Happy reading..."Bagiku apa yang Ibu lakukan bukanlah sebuah keegoisan namun sebuah bentuk perjuangan di mana Ibu sedang mempertahankan keluarga Ibu agar tidak sampai hancur."Anne begitu tersentuh mendengar kata-kata Hera. Entah sejak kapan putrinya jadi begitu dewasa. Anne merasa melewatkan momen penting itu. Tak hentinya Hera terus membuatnya bangga."Terimakasih, Hera," ujar Anne tulus."Terimakasih kembali, Ibu. Sudah menjadi orangtua terbaik," balas Hera. Tidak ada alasan untuknya menyalahkan sang ibu atas apa yang terjadi. Siapa yang mempercayainya saat dia difitnah oleh Jayden. Hanya Anne seorang. Jika bukan karena dukungan dari wanita itu, Hera ragu bisa sampai di titik di mana dia berdiri sekarang."Dan terimakasih juga sudah membiarkan saya berada dalam keluarga harmonis ini!" Ara ikut berceletuk mengundang tawa antara mereka bertiga."Jadi kriteria calon menantu idaman menurut Ibu yang seperti apa?" tanya Hera kembali ke topik utama pembicaraan."Jika kau mencintai pria i
Happy reading...Sore itu setelah pulang dari kantor Hera bergegas menuju apartemen Haidar. Rasa penasaran akan apa yang akan ditunjukkan oleh Haidar membuat wanita itu tidak bisa menunggu lebih lama. Karena sudah tahu kode apartemen itu Hera langsung saja masuk sambil memanggil nama Haidar."Kau sudah datang!" Dan yang dicari seketika keluar dari sebuah ruangan. Hera tak dibiarkan menjawab karena Haidar langsung menarik wanita itu masuk ke dalam ruangan di mana dia keluar tadi.Saat sampai di sana Hera terdiam. Kaget dengan apa yang dilihatnya."Bagaimana menurutmu?" tanya Haidar yang tengah berdiri di belakang Hera melihat apa yang Hera lihat. Berbeda dengan raut wajah Hera, Haidar justru terlihat begitu bahagia dan bangga."Kapan kau membuatnya?" Hera malah balik bertanya."Beberapa hari yang lalu," jawab Haidar. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya lagi.Hera melangkah lebih dekat. Matanya berkaca-kaca. Terharu dan bahagia juga."Lukisannya sangat indah, Haidar," kata Hera mengulurkan
Happy reading...Hamil.Elena tak pernah menyangka jika hamil rasanya akan sebahagia ini. Merasakan jika sosok malaikat kecil kini menghuni rahimnya sungguh sebuah anugrah tak terhingga. Bahkan perutnya masih rata namun Elena sudah terus mengusap sesekali mengajak calon bayinya itu berbicara."Jika kau lahir nanti, kau ingin jalan-jalan ke mana?" gumam Elena. "Papa dan Mama akan membawamu ke mana pun kau mau. Kami janji."Guguran daun yang disinari matahari sore menyajikan pemandangan yang menyejukkan mata. Elena melihat pekarangan rumah yang ia tinggali dari lantai dua."Lihat, Nak. Nanti kau akan bermain di sana bersama Mama," kata Elena lagi membayangkan keseruan saat dia dan buah hatinya berlarian di luar sana."Elena?" panggil seseorang setelah bunyi pintu terbuka.Elena menoleh dan mendapati sang suami tengah berjalan ke arahnya sambil membawa segelas susu untuk orang hamil. Jayden menyodorkan susu itu, meminta Elena segera meminumnya."Terimakasih," kata Elena.Jayden hanya ter
Happy reading...Entah apa yang terjadi mobil Jayden tiba-tiba berhenti di depan rumah Hera. Pria itu sampai terkekeh, bingung kenapa dia malah berakhir di sini. Karena sudah di sana Jayden memutuskan untuk masuk. Dia juga sudah sangat merindukan Juan.Seperti biasa dia tetap diterima di sana tak peduli sudah berapa kali dia membuat keluarga Hera menderita. Pria itu benar-benar sudah tidak tahu malu. Dia tetap datang menuntut hak yang sebenarnya sudah tak pantas ia tuntut.Rupanya Jayden datang di waktu yang kurang tepat. Juan sedang tidur siang dan dia juga tidak mungkin membangunkannya. "Aku datang lain kali saja," ujar Jayden pada Ara. Gadis itu hanya mengangguk pelan. Setelahnya Jayden pamit untuk pergi dari sana. Hal yang sebenarnya sangat diinginkan oleh pemilik rumah. Bahkan mereka berharap pria itu tidak akan datang lagi. Jayden kembali kehilangan arah. Tidak tahu harus ke mana. Hingga malam menjelang Jayden masih berada di dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Dd
Happy reading....Sebenarnya Hera sudah tidak perlu lagi datang ke apartemen Haidar. Apalagi sejak Shila dan Viona ada di sana. Mereka bisa mengurus Haidar tanpa bantuan wanita itu. Namun Hera masih memilih untuk tetap datang. Walau setiap saat Hera merasa begitu diawasi oleh kedua wanita itu, tapi di saat yang bersamaan mereka juga mengabaikan Hera. Wanita itu sampai tidak tahu harus mendefinisikan perilaku Shila dan Viona itu seperti apa.Menjadi sosok menantu idaman satu-satunya alasan Hera tetap bertahan dalam suasana yang sebenarnya membuat dadanya sesak. Bagaimana tidak secara terang-terangan Shila menunjukkan jika dirinya tengah menjodoh-jodohkan Haidar dengan Viona.Seperti saat mereka makan malam."Vio, tolong ambilkan makanan untuk Haidar," ujar Shila pada Viona. Padahal di sana Hera sudah akan melakukannya."Baik, Ma," jawab Viona dengan senang."Aku ingin Hera yang melakukannya." Syukurlah karena Haidar selalu ada di pihak Hera. Mungkin karena pria itu juga Hera tetap bert
Happy reading....Haidar mendekat ke arah Viona yang sekarang tengah berdiri di balkon apartemennya. Wanita itu melihat lurus ke depan hingga tak menyadari Haidar berdiri di sampingnya. Ikut bergabung menikmati pemandangan malam."Sepertinya kau sangat menyukai pemandangan kota Alatha di malam hari?" ujar Haidar membuat Viona melonjak kaget. Menoleh ke arah Haidar."Kau sudah kembali?" Viona reflek bertanya tanpa menjawab pertanyaan Haidar tadi."Ya. Bahkan aku sudah bertengkar dengan Ibu tadi," jawab Haidar terkekeh. Menertawai dirinya sendiri dan keadaan yang semakin rumit saja."Apa? Kau bertengkar dengan Ibu. Kenapa?" tanya Viona dengan raut wajah kaget. Tentu saja karena ini pertama kalinya dia mendengar Haidar bertengkar dengan sang Ibu. Haidar tak langsung menjawab dan malah membalik tubuhnya untuk menatap Viona. Haidar bersyukur karena keadaan Viona sepertinya sudah baik-baik saja. Dia sudah bisa tersenyum dan melakukan hal-hal yang wanita itu inginkan. Kini dia tidak perlu m
Happy reading....Viona menyapu kasar air matanya saat lift itu akan segera berhenti. Memperbaiki penampilannya seraya mencoba tersenyum kembali. Dengan langkah pasti dia keluar menuju lobi. Taksi online yang dipesannya sudah terparkir epik di depan apartemen. Viona baru akan mencapai pintu utama namun seseorang menggenggam tangannya membuat langkahnya terhenti kemudian berbalik. Melihat siapa yang menghentikan langkahnya."Haidar?" Ya. Sosok yang menghentikan Viona itu Haidar. "Aku akan mengantarmu, Vio," ujar Haidar dengan napas terengah-engah karena mengejar Viona."Tidak perlu aku bisa pergi sendiri.""Tidak ada penolakan! Aku akan mengantarmu," ujar Haidar mengeratkan genggamannya seakan begitu takut Viona akan pergi."Tapi, Haidar. Taksi yang kupesan sudah ada di sana menunggu. Tidak sopan jika dibatalkan." Viona masih mencoba menolak.Haidar menarik tangan Viona keluar hingga sampai di samping taksi yang wanita itu pesan. Pria itu mengetuk jendela mobil membuat Si sopir menuru
Happy reading...."Kau mau ke mana?" tanya Elena sesaat setelah dia masuk ke dalam kamar. Wanita itu pikir suaminya sudah tidur atau mungkin sedang bekerja setelah makan malam. Tapi yang didapati Elena justru Jayden yang sudah berpakaian rapih."Aku ingin menemui Juan. Sudah lama sekali aku tidak menemuinya," jawab Jayden. Pria itu lalu menoleh ke arah Elena yang sedang duduk di tepi tempat tidur. "Aku merindukan putraku."Elena mengerti, Jayden pasti sangat kesepian. Dia bisa melihat betapa Jayden sangat menyayangi Juan saat mereka bersama dulu. Selelah apapun Jayden saat pulang ke rumah, pria itu akan selalu menyempatkan untuk menemui Juan dulu untuk sekedar bermain walau itu hanya sebentar.'Jika saja kami sudah punya anak sendiri.' Lirih Elena dalam hati. Sungguh dia ingin sekali melarang Jayden untuk tidak pergi. Namun Elena kehabisan alasan."Aku pergi!"Sampai Jayden mengecup kening wanita itu barulah dia sadar dari lamunannya. Suara Elena seakan tercekat di leher. Mulutnya sud
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m