Sementara itu, di kantor PT Djaya Tambang Tbk.“Raffa, kau belum mau berangkat?” Seorang wanita muda berkaki jenjang dengan wajah mirip Raffael, bersedekap di ambang pintu ruang kerjanya. “Oh, kamu Camelia. Aku masih ada kerjaan. Kau duluan saja.”Wanita yang dipanggil dengan nama Camelia, sang CEO PT Djaya Tambang Tbk., memutar bola matanya, lalu mengomel “Panggil aku kakak! Dasar anak nggak sopan.”Raffael hanya mendengus saja mengomentari omelan itu. Sebelum beranjak pergi, Camelia memperingatkan, “Jangan telat! Aku sudah kasih tahu Tara nanti ke hotel, bukan ke rumah utama.”Lagi-lagi Raffael merespon setengah hati, hanya dengan berdehem saja. Hampir seperti mengabaikan kakak perempuannya.Tak lama setelah kepergian Camelia, ponsel Raffael berdering. Ia melirik, menggunakan ekor matanya untuk mengecek siapa yang menghubunginya.‘Hm … paling sales asuransi. Nggak kenal nomernya,’ batin Raffael. Ia kemudian melanjutkan pekerjaannya. Namun, nomor yang sama kembali menghubunginya.
“Tara! Segera ke hotel yang disebutkan Camelia!” Raffael memberi perintah.“Baik, Tuan.” Tara mengangguk.Wajah sang supir terlihat heran, karena tuannya seperti berniat membawa gadis yang sedang tertidur di pangkuannya itu ke hotel. Namun, ia tidak mungkin mempertanyakan perintah sang majikan.‘Mungkin Tuan Raffa minta di drop dulu dan aku yang antar Nona Manda ini.’ Tara menyimpulkan begitu saja.Segera mereka tiba di lobi hotel Vyatt. Tara bahkan sampai tertegun kala Raffael tetap membopong Manda keluar dari mobil. “Tara, kamu check-in saja. Besok langsung kantor. Tolong siapin baju Manda lagi seperti kemarin.” Raffael sempat memberi perintah, tanpa peduli seperti apa terkejutnya wajah sang supir. Tiba di depan resepsionis, tanpa perlu diminta, mereka segera mengambil kunci. Namun, Raffael menolak. “Jangan kamar yang biasa saya pakai. Cari kamar lain.”“Apa kamar lantai 5 tidak masalah, Pak Raffael?” tanya manajer hotel.Sang tamu kehormatan itu hanya menganggukkan kepala. Segera
“Kalau belum, Mom ingin mengenalkanmu pada seseorang.”Raffael tergagap. “Se–seseorang?! Se–sekarang?!”Seria terkekeh senang. Menyimpulkan kalau respon putranya adalah bentuk antusiasme. “Nggak sekarang, Nak,” jawab Seria membuat Raffael menghela napas lega. “Putri cantik itu ada di US sekarang. Kau ingat, kan? Putri tunggal keluarga Soreim.”Raffael segera menggeleng. Kalau pun ingat dia tetap akan mengaku kalau dia tidak ingat. “Ugh! Apa sih yang kamu ingat?! Dia perempuan cantik jelita! Sangat sopan. Bibit, bobot, bebet, semua sempurna. Perfect!” Seria menekankan semua perkataannya itu, seolah ingin mengukir dalam-dalam di otak putranya. “Dad juga berharap kamu segera menikah, Raffael. Kau sudah jadi presiden direktur. Tidak baik sendirian.” Adam menambahkan. Merasa suasana di sekitar Raffael menegang, Camelia segera menengahi. “Mom, Dad. Kalian tahu, kan? Raffa masih trauma dengan kejadian wanita itu. Mungkin dia butuh waktu sedikit lebih lama.”Seria dan Adam sama-sama mengh
“Ha?!”Manda mengikuti ke mana arah pandangan Pak Presdir dan ikut terkejut karena ponselnya terjepit di antara baju dan dadanya. “Uwaaa! Jangan ngintip!” raung Manda sambil melangkah mundur kembali ke dalam toilet. Pintu pun tak terelakkan, terbanting cukup keras. Namun, Raffael malah terdengar semakin keras tertawa. Pipi Manda pun mengembang kesal. Kepalanya sakit. Dan ia malah mendengarkan ocehan Yuike yang menurutnya tidak masuk akal. Ditambah lagi kejadian barusan yang tak terduga. ‘Kurasa aku belum benar-benar sadar. Aku terlalu banyak minum,’ keluh Manda penuh penyesalan. Setelah beberapa saat berlalu, suara Raffael yang sudah tenang kembali memanggil sang sekretaris. “Manda, ini baju kamu. Ambil!”Walau mendengar sang atasan sudah memanggilnya, Manda tak terlihat beranjak dari atas dudukan toilet. Kemudian, Raffael menambahkan, “Sekalian saya mau bahas serius soal utang kamu.”Spontan Manda berdiri dan membuka pintu. “Utang saya lunas, Pak?!” tanyanya dengan suara penuh
“Kenapa kamu?” Raffael mengkonfirmasi pertanyaan Manda. Ia terdiam dan mengingat dasar keputusannya itu. Setelah pertemuan singkat dengan keluarganya, ia sempat menghubungi Damian dan George terkait tuntutan orangtuanya. George menawarkan salah satu kekasihnya untuk menjadi pasangan kontrak Raffael. Tentu saja ide ini ditolak mentah-mentah olehnya. Namun, Damian melihat masalah ini sebagai kesempatan bagi Raffael untuk menyudahi masalah utang yang mengikatnya dengan Manda. CEO D&D Jewelry itu mengusulkan agar Raffael membebaskan Manda dari utang dengan catatan setuju menjadi kekasih rahasianya itu.“Karena kamu nggak suka sama saya. Jadi, nggak akan ada masalah ke depannya. Kita nggak perlu repot dengan urusan hati. Benar, kan?”Manda tidak menyangkal. Ia jelas membencinya.Tidak!Seharusnya memang demikian. Seharusnya memang yang dirasakan Manda seperti yang dikatakan oleh Raffael. ‘Tapi kenapa hatiku sakit dengernya?! Kenapa dia mutusin seenaknya kalau aku nggak suka sama dia?
“Mm. Saya pikirin dulu, Pak.” Manda meletakkan dokumen itu lagi di atas meja. Namun, Raffael sepertinya tidak mau menunda. Ia takut semakin lama waktu yang terbuang, semakin banyak pertimbangan Manda untuk menolaknya. “Manda, dari pada kamu bayar utang ke saya, bukannya lebih menguntungkan kalau saya pegang–ah … maksud saya, lebih menguntungkan kalau kamu dapat bayaran dari saya. Iya, kan?” Tanpa sadar Manda mengangguk. Toh, ia memang lebih membutuhkan uang ketimbang harus mencari uang hanya demi membayar utang. “Sa—sampai kapan saya harus jadi ke–kekasih pura-pura ini, Pak?” tanya Manda lagi. Raffael terdiam. Ia belum memikirkan sampai kapan sandiwara ini berakhir. ‘6 bulan? Aku tak yakin aku menemukan wanita yang pas dalam waktu sesingkat itu. Sejujurnya, apa aku bisa jadi biarawan saja ya?’ Raffael menimbang dalam hati. Kemudian ia memutuskan. “2 tahun.”Manda menganga mendengar jawaban Raffael. “2 tahun, Pak?! Nggak salah? Saya kira cuma sebulan!”“Well, lumayan kan? 2 tahu
“Apanya yang lucu?”“Bapak ketahuan banget umurnya,” ledek Manda. “Suju mah udah lewat! Uda pada opa-opa semua, bukan ‘oppa’ lagi.” Raffael mendengus kesal, sekaligus geli. Di usianya yang sudah menginjak angka 34 tahun itu, ia tidak menyangka akan diledek soal umur gara-gara K-Pop.“Saya kan bukan pecinta K-Pop!”Manda terdiam dengan wajah seriusnya, tapi kemudian ia kembali tergelak. “Aduduh! Hahaha! Sakit perut saya! Bayangin Bapak datang konser!”Raffael ingin protes dan menegurnya, tetapi yang keluar dari mulutnya berbeda. “Apa kau akan tertawa tak sopan seperti ini kalau pacaran denganku nanti?”Spontan Manda terdiam. Ia lupa di samping status mereka yang pura-pura pacaran, Raffael punya usia yang jauh lebih tua dibandingkan dirinya. ‘Salah siapa, udah tua jahil banget! Jadi lupa umur!’ protesnya dalam hati.“Maaf, lupa umur, Pak,” gumamnya asal beralasan. Namun, Raffael tergelak. “Saya nggak marah. Saya cuma tanya kamu, Manda.”Manda menoleh, menyembunyikan wajahnya yang me
“Hunny!”Bam!Ponsel Raffael terjatuh seketika mendengar kata yang keluar dari mulut Manda. Bodohnya lagi, Manda pun terkejut dan kini membeku di ambang pintu toilet. ‘Argh! Kenapa jadi ‘honey’?! Tadi sudah latihan ‘hunny’!’ pekiknya dalam hati.Buru-buru ia membuka mulut untuk mengoreksi kesalahan bodoh itu, tetapi ia justru memekik kaget. Raffael sudah berada di depannya. “Nggak buruk juga kalau memang kau mau memanggilku dengan sebutan itu, honey.” Raffael melingkarkan tangannya di tubuh Manda. Ia tidak menyangka kalau panggilan itu terdengar menyenangkan di telinganya. Rasanya seperti ada yang menggelitik perutnya. Tidak hanya Raffael. Manda pun merasakan hal yang sama. Dan hal itu tergambar jelas di wajahnya yang memerah. “Tu–tunggu dulu, Pak! Sentuh, bayar!” pekik Manda berusaha lepas dari rangkulan Raffael yang tiba-tiba. Ia belum siap. Walau dibayar mahal pun, ia belum siap.“Latihan, Manda.” Raffael tersenyum lebar. Tak ada tanda-tanda ia akan mundur dari perlakuannya s
“Belum juga keluar suamimu, Nda?” tanya Diana. Manda menggeleng. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir. Suaminya itu hanya mengatakan ia ada rapat malam, tetapi hati Manda tak percaya dengan ucapan Raffael.Tak bisa dibohongi. Wajah Raffael hari ini terlihat sangat tidak tenang. Seolah ada hal yang mengganggunya, tetapi tidak bisa ia utarakan. Selama bekerja dengannya, Manda tahu, tidak pernah Raffael punya jadwal untuk rapat malam hari. Jangankan malam, siang saja kalau bisa akan ia hindari. “Menurut Mama, apa ada hal buruk yang terjadi?” tanya Manda khawatir. “Hal buruk? Yang seperti apa maksudmu, Nak?”Manda mengangkat bahu. “Mungkin dia dapat ancaman dari orang tuanya? Atau malah dia diganggu Catherine Soreim itu? Atau apa? Aku sama sekali nggak bisa menebak.”Diana menghela napas panjang. Ia juga tak setuju putrinya dibiarkan dalam area buta seperti ini, tetapi ia yakin, menantunya itu pasti punya alasan. “Mama rasa, kamu harus jelaskan ke Raffa, Nak. Tidak ada untungnya ka
“Alana?” Raffael mengkonfirmasi nama orang yang dirujuk dalam ucapan Chin Han. “Yes, Raff. Dia dijadwalkan keluar jam 3 sore,” tambah Chin Han. “Kau sebaiknya bersiap. Aku yakin dia akan cari kamu, Raff.”Sekejap, penyesalan memenuhi hati Raffael. Baru kemarin ia mengumumkan pernikahannya dengan Manda. Bahkan wajah Manda terpampang di salah satu media cetak. Bukan hanya foto Manda, tetapi foto saat semua keluarga merayakan ulang tahunnya kemarin. Otaknya berpikir cepat dan berkata, “Han, tolong urus penarikan koran yang ada hubungannya sama berita kemarin.”“Ok!”Di Surabaya mungkin takkan terlalu banyak penerbit yang memberitakan kejadian itu, tetapi penerbit besar pasti mencetaknya. Tanpa peduli sambungan mereka sudah terputus atau belum, Raffael berbalik mencari Tiara. “Pak? Ada yang ketinggalan?” tanya Tiara saat berpapasan dengan Raffael di pintu ruang rapat. Wajah Raffael terlihat tegang. Ia kemudian me“Ra! Minta semua penerbit koran menarik lagi korannya.”“Ha?! Mana bis
‘RAFTEN, Memecat Sejumlah Artis dan Staf!’Adalah berita yang terpampang di halaman terdepan semua media yang beredar di ibukota. Dan setelah membaca setiap kolom berita, semua akan tahu apa yang sudah dilakukan mereka hingga pantas mendapatkan pemecatan.Kutipan Raffael pun tertuang di sana. ‘Penilaian ulang akan dilakukan. Sebagai seorang talent, RAFTEN tidak butuh mereka yang ahli dalam bidang akting tetapi nol dalam etika.’Kali ini, Manda juga tidak akan merasa kasihan lagi. Karena apa yang dilakukan sudah kelewat batas sebagai seorang manusia. Namun, karena ini juga, Diana dan Rowan jadi tahu apa yang terjadi pada putri mereka kemarin. “Astaga! Nggak perlu lah anggap kamu istri bos. Kita sama-sama manusia kenapa nggak bisa lebih lembut sedikit ya,” keluh Diana sambil memeluk Manda. “Jadi, ponselmu rusak, Nak?” tanya Rowan.Manda mengangguk, tetapi langsung menambahkan, “Raffa sudah belikan baru dan sudah atur semua sama seperti ponsel lamaku.”Rowan mengangguk. “Syukurlah, Ra
“Hon—”“Diam di dalam dulu. Aku mau ganti baju!” Setelah tenang, Manda mengunci Raffael di ruang rapat kecil, di dekat ruang kerjanya. Istri sang CEO itu memutuskan untuk tak peduli dengan apa yang sudah terjadi dan menyuruh Raffael berlatih menampilkan wajah terkejutnya saat nanti ia mendapatkan kejutan.“Baiklah ….” Raffael menyerah. Baginya yang terpenting saat ini Manda sudah terlihat lebih riang. Ia tak menyangka, istrinya bukan tipe wanita lemah yang bisa diinjak sembarangan. Padahal lawannya banyak dan ia kewalahan membuktikan statusnya sebagai istri sang CEO.‘Kurasa, aku harus membuat pengumuman dan memasang video pernikahanku segera. Supaya tidak ada kejadian seperti ini lagi,’ tekad Raffael dalam hatinya.Kemudian, diam-diam ia meminta Tiara membukakan pintu ruang rapat itu. Lebih baik ia segera mengurus para pembuat onar.“Pak, sebenarnya ada apa?” tanya Tiara. Ia berdiri di samping Raffael yang tengah menunggu lift. “Saya belum tahu cerita detailnya. Tapi saya sudah
Tak punya pilihan, Manda segera melayangkan tas besarnya ke arah satpam tersebut. Namun sayang, pintu lift sudah tertutup lagi.“Ibu ini! Malah mukul yang berwajib!”Satpam yang terkena pukulan pun langsung protes dan langsung mencengkram tangan Manda untuk memborgolnya. Namun, sebelum borgol itu menyentuh tangan Manda, suara Raffael menggelegar dari pintu lobi. Seperti biasa pagi tadi ia bangun dan menghubungi sang istri, tetapi tidak tersambung sama sekali. Takut terjadi sesuatu, Regan pun ia perintahkan untuk mencari tahu. Secepat kilat Raffael datang ke kantor karena mendapat bocoran dari Chang bahwa Manda pergi ke kantornya. Itu pun setelah Regan mengatakan bahwa ponsel majikan perempuan mereka tidak bisa dihubungi. Dan kondisi Manda yang tengah menghajar satpam kantor menjadi pemandangan pertama di mata Raffael. “Regan! Tangkap mereka semua!” bentak Raffael membuat semua orang yang ada di sana, termasuk mereka yang menonton ketakutan. Regan segera menggiring semua orang ke
“Ma, aku titip Bintang ya,” bisik Manda pada Diana yang masih setengah tidur. Diana mengangguk paham, kemudian melanjutkan tidurnya di kamar Manda, di rumah mereka yang ada di Jakarta. Bintang masih terlelap di dalam boks bayinya. “Aku pergi dulu.”Manda segera menutup pintu kamarnya dan bergegas keluar dari rumah menuju mobil. Chang dan Tara sudah berada di depan untuk mengantar. Sebelum pergi, Manda menjelaskan tugas mereka. “Chang, nanti tolong jagain Bintang dulu. Aku sama Tara ke RAFTEN, sekitar jam 8 atau 9 Tara jemput kalian.”“Siap, Madam!”Pagi masih belum penuh, tapi Manda harus segera menuju kantor Raffael karena ia sudah mengatur jadwal dengan Rara bahwa hari ini ia harus tiba di kantor pukul 7 pagi untuk mengatur berbagai hal. Berangkat pukul setengah 6 pun tak membuat Manda datang tepat waktu. Ia terlambat 5 menit. “Tara, kamu balik ke rumah ya,” perintah Manda. “Jemput Mama, Papa sama Bintang.”“Baik, Nyonya.”Sepeninggalan Tara, Manda pun berbalik untuk memasuki g
“Raffa, tunjukkan wajahmu sebentar saja!” Manda menyeret Raffael kembali ke meja makan di resort yang mereka sewa. Tentu saja, walau mereka bersenang-senang dengan pantai, Manda tidak lupa tugasnya mengingatkan Raffael jika ada rapat penting yang butuh kehadirannya. “Hanya satu ini lagi, Raffa,” bujuknya, melihat wajah cemberut sang suami. “Benar hanya satu ini lagi?” tanya Raffael mengerutkan dahi, seakan tak percaya. Manda mendengus. “Aku bukan kamu yang bilang sekali ini saja tapi bohong!”Mendengar itu Raffael tergelak. Ia akhirnya menurut dan duduk di depan laptop untuk mengikuti rapat. “Rapat harus selesai dalam 15 menit,” perintah Raffael tegas. “Beritahu saya apa saja masalah yang butuh penanganan!”Manda hanya bisa menggelengkan kepala, heran dengan CEO satu itu. Ia membiarkan Raffael dengan pekerjaannya dan menyusul Camelia yang tengah menikmati air laut di pinggiran pantai bersama dua anaknya. “Mau kerja dia?” tanya Camelia sambil terkekeh melihat adiknya tetap dipaks
“Astaga, Ra. Jadi, bos kamu kabur ini?” tanya Manda panik.Ia sedang menunggu Raffael keluar dari kamar mandinya pagi ini, ketika melihat pendar biru menyala lama dari layar ponsel sang suami.Ketika diintip, ternyata sekretarisnya yang menelepon. Takut ada hal penting, Manda menggunakan kebebasannya untuk mengusap layar ponsel ke atas. Menerima panggilan telepon itu. “Pak Raffael, apa Bapak sudah bangun? Saya sudah menunggu di lobi.”“Ra. Raffa lagi di Jogja. Apa kamu nggak diberitahu?”Spontan Manda mendengar suara seruan panik dari sang sekretaris. Hatinya merasa kasihan mendengar bahwa tidak seharusnya Raffael bisa meninggalkan kantor selama satu minggu ke depan. “Saya harus gimana, Bu Manda?” keluh Tiara dengan suara lemas. “Menurut kamu, ada pertemuan yang sangat penting sampai tidak bisa ditunda nggak?” Manda mencoba membantu sekretaris muda itu untuk mengejek jadwal si bos yang menyebalkan itu. ‘Kenapa juga aku bisa nikah sama dia. Tapi dulu dia nggak sesulit ini dihadapi.
“Hon?”Raffael menghubunginya via panggilan video karena pesannya tak dibalas oleh Manda. Ia terkekeh melihat wajah sang istri yang tengah tersipu malu. “Ah … aku jadi ingin pulang. Kau membuatku gemas.”Manda membuang muka. Ia kesal karena jadi lemah dengan semua kata-kata Raffael yang seperti itu. Setelah mengkondisikan wajahnya, Manda pun kembali menatap layar. “Kamu nggak bisa tarik keputusan kamu soal artis itu?” tanya Manda, berharap Raffael lebih manusiawi. Namun, Raffael menggeleng. “Nggak. Tapi aku sudah meminta salah satu sutradara menjadikannya pemeran utama film layar lebar. Kau nggak perlu khawatir. Aku menyerahkannya ke rumah produksi lain.”Manda terlihat lega mendengar kalau Raffael tidak memecatnya dan menjadikan wanita itu kehilangan pekerjaan. Sederhananya, ia hanya memindahkan artis itu ke perusahaan entertainment lain. “Kalau begitu, aku lebih tenang.”Bersamaan dengan itu, ketukan di pintu kamar Manda mengejutkan Bintang dan dirinya. Diana masuk perlahan dan