Kezia sedang bermain dengan Narendra di kamar bayi itu ketika mendengar suara teriakan dari pekarangan rumah yang menyebut namanya. Dahinya mengernyit heran. Dia menyibak gorden jendela untuk mengintip siapa yang tengah ribut dengan satpam di depan pintu gerbang.
Ternyata adalah Rebecca. Kezia bingung hendak berbuat apa sekarang. Kalau dia keluar, dia sangat khawatir perempuan itu akan melukainya. Tapi kalau diam saja, dia juga khawatir barangkali Rebecca hendak menyampaikan sesuatu yang penting.
Akhirnya Kezia meminta tolong pada Puri yang kebetulan melintas di depan kamar agar menjaga Narendra dulu. "Pokoknya jangan sampai kamu ikut keluar membawa bayi ini. Aku tak mau menanggung risiko kalau Narendra kenapa-napa karena ulah Rebecca," pesan Kezia sebelum pergi. "Apa kau serius hendak menemui Nyonya Rebecca?""Sepertinya iya.""Kau tak takut dia akan melukaimu? Setahunya dia, kau adalah istri sah Tuan Arnold sekarang. Foto perArnold membawa Baby Narendra sampai malam, dan baru mengembalikannya pada Kezia setelah bayi itu terpejam."Aku tak menyangka kalau masih bisa menidurkan bayi ini dengan tanganku sendiri. Kukira dia cuma butuh kamu," ucap Arnold seraya meletakkan Narendra di ranjangnya dengan sangat hati-hati. Kezia membuntut di belakang dengan sigap, barangkali tuannya butuh bantuannya kapan pun.Setelah memastikan Narendra telah tidur nyenyak, Arnold langsung meraih tangan Kezia, kemudian mengajaknya keluar dari sana. Tentu saja kali ini Kezia tidak bisa berpikir normal. Ia sedikit takut kalau Arnold akan mengajaknya main di ranjang lagi. Jujur saja, bengkak waktu itu masih mendatangkan trauma tersendiri dalam dirinya. Ia selalu takut setiap mengingat milik Arnold yang menurutnya sangat besar."Maaf, Tuan hendak membawa saya ke mana?" Kezia bertanya hati-hati ketika Arnold menarik tangannya menuruni tangga."Aku ingin mengajakmu bicara di taman."
Kezia yang terbangun tengah malam langsung turun dari ranjang. Lagi-lagi dia merasa ada yang begitu sakit di antara kedua kakinya. Tapi ketika ia mengingat kenikmatan yang diberikan Arnold tadi malam, ia segera melupakan seluruh rasa sakitnya.Gadis itu kemudian mengenakan seluruh pakaiannya yang tercerai-berai di lantai, kemudian pergi dari kamar Arnold. Ia tak ingin Baby Narendra kesepian lagi karena sama sekali tak ditengok semalaman, hingga akhirnya bayi itu menangis dalam waktu yang lama, lalu jatuh sakit.Ketika Kezia sudah membuka pintu kamar, tiba-tiba Arnold bangun dan mencegah kepergiannya."Tunggu, Kezia! Kamu mau ke mana?"Kedua kaki gadis itu membeku dan batal melangkah. Dia menoleh ke belakang. Arnold sudah turun dari kasur dan berjalan ke arahnya. Pria itu hanya mengenakan celana boxer sebatas lutut, sementara dada bidangnya dibiarkan terobral tanpa penutup."Maaf, Tuan. Saya harus ke kamar Narendra sekarang untuk men
Tak lebih dari setengah bulan, penangkapan Rebecca sudah diproses. Polisi mendatangi langsung ke rumahnya sambil membawa bukti-bukti yang telah diberikan oleh pihak Arnold."Bapak tidak bisa menangkap saya seenaknya, dong. Memang produk mereka yang memiliki kualitas buruk. Banyak juga pelanggan yang sudah mengeluh masalah ini," sanggah Rebecca ketika dua polisi datang ke rumahnya.Namun, polisi telah begitu banyak mengantongi bukti. Rebecca tak bisa menyanggah lagi. Dia adalah dalang utama yang telah menyebar fitnah dan merekrut sekelompok orang untuk menebar berita buruk tentang produk dari perusahaan Arnold. Perempuan itu telah membayar beberapa orang penting yang akhirnya bisa membuat nama baik perusahaan Arnold jatuh dalam sekejap.Dengan begitu berat, Patmi melepas anaknya untuk dibawa polisi. Dia tak punya daya apa pun untuk melakukan pembelaan. Patmi sendiri juga tahu kalau Rebecca telah melakukan kesalahan.Dari kejauhan, Arnold
Langit sudah hampir sore. Matahari tak segarang tadi dalam menampakkan sinar. Mereka duduk di meja nomor tiga belas dengan posisi saling berhadapan. Jemari Kezia bermain gugup di atas meja, menebak perihal apa Arnold mengajaknya makan di restoran yang memiliki suasana romantis seperti ini."Kita bersiap pergi ke pengadilan sejak pagi, dan sampai di sana pada siang hari, kemudian fokus mengikuti jalannya persidangan sampai tuntas. Aku tahu kalau lambung kita butuh makanan," tutur Arnold seraya menaikkan tangan kanannya untuk memanggil pelayan.Arnold yang memilihkan semua menu seolah Kezia tidak punya makanan favorit, sehingga ia bebas memilihkan apa saja. Setelah pelayan itu pergi, Arnold memandang Kezia lama sekali seperti ada yang sedang ia hafalkan dari sebentuk wajah milik gadis mungil itu."Mengapa Tuan memandang saya seperti itu?" tanya Kezia malu-malu. Dia menundukkan kepala karena khawatir Arnold akan menangkap rona merah di pipinya.
Arnold selalu tertantang untuk menyelesaikan sesuatu sesegera mungkin agar masalah cepat tuntas. Seperti pagi ini, dia bergerak cepat menghubungi orang kepercayaannya agar datang ke ruangannya untuk mendiskusikan tentang sebuah rencana. Setelah mencapai kesepakatan akhir, Arnold menyuruh agar orang itu bergerak cepat. Ia ingin mendapat data sesegera mungkin.Esoknya, orang tersebut kembali datang. Wajahnya yang berseri membuat Arnold menebak kalau rencana mereka kemarin menemui keberhasilan."Bagaimana?" tanya Arnold seraya menepikan matanya dari layar laptop yang berisi beberapa dokumen pekerjaannya.Orang suruhannya meraih handphone dari saku, kemudian memperlihatkan sesuatu pada bosnya. Dari layar handphone yang menyala, terlihat dengan jelas kondisi Eva yang sedang mabuk berat di salah satu tempat hiburan berkelas. Perempuan yang usianya hampir setengah abad itu sedang tak berdaya di atas sofa seperti paus terdampar. Tangan kanannya masih mengg
Hanya sedikit sekali yang diundang dalam acara itu. Semua seperti sengaja dilakukan secara diam-diam. Walaupun sangat jauh jika dibandingkan dengan pernikahannya bersama Rebecca yang menghabiskan uang sampai miliaran, tapi Arnold menikmati pernikahannya dengan Kezia hari ini. Yang terpenting baginya adalah, ia dan gadis itu benar-benar telah sah jadi pasangan suami istri tanpa adanya pura-pura lagi."Kita sudah punya foto pernikahan, jadi tak perlu repot-repot membuatnya lagi," ujar Arnold ketika mereka keluar dari gereja. Beberapa orang memberikan selamat. Eva terlihat sangat bahagia di antara yang lain.Setelahnya, dua pengantin dipersilakan masuk mobil. Arnold sudah membayar kamar hotel mewah untuk merayakan malam pertama pernikahan mereka. Walaupun sebelumnya sudah beberapa kali berhubungan badan, tapi menjadi satu di malam pertama sebagai suami istri harus tetap dirayakan.Mereka masuk ke dalam hotel dengan masih berpakaian pengantin. Kezia me
Arnold merawat dengan sangat baik seolah Kezia adalah gadis yang sudah dicintainya selama berabad-abad. Dia menyuapkan makanan dengan sabar walaupun Kezia minta minum berkali-kali sebab ia bilang tenggorokannya sakit. Tingkah Arnold begitu lembut saat ini, sangat berbeda dengan caranya bermain di atas ranjang yang selalu memaksa Kezia menyesuaikan diri dengan tempo permainannya."Terima kasih karena sudah bersedia merawatku," ucap Kezia di tengah lemahnya. Dia menerima botol minuman dari Arnold yang telah diberi sedotan."Tak usah membesar-besarkan jasaku. Kau jatuh sakit juga karena salahku yang tidak memberimu waktu untuk beristirahat sejak pertama kali kita masuk kamar."Kezia tersenyum samar. Dia ingat bagaimana Arnold yang begitu bernafsu memompanya banyak-banyak sampai tak memberinya waktu untuk bernapas."Habis ini aku akan membawamu ke dokter. Bersiaplah dengan mengganti pakaianmu, tapi aku tak mengizinkanmu untuk mandi karena kau seda
Satu bulan menjadi istri Arnold, Kezia mulai memikirkan siasat untuk menyusup ke perusahaan pria itu. Baginya, sudah cukup waktu satu bulan untuk membuat pria itu semakin jatuh cinta. Ia sangat yakin kalau Arnold sudah menaruh kepercayaan yang begitu besar padanya detik ini."Arnold, aku ngerasa bosan sekali karena setiap hari harus berada di rumah," ujarnya pada suatu pagi. Setelah satu bulan menikah, ia sudah terbiasa memanggil nama pria itu secara langsung, juga mengubah kata ganti saya-Anda menjadi aku-kamu.Di depan cermin, pria itu sedang menyisir. Setelan jas formal telah melekat di tubuhnya. Rambutnya terlihat mengikat oleh minyak mahal yang telah dioleskan. "Kamu pengin jalan-jalan ke luar negeri?" tanyanya tanpa menatap balik Kezia yang detik ini duduk di sudut ranjang."Kalau jalan-jalan, pasti bosannya cuma hilang sebentar. Setelah pulang, aku bakal bosan lagi.""Terus kamu pengin kita pindah ke luar negeri saja untuk selamanya? At
Kezia terbelalak ketika menyaksikan betapa pintarnya Gabriel memperbaiki laporan keuangan itu. Matanya bergerak naik-turun seolah sedang menantang layar komputer. Dan, jantungnya berdetak lebih cepat saat menyadari nominal yang telah dirampasnya secara diam-diam dari perusahaan Arnold. Sebuah angka yang menakjubkan, tapi telah hancur menjadi kesia-siaan sebab Eva sama sekali tak pandai merawatnya."Dari sinilah kecurigaanku pada Gabriel tergerus. Tapi, aku belum menentukan siapa kandidat selanjutnya yang pantas kujatuhi kecurigaan dengan sangat banyak," terang Arnold.Lampu kamar menyala terang. Angeline berada di kasur dengan tubuh tertutup selimut sampai ke lehernya. Sementara itu, Kezia masih menatap tidak percaya ke layar laptop yang terparkir di meja kerja suaminya. Perempuan itu tak sadar kalau sejak tadi Arnold terus mencuri lirik, kemudian menyalin ekspresi wajahnya ke kepala untuk diterjemahkan.Demi menetralkan kegugupan dalam geriknya ag
"Kau duluan saja yang bicara." Suara Arnold berpadu dengan lembutnya angin balkon. Rambut basahnya yang baru terkecup air mandi bergerak-gerak pelan.Mereka duduk di kursi balkon yang berbahan kayu. Meja bundar menjadi pemisah keduanya. Tak ada apa pun di meja itu selain handphone Arnold yang diletakkan dalam posisi terbalik.Di atas pangkuan Kezia, Angeline tertidur pulas. Arnold sudah menyarankan agar bayi itu diletakkan saja di ranjang agar bisa beristirahat dengan lebih nyaman. Namun, Kezia menjawab kalau Angeline baru terpejam dalam waktu yang belum lama, sehingga masih besar kemungkinan dia akan bangun kapan pun."Kurasa kau saja yang lebih dulu bercerita. Aku yakin sesuatu yang hendak kau sampaikan jauh lebih penting dibandingkan milikku," jawab Kezia. Matanya menyorot lurus ke arah Arnold. Dalam diamnya, ada sekeping kecemasan yang memantik keringat merembes di pelipisnya. Dia khawatir Arnold akan menyinggung tentang kecurigaannya tentang p
Sejak lahirnya Angeline, Eva belum pernah menginap di rumah Arnold. Perempuan itu selalu membuat kesibukan pura-pura yang harus diselesaikannya di luar rumah. Padahal, alasan utamanya enggan menginap adalah karena tidak mau direpotkan malam-malam oleh Kezia kalau bayi itu rewel.Pagi ini menjadi kali pertama Eva datang lagi setelah acara peresmian nama Angeline dua hari yang lalu. Kedatangan Eva pun atas permintaan dari Kezia yang mengiriminya pesan kalau ada hal mendesak yang harus mereka bicarakan."Memangnya ada apa?" tanya Eva saat pertama kali tiba di kamar Kezia. Angeline masih terlalu kecil untuk dibuatkan kamar sendiri. Arnold baru menyewa seorang arsitek untuk mendesain kamar bayi perempuan yang nyaman untuk ditinggali Angeline kala usianya sudah masuk beberapa bulan nanti.Kezia memutar jarinya sebagai isyarat agar Eva mengunci pintu dari dalam. Arnold sudah berangkat ke kantor sejak satu jam lalu, tapi masih ada tiga pembantu yang mungkin saja
Untuk beberapa saat, Andrew cuma bisa mengerjapkan mata tak percaya. Wajahnya mencipta garis lurus seolah kabar yang usai didengarnya telah merampas seluruh kewarasan dari kepala."Jadi, pelakunya bukan Gabriel?" tanya Andrew. Kentara sekali mulutnya yang bergetar. Jiwanya seolah diacak-acak kenyataan. Keyakinan yang terpatri begitu kuat dalam hati kalau Kezia tak mungkin terlibat dalam masalah ini, kini jatuh berluruhan seperti rintik hujan yang membasuh bumi."Kau tahu kalau aku begitu mencintai istriku. Tidak mungkin aku membuat tuduhan padanya kalau tak memiliki bukti yang benar-benar nyata," jawab Arnold yang lebih berhasil menampilkan raut santainya. Dia sudah bisa menebak bagaimana reaksi yang akan ditunjukkan Andrew saat pertama kali mendengar kabar ini.Andrew mengangguk lemah. Wajahnya mendadak pucat seperti langit mendung. "Saya benar-benar tidak menyangka akan seperti ini.""Aku pun demikian. Sejak awal, aku memang telah meninggalk
Satu minggu setelah suara tangisan bayi perempuan itu merobek semesta, Arnold mengadakan pesta di rumahnya untuk merayakan kelahiran sang bayi, sekaligus peresmian nama untuk bayi tersebut. Banyak keluarga yang datang dari luar kota untuk menengok si bayi serta memberikan hadiah. Para karyawan diundang, juga tetangga-tetangga."Putri Tuan Arnold cantik sekali." Begitulah pujian yang mengalir sederas hujan dari mulut para tamu undangan. Mereka mencicipi aneka hidangan sambil tak henti melirik ke arah bayi yang ditidurkan di atas ranjang mungil. Bayi itu dipakaikan setelan berwarna merah muda, lengkap dengan bando dan sepatu yang terlihat kebesaran di kaki tujuh harinya.Sementara itu, Kezia mengenakan dress berwarna merah cerah yang longgar. Ia masih terlalu malu untuk memakai dress ketat karena belum memiliki waktu untuk mengembalikan bentuk tubuh seindah dahulu. Arnold sendiri mengenakan setelan jas berwarna abu-abu. Dasi bermotif garis-garis meruncing seolah hend
Sepulang dari kantor sore itu, Arnold mendapati Kezia sedang meringkuk di bawah selimut dalam kasurnya. Tubuhnya hanya kelihatan bagian kepala sampai leher. Dia terus meracau seperti orang tidak sehat."Apa yang terjadi padamu, Sayang?" Arnold buru-buru mendekat. Dia mengambil posisi duduk di pinggiran kasur. Tangannya membelai-belai rambut Kezia penuh kasih. Walaupun kesal parah setelah mengetahui kalau perempuan itu dan mamanya yang telah mencipta drama masalah di Permata Sanjaya, tapi Arnold tak pernah bisa bohong pada rasa cintanya.Kezia menggeliat sedikit. Dia menggelengkan kepala dalam lemah. "Perutku terasa sakit sekali," jawabnya seraya menekan-nekan perut dari balik selimut.Detik itu juga, Arnold langsung menyingkap selimut yang menutupi tubuh istrinya. Dia mengecek tubuh Kezia seperti dokter yang sedang memeriksa. "Sebelah mana yang sakit?" tanyanya panik."Aku tak tahu. Rasanya sakit semua."Arnold jadi makin panik. Ia
Arnold mengundang Gabi ke kantornya bukan tanpa alasan. Perempuan itu didandani bukan layaknya seorang pembantu, tapi lebih terkesan sebagai seorang tamu. Salah satu karyawan menunjukkan jalan menuju ruangan Arnold kepada Gabi dengan sabar."Terima kasih, Tuan," ucap Gabi dengan sopan pada seorang karyawan pria yang telah mengantarkannya sampai di depan ruangan Arnold.Setelahnya, Gabi langsung memencet bel. Pintu dibukakan oleh Arnold yang sejak tadi memang sudah menunggu kedatangan Gabi."Bagaimana?" tanya Arnold tanpa basa-basi setelah mempersilakan pembantunya duduk di sofa ruang kerjanya.Walaupun sudah bertahun-tahun mengabdi pada keluarga Tuan Sanjaya, tapi ini adalah kali pertama Gabi berkesempatan menginjakkan kaki di ruangan Arnold. Dia hanya pernah berkunjung ke kantor sebatas sampai di lantai bawah. Tidak pernah terpikirkan olehnya betapa luas dan nyamannya ruang kerja Arnold di kantor ini."Saya sudah melakukan se
Sore harinya ketika sebagian besar karyawan telah meninggalkan kantor, Gabriel datang ke ruangan Arnold. Dia membawa tas berisi laptop, juga beberapa kertas berisi tulisan-tulisan hasil penyelidikan pribadinya seharian ini. Sejak mendapat kabar dari Arnold kalau namanya diduga kuat sebagai orang tertuduh, semangat dalam diri Gabriel meledak begitu banyak untuk membuktikan kalau ia tidak bersalah."Mohon maaf, Pak Arnold. Mungkin saya akan menyita sedikit waktu Anda, sehingga Anda akan sampai rumah lebih lambat dari biasanya," tutur Gabriel lembut.Arnold mengangguk, kemudian mempersilakan Gabriel duduk di sofa. Setiap memandang wajah ketua bagian keuangan itu, ada keyakinan yang bergema dalam diri Arnold kalau bukan Gabriel pelakunya.Setelah Arnold mengambil posisi duduk di hadapannya, Gabriel segera bertutur, "Saya punya saran untuk Pak Arnold agar mengganti seluruh kata sandi akun perusahaan tanpa memberi tahu pihak mana pun, termasuk orang-oran
"Mulai besok, kamu istirahat di rumah saja, ya." Arnold berucap pelan ketika masih dalam perjalanan menuju kantor. Kezia yang duduk di sampingnya langsung memutar leher. Ia menatap janggal ke arah sang suami yang detik ini tengah duduk di belakang setir. Hari ini mereka tidak membawa sopir."Kenapa aku kau suruh di rumah saja? Kau tak suka aku ikut ke kantor?" tanya Kezia. Mukanya berubah jadi tersinggung.Arnold menimpali dengan cepat. "Bukan begitu." Matanya melirik beberapa kali ke arah Kezia, tapi lebih banyak difokuskan ke jalanan. "Dalam beberapa hari, usia kandunganmu akan memasuki bulan kesembilan. Gerakmu makin terbatas. Aku tak suka melihat kau kepayahan.""Tapi aku masih punya cukup tenaga. Jangan menyepelekanku."Arnold tak menjawab apa pun lagi. Dia kembali mencuri lirik sampai tiga kali. Dalam benaknya sedang berlangsung peperangan yang tak mampu ia kendalikan. Sejak membaca pesan dari Eva tadi, caranya menatap Kezia jadi penuh selidik