Kedua pasangan yang baru beberapa saat lalu menikah itu melangkah masuk ke dalam suatu Rumah. Riehla yang berjalan di samping Ellio, terus mengikutinya sampai di depan pintu salah satu Kamar.Ellio buka pintu Kamar. "Ini Kamar kamu kan?" tanya Riehla sembari memperhatikan saksama Kamar Ellio yang sudah berbeda dari sebelumnya."Sekarang jadi Kamar kita." Sembari menatap Riehla.Riehla melangkahkan kaki disusul Ellio yang berada di belakang. "Kamar yang pernah kamu tempati akan menjadi Kamar Zena."Membalikkan tubuh ke arah Ellio. "Sebaiknya kita siap-siap sekarang.""Kamu perlu mandi dulu?" tanya Ellio."Nanti saja kalau sudah tiba di sana.""Kalau gitu aku mandi dulu sekitar 10 menit.""Okay."Ellio mengambil pakaian dari dalam lemari. Meninggalkan Riehla yang berjalan ke arah meja rias. Riehla yakin jika sebelumnya tidak ada meja itu. Ellio melakukannya demi Riehla.Mendudukkan diri di bangku. Mulai menghapus make up dan membuka tataan rambut.Sampai Ellio selesai dengan kegiatannya
Untung masih ada dua pasang baju yang benar. Kaos putih sedikit kebesaran dan celana panjang bahan. Jadi, Riehla tidak akan kebingungan. Riehla ambil kaos dan celana itu.Pergi meninggalkan Ellio yang belum mendapat jawaban atas kenapa tiba-tiba Riehla bertanya mengenai apa Ellio yang mempersiapkan semuanya.Ellio yang penasaran pun membuka lemari bagian baju Riehla berada dan Ellio sedikit terkejut dan langsung menutup pintu lemari.Melangkah ke arah nakas di mana mantelnya berada. Mengeluarkan handphone dari dalam saku, menyentuh beberapa kali handphone lalu menempelkan pada telinga. Berjalan keluar Kamar.Menggeser pintu Rumah yang tertutup. Mendudukkan diri di teras yang berlantai kayu."Ken—""Maksud kamu apa?""Santai, Kak. Ada apa sih?""Pakaian yang kamu siapkan untuk Riehla. Riehla terlihat kurang nyaman.""Ohh, itu. Kan biar semakin romantis malam-malam kalian.""Gak seharusnya Kak Ellio menyerahkannya sama kamu."Sebelum Yura mengatakan sesuatu Ellio sudah lebih dahulu meng
Bukan di Restaurant, Ellio bahkan mempersiapkan sendiri dengan menyuruh Riehla tetap di Kamar sampai makan malam yang ia persiapkan selesai.Tok tok tokRiehla yang berpakaian santai tengah bersantai di tempat tidur, berjalan ke arah pintu. Membukanya dan terlihat Ellio dengan Ruang Tengah yang lumayan gelap.Ellio menyodorkan salah satu tangan dan Riehla menggapainya. Ellio ajak Riehla keluar Kamar dan ada beberapa lilin berwarna merah di lantai serta satu buah lilin putih besar yang ada di tengah-tengah meja makan.Ellio geser kursi untuk Riehla duduki. Ellio duduk di kursi tepat di hadapan Riehla. Tidak Riehla sangka bahwa Ellio mempersiapkan malam malam seromantis ini.Lihatlah juga makam malam yang sudah seperti di Restaurant. Steak dengan beberapa tumis sayuran dan kentang yang dicetak bundar dihaluskan dipangggang itu."Kapan datangnya makanan ini?" tanya Riehla."Saat aku menata meja.""Sepertinya enak.""Dimakan, Rie."Riehla potong daging itu dengan pisau, menusuknya dengan
Saatnya kembali ke rutinitas sehari-hari, di mana sudah terdapat tumpukan berkas yang menunggu untuk ditinjau. Dan hari ini adalah hari pertama Riehla dan Yura bekerja di perusahaan Kakek-nya.Semua orang menyambut mereka dengan suka-cita. Menempati Ruang Kerja masing-masing yang berada di lantai berbeda. Riehla yang sudah duduk di kursi kerja, nampak bingung apa yang harus dilakukan di hari pertama.Tok tok tok"Masuk!"Pintu terbuka di mana menampakkan seorang perempuan berambut lurus hitam sebahu yang saat itu dibiarkan terurai. Perempuan yang terlihat cantik dan berkelas.Perempuan yang memegang tumpukan map itu berhenti di depan meja kerja. "Saya Eliza, sekretaris Bu Riehla.""Iya." Seraya tersenyum."Ini agenda Bu Riehla hari ini di mana Pak Surya ingin Bu Riehla membaca hal-hal penting mengenai perusahaan." Sembari menaruh map-map itu di atas meja."Terima kasih."Eliza yang nampak lebih tua dari Riehla, sedikit membungkukkan badan tanda hormat, lalu melangkah pergi.Riehla tat
Hari sudah memasuki malam dan Ellio baru saja selesai dengan pekerjaannya. Lama tidak menaruh perhatian pada putri kecilnya saat menoleh ke arah sofa, ternyata Zena sudah terlelap. Terbaring di atas ranjang dengan posisi tidur menyamping, memeluk boneka pinguin.Sebelumnya Ellio sudah pernah membayangkan mengajak anak-nya bekerja dan saat ini pemikiran seperti itu sedang terwujud. Berjalan ke arah Zena. Mendudukkan diri di tepi sofa dengan pelan.Memperhatikan baik-baik wajah sang putri. Tidak ada hal yang lebih indah dari memiliki orang-orang yang kita cinta di sisi kita.Drrrtt drrrtt drrrttSegera Ellio berjalan ke arah meja kerja, mengambil handphone yang ada di meja. Mengangkat telepon dari istri-nya. "Hallo, El.""Iya.""Zena mana?""Lagi tidur. Aku jemput yaa.""Gak usah, aku kan bawa motor.""Aku jemput saja, Rie. Mau ya?""Ya sudah.""Tunggu aku!""Mm."Ellio pakai jas-nya. Memasukkan handphone ke dalam saku jas dan mengambil kunci mobil yang ada di laci. Sampainya di hadapan
Untuk kali pertama Riehla pergi ke luar negeri sebagai seorang CEO suatu perusahaan. Perusahaan yang bukan sembarang perusahaan. Meninggalkan anak dan suami yang sedang menonton film kartun di televisi.Ellio menoleh ke arah Zena yang seharian ini tenang seperti biasanya. Asik dengan ice cream dalam mangkuk yang tinggal sedikit."Kalau mau ice cream lagi, bilang ya sama Papa. Nanti Papa ambilkan lagi.""Kata Mama aku gak boleh makan ice cream banyak-banyak." Sembari menatap Ellio dengan wajah datar. Lalu, kembali memperhatikan layar tv.Ellio bangga pada Zena. Putri-nya itu terlihat sebagai anak yang penurut. "Kira-kira Mama lagi apa ya?""Kalau mau tahu telepon saja."Ellio tersenyum. Benar juga apa yang dikatakan Zena. Tidak perlu menerka-nerka.Terdengar suara bel berbunyi. Ellio beranjak dari sana untuk melihat siapa yang datang dan saat pintu terbuka nampak Sepupu perempuannya itu. Yura masuk seperti itu saja sebelum dipersilakan.Duduk di samping Zena. Tangan yang merangkul Zena
Zena biarkan Mama dan Papa-nya saling melepas rindu dengan berpelukan. Ellio sedikit melerai pelukan. "Sekali pun mendengar sura kamu, melihat wajah kamu saat kita video call tetap saja aku merindukan kamu.""Aku juga. Rasanya sudah gak bisa jauh dari kamu sehari pun."Ellio kembali memeluk Riehla. Zena yang melihat itu hanya memasang wajah datar. Riehla lepas pelukan itu, membalikkan tubuh ke arah Zena."Kita pulang," ujar Riehla sembari menggapai salah satu tangan Zena.Terdapat seorang perempuan berambut lurus sebahu berwarna light brown nampak dengan koper yang didorongnya, menghentikan langkah kaki. Perempuan dengan kacamata hitam itu menatap ke suatu arah. Arah yang memperlihatkan Riehla, Zena dan Ellio.Beberapa saat kemudian...Sampainya di Rumah Zena masuk ke dalam Kamar, katanya ingin tidur siang. Riehla dan Ellio masuk ke dalam Kamar. Ellio taruh koper di dekat nakas, sementara Riehla mendudukkan diri di tepi ranjang. Menaruh tas di kasur, sampingnya."Gimana pertemuan deng
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba untuk Ellio mewujudkan mimpinya memberi kejutan ulang tahun pada putri kecil-nya itu. Hadiah yang diberikan Ellio pada Zena adalah sebuah liburan. Liburan yang bukan hanya Riehla, Ellio dan Zena.Ellio membawa Kakek, Yura, Ani, bahkan Randy. Ellio membawa semua orang untuk merayakan ultah Zena. Hari bahagia Zena.Ellio memilih liburan ke Bali. Menyewa salah satu penginapan yang nampak sangat indah. Ellio sibuk memompa balon warna-warni yang akan menghiasi dekat kolam renang yang akan menjadi tempat ulang tahun Zena diadakan. Randy datang membantu.Kakek yang duduk di salah satu kursi, memperhatikan Cicit-nya yang sedang bermain bersama Yura di kolam renang. Riehla keluar dari dalam bersama Ani dengan masing-masing memegang nampan."Dimakan Kek cemilannya," ucap Riehla sembari menaruh dua piring berisi pisang goreng dan donat serta segelas es teh manis di meja."Terima kasih, Riehla."Ani membagikan makanan dan minuman yang ada di nampannya pada Ell
Ada yang kebakar tapi bukan dengan api. Sudah 3 hari ini Kenzo tak ada kabar sama sekali. Terlebih Zena melihat postingan Kenzo seperti bersenang-senang dengan orang-orang asing itu. Tak satu pun yang wajahnya Zena kenal.Zena pikir selama kepergian lelaki itu Kenzo akan rajin memberi kabar. Nyatanya..."Kamu bisa membuatnya jatuh cinta kepada-mu meski dia tak cinta." Yura yang duduk di samping Zena di sofa panjang, bernyanyi menggoda Zena."Kayaknya memang gak cinta," ujar Zena sembari menatap handphone di mana layar penuh wajah Kenzo. Zena sedang melihat-lihat foto pada sosial media Kenzo."Cinta, Na. Kalau gak ada rasa gak mungkin kelihatan ngedeketin gitu." Masih dengan menatap Zena.Zena menoleh ke arah Yura. Menatap Yura dengan wajah serius. "Gak bisa, Yura."Yura membalas dengan wajah tak kalah serius. "Kelihatan banget kalau kamu gak mau kehilangan Kenzo. Masih mau menolak keberadaannya?"Diam itulah yang sedang Zena lakukan. Zena masih bingung dengan dirinya sendiri. Di satu
Sejak dari tempat permainan hingga kini berada di salah satu Restaurant yang dilakukan Kenzo hanya diam dengan terus mengawasi anak-anak itu. Sungguh seperti seorang pengasuh.Kenzo yang duduk tepat di hadapan Zena melihat betapa perhatiannya Adit pada Zena. Pemuda yang duduk di samping Kenzo itu benar-benar memperlihatkan ketertarikannya pada gadis cantik dan lembut inceran Kenzo."Habis ini kamu langsung pulang atau mau ikut jenguk Resti?" tanya Dania pada Zena."Ikut.""Aku ikut," ujar Adit.Kenzo yang mendengar itu rasanya ingin ikut juga tetapi nanti terlihat aneh. Adit sih sah-sah saja jika ikut, Adit kan sahabatnya Resti juga."Besok saya melakukan penerbangan ke Singapore dan akan berada di sana selama satu minggu, Na." Sembari menatap Zena.Zena yang jelas mendengar ucapan Kenzo, memilih diam. Kenzo yang melihat itu tentu sedikit sedih karena tidak mendapat respon dari gadis yang ia suka.Beberapa saat kemudian...Zena sudah berada di dalam taxi yang melaju bersama Dania dudu
Zena tahu jika semua orang mendukung Zena memiliki hubungan dengan Kenzo. Berjam-jam bersama Kenzo pun membuat Zena menyadari jika ia mulai menyukai Kenzo. Tetapi seragam putih abu-abu itu seperti pembatas bagi Zena.Di hadapannya sudah terdapat dua box pizza beda topping yang terletak di meja kerja. Ya, mereka berada di Ruang Kerja sang Direktur yang tak lain adalah Kenzo."Dimakan, Na." Yang duduk di kursi kerja-nya.Zena ambil sepotong pizza yang digigit kecil. "Habis ini mau pulang apa masih mau di sini?""Pulang saja, Kak.""Ya sudah, nanti saya antar.""Gak usah. Aku bisa naik ojek online." Lalu, menggigit pizza."Lebih baik saya yang antar.""Gak, Kak!" tegas Zena.Jika sudah seperti itu Kenzo hanya bisa diam yang berarti mengiyakan maunya Zena. Belum apa-apa Kenzo sudah belajar mengalah.Bahkan ketika Zena menyuruh Kenzo ikut makan pria matang itu menurut. Seolah Kenzo tidak ingin memulai perdebatan dengan gadis kecil itu.Sama seperti Ellio yang menganggap Zena gadis kecil wa
Buku yang ingin Zena ambil nyatanya terlalu jauh untuk digapainya hingga gadis itu berjinjit dan buku melayang jatuh ke lantai. Untung tidak mengenai kepala Zena. Saat Zena hendak mengambil buku fisika itu terlihat tangan yang lebih besar dan kekar dari tangannya menyentuh buku juga.Tanpa menyingkirkan tangan dari buku Zena yang posisi jongkok, mengangkat kepala dan manik matanya bertemu dengan manik mata Adit. Mendadak entah mengapa momen itu mengingatkan Zena pada buku yang jatuh di Toko buku.Zena berdiri dari jongkok dengan membiarkan Adit yang mengambil buku itu. Adit berikan buku pada Zena yang mengucapkan terima kasih lalu berlalu dari sana mencari tempat duduk masih di Perpustakaan.Buku sudah dibuka tetapi pikirannya malah berada di tempat lain. Mata memang mengarah ke deretan huruf dan angka, tetapi otaknya penuh dengan wajah Kenzo. Niat ke Perpus untuk fokus belajar tetapi...Adit mengambil posisi duduk di sebelah Zena dengan buku yang sama diletakkan di meja. Menatap Zena
Setelah mengantri membeli tiket Kenzo mengajak Zena membeli popcorn. Memberikan popcorn lumayan banyak itu pada Zena. Berjalan ke arah studio tempat film yang akan mereka tonton.Mereka langsung masuk lantaran orang-orang yang menonton di jam sebelumnya telah meninggalkan ruangan. Kenzo yang memegang potongan tiket memimpin jalan mencari tempat duduk mereka.Duduk di bagian bangku yang ada 4 buah. Zena kebetulan berada di dekat dinding. Menaruh cup popcorn di tempat yang tersedia untuk menaruh popcorn atau botol.Sebelum film diputar, handphone yang berada di tas selempang kecil bergetar. Zena segera mengambilnya dan terdapat panggilan video dari Eden."Bisa-bisanya Kak Zena pergi tanpa aku!" keluh Eden. Bibir anak kecil itu pun nampak maju."Lain kali.""Kapan?""Sudah ya, Den. Filmnya mau mulai."Sebelum Eden membuka mulut dengan cepat Zena mengakhiri panggilan video itu. Memasukkan kembali handphone ke dalam tas tak lupa memasang mode diam."Minggu besok kita bisa nonton film lagi
"Kamu suka Zena?" tanya Ellio tiba-tiba dan itu berhasil membuat Zena sedikit tersedak makanan hingga batuk-batuk."Papa apa-apaan sih!" ucap Zena tegas setelah meminum seteguk air bening."Saya gak suka kalau ada yang mau main-main sama putri saya!" Dengan nada tegas dan wajah serius.Zena semakin dibuat tak percaya oleh pria paruh baya itu. Menoleh ke arah Kenzo dengan raut wajah tidak enak. Bagaimana bisa Ellio menanyakan hal seperti itu pada lelaki yang baru 3 kali Zena temui. Itu pun hanya pertemuan singkat."Kalau suka sama Kak Zena gerak cepat deh soalnya yang suka sama Kak Zena bukan cuma Kakak," ujar Eden yang akhirnya ikut bicara. Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalian kenapa sih?!" ucap Zena dengan wajah mulai frustasi dengan kelakuan Papa dan Adik-nya itu."Zena cantik dan kelihatan baik. Siapa yang gak suka sama dia," ucap Kenzo setelah lama terdiam."Kak Kenzo gak perlu merespon perkataan gak jelas Papa sama Eden." Sembari menatap Kenzo."Apa yang saya
"Zena?"Sontak Zura menoleh ke sumber suara di mana seorang lelaki yang ia kenal berjalan ke arahnya. Lelaki yang hari itu terus menatapnya seolah tertarik dengan Zen."Kak Kenzo," ucap Zena sembari duduk.Kenzo mendudukkan diri di samping Zena. "Sendiri?""Lagi nunggu teman.""Saya kira sendiri. Hampir saja saya mengajak kamu makan sama saya."Zena yang mendengar itu dibuat sedikit tak percaya. Kenzo sedang menggodanya atau apa?"Kalau aku sendiri Kak Kenzo mau ajak aku makan?""Iya. Kenapa? Kamu gak mau?""Mau kok asalkan Kak Kenzo yang bayar makanannya.""Tentu saja."Asal ada suara yang terdengar memanggil Zena, bukan hanya Zena yang menoleh Kenzo juga ikut menoleh. Nampak Rasti dan Adit."Loh, kok kamu ikut? Bukannya ada latihan?" tanya Zena yang sudah berdiri. Sembari menatap Adit."Latihannya diganti sore.""Ini siapa, Zen?" tanya Rasti sembari menatap Kenzo yang juga sudah berdiri."Seseorang yang aku kenal.""Maksudnya?" Rasti nampak bingung."Sebaiknya kita segera pergi nant
12 tahun kemudian...Nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu yang terduduk di salah satu kursi makan. Menatap nasi goreng dengan telor mata sapi di hadapannya tanpa menyentuhnya sedikit pun. Gadis itu terlihat sudah tergiur oleh nasi goreng di hadapannya. Seperti ingin segera mencicipi, tetapi..."Mari kita makan," kata pria berusia 40'an yang sudah ada beberapa rambut putih yang tumbuh.Dengan cepat gadis itu membaca doa dan menyantap nasi goreng yang terlihat dari wajah gadis itu bahwa ia menyukai nasi goreng tersebut."Gak menghormati yang masak! Masa aku ditinggal makan," protes pemuda berseragam putih-merah. Duduk di samping gadis yang tak lain adalah Kakak-nya."Papa kan belum makan, Eden."Eden tersenyum pada Papa-nya yang bernama Ellio itu. "Selamat makan, Pa.""Selamat makan juga, sayang.""Selamat makan," timpal Zena sembari sedikit mengunyah."Makan tuh gak boleh ngomong." Sembari menatap Zena yang asik dengan nasi goreng-nya. Pemuda berusia 12 tahun itu pun hanya m
"Tiba-tiba mengalami henti jantung dan sekarang sedang Dokter sedang melakukan yang terbaik." Lalu, melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat.Ellio termenung. Kakinya mulai terasa lemas dengan perasaan takut kian nyata. Bukan saat-saat manis yang mereka lewati bersama yang mulai bermunculan memenuhi kepala Ellio, melainkan momen ketika Ellio mengabaikan Riehla karena rasa tidak percayanya.Bagaimana jika semua ini terjadi karenanya? Ellio rasa ia telah benar-benar gagal menjadi suami. Bukannya seratus persen membahagiakan Riehla justru Ellio menyakitinya.Digenggamnya kedua tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang sedikit pun tidak hilang. Melihat Dokter laki-laki keluar dari dalam sana, rasa dingin yang sedang ia rasakan karena cemas pun semakin menjadi.Tatapan Dokter itu Ellio tidak ingin melihatnya. Ellio tidak ingin Dokter itu mengatakan hal yang tidak bisa Ellio terima."Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan berkata lain. Saudari Riehla telah tiada."DegKalimat sa