanyaan bergejolak di dalam pikiran mereka."Di mana bayi-bayi kita? Kapan kita akan menemukan mereka?" Kata Mona sambil menatap keluar jendela."Aku tidak tahu. Kita akan terus mencarinya," balas Leo sambil memandang ke jalan yang terlewati saat ia mengemudi.Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan, mencari tanda-tanda keberadaan mereka. Mona berharap
Sementara itu, polisi sedang mengintai tempat yang dicurigai sebagai tempat bersembunyinya orang yang membawa bayi kembar, Arda dan Ardi.Dengan tegas, suara polisi memperingatkan. "Jangan bergerak! Serahkan dirimu, kalau tidak mau terjadi sesuatu padamu!" Polisi menodongkan senjata api ke arah wanita yang sedang memunggungi, sementara beberapa polisi lain berada di sekitar.Wanita itu, dengan rasa kaget, masih menghubungi pihak polisi dan perlahan-lahan mengangkat kedua tangannya. Kemudian, polisi segera meringkusnya, mengamankan tangannya ke belakang.Tanpa ada perlawanan, wanita tersebut digelandang ke kantor polisi. Selama di perjalanan, polisi terus menanyai di mana bayi kembar tersebut, namun wanita itu masih bungkam. Saat digeledah, tempat itu tidak ditemukan bayinya, hanya ada barang bukti berupa pakaian bayi.Berita mengenai kejadian ini langsung sampai ke telinga Leo dan Mona. Keduanya mendatangi polisi segera setelah mendengar kabar tersebut.Plak.Tidak dapat mengendalikan
Mona masuk ke kamar bayinya dengan hati yang panik dan terpukul. Dia melihat tempat tidur kosong dan bayinya sudah tidak ada di situ. Keadaan ini membuatnya kehilangan kendali dan dia langsung berteriak."Arda. Ardi, tolong ... bayiku hilang! Dia tidak ada di sini!" seru Mona dengan suara lantang.Mendengar teriakan Mona, semua orang di rumah berhamburan menuju kamarnya. Mereka melihat wajahnya yang panik dan hancur, dan situasi menjadi semakin kacau."Apa yang terjadi? Dimana bayimu?" tanya Wati yang lebih dulu sampai di lokasi dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Baby aku hilang, Wati! Dia tidak ada di tempat tidurnya," kata Mona dengan suara yang penuh keputusasaan, sementara susternya pun yang baru selesai makan datang ke sana.Mona mencari ke kolong tempat tidur. Ke balik gorden. Balik sofa ... Dan asisten lain pun ikut mencari. suster pengasuh baby Arda dan Ardi pun kebingungan tadi kan waktu dia tinggalkan bersama Mona, terus kenapa sekarang tidak ada."Sabar, sayang," kata L