Happy reading...Elena sudah tidak punya pilihan lain lagi. Mengancam? Hal itu hanya akan memperburuk keadaan. Persetan dengan harga diri dia lebih takut jika kehilangan Jayden."Aku mohon padamu, Hera. Tolong jauhi Jayden. Aku hanya punya dirinya. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi," katanya seraya berlutut di hadapan Hera memohon dengan sangat.Hera yang kaget dan kegalaban langsung memegang kedua bahu Elena, membantu wanita itu untuk berdiri. Rasanya benar-benar sangat memalukan."Hei! Apa yang kau lakukan?" tanya Hera menekan kata-katanya karena tak ingin terdengar oleh para pelanggan yang lain. Sudah cukup tadi mereka jadi pusat perhatian."Aku mohon padamu, Hera. Tolong jauhi Jayden. Aku sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi," kata Elena mengusap kasar air matanya. "Jika ini bentuk balas dendammu padaku ... tolong pikirkan lagi. Aku tahu, aku sudah sangat jahat padamu tapi semua itu aku lakukan karena aku sudah tidak punya pilihan lain lagi."Kau memiliki segalanya, Hera.
Happy reading...Hera tidak pernah menyangka jika dirinya dan Elena akan kembali bekerja sama. Tidak ada yang salah. Toh, mereka sama-sama diuntungkan. Hera akan tahu siapa sebenarnya ayah dari putranya dan Elena juga akan tahu apakah Jayden yang bermasalah namun pria itu enggan memberitahunya. Kalian harus tahu jika kedua wanita itu sudah bekerja sama mereka akan terlihat sangat akrab."Kau mendapatkannya?" tanya Hera penasaran. Bahkan Elena belum duduk kursi kafe di mana mereka bertemu namun Hera sudah melontarkan pertanyaan yang membuat wanita itu hanya bisa terkekeh kecil. Dasar tidak sabaran."Ya," jawab Elena lalu menyodorkan sebuah plastik transparan berisi rambut Jayden. Wanita itu lalu menyangga dagunya dengan tangan. Menatap Hera dengan tatapan yang cukup membuat risih. Untunglah Hera sedang sibuk memperhatikan plastik yang diberikan Elena tanpa sadar jika lawan bicaranya tengah menatapnya."Katakan padaku, Hera. Senakal apa dirimu dulu sebelum menikah dengan Jayden?" tanya
Happy reading...."Nyonya Elena bertemu dengan Nyonya Hera."Ucapan Roy sontak membuat Jayden yang sedang sibuk mengurus dokumennya mengalihkan fokusnya pada pria yang tengah berdiri di hadapannya."Elena bertemu Hera?" tanya Jayden lagi seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya."Iya, Tuan Jayden," jawab Roy."Ada urusan apa mereka sampai bertemu?""Maaf, Tuan. Tapi saya tidak mencaritahu sejauh itu. Apalagi jarak kami saat itu cukup jauh jadi saya tidak bisa mendengar pembicaraan mereka," jawab Roy menunduk karena pekerjaannya kurang sempurna kali ini. Untunglah Jayden memaklumi hal itu.Jayden menggerakkan jarinya menyuruh Roy untuk meninggalkan ruangan."Elena bertemu Hera? Ada apa?" gumam Jayden berpikir. Namun sekeras apapun Jayden memikirkannya tak ada alasan yang cukup kuat untuk membenarkan tebakannya. Hingga akhirnya Jayden bertanya sendiri pada istrinya, Elena."Katakan, Elena. Apa keperluanmu bertemu dengan Hera?"Elena tampak terkejut tapi wanita itu berhasil menut
Happy reading...."Jadi benar Juan adalah anakku?" Haidar masih belum percaya jika yang tertera dalam kertas itu sungguh benar.Juan adalah anaknya? Oh Ya Tuhan! Kenapa dia baru tahu sekarang?"Iya, Haidar. Aku juga tidak menyangka jika Juan adalah anakmu," kata Hera dengan mata yang juga berbinar.Sebelum melakukan tes Hera memang sudah memberitahu Haidar. Awalnya Haidar merasa ganjil dan bertanya kenapa Hera tiba-tiba ingin melakukan tes dan setelah Hera menjelaskan semuanya tentu saja dengan senang hati Haidar melakukan tes. Dan hasil yang didapat sungguh di luar dugaan Haidar."Pantas saja saat pertama kali bertemu dengan Juan aku merasa melihat diriku sendiri," kata Haidar mengusap lembut air matanya. Tanpa disangka-sangka pria itu menangis di sana. Terharu tepatnya. Hera sampai tak bisa menahan tawanya. Walau kasihan tapi raut wajah Haidar sungguh lucu."Ya ampun, Haidar! Kenapa kau sampai menangis seperti ini?" tanya Hera mengusap kepala Haidar bak anak kecil.Pria itu mendon
Happy reading....Taksi yang membawa Elena kini berhenti di depan rumah sakit. Wanita itu menghela napas pelan sebelum melangkah masuk. Tidak semudah yang dibayangkan. Elena datang di saat Sam harus melayani beberapa pasien. Dia sampai harus menunggu selama 20 menit hingga akhirnya dia bisa bertemu dengan Sam. "Hai, Elena!" sapa Sam ramah. Seperti biasanya.Elena hanya diam saja sampai dia kini duduk di depan meja kerja dokter muda itu. Sam sedikit mengerutkan keningnya melihat ekspresi Elena."Ada apa?" tanya Sam bersuara lagi."Sepertinya ada hal yang seharusnya kau katakan padaku. Namun hingga hari ini kau tidak mengatakannya," ujar Elena. "Kenapa, Sam? Kau takut aku akan marah atau ada alasan lain yang setidaknya bisa menjelaskan semuanya."Ah, sial! Apakah Elena sudah tahu? Jerit batin Sam bagai seorang pencuri yang tertangkap basah. Pria itu mencoba tenang dengan mengerjabkan matanya beberapa kali. Sam tahu jika cepat atau lambat Elena pasti akan tahu dan menuntut penjelasan d
Happy reading...."Tolong bantu aku, Sam. Selama aku bisa hamil ... denganmu pun aku tidak keberatan."Sam membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja Elena katakan. Apalagi saat Elena kembali menyumpal bibirnya dengan ciuman yang semakin membuat gairahnya sebagai seorang pria bangkit. Namun Sam segera menyadarkan dirinya. Tidak. Ini salah.Sam mendorong tubuh Elena cukup kuat kali ini namun tak sampai menyakiti wanita itu hingga membuat tautan mereka terlepas."A-apa kau sudah gila, Elena?! Sadarlah ini perbuatan yang salah!" pekik Sam mengguncang tubuh Elena."Lalu apa yang harus aku lakukan?!" Elena ikut memekik dengan air mata yang kembali jatuh. "Jika aku tidak segera hamil maka aku akan kehilangan segalanya ... hiks. Aku akan kehilangan Jayden, Sam," ujar Elena tak sanggup lagi menahan sesak dalam dadanya.Sam yang awalnya marah, kini malah merasa iba melihat wanita itu menangis. Pria itu menarik Elena ke dalam pelukannya."Aku tahu. Ini pasti sangat sulit untukmu
Happy reading...."B-bu Shila, apa yang Anda lakukan?" tanya Hera dengan suara bergetar."Kau dari mana saja? Lihat! Juan sampai menangis seperti ini," kata Shila menggendong Juan yang sedang menangis keras."Saya ba---""Cepat berikan ASI padanya. Saya tidak mau cucu saya sampai sakit karena terus menangis," potong Shila dengan cepat menyerahkan Juan dalam gendongan Hera.Tunggu!Apa?Hera tidak salah dengarkan? Shila memanggil Juan dengan sebutan 'cucu'? Saking terkejutnya Hera sampai bergeming di sana menatap Shila."Kenapa kau malah melamun, Hera?" Pertanyaan Shila akhirnya membuat Hera sadar dari keterkejutannya."I-iya. Aku akan menyusuinya sekarang," jawab Hera kemudian duduk di tepi tempat tidur. Shila juga ikut di sana. Memperhatikan Juan yang sedang meminum susu dari ibunya.Wanita paruh baya itu tersenyum gemas saat Juan menggenggam tangannya."Jangan menangis lagi, ya, Nak," gumam Shila menghibur Juan. Bayi lelaki itu tersenyum ditengah-tengah acara minum susunya. "Dia men
Happy reading....Jayden tertawa hambar melihat berita yang tengah disiarkan di televisi itu. Dia lengah membuat lawannya menyerang dengan mudah. Dia menoleh ke arah Elena. Wanita itu kaget dengan wajah yang sudah memucat."Lihat! Bukankah sudah kukatakan jika Hera berniat untuk balas dendam padaku," kata Jayden begitu kentara jika dirinya tengah marah besar sekarang. Elena melirik Jayden dengan tatapan tak percaya. Apakah benar ini ulah Hera? Tapi dari mana wanita itu tahu hal ini?Elena yang larut dalam pikirannya tak sadar jika Jayden kini menghampirinya dengan mata yang mulai menggelap. Tanpa bisa wanita itu hindari Jayden menghimpit tubuhnya. Tungkai Elena refleks melangkah mundur dan terhenti saat punggungnya menabrak ujung meja dengan keras."Akh!" Elena meringis kesakitan. Belum sempat dia 'menikmati' rasa sakit dipunggungnya, Jayden sudah memberi rasa sakit lain pada rahang wanita itu."Ja-Jayden ... akh! A--apa yang ka--kau lakukan?" tanya Elena dengan susah payah."Katakan