Lelaki dengan tubuh kekar dan kulit putih itu dengan gagahnya mengukung tubuh polos Bella. Lelaki yang tak lain bernama Sean Emmanuel, salah satu musuh terbesar dari Mahendra Group.Sean sudah lama menjalin hubungan gelap dengan Bella di balik Naresh. Keduanya menjadikan Naresh bahan tertawaan saat lelaki itu begitu mudahnya di bohongi. "Aaahh..," entah sudah ke berapa kali Bella meloloskan desahannya. Wanita itu menatap wajah Sean penuh damba. Wajah penuh peluh itu menurutnya sangatlah tampan. Dia sudah berulang kali melakukan ini dengan lelaki itu, apalagi saat Naresh tidak bisa menemaninya.Benar-benar wanita yang licik!"Le-lebih cepat lagi, Sean," pintanya parau."Yeah, Baby. Aaahh kenapa kau bisa senikmat ini?""Aku memang sering yoga, Sean. Jangan banyak bertanya, lebih baik kau percepat lagi hujamanmu."Sean tidak menjawab. Laki-laki itu terus menambah ritme gerakan pinggulnya. Hingga keduanya sama-sama mengerang dengan ekspresi wajah yang penuh nikmat. Mereka berdua merengg
"Jangan keluar-keluar, kalau ada perlu apa-apa bilang saja sama Bibi," titah Naresh, saat ini ia dan Clara sudah sampai rumah."Iya, Mas.""Aku mau ke kantor, sekalian nanti mau ketemu sama klien. Kamu masih pusing apa nggak?""Pusing sedikit tapi nggak papa, Mas.""Bagus. Kalau gitu aku tenang ninggalin kamu ke kantor."Clara menatap tersenyum pada suaminya yang berjalan keluar kamar. Tidak ada salam ataupun ciuman hangat seperti pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan wajah Naresh masih saja datar.Clara hanya bisa pasrah, gadis itu akhirnya memilih memejamkan mata. Berharap siang nanti kondisinya bisa lebih baik, karena rencananya ia akan memasak dan mengantarkan makan siang untuk Naresh.***Mahendra Company.Di sisi lain, Naresh tengah berada di dalam ruangannya bersama Bella. Dengan posisi Bella yang berada di atas pangkuan lelaki itu, wanita itu bergelayut manja di leher kekasih gelapnya. Sambil sesekali ia menciumi wajah lelaki itu."Kau sudah tidak marah?""Aku memang sedar
Clara melangkahkan kaki dengan gontai, netranya memandang lurus pada petak makam kedua orang tuanya. Wanita cantik itu berjongkok, mengusap lembut nisan bertuliskan nama yang selalu ia rindukan."Papa, Mama ... Aku nggak bahagia. Mas Naresh nggak hanya memiliki kekasih, tapi dia juga berhubungan jauh. Mata kepalaku melihatnya sendiri, mereka melakukan hubungan terlarang itu, dan aku ... Aku sakit banget," lirihnya di sela-sela isak tangis.Clara menaburkan bunga yang sebelumnya ia beli, tidak lupa wanita cantik itu juga membersihkan beberapa dedaunan kering di atas makam kedua orang tuanya."Apa aku bisa meluluhkan hati Mas Naresh, Pah, Mah? Namun, kenapa rasanya sakit sekali? Aku hampir menyerah jika tidak mengingat ini amanat dari kalian."Jemarinya lentiknya menghapus titik air mata yang luruh begitu saja. Beginilah ia, hanya mampu menangis dan terus menangis karena batinnya yang terus terkoyak. Clara tidak memiliki sahabat, Naresh yang di harapkan bisa menjadi tempat tumpuannya ma
Bella yang sudah hampir pingsan dengan susah payah bersandar di luar pagar kediaman Naresh, tangannya mengulur mengambil ponselnya, jemarinya menggulir layar mencari nomor Sean dan lekas meneleponnya."Halo, Bell.""To-Tolong," lirihnya."Bella! Kamu kenapa?! Sekarang kamu di mana?" cecar Sean di seberang telepon."Rumah Naresh, jemput aku.""Iya, lima menit lagi aku sampai di sana."TUT!Sambungan telepon terputus. Bella memilih memejamkan mata sambil menunggu Sean, untung jalanan di sini sepi. Jika tidak, pasti wanita itu akan sangat malu keluar dalam keadaan hancur seperti ini.Lima menit kemudian, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan wanita cantik itu, Sean turun dengan tergesa dan langsung membopong tubuh Bella memasuki mobil. Lelaki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, tujuannya kini adalah rumah sakit.***Menit berlalu...Bella sudah mendapatkan penanganan dari Doktor. Namun, wanita itu masih tampak lemah dengan wajahnya yang memucat."Sekarang kamu ceritakan,
Beberapa saat yang lalu Bella sempat menghubungi Naresh dan menceritakan kondisinya yang mengenaskan. Wanita itu tentu saja menceritakannya dengan penuh emosional dan berlebihan.Wanita itu meminta Naresh untuk datang menemuinya, dan kini Naresh sudah berada di ruang rawat kekasih gelapnya itu. Setelah beberapa saat lalu Sean berpamitan pulang.Naresh menggenggam erat tangan Bella, lelaki itu menguatkan kekasihnya. Padahal beberapa saat lalu ia menghancurkan hati istrinya, sekarang ia malah menemani kekasih gelapnya."Mau makan sesuatu, Bell? Kebetulan aku lagi lapar.""Kamu tadi ke sini belum makan, Mas?""Belum," jawab Naresh, singkat."Kasihan benget, sih? Kamu nggak di masakin, ya, sama istri kamu itu?"Naresh hanya menimpalinya dengan senyuman tipis."Ya sudah kamu pesan makanan saja, aku ikut saja kamu pesan apa," lanjut Bella.Naresh mengangguk, selanjutnya lelaki itu mengambil ponselnya dan lantas memesan beberapa makanan. Tidak perlu menunggu lama, akhirnya makanan itu sampai
Clara tengah mondar-mandir di dalam ruang kerjanya dengan raut wajah cemas, beberapa saat lagi adalah meeting dengan klien penting dari Inggris. Bukan karena tidak bisa bahasa Inggris masalahnya, namun wanita cantik itu takut klien tersebut akan merasa tidak puas dengan pemaparannya.Ceklek! Pintu terbuka.Kenzie berdiri di tengah pintu dengan setelan rapi, lelaki tampan itu menatap lurus pada Clara dengan senyum yang tersemat manis di bibirnya."Ayo, Cla. Sepuluh menit lagi mereka akan sampai, dan kita harus sudah siap di ruangan," ucapnya lembut."Mas Naresh belum kembali, aku telepon juga nggak di angkat, Ken. Aku takut mereka kurang puas, terus nanti siapa yang jelasin materinya?!" tanyanya gelisah."Kamu. Kamu yang bakalan jelasin ke mereka, karena kamu istrinya Naresh."Ucapan Kenzie semakin membuat Clara menganga. Dirinya? Yang benar saja?! "Jangan ngawur, Ken!""Sudah nggak usah berdebat. Kamu sudah baca materinya 'kan? Sudah biasa presentasi 'kan? Anggap saja nanti kayak pre
"Bu, ponsel Ibu dari tadi bunyi terus. Kayaknya ada telepon, Bu," lirih Lala yang takut Bosnya terganggu."Coba kamu lihat, La. Kalau yang telepon Pak Naresh jangan di angkat, aku masih capek."Lala menganggukkan kepala, ia lantas merogoh tas dan mengambil ponsel milik Clara. Gadis cantik itu menahan napas sejenak sebelum membuka mulut."Bu, ini dari Pak Kenzie."Clara lantas membuka mata. Ia batu sadar kalau suaminya pasti sedang sibuk dengan Bella, mana mungkin Naresh akan menghubunginya? Wanita cantik itu meraih ponsel yang di sodorkan Lala, ibu jarinya menggeser tombol hijau, lalu mendekatkan ponselnya ke telinga."Halo, Ken. Ada apa?""Kamu lagi di mana, Cla? Aku tadi masih angkat telepon, maaf kalau nggak ngomong dulu," ujar Kenzie di seberang telepon."Nggak papa, Ken. Aku sama Lala udah balik, ada barangku tadi yang ketinggalan. Maaf nggak kasih tahu kamu dulu, ya.""Loh, pulang? Ya sudah nggak papa. Aku kira kamu masih keliling di sini, Cla. Ya sudah kalau begitu aku tutup du
Di sisi lain, Bella tengah berada di dalam mobil dengan Sean. Wanita itu memang meminta kekasihnya untuk menjemputnya di markas komunitas, dan seperti biasa Bella akan mengajak Sean ke apartemen miliknya."Aku mau mampir ke supermarket dulu, Sean. Nanti kita berhenti di depan sana, ya.""Iya, Sayang."Sekitar seratus meter kemudian, mobil tersebut berhenti. Bella lantas turun setelah Sean membukakan pintu untuknya. Keduanya lantas melangkah bersama dengan bergandengan tangan.Brakkk!Karena tidak fokus, Sean menyenggol seseorang yang mengakibatkan barang belanjaan orang itu jatuh berantakan. Lelaki itu tak ayal merasa tidak enak hati dan langsung membantu."Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja," ujar Sean."Tidak papa, Pak. Saya juga tidak terlalu melihatnya tadi," jawab seseorang tersebut sambil melemparkan senyum tulusnya ke arah Sean.Lelaki itu juga mengalihkan pandangannya kepada Bella, tak ayal keningnya mengerut dengan bibirnya yang sedikit menganga kaget."Bella?" lirihnya."