Happy reading....Alatha Center.Tempat yang dulunya dipandang sebelah mata. Tempat yang dulunya disebut orang-orang sebagai tempat kumuh di mana para orang-orang kurang beruntung berkumpul menjadikannya pemukiman. Walau berada dekat dengan pusat kota, entah kenapa tidak ada yang memandangnya istimewa. Tempat itu seakan tidak punya potensi atau pada dasarnya orang-orang tidak ada yang peduli.Namun siapa sangka Alatha Center kini disulap oleh Jayden menjadi tempat dengan harga saham tertinggi. Sekarang orang-orang berlomba agar bisa menanam saham di sana. Alatha Center kini setara atau bahkan lebih tinggi derajatnya dari pada tempat di sekitarnya.Apartemen mewah yang digadang-gadang akan menjadi salah satu bangunan termewah dan termegah di kota Alatha mencuri perhatian semua orang."Kurasa kini nama Alatha Center sangat cocok dengan tempat ini," komentar Jayden menatap bangga ke arah pembangunan apartemen mewahnya yang masih berlangsung. Dia pun tidak mengerti kenapa nama Alatha Cent
Happy reading...Tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiran Hera jika dirinya akan menghadapi suasana dengan atmosfer begitu berat bersama keluarga Haidar. Salahnya sendiri karena dengan mudah menerima ajakan Haidar untuk menemui orangtuanya.Tapi Hera tidak mungkin menghindar juga. Memangnya mau sampai kapan? Selama dia masih ingin bersama Haidar, dia harus siap menghadapi suasana seperti ini. Cepat atau lambat. Tak peduli bagaimana Shila tak ingin menatapnya lagi. Sungguh sikap wanita itu berubah seratus delapan puluh derajat. Tak ada lagi tatapan hangat, senyum ramah serta belaian kasih sayang. Namun Hera berusaha untuk tetap tenang. Tak ingin terusik sama sekali."Anakmu sudah tidur?" tanya Thomas setelah Hera dan Haidar duduk bersama mereka di ruang keluarga selama beberapa menit. Pertanyaan itu ditujukan untuk Hera."Sudah," jawab Hera singkat dengan perasaan yang mulai campur aduk. Ternyata ayah Haidar itu juga sudah tahu statusnya."Ah, syukurlah," tutur Thomas tersenyum si
Happy reading...Cukup lama Haidar hanya terdiam di dalam kamarnya. Menatap ubin berwarna putih itu tanpa berpaling. Pikirannya kacau, dipenuhi oleh perjanjian konyol yang Hera dan ibunya lakukan.Kenapa mereka melakukan hal itu? Tidakkah mereka memikirkan perasaan Haidar? Semakin memikirkannya, pikiran Haidar malah semakin tak karuan. Pria itu bangkit lalu mengusak-usak rambutnya yang sedikit panjang hingga berantakan.Setelah mendengar ucapan Hera tadi, tanpa pikir panjang Haidar segera beranjak masuk ke dalam kamar. Bahkan dia sempat membanting pintu sebagai bentuk protesnya. Sungguh dia sangat kecewa namun sulit meluangkannya. Apalagi pada kedua sosok wanita yang sangat ia cintai dan hargai. Membuat pria itu memilih melarikan diri.Dan di sinilah Haidar sekarang. Terkurung di dalam kamar dengan emosi yang terpendam. Segelas wine kini bertengger di tangannya. Haidar meneguk minumannya hingga menyisakan sedikit di dasar gelas tinggi itu.Tok ... Tok ... Tok ...Haidar hanya menoleh
Happy reading..."Kau baru pulang?" Jayden sedikit kaget mendengar sambutan yang kurang ramah mengalun cepat masuk ke rungunya."Mama?" lirihnya pelan melihat eksistensi Jane dengan Elena yang berdiri di belakangnya. "Apa yang Mama lakukan di sini?" tanya Jayden kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Pria itu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil memijat lembut tengkuknya yang terasa sangat kaku. "Tentu saja menemui kalian. Memangnya apa lagi. Mama hanya punya kau dan Elena sekarang," jawab Jane mengikuti langkah Jayden hingga sekarang mereka bertiga duduk di ruang tamu. "Seandainya Mama tidak malu pada Hera, mungkin Mama akan ke sana saja untuk bertemu Juan. Mama sudah sangat merindukan cucu kesayangan Mama itu," lanjutnya membuat ekspresi rindu yang berlebihan.Jayden memutar bola matanya malas mendengar segala ocehan wanita yang ia panggil Mama itu. Sedikit bingung juga dengan tingkah Elena. Baru kali ini dia melihat wanita itu hanya diam saja. Bahkan
Happy reading....Hari ini Hera dan Haidar berencana untuk pulang bersama ke Alatha. Saat berada di dapur untuk menyiapkan susu untuk Juan, Hera bertemu dengan Viona yang sepertinya baru saja bangun. Hera baru ingat jika sejak datang ke rumah Haidar dia belum sempat menyapa Viona karena keadaan wanita itu yang kurang memungkinkan. Lagi, Hera disibukkan dengan urusan pribadi juga. Bahkan Hera belum menyampaikan belasungkawanya."Selamat pagi, Viona," sapa Hera ramah. Hera bisa melihat jelas perubahan Viona sejak terakhir kali mereka bertemu. Sungguh, Hera merasa sangat kasihan pada gadis itu. Pasti sangat sulit baginya menghadapi kepergian sang Ayah. Apalagi Hera dengar Viona hanya punya Ayah tak ada lagi sanak keluarga dekat. Hanya keluarga Haidar satu-satunya tempat untuk ia lari.Viona mencoba untuk membalas senyuman Hera. "Selamat pagi. Kau akan membuat susu untuk anakmu?""Iya," jawab Hera singkat sambil mengangguk pelan.Tidak ada respon lagi. Viona sibuk membuat minuman hangat
Happy reading..."Bagiku apa yang Ibu lakukan bukanlah sebuah keegoisan namun sebuah bentuk perjuangan di mana Ibu sedang mempertahankan keluarga Ibu agar tidak sampai hancur."Anne begitu tersentuh mendengar kata-kata Hera. Entah sejak kapan putrinya jadi begitu dewasa. Anne merasa melewatkan momen penting itu. Tak hentinya Hera terus membuatnya bangga."Terimakasih, Hera," ujar Anne tulus."Terimakasih kembali, Ibu. Sudah menjadi orangtua terbaik," balas Hera. Tidak ada alasan untuknya menyalahkan sang ibu atas apa yang terjadi. Siapa yang mempercayainya saat dia difitnah oleh Jayden. Hanya Anne seorang. Jika bukan karena dukungan dari wanita itu, Hera ragu bisa sampai di titik di mana dia berdiri sekarang."Dan terimakasih juga sudah membiarkan saya berada dalam keluarga harmonis ini!" Ara ikut berceletuk mengundang tawa antara mereka bertiga."Jadi kriteria calon menantu idaman menurut Ibu yang seperti apa?" tanya Hera kembali ke topik utama pembicaraan."Jika kau mencintai pria i
Happy reading...Sore itu setelah pulang dari kantor Hera bergegas menuju apartemen Haidar. Rasa penasaran akan apa yang akan ditunjukkan oleh Haidar membuat wanita itu tidak bisa menunggu lebih lama. Karena sudah tahu kode apartemen itu Hera langsung saja masuk sambil memanggil nama Haidar."Kau sudah datang!" Dan yang dicari seketika keluar dari sebuah ruangan. Hera tak dibiarkan menjawab karena Haidar langsung menarik wanita itu masuk ke dalam ruangan di mana dia keluar tadi.Saat sampai di sana Hera terdiam. Kaget dengan apa yang dilihatnya."Bagaimana menurutmu?" tanya Haidar yang tengah berdiri di belakang Hera melihat apa yang Hera lihat. Berbeda dengan raut wajah Hera, Haidar justru terlihat begitu bahagia dan bangga."Kapan kau membuatnya?" Hera malah balik bertanya."Beberapa hari yang lalu," jawab Haidar. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya lagi.Hera melangkah lebih dekat. Matanya berkaca-kaca. Terharu dan bahagia juga."Lukisannya sangat indah, Haidar," kata Hera mengulurkan
Happy reading...Hamil.Elena tak pernah menyangka jika hamil rasanya akan sebahagia ini. Merasakan jika sosok malaikat kecil kini menghuni rahimnya sungguh sebuah anugrah tak terhingga. Bahkan perutnya masih rata namun Elena sudah terus mengusap sesekali mengajak calon bayinya itu berbicara."Jika kau lahir nanti, kau ingin jalan-jalan ke mana?" gumam Elena. "Papa dan Mama akan membawamu ke mana pun kau mau. Kami janji."Guguran daun yang disinari matahari sore menyajikan pemandangan yang menyejukkan mata. Elena melihat pekarangan rumah yang ia tinggali dari lantai dua."Lihat, Nak. Nanti kau akan bermain di sana bersama Mama," kata Elena lagi membayangkan keseruan saat dia dan buah hatinya berlarian di luar sana."Elena?" panggil seseorang setelah bunyi pintu terbuka.Elena menoleh dan mendapati sang suami tengah berjalan ke arahnya sambil membawa segelas susu untuk orang hamil. Jayden menyodorkan susu itu, meminta Elena segera meminumnya."Terimakasih," kata Elena.Jayden hanya ter
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m