“Mataku tertuju padamu. Hatiku untukmu. Jiwaku untukmu. Cintaku untukmu.” Yang Raja bacakan sebuah tulisan artikel ungkapan cinta untuk Leora dalam pangkuannya. Satu tangannya mengelusi kepala perempuan hamil itu sesuai keinginannya. Jujur saja, itu bukan dari dalam lubuk hatinya namun terasa pas didengar dan ditujukan untuk Leora.“Aku seperti di rumah di manapun kamu berada. Kamu adalah tempat amanku. Aku sangat terobsesi dengan dirimu. Impian terbesarku hanyalah menua bersamamu. Dan aku tidak menyangka kamu milikku selamanya.”Raja tutup ponselnya. Menyerapi susunan kalimat yang baru saja dirinya ungkapkan. Sekali pun sekadar contekan lewat media sosial, kata-kata itu menggambarkan jelas bagaimana perasaannya saat ini tertuju. Yang hanya fokus untuk menjaga dan menggapai Leora. Yang berdengung sumpah bahwa hanya Leora dan jabang bayinya yang akan Raja jaga hingga embusan napas terakhirnya. Yang telah Raja janjikan rasa aman dan nyaman untuk ke depannya.“Jangan berhenti!”Sejak ta
Raja tidak pernah menyangka. Melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kedua adiknya berperilaku. Inginnya mengatai kelakuan itu biadab karena memang benar adanya. Manusia mana yang melakukan hubungan inses padahal mereka berstatus satu darah, satu ibu, satu ayah bahkan satu persusuan. Belum lagi tentang rahim mereka berasal. Satu. Hana. Siji. One. Wahid.Yang ada dalam benak Raja saat ini hanyalah … apa seperti ini keluarga bahagia yang dibentuk oleh papinya? Yang sangat didukung oleh maminya? Kedua orangtuanya menciptakan anak-anaknya dengan kehidupan yang tidak dimiliki anak-anak lainnya. Tapi juga bobrok karena keintiman yang orangtuanya bentuk. Jika sudah begini siapa yang bisa Raja salahkan?Sejatinya, Radit dan Senja hanya berusaha memberikan keamanan bagi anak-anaknya. Memberikan kebebasan pada pilihan masing-masing. Yang sayang di salah gunakan. Pun dengan Raja yang tak sempurna sama sekali. Sudah rusak sejak remaja. Yang selalu Raja harapkan agar kedua adik-adiknya me
Pulang ke rumah dalam keadaan kacau, Raja hentikan mobilnya di garasi. Melihat rumahnya yang sudah gelap. Sebagian lampu telah Leora redupkan meski waktu baru menunjukkan pukul delapan malam. Raja yakin, istrinya itu mulai terserang sindrom mengantuk dan malas. Dari sumber yang Raja baca melalui internet, kondisi ibu hamil tidak bisa disamakan. Satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Kasus Leora akan Raja anggap unik. Di samping pengalaman pertama perempuan muda itu, ini juga menjadi tantangan terbesar dalam diri Raja. Perasaan was-was acap kali menghampirinya. Takut-takut jika ‘monster’ dalam dirinya muncul. Belum lagi suasana hatinya yang memburuk perihal masalah kedua adiknya. Menjadi pukulan terbesar bagi Raja. Memisahkan keduanya hanya dalam sementara waktu. Sedang rencana jangka panjangnya belum Raja persiapkan. Tidak biasanya sikapnya sangat lembek begini.Ratu … bukan orang yang bisa Raja abaikan begitu saja. Mereka kembar. Tali ikatan yang terjalin diantara dirinya dan Ratu
Akhir hari setelah usai seluruh pekerjaannya, Raja tahu bagaimana lelahnya. Untuk itu, Raja bersiap kembali ke rumahnya. Membagi cerita hari ini kepada Leora yang selalu menyiapkan telinga untuk mendengarkan keluhan-keluhannya. Pelukan Leora selalu menjadi bagian di sesi pembagian cerita. Yang mampu meringankan bebannya. Dan ini yang terpenting; Leora tak pernah membiarkan Raja sendirian—karena Leora menjadi tempatnya berbagi pun dengan jalan pulangnya.Ah, pasti kesalahan Raja di masa lalu sangat indah sehingga Tuhan mengirimkan Leora untuk melengkapi hari-harinya. Kehadiran Leora menjadi salah satu anugerah terlepas dari dosa masa lalunya. Itu murni balas dendam di mana amat Raja benci Leora yang saat itu merecoki kehidupan percintaannya.Jadi, sampai pada waktu yang telah tepat dengan perhitungan yang aman, Raja melakukan hal gila yang tak sepatutnya dilakukan. Namun rasa bencinya sungguh mandarah daging. Tentu tak bisa lagi Raja bedakan mana yang baik dan buruk. Tindakannya tidak
Langit sedang berkemas. Di malam yang sudah larut dan pikirannya yang carut marut. Wajahnya kusut. Rambutnya awut-awutan. Kedua tangannya bergerak tak semangat. Tungkainya juga ogah-ogahan sekadar mencapai pintu ruang ganti pakaiannya. Jika bisa, Langit ingin menolak perintah Raja. Ketimbang menerima tapi tidak membuat hatinya senang. Raja benar-benar tidak bisa di tentang titahnya. Inginnya mengutuk. Namun Langit tidak punya kuasa untuk melakukannya. Di samping dirinya berstatus sebagai bungsu, maminya telah menanamkan sikap saling menghormati sejak dulu. Tidak peduli apakah itu saudara kandungnya atau orang lain. Yang lebih tua darimu, hormati selayaknya kamu menghormati ayah ibumu.Jadi ya sudah. Selain menerima, memangnya apalagi yang bisa Langit lakukan?“Sudah siap?” Vokal kakak iparnya—Leora Anggoro—putri satu-satunya papi Yudantha hadir menemani. Langit yakin, itu atas perintah Raja. Padahal perempuan mungil itu tengah mengandung. Tidak sepatutnya di ajak pergi tercemar udara
Tahun ini mengajarkan banyak hal untuk Raja. Tidak cuma belajar menjadi kepala keluarga yang baik dan bijak. Bukan juga cara menjadi pemimpin yang tegas namun tidak merendahkan. Bukan sekadar menjadikan dirinya contoh kepada adik-adiknya sebagai kakak yang baik. Tidak semudah itu.Tahun ini, ada banyak pelajaran yang Raja petik dari tiap perjalanan hidupnya. Mulai dari kehidupan pernikahannya yang terasa sangat cepat lesatannya. Mulai dari hari di mana harus membiasakan dirinya dengan kehadiran orang lain di rumahnya—Leora—yang pasti konyol bagi orang lain karena Raja menganggap istrinya sebagai orang asing. Yang harus bersabar hati menghadapi kekeras kepalaan Leora—yang sama batunya dengan miliknya. Membuat aturan-aturan baru di mana percuma lantaran Leora terus melanggarnya.Sampai di mana perpisahan akan—hampir—terjadi. Jika bukan kehamilan yang menghalanginya—Raja telusupkan tangan kekarnya ke dalam baju tidur Leora. Mengusapnya perlahan. Menghantarkan desiran bahagia di seluruh s
Pagi-pagi sekali begitu kedua matanya terbuka. Pikiran Raja merekam jejak wajah Leora yang tenang maksimal. Dalam alam mimpinya, pastilah istrinya itu tengah memimpikan hal-hal yang indah. Karena sudut bibirnya terangkat tipis dan kerutan di kedua alisnya tercipta persis seperti saat dirinya tertawa.Pagi ini, Raja ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Tuhan yang sudah membawa perempuan ini ke dalam dekapan tubuhnya. Yang bisa Raja peluk kapan pun waktunya kala dirinya rindu. Yang kapan pun bisa Raja tatapi wajahnya dengan lekat-lekat. Yang Raja kagumi ukiran senyumnya dengan eksotis. Perempuan ini, Leora, yang selama ini ada dalam doa-doanya. Raja merasa bangga menjadi lelaki yang luar biasa dengan memiliki Leora. Perempuan yang tidak pernah meminta apa pun yang tidak dirinya miliki. Perempuan yang kesabarannya tidak pernah habis untuk memahami dirinya. Perempuan tegas namun bukan pemarah. Perempuan yang mau bersetia dengan dirinya meski jarak pernah memisahkannya. Perempuan yan
Wajah Leora semringah. Sejak dari rumah sampai di pelataran rumah sakit bahkan dengan kedua tangan yang bergelayut manja di lengan Raja. Perempuan hamil itu tidak melunturkan ukiran senyumnya barang sedetik pun. Berbeda dengan Raja yang wajahnya keruh maksimal. Lelaki itu masih sangat kesal. Merasa harga dirinya mulai terkoyak dengan kekeras kepalaan sang istri. Tapi effort untuk melawan tak bisa Raja lakukan. Mengingat bagaimana kondisi Leora yang tengah mengandung dan kemungkinan-kemungkinan buruknya. Raja lebih banyak menahan ketimbang mengeluarkan.“Kamu tunggu sini.” Pintanya seraya mengecup kening Leora. Tidak peduli pada pandangan pasangan mata yang berdecak kagum dan berbisik-bisik manja. Raja tetap melancarkan aksinya. Meski tahu takkan suka dengan ekspresi Leora, Raja tetap tidak peduli.Mengambil nomor sesuai urutan dan menuliskan nama Leora di daftar kunjungan pasien. Setelahnya Raja kembali ke sisi sang istri dan mengulurkan tangannya untuk mengusapi perut Leora.“Masih m