Naresh melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia memutuskan menuju apartemen Bella. Mengingat siang tadi kebersamaan mereka harus terhenti. Tidak perlu waktu lama, mobil mewahnya sudah berhenti tepat di depan gedung pencakar langit yang merupakan unit apartemen kekasihnya itu. Laki-laki itu segera turun dan melangkah dengan gagahnya menuju lift untuk naik ke lantai atas.
Ting!Pintu lift terbuka. Naresh segera menuju salah satu unit dan menempelkan kartu aksesnya di smart lock hingga pintu itu terbuka."Sayang, kok kamu nggak ngabarin dulu?" tanya Bella yang cukup terkejut dengan kehadiran Naresh."Aku sengaja mau kasih kejutan, Bel."Bella mengulas senyumnya, "istri kamu tahu?""Nggak." Naresh merengkuh prosesif Bella, bibirnya mulai mengecup basah leher jenjang itu, "aku menginginkanmu, Bella," ucapnya serak."Aaahh...," Sebuah desahan lolos begitu saja saat Naresh mulai menggoda bagian sensitif Bella.Laki-laki itu mulai melayang mendengar desahan demi desahan yang keluar dari mulut kekasihnya. Ia mulai melupakan statusnya saat ini, Naresh lupa akan Clara yang beberapa saat lalu ia hancurkan hatinya.Naresh menggendong tubuh polos itu dan menghempaskannya ke atas kasur, selanjutnya laki-laki itu memposisikan tubuhnya tepat di atas Bella. Menciumi seluruh wajah cantik kekasihnya."Eugh, Sa-Sayang..."Lagi, Bella melenguh untuk yang kesekian kalinya saat Naresh menggoda inti tubuhnya. Wanita itu sudah tidak tahan. Tubuhnya menegang dan menggelinjang hebat saat berhasil mendapatkan klimaksnya dengan bantuan lidah hangat Naresh.Kamar itu di penuhi erangan erotis dari mulut kedua insan yang sedang bergelora itu. Dunia mereka melayang bersama, apalagi Naresh yang selalu mendapat pelayanan sempurna dari Bella. Netra elangnya melihat wajah sayu kekasihnya penuh keringat yang menurutnya semakin membuatnya cantik."Woman on top, Sayang," bisik Naresh sembari mencium basah telinga Bella.Tanpa menunggu lama, Bella memposisikan tubuhnya di atas Naresh. Tubuh polosnya meliuk-liuk dengan indahnya, sambil sesekali menggoda setiap lekuk tubuh lelakinya. Tentu laki-laki itu juga tidak melewatkan kesempatan untuk menggoda gundukan Bella yang menari-nari di depannya dengan indah."Aaahh, Bella...""Kenapa, Sayang? Kau suka?""Ye-Yeah, aku suka. Aku selalu suka jika kau yang melakukannya, Bella."Mereka berdua sudah sering melakukan hal ini. Jadi Bella menyebut Naresh sebagai lelakinya, karena hanya dengannya lah Naresh melakukan hal ini.Asyik berbagi peluh dengan semangat yang menggelora, hingga keduanya mencapai puncak bersama. Pelepasan bersama yang memberikan rasa nikmat luar biasa bagi keduanya, hal ini juga yang membuat Naresh ketagihan dengan tubuh indah kekasihnya.Bella menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tubuh Naresh, bibirnya menyunggingkan senyum licik sambil meraih ponsel. Jemarinya mulai membuka kamera dan mengambil foto selfienya dengan Naresh.Foto tanpa busana itu ia kirimkan ke nomor Clara. Bukan tanpa alasan, Bella melakukan ini untuk menegaskan bahwa Naresh hanyalah miliknya.***Di sisi lain, Clara yang sudah bersiap untuk tidur urung tatkala mendengar ponselnya berdering. Gegas ia membukanya, sejenak kemudian keningnya mengerut saat mendapati sebuah nomor asing mengirimkannya pesan.Namun, karena rasa penasaran yang cukup tinggi, akhirnya Clara membukanya. Sepersekian detik kemudian matanya melotot dengan mulut yang menganga lebar. Jantungnya seolah berhenti, ia bisa merasakan seluruh darahnya naik ke atas kepala."Mas Naresh?" lirihnya, ponsel itu terjatuh bersamaan dengan air matanya yang luruh.Clara menekan dadanya, ini lebih sakit di bandingkan penghinaan Naresh beberapa saat lalu, ini lebih menyayat perasannya. Wanita itu mengusap kasar air matanya."Tidak! Aku tidak boleh selamanya kalah seperti ini, ini hanya akan semakin membuatku terpuruk. Mas Naresh lupa kalau aku juga bisa memberontak, dia terlalu menyepelekan aku," gumamnya.***Keesokan paginya.Naresh memasuki rumahnya dengan langkah tegap, perasannya sudah lebih baik dari pada semalam."Mas, kamu sudah pulang?" tanya Clara dari arah dapur.Wanita cantik itu membawa dua piring nasi goreng di tangannya, aromanya sangat harum dan tak ayal membuat perut Naresh kelaparan. Clara meletakkan piring tersebut di atas meja, tampilan nasi goreng itu sangat menggugah selera."Ayo sarapan, Mas," ajak Clara."Aku nggak lapar, tadi sudah sarapan di luar," bohongnya.Padahal jelas-jelas perutnya keroncongan, namun laki-laki itu terlalu jual mahal. Ia gengsi harus duduk bersama dan menikmati hidangan buatan Clara."Sarapan di mana?" Clara mulai menyendokkan nasi goreng itu kedalam mulutnya."Bukan urusanmu!Glek!Naresh menelan ludah saat melihat Clara dengan nikmatnya menyuap nasi goreng tersebut. Ia tahu itu pasti rasanya sangat enak, apalagi nasi goreng adalah makanan favoritnya."Sarapan di tempat kekasihmu?""Apa maksudmu?""Aku tahu kamu semalam dari tempat Bella 'kan, Mas?"Naresh tertegun, "kamu mengawasiku, Cla?!"Sementara Clara malah terkekeh, "buat apa aku mengawasimu. Tanyakan saja pada kekasihmu itu kenapa dia kirim foto kalian, dan kamu tahu, Mas? Dia kirim foto tanpa busana. Ck, kamu itu sudah di kasih yang halal tetap carinya yang haram. Kenapa? Apa barang haram lebih nikmat?""CLARA!""Pelankan suaramu, Mas. Ini masih pagi, nggak akan baik kalau kamu marah-marah.""Itu hakku, karena aku memang tidak mencintaimu. Mau aku menghabiskan malam dengan siapapun itu juga bukan urusan kamu, Cla! Jangan pernah urusi urusanku lagi."Clara menyuapkan nasi terakhir di piringnya, setelahnya wanita cantik itu meraih segelas air putih dan menenggaknya sampai habis. Barulah ia bangkit dan beralih pada suaminya."Bukannya kamu yang memulai mengurusi urusanku? Aku hanya mengikutimu, Mas," ucapnya masih dengan suara yang lirih.Naresh terdiam, ia tidak bisa lagi menjawab ucapan Clara. Wanita di depannya ini begitu pandai memutar kalimat dan membuatnya mati kata.Drrrt!Mama is calling!"Mama telepon," ucap Clara.Jemarinya langsung menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya."Halo, Mah. Oh, iya, aku ada di rumah sama Mas Naresh. Apa? Mama mau kesini? Eum ... Iya, Mah."TUT! Sambungan telepon terputus."Ada apa?""Mama nanti mau kesini katanya.""Apa?!""Mama mau kesini, Mas. Cepetan pindahin barang-barang kamu ke kamar aku, biar Mama nggak curiga.""Sialan!" maki Naresh.Naresh lantas bangkit dan segera menuju kamarnya untuk memindahkan barang menuju lantai atas, sementara Clara masih berdiri di tempat semula dengan sekuat mungkin menahan tawanya. Melihat Naresh kelimpungan seperti ini menurutnya begitu lucu.'Kamu bisa semena-mena sama aku, Mas. Namun kalau ada Mama, jangan harap kamu bisa lolos,' batinnya.Clara memilih berbelanja beberapa bahan masakan dan juga makanan ringan untuk menjamu Mama mertuanya, wanita cantik itu pergi dengan berjalan kaki. Clara menuju supermarket seberang rumahnya seorang diri, tidak mungkin juga ia akan meminta bantuan suaminyaSaat ini, ia tengah memilih beberapa sayur dan juga daging, dirinya sudah berangan-angan akan memasak banyak menu. Pasti Mama mertuanya akan sangat senang. Entah karena terlalu asyik memilih sayur atau bagaimana, sehingga ia tidak sengaja menyenggol seseorang di sampingnya."Maaf, maaf ... Saya nggak lihat," ucapnya refleks."Clara, kamu belanja di sini juga?"Clara sontak menegakkan kepalanya saat mendengar suara bariton yang sangat di kenalinya itu. Netranya tak ayal melebar saat melihat Kenzie berdiri di depannya."Eh, Ken. Maaf aku nggak sengaja nyenggol tadi.""Iya, nggak papa. Kamu sama siapa?""Aku sendirian, Mama Anne mau datang ke rumah dan nanti aku mau masak besar. Kamu kesana saja kalau nggak sibuk.""Sebenernya aku peng
"Minum dulu, Mas." Clara menyodorkan segelas air dingin kepada Naresh.Lihatlah! Betapa baiknya wanita cantik itu masih mau melayani suaminya setelah tadi di bentak habis-habisan.Dengan sisa nafas yang masih tersengal, Naresh meraihnya dan langsung menenggaknya habis. Laki-laki itu beberapa kali menghela nafas kasar."Kapan Mama akan sampai?""Mungkin sebentar lagi, Mas. Kamu mau mandi dulu atau nanti saja?""Nanti saja, aku mau naik dulu ke atas."Clara menangguk, setelahnya ia memutuskan menuju dapur untuk memasak. Mama Mertuanya sangat baik, ia harus melayani setulus mungkin untuk membalas kenaikannya. Sebenarnya wanita itu juga bingung, sifat suaminya menurun dari siapa?tiga puluh menit berkutat di dapur, Clara sudah merampungkan masakannya. Masih dengan memakai celemek, ia menata semua masakannya di meja makan. Tok! Tok! Tok!"Ah, itu pasti Mama," gumamnya.Gegas kakinya melangkah menuju pintu dan membukakannya. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan simpel namun s
"Sana! Jangan deket-deket aku. Pinter banget ambil kesempatan.""Iya, Mas. Galak banget.""Aku dengar, Clara!"Clara tidak menimpali, ia memilih merebahkan tubuh mungilnya ke atas sofa. Suaminya ini benar-benar tidak berperikemanusiaan, seharusnya ia lah yang tidur di kasur. Namun ingin protes pun dirinya sudah malas.***Pagi hari."Kamu yang masak semua ini, Sayang?" tanya Anne yang baru saja keluar dari kamarnya."Eh, Mama ... Iya, Mah. Aku memang suka masak,"Anne mengulas senyum, "memang nggak salah Mama milih kamu. Naresh mana? Kok belum turun buat sarapan?""Sebentar, Mah, aku panggil dulu,"Anne mengangguk dan Clara bergegas naik ke lantai atas. Padahal tadi dia sudah membangunkan suaminya itu, apa mungkin dia tidur lagi? Pikirnya.Benar saja! Naresh masih betah memeluk guling dengan kelopak matanya yang terpejam. Gegas Clara menepuk-nepuk bahu kekar itu berharap supaya sang suami terbangun."Mama sudah nunggu buat sarapan, Mas.""Eugh...""Mas, bangun dulu..," tanpa aba-aba N
Naresh menyetir dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan wajah pucat istrinya. Clara mempunyai trauma dari kecelakaan yang menimpa orang tuannya, sehingga ia takut kebut-kebutan. Jantungnya berderu kencang seiring dengan suaminya yang terus menambah kecepatan lajunya."M-Mas, tolong. Aku nggak bisa kebut-kebutan, aku takut," lirih Clara."Takut? Kamu bilang takut? Kamu lebih takut ini dari pada berduaan dengan lelaki lain?!""Kenzie cuma mau nganterin aku aja, Mas. Tadi hampir hujan dan aku nggak bawa mobil.""BODOH!" makinya, "bilang aja kamu sudah janjian dengan Kenzie!"Clara hanya menggeleng lirih. Sungguh! Demi apapun dirinya sudah tidak mampu menimpali lagi, lambungnya terasa bergejolak. Bahkan ia hampir saja mutah.Kilas bayang kecelakaan orang tuanya kembali memutar, itu semakin membuat Clara pusing. Keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Namun suaminya tetap tidak peduli.Darah!Teriakan!Tangisan pilu!Kembali hadir di memori wanita cantik itu. Tidak tahu kah Naresh
Lelaki dengan tubuh kekar dan kulit putih itu dengan gagahnya mengukung tubuh polos Bella. Lelaki yang tak lain bernama Sean Emmanuel, salah satu musuh terbesar dari Mahendra Group.Sean sudah lama menjalin hubungan gelap dengan Bella di balik Naresh. Keduanya menjadikan Naresh bahan tertawaan saat lelaki itu begitu mudahnya di bohongi. "Aaahh..," entah sudah ke berapa kali Bella meloloskan desahannya. Wanita itu menatap wajah Sean penuh damba. Wajah penuh peluh itu menurutnya sangatlah tampan. Dia sudah berulang kali melakukan ini dengan lelaki itu, apalagi saat Naresh tidak bisa menemaninya.Benar-benar wanita yang licik!"Le-lebih cepat lagi, Sean," pintanya parau."Yeah, Baby. Aaahh kenapa kau bisa senikmat ini?""Aku memang sering yoga, Sean. Jangan banyak bertanya, lebih baik kau percepat lagi hujamanmu."Sean tidak menjawab. Laki-laki itu terus menambah ritme gerakan pinggulnya. Hingga keduanya sama-sama mengerang dengan ekspresi wajah yang penuh nikmat. Mereka berdua merengg
"Jangan keluar-keluar, kalau ada perlu apa-apa bilang saja sama Bibi," titah Naresh, saat ini ia dan Clara sudah sampai rumah."Iya, Mas.""Aku mau ke kantor, sekalian nanti mau ketemu sama klien. Kamu masih pusing apa nggak?""Pusing sedikit tapi nggak papa, Mas.""Bagus. Kalau gitu aku tenang ninggalin kamu ke kantor."Clara menatap tersenyum pada suaminya yang berjalan keluar kamar. Tidak ada salam ataupun ciuman hangat seperti pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan wajah Naresh masih saja datar.Clara hanya bisa pasrah, gadis itu akhirnya memilih memejamkan mata. Berharap siang nanti kondisinya bisa lebih baik, karena rencananya ia akan memasak dan mengantarkan makan siang untuk Naresh.***Mahendra Company.Di sisi lain, Naresh tengah berada di dalam ruangannya bersama Bella. Dengan posisi Bella yang berada di atas pangkuan lelaki itu, wanita itu bergelayut manja di leher kekasih gelapnya. Sambil sesekali ia menciumi wajah lelaki itu."Kau sudah tidak marah?""Aku memang sedar
Clara melangkahkan kaki dengan gontai, netranya memandang lurus pada petak makam kedua orang tuanya. Wanita cantik itu berjongkok, mengusap lembut nisan bertuliskan nama yang selalu ia rindukan."Papa, Mama ... Aku nggak bahagia. Mas Naresh nggak hanya memiliki kekasih, tapi dia juga berhubungan jauh. Mata kepalaku melihatnya sendiri, mereka melakukan hubungan terlarang itu, dan aku ... Aku sakit banget," lirihnya di sela-sela isak tangis.Clara menaburkan bunga yang sebelumnya ia beli, tidak lupa wanita cantik itu juga membersihkan beberapa dedaunan kering di atas makam kedua orang tuanya."Apa aku bisa meluluhkan hati Mas Naresh, Pah, Mah? Namun, kenapa rasanya sakit sekali? Aku hampir menyerah jika tidak mengingat ini amanat dari kalian."Jemarinya lentiknya menghapus titik air mata yang luruh begitu saja. Beginilah ia, hanya mampu menangis dan terus menangis karena batinnya yang terus terkoyak. Clara tidak memiliki sahabat, Naresh yang di harapkan bisa menjadi tempat tumpuannya ma
Bella yang sudah hampir pingsan dengan susah payah bersandar di luar pagar kediaman Naresh, tangannya mengulur mengambil ponselnya, jemarinya menggulir layar mencari nomor Sean dan lekas meneleponnya."Halo, Bell.""To-Tolong," lirihnya."Bella! Kamu kenapa?! Sekarang kamu di mana?" cecar Sean di seberang telepon."Rumah Naresh, jemput aku.""Iya, lima menit lagi aku sampai di sana."TUT!Sambungan telepon terputus. Bella memilih memejamkan mata sambil menunggu Sean, untung jalanan di sini sepi. Jika tidak, pasti wanita itu akan sangat malu keluar dalam keadaan hancur seperti ini.Lima menit kemudian, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan wanita cantik itu, Sean turun dengan tergesa dan langsung membopong tubuh Bella memasuki mobil. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tujuannya kini adalah rumah sakit.***Menit berlalu...Bella sudah mendapatkan penanganan dari Doktor. Namun, wanita itu masih tampak lemah dengan wajahnya yang memucat."Sekarang kamu ceritakan,