"Alangkah baiknya aku membuatkan minuman dulu untuk dua Tuan yang hari ini berkunjung ke rumahku," ujar Rebecca seraya melempar pandangan secara bergantian pada Arnold dan Andrew.
Patmi duduk di kursi yang berlainan dengan milik dua tamunya. Sejak tadi, wajahnya sama sekali tak ramah. Sepanjang Rebecca masuk ke dalam, ia tak memiliki topik yang bisa dikuliti di atas meja, sehingga hanya keheningan yang ada.
Selang beberapa saat, Rebecca kembali dengan empat gelas di atas nampan. Tentunya gelas tersebut telah ditandai sejak dari dalam. Akan sangat konyol kalau tiba-tiba ia atau Patmi salah meminum gelas yang telah dicampuri serbuk memabukkan. "Silakan diminum dulu, Tuan-Tuanku," pinta Rebecca setelah gelas untuk Arnold dan Andrew diletakkan di depan orangnya masing-masing. Andrew yang pertama kali mengangguk, kemudian ia mulai meminum. Rebecca ikut menenggak minumannya sendiri untuk meyakinkan dua pria di depannya. Menit berikutnya, ArnolKezia sedang bermain dengan Narendra di kamar bayi itu ketika mendengar suara teriakan dari pekarangan rumah yang menyebut namanya. Dahinya mengernyit heran. Dia menyibak gorden jendela untuk mengintip siapa yang tengah ribut dengan satpam di depan pintu gerbang.Ternyata adalah Rebecca. Kezia bingung hendak berbuat apa sekarang. Kalau dia keluar, dia sangat khawatir perempuan itu akan melukainya. Tapi kalau diam saja, dia juga khawatir barangkali Rebecca hendak menyampaikan sesuatu yang penting.Akhirnya Kezia meminta tolong pada Puri yang kebetulan melintas di depan kamar agar menjaga Narendra dulu."Pokoknya jangan sampai kamu ikut keluar membawa bayi ini. Aku tak mau menanggung risiko kalau Narendra kenapa-napa karena ulah Rebecca," pesan Kezia sebelum pergi."Apa kau serius hendak menemui Nyonya Rebecca?""Sepertinya iya.""Kau tak takut dia akan melukaimu? Setahunya dia, kau adalah istri sah Tuan Arnold sekarang. Foto per
Arnold membawa Baby Narendra sampai malam, dan baru mengembalikannya pada Kezia setelah bayi itu terpejam."Aku tak menyangka kalau masih bisa menidurkan bayi ini dengan tanganku sendiri. Kukira dia cuma butuh kamu," ucap Arnold seraya meletakkan Narendra di ranjangnya dengan sangat hati-hati. Kezia membuntut di belakang dengan sigap, barangkali tuannya butuh bantuannya kapan pun.Setelah memastikan Narendra telah tidur nyenyak, Arnold langsung meraih tangan Kezia, kemudian mengajaknya keluar dari sana. Tentu saja kali ini Kezia tidak bisa berpikir normal. Ia sedikit takut kalau Arnold akan mengajaknya main di ranjang lagi. Jujur saja, bengkak waktu itu masih mendatangkan trauma tersendiri dalam dirinya. Ia selalu takut setiap mengingat milik Arnold yang menurutnya sangat besar."Maaf, Tuan hendak membawa saya ke mana?" Kezia bertanya hati-hati ketika Arnold menarik tangannya menuruni tangga."Aku ingin mengajakmu bicara di taman."
Kezia yang terbangun tengah malam langsung turun dari ranjang. Lagi-lagi dia merasa ada yang begitu sakit di antara kedua kakinya. Tapi ketika ia mengingat kenikmatan yang diberikan Arnold tadi malam, ia segera melupakan seluruh rasa sakitnya.Gadis itu kemudian mengenakan seluruh pakaiannya yang tercerai-berai di lantai, kemudian pergi dari kamar Arnold. Ia tak ingin Baby Narendra kesepian lagi karena sama sekali tak ditengok semalaman, hingga akhirnya bayi itu menangis dalam waktu yang lama, lalu jatuh sakit.Ketika Kezia sudah membuka pintu kamar, tiba-tiba Arnold bangun dan mencegah kepergiannya."Tunggu, Kezia! Kamu mau ke mana?"Kedua kaki gadis itu membeku dan batal melangkah. Dia menoleh ke belakang. Arnold sudah turun dari kasur dan berjalan ke arahnya. Pria itu hanya mengenakan celana boxer sebatas lutut, sementara dada bidangnya dibiarkan terobral tanpa penutup."Maaf, Tuan. Saya harus ke kamar Narendra sekarang untuk men
Tak lebih dari setengah bulan, penangkapan Rebecca sudah diproses. Polisi mendatangi langsung ke rumahnya sambil membawa bukti-bukti yang telah diberikan oleh pihak Arnold."Bapak tidak bisa menangkap saya seenaknya, dong. Memang produk mereka yang memiliki kualitas buruk. Banyak juga pelanggan yang sudah mengeluh masalah ini," sanggah Rebecca ketika dua polisi datang ke rumahnya.Namun, polisi telah begitu banyak mengantongi bukti. Rebecca tak bisa menyanggah lagi. Dia adalah dalang utama yang telah menyebar fitnah dan merekrut sekelompok orang untuk menebar berita buruk tentang produk dari perusahaan Arnold. Perempuan itu telah membayar beberapa orang penting yang akhirnya bisa membuat nama baik perusahaan Arnold jatuh dalam sekejap.Dengan begitu berat, Patmi melepas anaknya untuk dibawa polisi. Dia tak punya daya apa pun untuk melakukan pembelaan. Patmi sendiri juga tahu kalau Rebecca telah melakukan kesalahan.Dari kejauhan, Arnold
Langit sudah hampir sore. Matahari tak segarang tadi dalam menampakkan sinar. Mereka duduk di meja nomor tiga belas dengan posisi saling berhadapan. Jemari Kezia bermain gugup di atas meja, menebak perihal apa Arnold mengajaknya makan di restoran yang memiliki suasana romantis seperti ini."Kita bersiap pergi ke pengadilan sejak pagi, dan sampai di sana pada siang hari, kemudian fokus mengikuti jalannya persidangan sampai tuntas. Aku tahu kalau lambung kita butuh makanan," tutur Arnold seraya menaikkan tangan kanannya untuk memanggil pelayan.Arnold yang memilihkan semua menu seolah Kezia tidak punya makanan favorit, sehingga ia bebas memilihkan apa saja. Setelah pelayan itu pergi, Arnold memandang Kezia lama sekali seperti ada yang sedang ia hafalkan dari sebentuk wajah milik gadis mungil itu."Mengapa Tuan memandang saya seperti itu?" tanya Kezia malu-malu. Dia menundukkan kepala karena khawatir Arnold akan menangkap rona merah di pipinya.
Arnold selalu tertantang untuk menyelesaikan sesuatu sesegera mungkin agar masalah cepat tuntas. Seperti pagi ini, dia bergerak cepat menghubungi orang kepercayaannya agar datang ke ruangannya untuk mendiskusikan tentang sebuah rencana. Setelah mencapai kesepakatan akhir, Arnold menyuruh agar orang itu bergerak cepat. Ia ingin mendapat data sesegera mungkin.Esoknya, orang tersebut kembali datang. Wajahnya yang berseri membuat Arnold menebak kalau rencana mereka kemarin menemui keberhasilan."Bagaimana?" tanya Arnold seraya menepikan matanya dari layar laptop yang berisi beberapa dokumen pekerjaannya.Orang suruhannya meraih handphone dari saku, kemudian memperlihatkan sesuatu pada bosnya. Dari layar handphone yang menyala, terlihat dengan jelas kondisi Eva yang sedang mabuk berat di salah satu tempat hiburan berkelas. Perempuan yang usianya hampir setengah abad itu sedang tak berdaya di atas sofa seperti paus terdampar. Tangan kanannya masih mengg
Hanya sedikit sekali yang diundang dalam acara itu. Semua seperti sengaja dilakukan secara diam-diam. Walaupun sangat jauh jika dibandingkan dengan pernikahannya bersama Rebecca yang menghabiskan uang sampai miliaran, tapi Arnold menikmati pernikahannya dengan Kezia hari ini. Yang terpenting baginya adalah, ia dan gadis itu benar-benar telah sah jadi pasangan suami istri tanpa adanya pura-pura lagi."Kita sudah punya foto pernikahan, jadi tak perlu repot-repot membuatnya lagi," ujar Arnold ketika mereka keluar dari gereja. Beberapa orang memberikan selamat. Eva terlihat sangat bahagia di antara yang lain.Setelahnya, dua pengantin dipersilakan masuk mobil. Arnold sudah membayar kamar hotel mewah untuk merayakan malam pertama pernikahan mereka. Walaupun sebelumnya sudah beberapa kali berhubungan badan, tapi menjadi satu di malam pertama sebagai suami istri harus tetap dirayakan.Mereka masuk ke dalam hotel dengan masih berpakaian pengantin. Kezia me
Arnold merawat dengan sangat baik seolah Kezia adalah gadis yang sudah dicintainya selama berabad-abad. Dia menyuapkan makanan dengan sabar walaupun Kezia minta minum berkali-kali sebab ia bilang tenggorokannya sakit. Tingkah Arnold begitu lembut saat ini, sangat berbeda dengan caranya bermain di atas ranjang yang selalu memaksa Kezia menyesuaikan diri dengan tempo permainannya."Terima kasih karena sudah bersedia merawatku," ucap Kezia di tengah lemahnya. Dia menerima botol minuman dari Arnold yang telah diberi sedotan."Tak usah membesar-besarkan jasaku. Kau jatuh sakit juga karena salahku yang tidak memberimu waktu untuk beristirahat sejak pertama kali kita masuk kamar."Kezia tersenyum samar. Dia ingat bagaimana Arnold yang begitu bernafsu memompanya banyak-banyak sampai tak memberinya waktu untuk bernapas."Habis ini aku akan membawamu ke dokter. Bersiaplah dengan mengganti pakaianmu, tapi aku tak mengizinkanmu untuk mandi karena kau seda