Pagi ini Naresh mengajak Clara pindah ke sebuah rumah minimalis dua lantai yang terletak di kawasan elit pusat kota. Rumah dengan desain kekinian yang sangat indah, namun tidak juga mampu membuat Clara menerbitkan senyumnya.
"Masuk aja, di dalam ada Bibi yang akan bantu kamu."Gadis itu mengangguk singkat. Selanjutnya ia lekas masuk tanpa menunggu suaminya, tidak seperti layaknya pasangan pengantin baru yang selalu bergandengan tangan.Clara masuk sendirian ke dalam rumah itu, di pandanginya lekat setiap sudutnya. Banyak furniture dengan desian modern di dalamnya."Nona, mari saya antarkan ke atas. Kamar Nona ada di lantai atas," ucap seorang wanita paruh baya yang cukup mengagetkan Clara."Ah, iya," jawabnya singkat.Kedua wanita berbeda usia tersebut menaiki tangga bersamaan, sementara nampak Naresh baru saja memasuki rumah. Laki-laki itu asyik bertelepon tanpa memperdulikan sekelilingnya."Ya nanti kamu ke rumah saja, aku sudah nggak tinggal sama Mama ... Gimana? Ah, iya. Hati-hati, Sayang," ucapnya pada seseorang di seberang telepon.Dap! Dap! Dap!Suara tapak kaki sontak mengalihkan pandangan Naresh dari ponselnya, laki-laki itu melihat istrinya menuruni tangga dengan tatapan lurus ke arahnya. Lebih tepatnya istri kontraknya."Kebetulan kamu turun, ada yang mau aku bicarakan.""Ada apa?""Duduklah dulu, Cla. Biar Bibi siapkan minuman."Clara menurut, gadis cantik itu langsung mendudukkan dirinya di kursi empuk dengan meja bulat di depannya. Tidak seberapa lama kemudian Bibi datang dengan membawa dua gelas minuman dingin."Kamu mau bicara apa?" tanyanya.."Wilayahku di bawah dan kamu di atas. Aku nggak akan sembarangan naik ke atas, tapi kamu bisa kapanpun turun ke bawah. Kamu bebas mau ajak siapapun ke rumah ini tanpa izin dariku, begitu juga aku yang bebas bawa siapapun. Kamu kalo mau keluar rumah juga nggak usah pakai izin," ucapnya."Ada lagi?""Seperti yang aku bicarakan kemarin. Kamu nggak perlu kerjain kerjaan rumah, ada Bibi yang akan melayani keperluanku.""Iya, aku tahu.""Masing-masing dari kita nggak berhak ikut campur satu sama lain, dan kamu nggak boleh ngadu sama Mama."Clara mengangguk, "aku paham, Mas.""Bagus," jawab Naresh, singkat.***Menit berlalu..."Mas Naresh, di depan ada yang nyariin.""Siapa?""Mbak Bella, Mas.""Suruh masuk saja, saya mau ke kamar dulu ganti baju."Sementara itu, Clara yang nampak bingung memilih bertanya pada Bibi dengan menggunakan isyarat mata."Temennya Mas Naresh, Non.""Oh, gitu. Ya sudah saya naik dulu."Baru saja berbalik dan belum sempat Clara menapakkan kakinya di anak tangga, seorang wanita dengan pakaian seksi masuk. Senyumnya mengulas lebar, wanita itu sangat cantik dengan dandanan simplenya."Tamunya Mas Naresh, ya, Mbak?""Iya," jawabnya singkat."Silakan duduk dulu, Mbak," ujarnya lembut, "tolong buatkan mimuman, ya, Bi," ucapnya pada Bibi.Wanita itu menganggukkan kepala, "kamu istrinya Naresh?""Iya, saya istrinya Mas Naresh.""Naresh sudah cerita tentang saya ke kamu?" tanyanya dengan senyum yang masih terlukis manis di bibirnya.Clara menggeleng, "belum, Mbak. Cerita tentang apa, ya?""Bella," suara bariton itu tak ayal membuat kedua wanita itu menghentikan pembicaraan mereka. Terutamanya Bella yang langsung bangkit dengan menampilkan senyum yang lebih manis."Sudah lama nunggunya?" tanya Naresh."Baru aja, kok. Aku di temani istri kamu, jadi nggak bosan."Naresh mengangguk, "bagus kalau gitu. Oh, iya, Cla, perkenalkan ini Bella, dia ini anggota di komunitas pecinta hewan milikku, dan dia juga ... Kekasihku."Deg!Clara tertegun, apalagi saat melihat Naresh merengkuh prosesif pinggang Bella. Ia tidak menyangka Naresh bisa melakukan ini di depannya."Aku sudah bilang sama kamu 'kan kalau aku punya kekasih, dan ini dia orangnya," ucap Naresh tanpa merasa berdosa.Apalagi Naresh juga mencium wanita itu di hadapan Clara. Oh, jika tidak mencintai istrinya, tidak bisakah Naresh menghormatinya sebagai seorang wanita?Dap! Dap! Dap!Suara langkah kaki kompak membuat ketiga orang yang tengah bersitegang itu menoleh. Nampak di sana seorang laki-laki tampan dengan tubuh atletis melangkah dengan gagahnya. Keningnya mengerut saat mendapati raut semua orang nampak kaku."Ada apa ini?" tanyanya."Kau datang di saat yang tidak tepat, Ken.""Loh, ada apa memangnya?" Kenzie mengalihkan pandangannya kepada Clara, "ada apa, Cla?" tanyanya.Kenzie Mahendra adalah saudara sepupu Naresh, dia juga pemegang saham di perusahaan Mahendra. Kesehariannya memang sering mengunjungi Naresh, dan hari ini niatnya berkunjung adalah untuk memberikan ucapan selamat kepada pengantin baru.Laki-laki tampan itu juga teman Clara saat berkuliah. Bahkan Clara lebih mengenal Kenzie dari pada Neresh, suaminya."Kok kamu juga ada di sini, Bel? Kalian belum selesai rupanya?""Diam!""Santai, Naresh. Aku hanya tanya, kenapa kamu sewot sekali?""Pertanyaanmu tidak ada gunanya di sini, lebih baik kamu pulang saja."Kenzie memandang dengan tatapan bingung, sepertinya ia mulai tahu di mana akar permasalahannya. Apalagi saat melihat raut Clara yang tidak enak."Kau membawa Bella ke rumahmu? Yang benar saja, Naresh?! Kau sudah menikah! Apa kata Tante Anne kalau dia tahu hal ini?!""Diam! Kau tidak berhak ikut campur!""Aku berhak. Apa kau lupa Clara ini temanku? Dan aku tidak terima temanku di sakiti olehmu.""Ken, sudah nggak usah ribut. Ayo kita naik ke atas saja, kita bicara di atas," ujar Clara yang lantas di angguki oleh Kenzie."Aku tidak membiarkanmu membawa laki-laki naik ke atas, Cla!"Gadis cantik itu mematung dengan pandangan aneh menatap Naresh, "kenapa?""Aku peringatkan jangan pernah bawa laki-laki naik ke atas.""Bukannya kamu yang bilang kalau..."Naresh langsung menyahut ucapan Clara, "jangan membantah dan cepat naik, Cla!""Mas, kamu...""NAIK!" sentaknya yang membuat Clara langsung berlari menaiki tangga menuju lantai atas."Sayang," lirih Bella."Diam!"Entah apa yang terjadi dengan Naresh. Melihat Clara ingin membawa Kenzie naik saja sudah membuat emosinya memuncak, bahkan sampai membuat ia meneriaki Bella.Sementara Kenzie masih menatap sepupunya dengan pandangan sengit.'Aku tahu kau tidak rela saat ada laki-laki yang mendekatinya, Naresh. Kau terlalu munafik!' batinnya dan langsung pergi dari sana.Deru nafas Naresh masih tidak beraturan, ia memandang sejanak pada kekasihnya yang masih berdiri di sampingnya."Sebaiknya kamu pulang saja, Bel. Lain kali saja kita keluarnya.""Sayang, kamu kenapa jadi gini? Kamu nggak pernah, loh, nolak aku.""Aku lagi nggak mood mau keluar, lain kali bisa 'kan? Aku harap kamu jadi wanita yang penurut, aku nggak suka wanita pembangkang."Glek!Dengan susah payah Bella meneguk salivanya, gadis itu mau tidak mau harus menurut jika tidak ingin kehilangan kekasihnya. Setelah memastikan Bella pulang, barulah Naresh naik ke lantai atas menuju kamar Clara. Tangannya menekan handle pintu, namun sayangnya pintu itu terkunci.Tok! Tok! Tok!"Buka pintunya, Clara!"Hening! Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Naresh mengayunkan tangan dan mengetuk pintu lebih keras lagi sembari meneriaki nama istrinya."Aku hitung sampai tiga, pintu ini bakal aku dobrak kalau kamu nggak buka," ancamnya."Satu ... Dua..." Ceklek! "Ada apa, Mas?""Kenapa pintunya di kun
Naresh melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia memutuskan menuju apartemen Bella. Mengingat siang tadi kebersamaan mereka harus terhenti. Tidak perlu waktu lama, mobil mewahnya sudah berhenti tepat di depan gedung pencakar langit yang merupakan unit apartemen kekasihnya itu. Laki-laki itu segera turun dan melangkah dengan gagahnya menuju lift untuk naik ke lantai atas.Ting! Pintu lift terbuka. Naresh segera menuju salah satu unit dan menempelkan kartu aksesnya di smart lock hingga pintu itu terbuka."Sayang, kok kamu nggak ngabarin dulu?" tanya Bella yang cukup terkejut dengan kehadiran Naresh."Aku sengaja mau kasih kejutan, Bel."Bella mengulas senyumnya, "istri kamu tahu?""Nggak." Naresh merengkuh prosesif Bella, bibirnya mulai mengecup basah leher jenjang itu, "aku menginginkanmu, Bella," ucapnya serak."Aaahh...," Sebuah desahan lolos begitu saja saat Naresh mulai menggoda bagian sensitif Bella.Laki-laki itu mulai melayang mendengar desahan demi desahan yang keluar dar
Clara memilih berbelanja beberapa bahan masakan dan juga makanan ringan untuk menjamu Mama mertuanya, wanita cantik itu pergi dengan berjalan kaki. Clara menuju supermarket seberang rumahnya seorang diri, tidak mungkin juga ia akan meminta bantuan suaminyaSaat ini, ia tengah memilih beberapa sayur dan juga daging, dirinya sudah berangan-angan akan memasak banyak menu. Pasti Mama mertuanya akan sangat senang. Entah karena terlalu asyik memilih sayur atau bagaimana, sehingga ia tidak sengaja menyenggol seseorang di sampingnya."Maaf, maaf ... Saya nggak lihat," ucapnya refleks."Clara, kamu belanja di sini juga?"Clara sontak menegakkan kepalanya saat mendengar suara bariton yang sangat di kenalinya itu. Netranya tak ayal melebar saat melihat Kenzie berdiri di depannya."Eh, Ken. Maaf aku nggak sengaja nyenggol tadi.""Iya, nggak papa. Kamu sama siapa?""Aku sendirian, Mama Anne mau datang ke rumah dan nanti aku mau masak besar. Kamu kesana saja kalau nggak sibuk.""Sebenernya aku peng
"Minum dulu, Mas." Clara menyodorkan segelas air dingin kepada Naresh.Lihatlah! Betapa baiknya wanita cantik itu masih mau melayani suaminya setelah tadi di bentak habis-habisan.Dengan sisa nafas yang masih tersengal, Naresh meraihnya dan langsung menenggaknya habis. Laki-laki itu beberapa kali menghela nafas kasar."Kapan Mama akan sampai?""Mungkin sebentar lagi, Mas. Kamu mau mandi dulu atau nanti saja?""Nanti saja, aku mau naik dulu ke atas."Clara menangguk, setelahnya ia memutuskan menuju dapur untuk memasak. Mama Mertuanya sangat baik, ia harus melayani setulus mungkin untuk membalas kenaikannya. Sebenarnya wanita itu juga bingung, sifat suaminya menurun dari siapa?tiga puluh menit berkutat di dapur, Clara sudah merampungkan masakannya. Masih dengan memakai celemek, ia menata semua masakannya di meja makan. Tok! Tok! Tok!"Ah, itu pasti Mama," gumamnya.Gegas kakinya melangkah menuju pintu dan membukakannya. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan simpel namun s
"Sana! Jangan deket-deket aku. Pinter banget ambil kesempatan.""Iya, Mas. Galak banget.""Aku dengar, Clara!"Clara tidak menimpali, ia memilih merebahkan tubuh mungilnya ke atas sofa. Suaminya ini benar-benar tidak berperikemanusiaan, seharusnya ia lah yang tidur di kasur. Namun ingin protes pun dirinya sudah malas.***Pagi hari."Kamu yang masak semua ini, Sayang?" tanya Anne yang baru saja keluar dari kamarnya."Eh, Mama ... Iya, Mah. Aku memang suka masak,"Anne mengulas senyum, "memang nggak salah Mama milih kamu. Naresh mana? Kok belum turun buat sarapan?""Sebentar, Mah, aku panggil dulu,"Anne mengangguk dan Clara bergegas naik ke lantai atas. Padahal tadi dia sudah membangunkan suaminya itu, apa mungkin dia tidur lagi? Pikirnya.Benar saja! Naresh masih betah memeluk guling dengan kelopak matanya yang terpejam. Gegas Clara menepuk-nepuk bahu kekar itu berharap supaya sang suami terbangun."Mama sudah nunggu buat sarapan, Mas.""Eugh...""Mas, bangun dulu..," tanpa aba-aba N
Naresh menyetir dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan wajah pucat istrinya. Clara mempunyai trauma dari kecelakaan yang menimpa orang tuannya, sehingga ia takut kebut-kebutan. Jantungnya berderu kencang seiring dengan suaminya yang terus menambah kecepatan lajunya."M-Mas, tolong. Aku nggak bisa kebut-kebutan, aku takut," lirih Clara."Takut? Kamu bilang takut? Kamu lebih takut ini dari pada berduaan dengan lelaki lain?!""Kenzie cuma mau nganterin aku aja, Mas. Tadi hampir hujan dan aku nggak bawa mobil.""BODOH!" makinya, "bilang aja kamu sudah janjian dengan Kenzie!"Clara hanya menggeleng lirih. Sungguh! Demi apapun dirinya sudah tidak mampu menimpali lagi, lambungnya terasa bergejolak. Bahkan ia hampir saja mutah.Kilas bayang kecelakaan orang tuanya kembali memutar, itu semakin membuat Clara pusing. Keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Namun suaminya tetap tidak peduli.Darah!Teriakan!Tangisan pilu!Kembali hadir di memori wanita cantik itu. Tidak tahu kah Naresh
Lelaki dengan tubuh kekar dan kulit putih itu dengan gagahnya mengukung tubuh polos Bella. Lelaki yang tak lain bernama Sean Emmanuel, salah satu musuh terbesar dari Mahendra Group.Sean sudah lama menjalin hubungan gelap dengan Bella di balik Naresh. Keduanya menjadikan Naresh bahan tertawaan saat lelaki itu begitu mudahnya di bohongi. "Aaahh..," entah sudah ke berapa kali Bella meloloskan desahannya. Wanita itu menatap wajah Sean penuh damba. Wajah penuh peluh itu menurutnya sangatlah tampan. Dia sudah berulang kali melakukan ini dengan lelaki itu, apalagi saat Naresh tidak bisa menemaninya.Benar-benar wanita yang licik!"Le-lebih cepat lagi, Sean," pintanya parau."Yeah, Baby. Aaahh kenapa kau bisa senikmat ini?""Aku memang sering yoga, Sean. Jangan banyak bertanya, lebih baik kau percepat lagi hujamanmu."Sean tidak menjawab. Laki-laki itu terus menambah ritme gerakan pinggulnya. Hingga keduanya sama-sama mengerang dengan ekspresi wajah yang penuh nikmat. Mereka berdua merengg
"Jangan keluar-keluar, kalau ada perlu apa-apa bilang saja sama Bibi," titah Naresh, saat ini ia dan Clara sudah sampai rumah."Iya, Mas.""Aku mau ke kantor, sekalian nanti mau ketemu sama klien. Kamu masih pusing apa nggak?""Pusing sedikit tapi nggak papa, Mas.""Bagus. Kalau gitu aku tenang ninggalin kamu ke kantor."Clara menatap tersenyum pada suaminya yang berjalan keluar kamar. Tidak ada salam ataupun ciuman hangat seperti pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan wajah Naresh masih saja datar.Clara hanya bisa pasrah, gadis itu akhirnya memilih memejamkan mata. Berharap siang nanti kondisinya bisa lebih baik, karena rencananya ia akan memasak dan mengantarkan makan siang untuk Naresh.***Mahendra Company.Di sisi lain, Naresh tengah berada di dalam ruangannya bersama Bella. Dengan posisi Bella yang berada di atas pangkuan lelaki itu, wanita itu bergelayut manja di leher kekasih gelapnya. Sambil sesekali ia menciumi wajah lelaki itu."Kau sudah tidak marah?""Aku memang sedar
Paris, Prancis."Aku tidak bisa menunggu lagi, Ray. Aku harus pulang!""Kondisimu sudah stabil?""Bahkan aku sudah merasa sehat dari satu minggu yang lalu."Seorang lelaki berbadan besar itu tak ayal terkekeh mendengar jawaban sahabatnya tersebut. Akhirnya ia memutuskan mengantarkan sahabatnya ke Bandara pagi ini."Jangan lupa hubungi aku kalau kau sudah sampai, Naresh," ucapnya."Aku akan langsung menghubungimu. Terima kasih atas bantuannya," jawab Naresh seraya memeluk erat tubuh besar Raymond.Yeah! Setelah kejadian kebakaran itu Naresh mengalami luka bakar lumayan parah dan juga benturan yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sedangkan Raymond juga mengalami luka bakar, tetapi masih tergolong ringan. Itulah yang membuat Raymond berinisiatif membawa sahabatnya ke Prancis.Naresh mengalami koma selama satu Minggu, lelaki tampan itu meraih kesadarannya pada Minggu kedua, dan itu bertepatan saat Clara meninggalkan Italia. Makanya Raymond masih menahan sahabatnya.Namun, Raymond tetap me
Clara menuju ruang meeting bersama dengan Anne, kedua wanita berbeda usia itu sepakat untuk melantik petinggi perusahaan yang baru. Sebenarnya ini adalah tugas Naresh, tetapi lagi-lagi Clara yang harus melakukannya.Beberapa kali wanita cantik itu tampak menghela napas. Bohong kalau ia tidak rapuh. Justru saat ini hatinya sudah hancur berkeping-keping, dan kepingannya pula yang menusuknya hingga berdarah-darah."Kamu baik-baik saja, Cla?" tanya Kenzie yang turut hadir dalam rapat ini."Iya," jawab Clara, singkat."Kalau dulu, mungkin aku akan mengatakan kamu harus mengikhlaskan Naresh dan mulailah menata hidup baru denganku. Namun, sekarang ... aku ingin mengatakan kamu harus kuat. Jika kamu percaya Naresh akan kembali, maka tidak ada yang mustahil. Semesta pasti mendengar doamu, Cla. Dan setiap doa pasti dikabulkan. Jika bukan sekarang, berarti nanti."Clara mengulas senyum tipis. Lelaki yang sempat membuatnya trauma ini sudah berubah menjadi lebih baik. Bahkan beberapa minggu lalu K
Clara menyembunyikan alat tes kehamilannya di dalam tas, kemudian ia lekas keluar kamar guna mencari Hilda. Beruntung pengawalnya itu masih duduk di ruang tamu. "Hilda ...."Wanita itu terperanjat saat melihat Nona-nya sedang berlari menuruni tangga. "Hati-hati, Nona!" ucapnya dan langsung menghampiri Clara."Kenapa wajahmu?" tanya Clara."Saya khawatir kalau Nona jatuh.""Ah, kamu ini. Sudah, ayo antarkan aku ke rumah sakit."Hilda membelalakkan mata."Nona sakit?!" tanyanya dengan nada serius."Ish! Apaan, sih?! Sudahlah nggak usah banyak tanya. Lebih baik kamu cepat siapkan mobil, mumpung Mama lagi tidur.""Baik, Nona," sahutnya dan lantas berlari menuju parkiran.Clara yang melihatnya tak ayal tersenyum, meskipun hanya senyuman tipis. Karena wanita cantik tentu juga memikirkan kondisi janinnya. Kasihan kalau ikut stres.•Beberapa menit kemudian, Clara sudah sampai di rumah sakit. Ia langsung menuju Dokter Kandungan tanpa ditemani oleh Hilda. Sengaja, karena wanita cantik itu be
Keadaan berubah gaduh saat beberapa Polisi kembali masuk ke dalam restoran, sementara Clara sudah tidak sadarkan diri. Namun, Hilda dengan sigap memberitahukan kepada teman-temannya untuk segera mencari jawaban atas cincin itu.Clara membuka mata dan mendapati bahwa dirinya sedang terbaring di kamar hotel. Perlahan wanita cantik itu berusaha menegakkan tubuhnya, sesekali netranya menelisik ke sekeliling."Hilda ...!"Hening! Sama sekali tidak ada jawaban."Hilda ...!" Clara kembali berteriak lebih lantang.Sekejap kemudian pengawal wanitanya itu masuk kamar dengan napas terengah-engah dan langsung menuju ke dekatnya."Ada apa, Nona? Ada sesuatu yang Anda butuhkan?""Bagaimana pencariannya? Apa ada titik terang?!" tanyanya dengan raut penuh harap."Maaf, Nona. Mereka mengatakan belum mendapatkan apa-apa," jawabnya dengan kepala menunduk."Apa?! Dari tadi masih belum mendapatkan apa-apa?! Sebenarnya kalian bisa bekerja tidak?!"Hilda semakin dalam menundukkan kepalanya. Sementara Clara
Clara terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, bola mata coklatnya mengedar ke sekeliling, dan hanya menemukan Hilda yang duduk di samping ranjangnya. Wanita cantik itu menekan sisi pelipis dengan sebelah tangan, sekejap kemudian tangisnya kembali meledak saat teringat Naresh."Nona, apa ada yang sakit? Sebentar, saya akan panggilkan Dokter.""Aku mau suamiku, Hilda."Deg!Hilda yang tadinya hendak beranjak, langsung mendudukkan dirinya di kursi, tangannya menggenggam erat lengan Clara."Para bodyguard dan kepolisian sudah mencari Tuan Naresh dan Tuan Raymond, tapi kebanyakan korban tidak dikenali, Nona. Saat ini mereka sedang menunggu hasil DNA, dan semoga saja Tuan Naresh tidak termasuk salah satu korban. Semoga Tuan Naresh selamat," ucap Hilda berusaha menenangkan."Tapi kemana perginya suamiku kalau dia masih selamat, Hilda?!""Nona, besok kita akan mencari tahu. Ini masih gelap, dan mereka berjanji subuh nanti hasil DNA korban sudah keluar. Jika tidak ada yang cocok den
Matahari tepat berada di atas kepala, Clara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan jarumnya menunjukkan pukul setengah dua belas. Pesawat yang ia dan Naresh tumpangi baru saja mendarat di Bandara.Naresh dan Clara langsung menuju mobil yang menjemputnya, keduanya langsung dibawa ke sebuah hotel yang terletak di kawasan ellite pusat kota. Hotel bintang lima ini berdiri menjulang di tengah-tengah hiruk pikuk dan gemerlapnya Ibu kota Italia.Yeah! Negara itu menjadi tujuan bulan madu mereka. Clara sudah membayangkan akan mengunjungi banyak tempat wisata dan tempat bersejarah. Ia juga ingin mencoba banyak restoran pasta bersama suaminya."Mau istirahat sekarang?" tanya Naresh.Clara menggeleng. Ia lantas menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk berwarna putih itu dan memejamkan matanya sejenak."Aku nggak capek, kok, Mas. Lagian aku tadi udah tidur di pesawat.""Yakin? Atau kamu mau bercinta?" Naresh langsung mengungkung tubuh mungil itu, hal itu tak ayal membuat Clara ter
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya di ujung barat, Naresh dan Clara baru saja keluar dari kamar lantaran pelayan yang memanggilnya atas perintah Anne. Ternyata wanita paruh baya itu sudah bersiap di meja makan."Mama ternyata sudah menunggu kita, Mas," ucap Clara saat hendak menuruni tangga."Memang sudah jamnya makan malam 'kan? Wajar kalau Mama menunggu kita.""Ih! Dasar nggak peka. Aku tuh nggak enak sama Mama," ucap Clara dengan berbisik."Kenapa memangnya?""Harusnya kita duluan yang hadir di meja makan, bukan malah Mama yang menunggu. Ini semua gara-gara kamu!"Naresh menoleh dengan pandangan tidak terima. Bisa-bisanya dirinya malah disalahkan."Kok malah aku?""Iya, lah. Kamu dari tadi nahan aku buat keluar, dan akhirnya kita telat 'kan? Sudahlah, aku mau turun duluan."Naresh masih melongo melihat Clara yang meninggalkannya seorang diri di sini. Lelaki itu menatap punggung istrinya yang semakin jauh dengan pandangan penuh tanda tanya.Memangnya apa salahnya? Bukankah Clara ta
"Eugh ..."Clara melenguh sambil mengerjapkan kelopak matanya. Wanita cantik itu merasakan sesuatu yang berbeda pada area sensitifnya, sebuah sentuhan yang membuatnya sontak bergairah. Benar saja. Saat ia membuka lebar kelopak matanya, suami tampannya itu tengah bermain-main di puncak dadanya. Layaknya bayi yang kelaparan, lelaki tampan itu menyusu dengan begitu lahap."M-Mas ...""Kenapa, Cla?" tanya Naresh dengan masih terus menyusu di sana."Kamu nggak tidur?"Naresh menggeleng. Mulutnya masih penuh dengan buah kenyal itu, sementara tangan sebelahnya asyik memelintir buah stroberi ranum pada buah satunya."Aaaahh ...."Desahan itu tak dapat terelakkan. Clara sungguh menikmatinya, apalagi saat merasakan celana dalamnya lembab. Iris coklat itu menoleh ke arah meja, keningnya mengerut saat mendapati masih jam satu siang. Berarti dirinya hanya tidur tiga puluh menit."Mas, a-aku masih ngantuk," ujar Clara."Tidur saja, Cla. Kenapa malah bangan kalau masih ngantuk?""Aku mau pipis, mak
Clara meraup bibir merah alami milik Naresh. Menyesapnya dan sesekali memberikan gigitan manjanya di bibir kenyal itu. Naresh yang terhenyak tentu saja kelabakan, apalagi saat Clara memasukkan lidah hangatnya, dan menyapu seluruh rongga mulut lekaki itu."Aku juga mencintaimu, Mas. Sangat mencintaimu. Aaahh ... kita akan memulainya lagi. Yeah, kau dan aku. Kita akan memulai lagi dari awal," ucap Clara saat baru saja melapas pagutannya."I-Itu artinya?""Kita tidak akan bercerai, karena kita saling mencinta. Bukankah tugas dua orang yang saling mencintai adalah saling menjaga? Kita juga saling menyayangi 'kan, Mas? Itu artinya kita harus bersama-sama melewati badai ini. Kita juga akan membuat Naresh junior dan Clara junior lagi," ujar Clara dengan suara lirih.Naresh sontak tergelak mendengarnya, tidak terasa air matanya juga menetes. Seluruh beban yang menghimpit dadanya beberapa saat lalu telah terangkat. Semua ketakutan akan perpisahan yang menghantuinya beberapa saat lalu juga tela