Beberapa saat yang lalu Bella sempat menghubungi Naresh dan menceritakan kondisinya yang mengenaskan. Wanita itu tentu saja menceritakannya dengan penuh emosional dan berlebihan.Wanita itu meminta Naresh untuk datang menemuinya, dan kini Naresh sudah berada di ruang rawat kekasih gelapnya itu. Setelah beberapa saat lalu Sean berpamitan pulang.Naresh menggenggam erat tangan Bella, lelaki itu menguatkan kekasihnya. Padahal beberapa saat lalu ia menghancurkan hati istrinya, sekarang ia malah menemani kekasih gelapnya."Mau makan sesuatu, Bell? Kebetulan aku lagi lapar.""Kamu tadi ke sini belum makan, Mas?""Belum," jawab Naresh, singkat."Kasihan benget, sih? Kamu nggak di masakin, ya, sama istri kamu itu?"Naresh hanya menimpalinya dengan senyuman tipis."Ya sudah kamu pesan makanan saja, aku ikut saja kamu pesan apa," lanjut Bella.Naresh mengangguk, selanjutnya lelaki itu mengambil ponselnya dan lantas memesan beberapa makanan. Tidak perlu menunggu lama, akhirnya makanan itu sampai
Clara tengah mondar-mandir di dalam ruang kerjanya dengan raut wajah cemas, beberapa saat lagi adalah meeting dengan klien penting dari Inggris. Bukan karena tidak bisa bahasa Inggris masalahnya, namun wanita cantik itu takut klien tersebut akan merasa tidak puas dengan pemaparannya.Ceklek! Pintu terbuka.Kenzie berdiri di tengah pintu dengan setelan rapi, lelaki tampan itu menatap lurus pada Clara dengan senyum yang tersemat manis di bibirnya."Ayo, Cla. Sepuluh menit lagi mereka akan sampai, dan kita harus sudah siap di ruangan," ucapnya lembut."Mas Naresh belum kembali, aku telepon juga nggak di angkat, Ken. Aku takut mereka kurang puas, terus nanti siapa yang jelasin materinya?!" tanyanya gelisah."Kamu. Kamu yang bakalan jelasin ke mereka, karena kamu istrinya Naresh."Ucapan Kenzie semakin membuat Clara menganga. Dirinya? Yang benar saja?! "Jangan ngawur, Ken!""Sudah nggak usah berdebat. Kamu sudah baca materinya 'kan? Sudah biasa presentasi 'kan? Anggap saja nanti kayak pre
"Bu, ponsel Ibu dari tadi bunyi terus. Kayaknya ada telepon, Bu," lirih Lala yang takut Bosnya terganggu."Coba kamu lihat, La. Kalau yang telepon Pak Naresh jangan di angkat, aku masih capek."Lala menganggukkan kepala, ia lantas merogoh tas dan mengambil ponsel milik Clara. Gadis cantik itu menahan napas sejenak sebelum membuka mulut."Bu, ini dari Pak Kenzie."Clara lantas membuka mata. Ia batu sadar kalau suaminya pasti sedang sibuk dengan Bella, mana mungkin Naresh akan menghubunginya? Wanita cantik itu meraih ponsel yang di sodorkan Lala, ibu jarinya menggeser tombol hijau, lalu mendekatkan ponselnya ke telinga."Halo, Ken. Ada apa?""Kamu lagi di mana, Cla? Aku tadi masih angkat telepon, maaf kalau nggak ngomong dulu," ujar Kenzie di seberang telepon."Nggak papa, Ken. Aku sama Lala udah balik, ada barangku tadi yang ketinggalan. Maaf nggak kasih tahu kamu dulu, ya.""Loh, pulang? Ya sudah nggak papa. Aku kira kamu masih keliling di sini, Cla. Ya sudah kalau begitu aku tutup du
Di sisi lain, Bella tengah berada di dalam mobil dengan Sean. Wanita itu memang meminta kekasihnya untuk menjemputnya di markas komunitas, dan seperti biasa Bella akan mengajak Sean ke apartemen miliknya."Aku mau mampir ke supermarket dulu, Sean. Nanti kita berhenti di depan sana, ya.""Iya, Sayang."Sekitar seratus meter kemudian, mobil tersebut berhenti. Bella lantas turun setelah Sean membukakan pintu untuknya. Keduanya lantas melangkah bersama dengan bergandengan tangan.Brakkk!Karena tidak fokus, Sean menyenggol seseorang yang mengakibatkan barang belanjaan orang itu jatuh berantakan. Lelaki itu tak ayal merasa tidak enak hati dan langsung membantu."Maafkan saya, Pak. Saya tidak sengaja," ujar Sean."Tidak papa, Pak. Saya juga tidak terlalu melihatnya tadi," jawab seseorang tersebut sambil melemparkan senyum tulusnya ke arah Sean.Lelaki itu juga mengalihkan pandangannya kepada Bella, tak ayal keningnya mengerut dengan bibirnya yang sedikit menganga kaget."Bella?" lirihnya."
Berbeda dengan Naresh yang tengah memuaskan ereksinya dengan bermain solo, Clara masih mematung di ruang kerja sang suami. Netranya menatap pada layar komputer yang masih menyala, akhirnya wanita cantik itu memutuskan merampungkan sisa pekerjaan yang belum selesai."Huh ... Heran banget sama Mas Naresh, dikit-dikit baik, dikit-dikit marah. Apa dia punya kepribadian ganda, ya? Ah, mana nyebelin banget nggak umum," gerutu Clara.Wanita cantik itu beberapa kali menghela napas berat. Netranya masih fokus mengecek data di komputer, untung dia belum mengantuk karena sore tadi tidur agak lama."Sebenarnya aku juga takut kalau Mas Naresh marah, aku takut nggak bisa jalanin amanat Papa dan Mama untuk selalu bikin hati suami merasa senang. Namun, kalau suaminya macam Mas Naresh ... Dosa apa nggak, ya, kalau aku membangkang?" gumamnya lagi.Setiap malam pikirannya memang negatif karena memikirkan biduk rumah tangganya yang hampir hancur di depan mata. Perceraian itu jelas akan suaminya layangkan
Clara tengah mampir ke sebuah restoran bergaya Italia yang cukup terkenal di kota ini, wanita itu memesan Panna Cotta kesukaan suaminya. Yeah, kali ini dirinya tidak sempat memasak untuk Naresh. Kendati demikian, ia tetap ingin mengirim makan siang untuk suaminya. Mengingat hari ini cuaca sangat panas, Clara merasa suaminya itu akan suka kalau ia membawa Panna Cotta yang nikmat. Wanita cantik itu membeli cukup banyak, karena ia juga akan membagikannya kepada Lala.Setelah selesai, gegas ia menyuruh supir untuk melajukan lagi mobilnya menuju gedung Mahendra Company. Sekitar sepuluh menit kemudian, mobil mewah tersebut sudah sampai. Clara bergegas turun dan memasuki gedung pencakar langit tersebut. Wanita cantik itu berjalan menuju lift dengan senyum yang merekah membayangkan suaminya akan suka dengan apa yang ia bawa.Ting! Pintu lift terbuka."Selamat siang, Lala," sapanya pada asisten pribadinya yang nampak serius menatap layar komputer.Lala sontak bangkit dari duduknya guna menya
Apartemen Bella.Wanita itu terduduk di depan kaca dengan penampilan berantakan. Rambutnya acak-acakan, riasannya juga tidak karuan, dan ada bekas air mata yang sudah mengering di pipinya.Ia tidak hanya menahan sakit karena Clara menyeretnya keluar, wanita itu juga sakit hati dengan sifat Naresh yang hanya diam saja tanpa membantunya. Benar-benar wanita tidak tahu diri! Bisa-bisanya ia mengharapkan Naresh akan melindunginya dari amukan istri sah.Ceklek! Pintu terbuka."Bell," sapa Sean yang baru saja datang."Kamu dari mana saja, Sean?! Aku sudah menelepon dari tadi tapi kamu nggak kunjung datang.""Maaf, Bell. Aku tadi ada banyak pekerjaan," jawabnya.Sean berjalan mendekati Bella, lelaki itu mengecup singkat pipi kekasihnya. Tangannya juga mengelus lembut rambut wanita itu yang masih berantakan. "Kepalamu masih pusing?"Bella mengangguk."Kenapa nggak tidur saja? Kok malah duduk di depan kaca, Sayang?""Aku ingin mengingat betapa berantakannya aku, Sean. Suatu saat aku akan buat
Clara terduduk di ranjang dengan tangan memegang album foto pernikahannya dengan Naresh. Netranya berembun, ternyata suaminya tidak sama sekali menampilkan senyumnya saat itu. Kenapa saat itu dia tidak menyadari?Beberapa kali Clara menghela napas, dirinya memang tidak terlalu peka. Mungkin saja jika sebelum menikah mereka menjalin pendekatan, rasanya tidak akan sesulit ini. Tugasnya bukan hanya membuat Naresh jatuh cinta, tetapi memikirkan bagaimana caranya agar suami tampannya itu bisa terlepas dari Bella."Aku tanya siapa, ya, kalau masalah ini? Nggak mungkin aku akan tanya mama. Kalau aku cari tahu sendiri, kayaknya bakal butuh waktu lama." gumamnya bingung.Pikirannya terus bergelut, hingga nama Kenzie melintas di pikirannya. Apa Clara harus menemuinya untuk menanyakan ini? Namun siapa lagi kalau bukan Kenzie. Akhirnya Clara turun setelah menyambar ponselnya, wanita cantik itu akan menemui Kenzie di kantor. Tidak mungkin dia akan mengajak bertemu di luar rumah, ia takut kalau sua