Happy reading...Tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiran Hera jika dirinya akan menghadapi suasana dengan atmosfer begitu berat bersama keluarga Haidar. Salahnya sendiri karena dengan mudah menerima ajakan Haidar untuk menemui orangtuanya.Tapi Hera tidak mungkin menghindar juga. Memangnya mau sampai kapan? Selama dia masih ingin bersama Haidar, dia harus siap menghadapi suasana seperti ini. Cepat atau lambat. Tak peduli bagaimana Shila tak ingin menatapnya lagi. Sungguh sikap wanita itu berubah seratus delapan puluh derajat. Tak ada lagi tatapan hangat, senyum ramah serta belaian kasih sayang. Namun Hera berusaha untuk tetap tenang. Tak ingin terusik sama sekali."Anakmu sudah tidur?" tanya Thomas setelah Hera dan Haidar duduk bersama mereka di ruang keluarga selama beberapa menit. Pertanyaan itu ditujukan untuk Hera."Sudah," jawab Hera singkat dengan perasaan yang mulai campur aduk. Ternyata ayah Haidar itu juga sudah tahu statusnya."Ah, syukurlah," tutur Thomas tersenyum si
Happy reading...Cukup lama Haidar hanya terdiam di dalam kamarnya. Menatap ubin berwarna putih itu tanpa berpaling. Pikirannya kacau, dipenuhi oleh perjanjian konyol yang Hera dan ibunya lakukan.Kenapa mereka melakukan hal itu? Tidakkah mereka memikirkan perasaan Haidar? Semakin memikirkannya, pikiran Haidar malah semakin tak karuan. Pria itu bangkit lalu mengusak-usak rambutnya yang sedikit panjang hingga berantakan.Setelah mendengar ucapan Hera tadi, tanpa pikir panjang Haidar segera beranjak masuk ke dalam kamar. Bahkan dia sempat membanting pintu sebagai bentuk protesnya. Sungguh dia sangat kecewa namun sulit meluangkannya. Apalagi pada kedua sosok wanita yang sangat ia cintai dan hargai. Membuat pria itu memilih melarikan diri.Dan di sinilah Haidar sekarang. Terkurung di dalam kamar dengan emosi yang terpendam. Segelas wine kini bertengger di tangannya. Haidar meneguk minumannya hingga menyisakan sedikit di dasar gelas tinggi itu.Tok ... Tok ... Tok ...Haidar hanya menoleh
Happy reading..."Kau baru pulang?" Jayden sedikit kaget mendengar sambutan yang kurang ramah mengalun cepat masuk ke rungunya."Mama?" lirihnya pelan melihat eksistensi Jane dengan Elena yang berdiri di belakangnya. "Apa yang Mama lakukan di sini?" tanya Jayden kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Pria itu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil memijat lembut tengkuknya yang terasa sangat kaku. "Tentu saja menemui kalian. Memangnya apa lagi. Mama hanya punya kau dan Elena sekarang," jawab Jane mengikuti langkah Jayden hingga sekarang mereka bertiga duduk di ruang tamu. "Seandainya Mama tidak malu pada Hera, mungkin Mama akan ke sana saja untuk bertemu Juan. Mama sudah sangat merindukan cucu kesayangan Mama itu," lanjutnya membuat ekspresi rindu yang berlebihan.Jayden memutar bola matanya malas mendengar segala ocehan wanita yang ia panggil Mama itu. Sedikit bingung juga dengan tingkah Elena. Baru kali ini dia melihat wanita itu hanya diam saja. Bahkan
Happy reading....Hari ini Hera dan Haidar berencana untuk pulang bersama ke Alatha. Saat berada di dapur untuk menyiapkan susu untuk Juan, Hera bertemu dengan Viona yang sepertinya baru saja bangun. Hera baru ingat jika sejak datang ke rumah Haidar dia belum sempat menyapa Viona karena keadaan wanita itu yang kurang memungkinkan. Lagi, Hera disibukkan dengan urusan pribadi juga. Bahkan Hera belum menyampaikan belasungkawanya."Selamat pagi, Viona," sapa Hera ramah. Hera bisa melihat jelas perubahan Viona sejak terakhir kali mereka bertemu. Sungguh, Hera merasa sangat kasihan pada gadis itu. Pasti sangat sulit baginya menghadapi kepergian sang Ayah. Apalagi Hera dengar Viona hanya punya Ayah tak ada lagi sanak keluarga dekat. Hanya keluarga Haidar satu-satunya tempat untuk ia lari.Viona mencoba untuk membalas senyuman Hera. "Selamat pagi. Kau akan membuat susu untuk anakmu?""Iya," jawab Hera singkat sambil mengangguk pelan.Tidak ada respon lagi. Viona sibuk membuat minuman hangat
Happy reading..."Bagiku apa yang Ibu lakukan bukanlah sebuah keegoisan namun sebuah bentuk perjuangan di mana Ibu sedang mempertahankan keluarga Ibu agar tidak sampai hancur."Anne begitu tersentuh mendengar kata-kata Hera. Entah sejak kapan putrinya jadi begitu dewasa. Anne merasa melewatkan momen penting itu. Tak hentinya Hera terus membuatnya bangga."Terimakasih, Hera," ujar Anne tulus."Terimakasih kembali, Ibu. Sudah menjadi orangtua terbaik," balas Hera. Tidak ada alasan untuknya menyalahkan sang ibu atas apa yang terjadi. Siapa yang mempercayainya saat dia difitnah oleh Jayden. Hanya Anne seorang. Jika bukan karena dukungan dari wanita itu, Hera ragu bisa sampai di titik di mana dia berdiri sekarang."Dan terimakasih juga sudah membiarkan saya berada dalam keluarga harmonis ini!" Ara ikut berceletuk mengundang tawa antara mereka bertiga."Jadi kriteria calon menantu idaman menurut Ibu yang seperti apa?" tanya Hera kembali ke topik utama pembicaraan."Jika kau mencintai pria i
Happy reading...Sore itu setelah pulang dari kantor Hera bergegas menuju apartemen Haidar. Rasa penasaran akan apa yang akan ditunjukkan oleh Haidar membuat wanita itu tidak bisa menunggu lebih lama. Karena sudah tahu kode apartemen itu Hera langsung saja masuk sambil memanggil nama Haidar."Kau sudah datang!" Dan yang dicari seketika keluar dari sebuah ruangan. Hera tak dibiarkan menjawab karena Haidar langsung menarik wanita itu masuk ke dalam ruangan di mana dia keluar tadi.Saat sampai di sana Hera terdiam. Kaget dengan apa yang dilihatnya."Bagaimana menurutmu?" tanya Haidar yang tengah berdiri di belakang Hera melihat apa yang Hera lihat. Berbeda dengan raut wajah Hera, Haidar justru terlihat begitu bahagia dan bangga."Kapan kau membuatnya?" Hera malah balik bertanya."Beberapa hari yang lalu," jawab Haidar. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya lagi.Hera melangkah lebih dekat. Matanya berkaca-kaca. Terharu dan bahagia juga."Lukisannya sangat indah, Haidar," kata Hera mengulurkan
Happy reading...Hamil.Elena tak pernah menyangka jika hamil rasanya akan sebahagia ini. Merasakan jika sosok malaikat kecil kini menghuni rahimnya sungguh sebuah anugrah tak terhingga. Bahkan perutnya masih rata namun Elena sudah terus mengusap sesekali mengajak calon bayinya itu berbicara."Jika kau lahir nanti, kau ingin jalan-jalan ke mana?" gumam Elena. "Papa dan Mama akan membawamu ke mana pun kau mau. Kami janji."Guguran daun yang disinari matahari sore menyajikan pemandangan yang menyejukkan mata. Elena melihat pekarangan rumah yang ia tinggali dari lantai dua."Lihat, Nak. Nanti kau akan bermain di sana bersama Mama," kata Elena lagi membayangkan keseruan saat dia dan buah hatinya berlarian di luar sana."Elena?" panggil seseorang setelah bunyi pintu terbuka.Elena menoleh dan mendapati sang suami tengah berjalan ke arahnya sambil membawa segelas susu untuk orang hamil. Jayden menyodorkan susu itu, meminta Elena segera meminumnya."Terimakasih," kata Elena.Jayden hanya ter
Happy reading...Entah apa yang terjadi mobil Jayden tiba-tiba berhenti di depan rumah Hera. Pria itu sampai terkekeh, bingung kenapa dia malah berakhir di sini. Karena sudah di sana Jayden memutuskan untuk masuk. Dia juga sudah sangat merindukan Juan.Seperti biasa dia tetap diterima di sana tak peduli sudah berapa kali dia membuat keluarga Hera menderita. Pria itu benar-benar sudah tidak tahu malu. Dia tetap datang menuntut hak yang sebenarnya sudah tak pantas ia tuntut.Rupanya Jayden datang di waktu yang kurang tepat. Juan sedang tidur siang dan dia juga tidak mungkin membangunkannya. "Aku datang lain kali saja," ujar Jayden pada Ara. Gadis itu hanya mengangguk pelan. Setelahnya Jayden pamit untuk pergi dari sana. Hal yang sebenarnya sangat diinginkan oleh pemilik rumah. Bahkan mereka berharap pria itu tidak akan datang lagi. Jayden kembali kehilangan arah. Tidak tahu harus ke mana. Hingga malam menjelang Jayden masih berada di dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Dd