Pagi ini Naresh mengajak Clara pindah ke sebuah rumah minimalis dua lantai yang terletak di kawasan elit pusat kota. Rumah dengan desain kekinian yang sangat indah, namun tidak juga mampu membuat Clara menerbitkan senyumnya.
"Masuk aja, di dalam ada Bibi yang akan bantu kamu."Gadis itu mengangguk singkat. Selanjutnya ia lekas masuk tanpa menunggu suaminya, tidak seperti layaknya pasangan pengantin baru yang selalu bergandengan tangan.Clara masuk sendirian ke dalam rumah itu, di pandanginya lekat setiap sudutnya. Banyak furniture dengan desian modern di dalamnya."Nona, mari saya antarkan ke atas. Kamar Nona ada di lantai atas," ucap seorang wanita paruh baya yang cukup mengagetkan Clara."Ah, iya," jawabnya singkat.Kedua wanita berbeda usia tersebut menaiki tangga bersamaan, sementara nampak Naresh baru saja memasuki rumah. Laki-laki itu asyik bertelepon tanpa memperdulikan sekelilingnya."Ya nanti kamu ke rumah saja, aku sudah nggak tinggal sama Mama ... Gimana? Ah, iya. Hati-hati, Sayang," ucapnya pada seseorang di seberang telepon.Dap! Dap! Dap!Suara tapak kaki sontak mengalihkan pandangan Naresh dari ponselnya, laki-laki itu melihat istrinya menuruni tangga dengan tatapan lurus ke arahnya. Lebih tepatnya istri kontraknya."Kebetulan kamu turun, ada yang mau aku bicarakan.""Ada apa?""Duduklah dulu, Cla. Biar Bibi siapkan minuman."Clara menurut, gadis cantik itu langsung mendudukkan dirinya di kursi empuk dengan meja bulat di depannya. Tidak seberapa lama kemudian Bibi datang dengan membawa dua gelas minuman dingin."Kamu mau bicara apa?" tanyanya.."Wilayahku di bawah dan kamu di atas. Aku nggak akan sembarangan naik ke atas, tapi kamu bisa kapanpun turun ke bawah. Kamu bebas mau ajak siapapun ke rumah ini tanpa izin dariku, begitu juga aku yang bebas bawa siapapun. Kamu kalo mau keluar rumah juga nggak usah pakai izin," ucapnya."Ada lagi?""Seperti yang aku bicarakan kemarin. Kamu nggak perlu kerjain kerjaan rumah, ada Bibi yang akan melayani keperluanku.""Iya, aku tahu.""Masing-masing dari kita nggak berhak ikut campur satu sama lain, dan kamu nggak boleh ngadu sama Mama."Clara mengangguk, "aku paham, Mas.""Bagus," jawab Naresh, singkat.***Menit berlalu..."Mas Naresh, di depan ada yang nyariin.""Siapa?""Mbak Bella, Mas.""Suruh masuk saja, saya mau ke kamar dulu ganti baju."Sementara itu, Clara yang nampak bingung memilih bertanya pada Bibi dengan menggunakan isyarat mata."Temennya Mas Naresh, Non.""Oh, gitu. Ya sudah saya naik dulu."Baru saja berbalik dan belum sempat Clara menapakkan kakinya di anak tangga, seorang wanita dengan pakaian seksi masuk. Senyumnya mengulas lebar, wanita itu sangat cantik dengan dandanan simplenya."Tamunya Mas Naresh, ya, Mbak?""Iya," jawabnya singkat."Silakan duduk dulu, Mbak," ujarnya lembut, "tolong buatkan mimuman, ya, Bi," ucapnya pada Bibi.Wanita itu menganggukkan kepala, "kamu istrinya Naresh?""Iya, saya istrinya Mas Naresh.""Naresh sudah cerita tentang saya ke kamu?" tanyanya dengan senyum yang masih terlukis manis di bibirnya.Clara menggeleng, "belum, Mbak. Cerita tentang apa, ya?""Bella," suara bariton itu tak ayal membuat kedua wanita itu menghentikan pembicaraan mereka. Terutamanya Bella yang langsung bangkit dengan menampilkan senyum yang lebih manis."Sudah lama nunggunya?" tanya Naresh."Baru aja, kok. Aku di temani istri kamu, jadi nggak bosan."Naresh mengangguk, "bagus kalau gitu. Oh, iya, Cla, perkenalkan ini Bella, dia ini anggota di komunitas pecinta hewan milikku, dan dia juga ... Kekasihku."Deg!Clara tertegun, apalagi saat melihat Naresh merengkuh prosesif pinggang Bella. Ia tidak menyangka Naresh bisa melakukan ini di depannya."Aku sudah bilang sama kamu 'kan kalau aku punya kekasih, dan ini dia orangnya," ucap Naresh tanpa merasa berdosa.Apalagi Naresh juga mencium wanita itu di hadapan Clara. Oh, jika tidak mencintai istrinya, tidak bisakah Naresh menghormatinya sebagai seorang wanita?Dap! Dap! Dap!Suara langkah kaki kompak membuat ketiga orang yang tengah bersitegang itu menoleh. Nampak di sana seorang laki-laki tampan dengan tubuh atletis melangkah dengan gagahnya. Keningnya mengerut saat mendapati raut semua orang nampak kaku."Ada apa ini?" tanyanya."Kau datang di saat yang tidak tepat, Ken.""Loh, ada apa memangnya?" Kenzie mengalihkan pandangannya kepada Clara, "ada apa, Cla?" tanyanya.Kenzie Mahendra adalah saudara sepupu Naresh, dia juga pemegang saham di perusahaan Mahendra. Kesehariannya memang sering mengunjungi Naresh, dan hari ini niatnya berkunjung adalah untuk memberikan ucapan selamat kepada pengantin baru.Laki-laki tampan itu juga teman Clara saat berkuliah. Bahkan Clara lebih mengenal Kenzie dari pada Neresh, suaminya."Kok kamu juga ada di sini, Bel? Kalian belum selesai rupanya?""Diam!""Santai, Naresh. Aku hanya tanya, kenapa kamu sewot sekali?""Pertanyaanmu tidak ada gunanya di sini, lebih baik kamu pulang saja."Kenzie memandang dengan tatapan bingung, sepertinya ia mulai tahu di mana akar permasalahannya. Apalagi saat melihat raut Clara yang tidak enak."Kau membawa Bella ke rumahmu? Yang benar saja, Naresh?! Kau sudah menikah! Apa kata Tante Anne kalau dia tahu hal ini?!""Diam! Kau tidak berhak ikut campur!""Aku berhak. Apa kau lupa Clara ini temanku? Dan aku tidak terima temanku di sakiti olehmu.""Ken, sudah nggak usah ribut. Ayo kita naik ke atas saja, kita bicara di atas," ujar Clara yang lantas di angguki oleh Kenzie."Aku tidak membiarkanmu membawa laki-laki naik ke atas, Cla!"Gadis cantik itu mematung dengan pandangan aneh menatap Naresh, "kenapa?""Aku peringatkan jangan pernah bawa laki-laki naik ke atas.""Bukannya kamu yang bilang kalau..."Naresh langsung menyahut ucapan Clara, "jangan membantah dan cepat naik, Cla!""Mas, kamu...""NAIK!" sentaknya yang membuat Clara langsung berlari menaiki tangga menuju lantai atas."Sayang," lirih Bella."Diam!"Entah apa yang terjadi dengan Naresh. Melihat Clara ingin membawa Kenzie naik saja sudah membuat emosinya memuncak, bahkan sampai membuat ia meneriaki Bella.Sementara Kenzie masih menatap sepupunya dengan pandangan sengit.'Aku tahu kau tidak rela saat ada laki-laki yang mendekatinya, Naresh. Kau terlalu munafik!' batinnya dan langsung pergi dari sana.Deru nafas Naresh masih tidak beraturan, ia memandang sejanak pada kekasihnya yang masih berdiri di sampingnya."Sebaiknya kamu pulang saja, Bel. Lain kali saja kita keluarnya.""Sayang, kamu kenapa jadi gini? Kamu nggak pernah, loh, nolak aku.""Aku lagi nggak mood mau keluar, lain kali bisa 'kan? Aku harap kamu jadi wanita yang penurut, aku nggak suka wanita pembangkang."Glek!Dengan susah payah Bella meneguk salivanya, gadis itu mau tidak mau harus menurut jika tidak ingin kehilangan kekasihnya. Setelah memastikan Bella pulang, barulah Naresh naik ke lantai atas menuju kamar Clara. Tangannya menekan handle pintu, namun sayangnya pintu itu terkunci.Tok! Tok! Tok!"Buka pintunya, Clara!"Hening! Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Naresh mengayunkan tangan dan mengetuk pintu lebih keras lagi sembari meneriaki nama istrinya."Aku hitung sampai tiga, pintu ini bakal aku dobrak kalau kamu nggak buka," ancamnya."Satu ... Dua..." Ceklek! "Ada apa, Mas?""Kenapa pintunya di kun
Naresh melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia memutuskan menuju apartemen Bella. Mengingat siang tadi kebersamaan mereka harus terhenti. Tidak perlu waktu lama, mobil mewahnya sudah berhenti tepat di depan gedung pencakar langit yang merupakan unit apartemen kekasihnya itu. Laki-laki itu segera turun dan melangkah dengan gagahnya menuju lift untuk naik ke lantai atas.Ting! Pintu lift terbuka. Naresh segera menuju salah satu unit dan menempelkan kartu aksesnya di smart lock hingga pintu itu terbuka."Sayang, kok kamu nggak ngabarin dulu?" tanya Bella yang cukup terkejut dengan kehadiran Naresh."Aku sengaja mau kasih kejutan, Bel."Bella mengulas senyumnya, "istri kamu tahu?""Nggak." Naresh merengkuh prosesif Bella, bibirnya mulai mengecup basah leher jenjang itu, "aku menginginkanmu, Bella," ucapnya serak."Aaahh...," Sebuah desahan lolos begitu saja saat Naresh mulai menggoda bagian sensitif Bella.Laki-laki itu mulai melayang mendengar desahan demi desahan yang keluar dar
Clara memilih berbelanja beberapa bahan masakan dan juga makanan ringan untuk menjamu Mama mertuanya, wanita cantik itu pergi dengan berjalan kaki. Clara menuju supermarket seberang rumahnya seorang diri, tidak mungkin juga ia akan meminta bantuan suaminyaSaat ini, ia tengah memilih beberapa sayur dan juga daging, dirinya sudah berangan-angan akan memasak banyak menu. Pasti Mama mertuanya akan sangat senang. Entah karena terlalu asyik memilih sayur atau bagaimana, sehingga ia tidak sengaja menyenggol seseorang di sampingnya."Maaf, maaf ... Saya nggak lihat," ucapnya refleks."Clara, kamu belanja di sini juga?"Clara sontak menegakkan kepalanya saat mendengar suara bariton yang sangat di kenalinya itu. Netranya tak ayal melebar saat melihat Kenzie berdiri di depannya."Eh, Ken. Maaf aku nggak sengaja nyenggol tadi.""Iya, nggak papa. Kamu sama siapa?""Aku sendirian, Mama Anne mau datang ke rumah dan nanti aku mau masak besar. Kamu kesana saja kalau nggak sibuk.""Sebenernya aku peng
"Minum dulu, Mas." Clara menyodorkan segelas air dingin kepada Naresh.Lihatlah! Betapa baiknya wanita cantik itu masih mau melayani suaminya setelah tadi di bentak habis-habisan.Dengan sisa nafas yang masih tersengal, Naresh meraihnya dan langsung menenggaknya habis. Laki-laki itu beberapa kali menghela nafas kasar."Kapan Mama akan sampai?""Mungkin sebentar lagi, Mas. Kamu mau mandi dulu atau nanti saja?""Nanti saja, aku mau naik dulu ke atas."Clara menangguk, setelahnya ia memutuskan menuju dapur untuk memasak. Mama Mertuanya sangat baik, ia harus melayani setulus mungkin untuk membalas kenaikannya. Sebenarnya wanita itu juga bingung, sifat suaminya menurun dari siapa?tiga puluh menit berkutat di dapur, Clara sudah merampungkan masakannya. Masih dengan memakai celemek, ia menata semua masakannya di meja makan. Tok! Tok! Tok!"Ah, itu pasti Mama," gumamnya.Gegas kakinya melangkah menuju pintu dan membukakannya. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan simpel namun s
"Sana! Jangan deket-deket aku. Pinter banget ambil kesempatan.""Iya, Mas. Galak banget.""Aku dengar, Clara!"Clara tidak menimpali, ia memilih merebahkan tubuh mungilnya ke atas sofa. Suaminya ini benar-benar tidak berperikemanusiaan, seharusnya ia lah yang tidur di kasur. Namun ingin protes pun dirinya sudah malas.***Pagi hari."Kamu yang masak semua ini, Sayang?" tanya Anne yang baru saja keluar dari kamarnya."Eh, Mama ... Iya, Mah. Aku memang suka masak,"Anne mengulas senyum, "memang nggak salah Mama milih kamu. Naresh mana? Kok belum turun buat sarapan?""Sebentar, Mah, aku panggil dulu,"Anne mengangguk dan Clara bergegas naik ke lantai atas. Padahal tadi dia sudah membangunkan suaminya itu, apa mungkin dia tidur lagi? Pikirnya.Benar saja! Naresh masih betah memeluk guling dengan kelopak matanya yang terpejam. Gegas Clara menepuk-nepuk bahu kekar itu berharap supaya sang suami terbangun."Mama sudah nunggu buat sarapan, Mas.""Eugh...""Mas, bangun dulu..," tanpa aba-aba N
Naresh menyetir dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan wajah pucat istrinya. Clara mempunyai trauma dari kecelakaan yang menimpa orang tuannya, sehingga ia takut kebut-kebutan. Jantungnya berderu kencang seiring dengan suaminya yang terus menambah kecepatan lajunya."M-Mas, tolong. Aku nggak bisa kebut-kebutan, aku takut," lirih Clara."Takut? Kamu bilang takut? Kamu lebih takut ini dari pada berduaan dengan lelaki lain?!""Kenzie cuma mau nganterin aku aja, Mas. Tadi hampir hujan dan aku nggak bawa mobil.""BODOH!" makinya, "bilang aja kamu sudah janjian dengan Kenzie!"Clara hanya menggeleng lirih. Sungguh! Demi apapun dirinya sudah tidak mampu menimpali lagi, lambungnya terasa bergejolak. Bahkan ia hampir saja mutah.Kilas bayang kecelakaan orang tuanya kembali memutar, itu semakin membuat Clara pusing. Keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Namun suaminya tetap tidak peduli.Darah!Teriakan!Tangisan pilu!Kembali hadir di memori wanita cantik itu. Tidak tahu kah Naresh
Lelaki dengan tubuh kekar dan kulit putih itu dengan gagahnya mengukung tubuh polos Bella. Lelaki yang tak lain bernama Sean Emmanuel, salah satu musuh terbesar dari Mahendra Group.Sean sudah lama menjalin hubungan gelap dengan Bella di balik Naresh. Keduanya menjadikan Naresh bahan tertawaan saat lelaki itu begitu mudahnya di bohongi. "Aaahh..," entah sudah ke berapa kali Bella meloloskan desahannya. Wanita itu menatap wajah Sean penuh damba. Wajah penuh peluh itu menurutnya sangatlah tampan. Dia sudah berulang kali melakukan ini dengan lelaki itu, apalagi saat Naresh tidak bisa menemaninya.Benar-benar wanita yang licik!"Le-lebih cepat lagi, Sean," pintanya parau."Yeah, Baby. Aaahh kenapa kau bisa senikmat ini?""Aku memang sering yoga, Sean. Jangan banyak bertanya, lebih baik kau percepat lagi hujamanmu."Sean tidak menjawab. Laki-laki itu terus menambah ritme gerakan pinggulnya. Hingga keduanya sama-sama mengerang dengan ekspresi wajah yang penuh nikmat. Mereka berdua merengg
"Jangan keluar-keluar, kalau ada perlu apa-apa bilang saja sama Bibi," titah Naresh, saat ini ia dan Clara sudah sampai rumah."Iya, Mas.""Aku mau ke kantor, sekalian nanti mau ketemu sama klien. Kamu masih pusing apa nggak?""Pusing sedikit tapi nggak papa, Mas.""Bagus. Kalau gitu aku tenang ninggalin kamu ke kantor."Clara menatap tersenyum pada suaminya yang berjalan keluar kamar. Tidak ada salam ataupun ciuman hangat seperti pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan wajah Naresh masih saja datar.Clara hanya bisa pasrah, gadis itu akhirnya memilih memejamkan mata. Berharap siang nanti kondisinya bisa lebih baik, karena rencananya ia akan memasak dan mengantarkan makan siang untuk Naresh.***Mahendra Company.Di sisi lain, Naresh tengah berada di dalam ruangannya bersama Bella. Dengan posisi Bella yang berada di atas pangkuan lelaki itu, wanita itu bergelayut manja di leher kekasih gelapnya. Sambil sesekali ia menciumi wajah lelaki itu."Kau sudah tidak marah?""Aku memang sedar