Happy reading...."Nyonya Elena bertemu dengan Nyonya Hera."Ucapan Roy sontak membuat Jayden yang sedang sibuk mengurus dokumennya mengalihkan fokusnya pada pria yang tengah berdiri di hadapannya."Elena bertemu Hera?" tanya Jayden lagi seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Iya, Tuan Jayden," jawab Roy."Ada urusan apa mereka sampai bertemu?""Maaf, Tuan. Tapi saya tidak mencaritahu sejauh itu. Apalagi jarak kami saat itu cukup jauh jadi saya tidak bisa mendengar pembicaraan mereka," jawab Roy menunduk karena pekerjaannya kurang sempurna kali ini. Untunglah Jayden memaklumi hal itu.Jayden menggerakkan jarinya menyuruh Roy untuk meninggalkan ruangan."Elena bertemu Hera? Ada apa?" gumam Jayden berpikir. Namun sekeras apapun Jayden memikirkannya tak ada alasan yang cukup kuat untuk membenarkan tebakannya. Hingga akhirnya Jayden bertanya sendiri pada istrinya, Elena."Katakan, Elena. Apa keperluanmu bertemu dengan Hera?"Elena tampak terkejut tapi wanita itu berhasil menut
Happy reading...."Jadi benar Juan adalah anakku?" Haidar masih belum percaya jika yang tertera dalam kertas itu sungguh benar.Juan adalah anaknya? Oh Ya Tuhan! Kenapa dia baru tahu sekarang?"Iya, Haidar. Aku juga tidak menyangka jika Juan adalah anakmu," kata Hera dengan mata yang juga berbinar.Sebelum melakukan tes Hera memang sudah memberitahu Haidar. Awalnya Haidar merasa ganjil dan bertanya kenapa Hera tiba-tiba ingin melakukan tes dan setelah Hera menjelaskan semuanya tentu saja dengan senang hati Haidar melakukan tes. Dan hasil yang didapat sungguh di luar dugaan Haidar."Pantas saja saat pertama kali bertemu dengan Juan aku merasa melihat diriku sendiri," kata Haidar mengusap lembut air matanya. Tanpa disangka-sangka pria itu menangis di sana. Terharu tepatnya. Hera sampai tak bisa menahan tawanya. Walau kasihan tapi raut wajah Haidar sungguh lucu."Ya ampun, Haidar! Kenapa kau sampai menangis seperti ini?" tanya Hera mengusap kepala Haidar bak anak kecil.Pria itu mendon
Happy reading....Taksi yang membawa Elena kini berhenti di depan rumah sakit. Wanita itu menghela napas pelan sebelum melangkah masuk. Tidak semudah yang dibayangkan. Elena datang di saat Sam harus melayani beberapa pasien. Dia sampai harus menunggu selama 20 menit hingga akhirnya dia bisa bertemu dengan Sam. "Hai, Elena!" sapa Sam ramah. Seperti biasanya.Elena hanya diam saja sampai dia kini duduk di depan meja kerja dokter muda itu. Sam sedikit mengerutkan keningnya melihat ekspresi Elena."Ada apa?" tanya Sam bersuara lagi."Sepertinya ada hal yang seharusnya kau katakan padaku. Namun hingga hari ini kau tidak mengatakannya," ujar Elena. "Kenapa, Sam? Kau takut aku akan marah atau ada alasan lain yang setidaknya bisa menjelaskan semuanya."Ah, sial! Apakah Elena sudah tahu? Jerit batin Sam bagai seorang pencuri yang tertangkap basah. Pria itu mencoba tenang dengan mengerjabkan matanya beberapa kali. Sam tahu jika cepat atau lambat Elena pasti akan tahu dan menuntut penjelasan d
Happy reading...."Tolong bantu aku, Sam. Selama aku bisa hamil ... denganmu pun aku tidak keberatan."Sam membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja Elena katakan. Apalagi saat Elena kembali menyumpal bibirnya dengan ciuman yang semakin membuat gairahnya sebagai seorang pria bangkit. Namun Sam segera menyadarkan dirinya. Tidak. Ini salah.Sam mendorong tubuh Elena cukup kuat kali ini namun tak sampai menyakiti wanita itu hingga membuat tautan mereka terlepas."A-apa kau sudah gila, Elena?! Sadarlah ini perbuatan yang salah!" pekik Sam mengguncang tubuh Elena."Lalu apa yang harus aku lakukan?!" Elena ikut memekik dengan air mata yang kembali jatuh. "Jika aku tidak segera hamil maka aku akan kehilangan segalanya ... hiks. Aku akan kehilangan Jayden, Sam," ujar Elena tak sanggup lagi menahan sesak dalam dadanya.Sam yang awalnya marah, kini malah merasa iba melihat wanita itu menangis. Pria itu menarik Elena ke dalam pelukannya."Aku tahu. Ini pasti sangat sulit untukmu
Happy reading...."B-bu Shila, apa yang Anda lakukan?" tanya Hera dengan suara bergetar."Kau dari mana saja? Lihat! Juan sampai menangis seperti ini," kata Shila menggendong Juan yang sedang menangis keras."Saya ba---""Cepat berikan ASI padanya. Saya tidak mau cucu saya sampai sakit karena terus menangis," potong Shila dengan cepat menyerahkan Juan dalam gendongan Hera.Tunggu!Apa?Hera tidak salah dengarkan? Shila memanggil Juan dengan sebutan 'cucu'? Saking terkejutnya Hera sampai bergeming di sana menatap Shila."Kenapa kau malah melamun, Hera?" Pertanyaan Shila akhirnya membuat Hera sadar dari keterkejutannya."I-iya. Aku akan menyusuinya sekarang," jawab Hera kemudian duduk di tepi tempat tidur. Shila juga ikut di sana. Memperhatikan Juan yang sedang meminum susu dari ibunya.Wanita paruh baya itu tersenyum gemas saat Juan menggenggam tangannya."Jangan menangis lagi, ya, Nak," gumam Shila menghibur Juan. Bayi lelaki itu tersenyum ditengah-tengah acara minum susunya. "Dia men
Happy reading....Jayden tertawa hambar melihat berita yang tengah disiarkan di televisi itu. Dia lengah membuat lawannya menyerang dengan mudah. Dia menoleh ke arah Elena. Wanita itu kaget dengan wajah yang sudah memucat."Lihat! Bukankah sudah kukatakan jika Hera berniat untuk balas dendam padaku," kata Jayden begitu kentara jika dirinya tengah marah besar sekarang. Elena melirik Jayden dengan tatapan tak percaya. Apakah benar ini ulah Hera? Tapi dari mana wanita itu tahu hal ini?Elena yang larut dalam pikirannya tak sadar jika Jayden kini menghampirinya dengan mata yang mulai menggelap. Tanpa bisa wanita itu hindari Jayden menghimpit tubuhnya. Tungkai Elena refleks melangkah mundur dan terhenti saat punggungnya menabrak ujung meja dengan keras."Akh!" Elena meringis kesakitan. Belum sempat dia 'menikmati' rasa sakit dipunggungnya, Jayden sudah memberi rasa sakit lain pada rahang wanita itu."Ja-Jayden ... akh! A--apa yang ka--kau lakukan?" tanya Elena dengan susah payah."Katakan
Happy reading...Ruangan itu bak kapal pecah yang baru saja diterjang badai yang dahsyat. Kaca pecah dan kertas yang berserakan di mana-mana. Namun sosok yang saat ini sedang menelpon seseorang tidak begitu peduli karena dialah yang membuat ruangan itu berantakan."Ah, sial! Sebenarnya ke mana Roy," umpat Jayden melempar kasar ponselnya hingga layar ponsel itu pecah namun masih menyala. Pria itu mengerang frustasi sambil menatap layar televisi yang sejak tadi menyala. Berita tentang dirinya masih menjadi topik utama. Hanya ditambah dengan dirinya yang kini jadi buronan polisi.Tak pernah terbesik sedikitpun dalam benak Jayden jika semua usahanya selama ini akan hancur begitu saja hanya karena sebuah video sialan yang menunjukkan kejahatannya. Padahal dia sudah merasa begitu baik menyimpan rahasia. Ya. Tentu saja Jayden menjaga rahasia dengan baik. "Ini semua karena Elena. Sialan!" Pria itu masih beranggapan jika ini semua terjadi karena ulah Elena yang bekerja sama dengan Hera sebab
Happy reading....Elena tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Terlebih sekarang dia hanya tinggal berdua saja dengan Michael. Sosok yang tak pernah dikenalnya namun datang membawa masa lalu yang coba Elena kubur dalam-dalam."Sudah hampir satu tahun aku mencari keberadaanmu," ujar Michael memecah keheningan antara mereka berdua."Untuk apa kau mencariku? Kita tidak punya hubungan apapun." Elena sudah mencoba untuk ramah namun mengingat jika pria di sampingnya itu adalah salah satu bagian dari ayah tirinya, Elena tidak bisa melakukannya."Bagimu. Namun bagi kami, kau tetap keluarga kami," tutur Michael membuat Elena terkekeh. Mengejek perkataan pria itu. Sungguh menggelikan sekali."Keluarga? Jika memang kalian menganggapku keluarga, Ibumu tidak akan datang dan menyiksaku." Suara Elena sedikit bergetar di akhir kalimatnya. Tiba-tiba saja ingatan saat istri pertama ayah tirinya datang setiap hari untuk memukuli serta menghinanya terlintas. Elena masih tidak bisa melupakan bagaimana wan
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m