"Minum dulu, Mas." Clara menyodorkan segelas air dingin kepada Naresh.
Lihatlah! Betapa baiknya wanita cantik itu masih mau melayani suaminya setelah tadi di bentak habis-habisan.Dengan sisa nafas yang masih tersengal, Naresh meraihnya dan langsung menenggaknya habis. Laki-laki itu beberapa kali menghela nafas kasar."Kapan Mama akan sampai?""Mungkin sebentar lagi, Mas. Kamu mau mandi dulu atau nanti saja?""Nanti saja, aku mau naik dulu ke atas."Clara menangguk, setelahnya ia memutuskan menuju dapur untuk memasak. Mama Mertuanya sangat baik, ia harus melayani setulus mungkin untuk membalas kenaikannya. Sebenarnya wanita itu juga bingung, sifat suaminya menurun dari siapa?tiga puluh menit berkutat di dapur, Clara sudah merampungkan masakannya. Masih dengan memakai celemek, ia menata semua masakannya di meja makan.Tok! Tok! Tok!"Ah, itu pasti Mama," gumamnya.Gegas kakinya melangkah menuju pintu dan membukakannya. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan simpel namun sangat elegan, aura kecantikannya memancar dari dalam.Anne langsung memeluk menantunya, dia memang sangat menyukai Clara, dan berharap Clara bisa merubah putranya."Mari masuk, Mah. Aku sudah masak banyak banget, sekalian kita makan, ya.""Iya, Sayang. Naresh mana?""Mas Naresh lagi di kamar. Sebentar aku panggil dulu."Anne mengangguk dan langsung mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, sementara Clara menapaki tangga menuju kamarnya. Saat tiba di lantai atas, nampak suaminya sedang berceloteh riang di telepon, bibirnya mengulas lebar, dan matanya juga berbinar.'Aku tahu kamu mempunyai kekasih, Mas. Aku tidak akan melarang, ataupun meminta kamu untuk meninggalkannya. Namun aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku dengan caraku sendiri,' batinnya.Clara menghela nafas kasar. Ia harus kuat, jika terus seperti ini suaminya akan semakin menginjak-injaknya.'Ayo, Clara! Mumpung ada Mama kamu harus pergunakan kesempatan sebaik mungkin,' batinnya lagi menyemangati diri."Mas," ujarnya yang langsung membuat Naresh menoleh, "Mama ada di bawah," lanjutnya lagi."Ya sudah, Sayang. Nanti aku telepon lagi, ya."Naresh meletakkan ponselnya ke atas meja, selanjutnya ia beralih pada Clara yang masih berdiri di sana dengan celemek yang masih terpasang di badannya."Kamu sengaja nggak lepas celemek buat narik perhatian Mama? Iya?!""Hah?" Clara lantas melepas celemek itu dengan bingung."Jangan berlagak polos di depanku, Cla! Kamu benar-benar munafik. Pintar sekali kamu menarik perhatian Mama? Kamu berharap Mama akan terkesan, begitu?!""Bukan gitu, Mas. Aku lupa buat lepas.""Halah, alesan. Kamu itu cewek muka dua yang banyak alasan! Aku nggak suka!"Naresh berjalan pergi meninggalkan Clara yang masih mematung di sana dengan perasaan hancur. Lagi-lagi ia mendapat kata-kata pedas dari Naresh. Kenapa suaminya itu tidak bisa melihat dari sisi baiknya? Selalu saja sisi buruknya yang di lihat.Clara lantas mengganti pakaian dengan yang lebih layak, setelah memoles wajahnya dengan make up tipis ia memutuskan untuk turun. Nampak di ruang tamu Mama mertuanya tengah berbincang dengan suaminya. Beberapa kali Naresh tertawa, dan itu terlihat sangat manis bagi Clara."Sayang, lama banget ganti bajunya? Mama sudah lapar dari tadi cium aroma masakan kamu," ucap Anne.Clara terkekeh kecil, "maaf, ya, Mah. Ayo kita makan sekarang."Wanita cantik itu menggandeng tangan Mama mertuanya menuju meja makan, ia juga melayani mertuanya dengan sebaik mungkin. Mengambilkan setiap lauk yang di inginkan oleh mertuanya, tidak lupa juga ia mengambilkan minuman.Semua itu tidak luput dari pandangan Naresh, tanpa di sadari olehnya bibirnya mengulas senyum tipis. Ada perasaan menghangat melihat sang Mama, Anne, begitu menikmati pelayanan dari Clara."Besok kamu masuk kantor, ya, Cla. Mama mau ajarkan kamu sedikit-sedikit, bagaimanapun juga nantinya kamu akan mendampingi Naresh memegang perusahaan.""Iya, Mah, aku nurut saja.""Aku rasa nggak perlu, deh. Biar Clara di rumah saja jadi ibu rumah tangga," sahut Naresh."Mau jadi ibu rumah tangga atau wanita karir terserah istri kamu, Nak. Mama akan tetap mengajarkan Clara dasar-dasarnya.""Nanti dia capek, Mah.""Kerjaan kantor nggak banyak, yang penting Clara tahu dan suatu saat bisa bantu kamu. Kalian ini 'kan akan pegang perusahaan bersama-sama, jadi keduanya harus sama-sama ngerti," jelas Anne yang langsung membuat Naresh mengatupkan mulutnya.'Sial! Aku 'kan bakal ceraikan Clara, kenapa sekarang malah Mama nyuruh Clara belajar tentang perusahaan,' batinnya sebal.***Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, semua penghuni rumah sudah masuk kamarnya setelah makan malam. Begitu juga dengan Naresh dan Clara yang malam ini harus berada dalam satu kamar."Kamu tidur sofa sana!""Iya, Mas.""Ingat! Jangan ngadu ke Mama.""Iya, Mas, iya aku tahu."Wanita cantik itu langsung mengambil selimut di dalam lemari. Huh, dia harus banyak-banyak bersabar menghadapi sikap egois suaminya. Hanya malam ini, besok malam ia sudah bisa menempati lagi kasurnya."Argh..!" pekiknya saat melihat kecoak yang tiba-tiba keluar dari lemari."Kenapa?!""Ada kecoak, Mas. Aku jijik banget. Argh ... Tolongin aku."Tanpa di sadari, Clara sudah memeluk Naresh dengan kencang. Sementara Naresh masih sibuk mengusir kecoak yang entah datang dari mana, sedangkan tangan kanannya merengkuh erat pinggang Clara."Kecoaknya sudah pergi, Cla.""Beneran?" tanyanya. Ia masih menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Naresh."Beneran, coba kamu lihat dulu.""Nggak mau, nanti kalau balik lagi gimana? Aku punya trauma sama kecoak, Mas."Naresh membawa tangannya mengelus lembut rambut istrinya, perlahan ia mengurai pelukan dan mulai menarik wajah Clara untuk memandangnya. Wajah cantik yang sejujurnya membuat ia bergetar saat menatapnya, apalagi dengan posisi sedekat ini."Kecoaknya sudah nggak ada," ucapnya lirih, "kamu jangan takut lagi, ya," lanjutnya lagi.Clara mengangguk, kedua tangannya masih melingkar di pinggang Naresh. Kedua insan itu masih saling berpandangan dengan perasaan yang sulit di artikan, ada debaran aneh di dada yang mereka sendiri tidak tahu apa itu.Wajah keduanya kian mendekat, sampai hanya berjarak beberapa inci saja. Naresh memiringkan kepalanya, kemudian mengecup lembut bibir tipis kemerahan itu.ManisKenyalLembutRasa yang tidak di dapatkan Naresh dari Bella. Bibir keduanya masih menempel seakan candu, dengan mata yang sama-sama terpejam menikmati waktu yang serasa terhenti.Ceklek!Keduanya sama-sama menoleh saat mendengar suara pintu terbuka, terlihat Anne berdiri di tengah pintu dengan senyum lebar."Maaf, Sayang, Mama nggak tahu. Kalian lanjutkan saja, ya. Semangat bikin cucu buat Mama!" ucap Anne dan langsung menutup pintu kembali."Mama...""Ah, Mama pasti salah paham," gumam Naresh."Sana! Jangan deket-deket aku. Pinter banget ambil kesempatan.""Iya, Mas. Galak banget.""Aku dengar, Clara!"Clara tidak menimpali, ia memilih merebahkan tubuh mungilnya ke atas sofa. Suaminya ini benar-benar tidak berperikemanusiaan, seharusnya ia lah yang tidur di kasur. Namun ingin protes pun dirinya sudah malas.***Pagi hari."Kamu yang masak semua ini, Sayang?" tanya Anne yang baru saja keluar dari kamarnya."Eh, Mama ... Iya, Mah. Aku memang suka masak,"Anne mengulas senyum, "memang nggak salah Mama milih kamu. Naresh mana? Kok belum turun buat sarapan?""Sebentar, Mah, aku panggil dulu,"Anne mengangguk dan Clara bergegas naik ke lantai atas. Padahal tadi dia sudah membangunkan suaminya itu, apa mungkin dia tidur lagi? Pikirnya.Benar saja! Naresh masih betah memeluk guling dengan kelopak matanya yang terpejam. Gegas Clara menepuk-nepuk bahu kekar itu berharap supaya sang suami terbangun."Mama sudah nunggu buat sarapan, Mas.""Eugh...""Mas, bangun dulu..," tanpa aba-aba N
Naresh menyetir dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan wajah pucat istrinya. Clara mempunyai trauma dari kecelakaan yang menimpa orang tuannya, sehingga ia takut kebut-kebutan. Jantungnya berderu kencang seiring dengan suaminya yang terus menambah kecepatan lajunya."M-Mas, tolong. Aku nggak bisa kebut-kebutan, aku takut," lirih Clara."Takut? Kamu bilang takut? Kamu lebih takut ini dari pada berduaan dengan lelaki lain?!""Kenzie cuma mau nganterin aku aja, Mas. Tadi hampir hujan dan aku nggak bawa mobil.""BODOH!" makinya, "bilang aja kamu sudah janjian dengan Kenzie!"Clara hanya menggeleng lirih. Sungguh! Demi apapun dirinya sudah tidak mampu menimpali lagi, lambungnya terasa bergejolak. Bahkan ia hampir saja mutah.Kilas bayang kecelakaan orang tuanya kembali memutar, itu semakin membuat Clara pusing. Keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya. Namun suaminya tetap tidak peduli.Darah!Teriakan!Tangisan pilu!Kembali hadir di memori wanita cantik itu. Tidak tahu kah Naresh
Lelaki dengan tubuh kekar dan kulit putih itu dengan gagahnya mengukung tubuh polos Bella. Lelaki yang tak lain bernama Sean Emmanuel, salah satu musuh terbesar dari Mahendra Group.Sean sudah lama menjalin hubungan gelap dengan Bella di balik Naresh. Keduanya menjadikan Naresh bahan tertawaan saat lelaki itu begitu mudahnya di bohongi. "Aaahh..," entah sudah ke berapa kali Bella meloloskan desahannya. Wanita itu menatap wajah Sean penuh damba. Wajah penuh peluh itu menurutnya sangatlah tampan. Dia sudah berulang kali melakukan ini dengan lelaki itu, apalagi saat Naresh tidak bisa menemaninya.Benar-benar wanita yang licik!"Le-lebih cepat lagi, Sean," pintanya parau."Yeah, Baby. Aaahh kenapa kau bisa senikmat ini?""Aku memang sering yoga, Sean. Jangan banyak bertanya, lebih baik kau percepat lagi hujamanmu."Sean tidak menjawab. Laki-laki itu terus menambah ritme gerakan pinggulnya. Hingga keduanya sama-sama mengerang dengan ekspresi wajah yang penuh nikmat. Mereka berdua merengg
"Jangan keluar-keluar, kalau ada perlu apa-apa bilang saja sama Bibi," titah Naresh, saat ini ia dan Clara sudah sampai rumah."Iya, Mas.""Aku mau ke kantor, sekalian nanti mau ketemu sama klien. Kamu masih pusing apa nggak?""Pusing sedikit tapi nggak papa, Mas.""Bagus. Kalau gitu aku tenang ninggalin kamu ke kantor."Clara menatap tersenyum pada suaminya yang berjalan keluar kamar. Tidak ada salam ataupun ciuman hangat seperti pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan wajah Naresh masih saja datar.Clara hanya bisa pasrah, gadis itu akhirnya memilih memejamkan mata. Berharap siang nanti kondisinya bisa lebih baik, karena rencananya ia akan memasak dan mengantarkan makan siang untuk Naresh.***Mahendra Company.Di sisi lain, Naresh tengah berada di dalam ruangannya bersama Bella. Dengan posisi Bella yang berada di atas pangkuan lelaki itu, wanita itu bergelayut manja di leher kekasih gelapnya. Sambil sesekali ia menciumi wajah lelaki itu."Kau sudah tidak marah?""Aku memang sedar
Clara melangkahkan kaki dengan gontai, netranya memandang lurus pada petak makam kedua orang tuanya. Wanita cantik itu berjongkok, mengusap lembut nisan bertuliskan nama yang selalu ia rindukan."Papa, Mama ... Aku nggak bahagia. Mas Naresh nggak hanya memiliki kekasih, tapi dia juga berhubungan jauh. Mata kepalaku melihatnya sendiri, mereka melakukan hubungan terlarang itu, dan aku ... Aku sakit banget," lirihnya di sela-sela isak tangis.Clara menaburkan bunga yang sebelumnya ia beli, tidak lupa wanita cantik itu juga membersihkan beberapa dedaunan kering di atas makam kedua orang tuanya."Apa aku bisa meluluhkan hati Mas Naresh, Pah, Mah? Namun, kenapa rasanya sakit sekali? Aku hampir menyerah jika tidak mengingat ini amanat dari kalian."Jemarinya lentiknya menghapus titik air mata yang luruh begitu saja. Beginilah ia, hanya mampu menangis dan terus menangis karena batinnya yang terus terkoyak. Clara tidak memiliki sahabat, Naresh yang di harapkan bisa menjadi tempat tumpuannya ma
Bella yang sudah hampir pingsan dengan susah payah bersandar di luar pagar kediaman Naresh, tangannya mengulur mengambil ponselnya, jemarinya menggulir layar mencari nomor Sean dan lekas meneleponnya."Halo, Bell.""To-Tolong," lirihnya."Bella! Kamu kenapa?! Sekarang kamu di mana?" cecar Sean di seberang telepon."Rumah Naresh, jemput aku.""Iya, lima menit lagi aku sampai di sana."TUT!Sambungan telepon terputus. Bella memilih memejamkan mata sambil menunggu Sean, untung jalanan di sini sepi. Jika tidak, pasti wanita itu akan sangat malu keluar dalam keadaan hancur seperti ini.Lima menit kemudian, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan wanita cantik itu, Sean turun dengan tergesa dan langsung membopong tubuh Bella memasuki mobil. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tujuannya kini adalah rumah sakit.***Menit berlalu...Bella sudah mendapatkan penanganan dari Doktor. Namun, wanita itu masih tampak lemah dengan wajahnya yang memucat."Sekarang kamu ceritakan,
Beberapa saat yang lalu Bella sempat menghubungi Naresh dan menceritakan kondisinya yang mengenaskan. Wanita itu tentu saja menceritakannya dengan penuh emosional dan berlebihan.Wanita itu meminta Naresh untuk datang menemuinya, dan kini Naresh sudah berada di ruang rawat kekasih gelapnya itu. Setelah beberapa saat lalu Sean berpamitan pulang.Naresh menggenggam erat tangan Bella, lelaki itu menguatkan kekasihnya. Padahal beberapa saat lalu ia menghancurkan hati istrinya, sekarang ia malah menemani kekasih gelapnya."Mau makan sesuatu, Bell? Kebetulan aku lagi lapar.""Kamu tadi ke sini belum makan, Mas?""Belum," jawab Naresh, singkat."Kasihan benget, sih? Kamu nggak di masakin, ya, sama istri kamu itu?"Naresh hanya menimpalinya dengan senyuman tipis."Ya sudah kamu pesan makanan saja, aku ikut saja kamu pesan apa," lanjut Bella.Naresh mengangguk, selanjutnya lelaki itu mengambil ponselnya dan lantas memesan beberapa makanan. Tidak perlu menunggu lama, akhirnya makanan itu sampai
Clara tengah mondar-mandir di dalam ruang kerjanya dengan raut wajah cemas, beberapa saat lagi adalah meeting dengan klien penting dari Inggris. Bukan karena tidak bisa bahasa Inggris masalahnya, namun wanita cantik itu takut klien tersebut akan merasa tidak puas dengan pemaparannya.Ceklek! Pintu terbuka.Kenzie berdiri di tengah pintu dengan setelan rapi, lelaki tampan itu menatap lurus pada Clara dengan senyum yang tersemat manis di bibirnya."Ayo, Cla. Sepuluh menit lagi mereka akan sampai, dan kita harus sudah siap di ruangan," ucapnya lembut."Mas Naresh belum kembali, aku telepon juga nggak di angkat, Ken. Aku takut mereka kurang puas, terus nanti siapa yang jelasin materinya?!" tanyanya gelisah."Kamu. Kamu yang bakalan jelasin ke mereka, karena kamu istrinya Naresh."Ucapan Kenzie semakin membuat Clara menganga. Dirinya? Yang benar saja?! "Jangan ngawur, Ken!""Sudah nggak usah berdebat. Kamu sudah baca materinya 'kan? Sudah biasa presentasi 'kan? Anggap saja nanti kayak pre