Happy reading....Sebenarnya Hera sudah tidak perlu lagi datang ke apartemen Haidar. Apalagi sejak Shila dan Viona ada di sana. Mereka bisa mengurus Haidar tanpa bantuan wanita itu. Namun Hera masih memilih untuk tetap datang. Walau setiap saat Hera merasa begitu diawasi oleh kedua wanita itu, tapi di saat yang bersamaan mereka juga mengabaikan Hera. Wanita itu sampai tidak tahu harus mendefinisikan perilaku Shila dan Viona itu seperti apa.Menjadi sosok menantu idaman satu-satunya alasan Hera tetap bertahan dalam suasana yang sebenarnya membuat dadanya sesak. Bagaimana tidak secara terang-terangan Shila menunjukkan jika dirinya tengah menjodoh-jodohkan Haidar dengan Viona.Seperti saat mereka makan malam."Vio, tolong ambilkan makanan untuk Haidar," ujar Shila pada Viona. Padahal di sana Hera sudah akan melakukannya."Baik, Ma," jawab Viona dengan senang."Aku ingin Hera yang melakukannya." Syukurlah karena Haidar selalu ada di pihak Hera. Mungkin karena pria itu juga Hera tetap bert
Happy reading....Haidar mendekat ke arah Viona yang sekarang tengah berdiri di balkon apartemennya. Wanita itu melihat lurus ke depan hingga tak menyadari Haidar berdiri di sampingnya. Ikut bergabung menikmati pemandangan malam."Sepertinya kau sangat menyukai pemandangan kota Alatha di malam hari?" ujar Haidar membuat Viona melonjak kaget. Menoleh ke arah Haidar."Kau sudah kembali?" Viona reflek bertanya tanpa menjawab pertanyaan Haidar tadi."Ya. Bahkan aku sudah bertengkar dengan Ibu tadi," jawab Haidar terkekeh. Menertawai dirinya sendiri dan keadaan yang semakin rumit saja."Apa? Kau bertengkar dengan Ibu. Kenapa?" tanya Viona dengan raut wajah kaget. Tentu saja karena ini pertama kalinya dia mendengar Haidar bertengkar dengan sang Ibu. Haidar tak langsung menjawab dan malah membalik tubuhnya untuk menatap Viona. Haidar bersyukur karena keadaan Viona sepertinya sudah baik-baik saja. Dia sudah bisa tersenyum dan melakukan hal-hal yang wanita itu inginkan. Kini dia tidak perlu m
Happy reading....Viona menyapu kasar air matanya saat lift itu akan segera berhenti. Memperbaiki penampilannya seraya mencoba tersenyum kembali. Dengan langkah pasti dia keluar menuju lobi. Taksi online yang dipesannya sudah terparkir epik di depan apartemen. Viona baru akan mencapai pintu utama namun seseorang menggenggam tangannya membuat langkahnya terhenti kemudian berbalik. Melihat siapa yang menghentikan langkahnya."Haidar?" Ya. Sosok yang menghentikan Viona itu Haidar. "Aku akan mengantarmu, Vio," ujar Haidar dengan napas terengah-engah karena mengejar Viona."Tidak perlu aku bisa pergi sendiri.""Tidak ada penolakan! Aku akan mengantarmu," ujar Haidar mengeratkan genggamannya seakan begitu takut Viona akan pergi."Tapi, Haidar. Taksi yang kupesan sudah ada di sana menunggu. Tidak sopan jika dibatalkan." Viona masih mencoba menolak.Haidar menarik tangan Viona keluar hingga sampai di samping taksi yang wanita itu pesan. Pria itu mengetuk jendela mobil membuat Si sopir menuru
Happy reading...."Kau mau ke mana?" tanya Elena sesaat setelah dia masuk ke dalam kamar. Wanita itu pikir suaminya sudah tidur atau mungkin sedang bekerja setelah makan malam. Tapi yang didapati Elena justru Jayden yang sudah berpakaian rapih."Aku ingin menemui Juan. Sudah lama sekali aku tidak menemuinya," jawab Jayden. Pria itu lalu menoleh ke arah Elena yang sedang duduk di tepi tempat tidur. "Aku merindukan putraku."Elena mengerti, Jayden pasti sangat kesepian. Dia bisa melihat betapa Jayden sangat menyayangi Juan saat mereka bersama dulu. Selelah apapun Jayden saat pulang ke rumah, pria itu akan selalu menyempatkan untuk menemui Juan dulu untuk sekedar bermain walau itu hanya sebentar.'Jika saja kami sudah punya anak sendiri.' Lirih Elena dalam hati. Sungguh dia ingin sekali melarang Jayden untuk tidak pergi. Namun Elena kehabisan alasan."Aku pergi!"Sampai Jayden mengecup kening wanita itu barulah dia sadar dari lamunannya. Suara Elena seakan tercekat di leher. Mulutnya sud
Happy reading..."Kau dari mana saja, Elena?"Ingin sekali Elena menjawab dengan nada lantang pertanyaan yang dilontarkan Jayden saat dirinya baru saja sampai di rumah."Maafkan aku, Jay. Aku menginap di rumah temanku semalam."Namun yang keluar justru permintaan maaf yang seharusnya datang dari Jayden. Kenapa malah Elena yang minta maaf? Pria itu yang telah menyakitinya dengan bermesraan bersama Hera."Kenapa tidak menelpon? Aku sangat khawatir," ujar Jayden mendekat ke arah Elena yang masih berdiri bak patung. Wanita itu hanya menunduk menyembunyikan wajah lusuhnya. Dalam jarak beberapa langkah Jayden bisa menghirup aroma alkohol dari tubuh Elena. Seketika tatapan pria itu berubah nyalang."Kau minum?" tanya Jayden.Astaga! Sial sekali Elena. Seharusnya tadi sebelum pergi dari rumah Sam dia numpang mandi dulu. Jika sudah seperti ini apa yang harus Elena lakukan? Wanita itu akhirnya mendongak."Ha-hanya sedikit," jawabnya penuh ketakutan."Astaga, Elena! Bukankah kau tahu jika minuma
Happy reading...Elena sudah tidak punya pilihan lain lagi. Mengancam? Hal itu hanya akan memperburuk keadaan. Persetan dengan harga diri dia lebih takut jika kehilangan Jayden."Aku mohon padamu, Hera. Tolong jauhi Jayden. Aku hanya punya dirinya. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi," katanya seraya berlutut di hadapan Hera memohon dengan sangat.Hera yang kaget dan kegalaban langsung memegang kedua bahu Elena, membantu wanita itu untuk berdiri. Rasanya benar-benar sangat memalukan."Hei! Apa yang kau lakukan?" tanya Hera menekan kata-katanya karena tak ingin terdengar oleh para pelanggan yang lain. Sudah cukup tadi mereka jadi pusat perhatian."Aku mohon padamu, Hera. Tolong jauhi Jayden. Aku sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi," kata Elena mengusap kasar air matanya. "Jika ini bentuk balas dendammu padaku ... tolong pikirkan lagi. Aku tahu, aku sudah sangat jahat padamu tapi semua itu aku lakukan karena aku sudah tidak punya pilihan lain lagi."Kau memiliki segalanya, Hera.
Happy reading...Hera tidak pernah menyangka jika dirinya dan Elena akan kembali bekerja sama. Tidak ada yang salah. Toh, mereka sama-sama diuntungkan. Hera akan tahu siapa sebenarnya ayah dari putranya dan Elena juga akan tahu apakah Jayden yang bermasalah namun pria itu enggan memberitahunya. Kalian harus tahu jika kedua wanita itu sudah bekerja sama mereka akan terlihat sangat akrab."Kau mendapatkannya?" tanya Hera penasaran. Bahkan Elena belum duduk kursi kafe di mana mereka bertemu namun Hera sudah melontarkan pertanyaan yang membuat wanita itu hanya bisa terkekeh kecil. Dasar tidak sabaran."Ya," jawab Elena lalu menyodorkan sebuah plastik transparan berisi rambut Jayden. Wanita itu lalu menyangga dagunya dengan tangan. Menatap Hera dengan tatapan yang cukup membuat risih. Untunglah Hera sedang sibuk memperhatikan plastik yang diberikan Elena tanpa sadar jika lawan bicaranya tengah menatapnya."Katakan padaku, Hera. Senakal apa dirimu dulu sebelum menikah dengan Jayden?" tanya
Happy reading...."Nyonya Elena bertemu dengan Nyonya Hera."Ucapan Roy sontak membuat Jayden yang sedang sibuk mengurus dokumennya mengalihkan fokusnya pada pria yang tengah berdiri di hadapannya."Elena bertemu Hera?" tanya Jayden lagi seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Iya, Tuan Jayden," jawab Roy."Ada urusan apa mereka sampai bertemu?""Maaf, Tuan. Tapi saya tidak mencaritahu sejauh itu. Apalagi jarak kami saat itu cukup jauh jadi saya tidak bisa mendengar pembicaraan mereka," jawab Roy menunduk karena pekerjaannya kurang sempurna kali ini. Untunglah Jayden memaklumi hal itu.Jayden menggerakkan jarinya menyuruh Roy untuk meninggalkan ruangan."Elena bertemu Hera? Ada apa?" gumam Jayden berpikir. Namun sekeras apapun Jayden memikirkannya tak ada alasan yang cukup kuat untuk membenarkan tebakannya. Hingga akhirnya Jayden bertanya sendiri pada istrinya, Elena."Katakan, Elena. Apa keperluanmu bertemu dengan Hera?"Elena tampak terkejut tapi wanita itu berhasil menut