Hanya sedikit sekali yang diundang dalam acara itu. Semua seperti sengaja dilakukan secara diam-diam. Walaupun sangat jauh jika dibandingkan dengan pernikahannya bersama Rebecca yang menghabiskan uang sampai miliaran, tapi Arnold menikmati pernikahannya dengan Kezia hari ini. Yang terpenting baginya adalah, ia dan gadis itu benar-benar telah sah jadi pasangan suami istri tanpa adanya pura-pura lagi.
"Kita sudah punya foto pernikahan, jadi tak perlu repot-repot membuatnya lagi," ujar Arnold ketika mereka keluar dari gereja. Beberapa orang memberikan selamat. Eva terlihat sangat bahagia di antara yang lain.
Setelahnya, dua pengantin dipersilakan masuk mobil. Arnold sudah membayar kamar hotel mewah untuk merayakan malam pertama pernikahan mereka. Walaupun sebelumnya sudah beberapa kali berhubungan badan, tapi menjadi satu di malam pertama sebagai suami istri harus tetap dirayakan. Mereka masuk ke dalam hotel dengan masih berpakaian pengantin. Kezia meArnold merawat dengan sangat baik seolah Kezia adalah gadis yang sudah dicintainya selama berabad-abad. Dia menyuapkan makanan dengan sabar walaupun Kezia minta minum berkali-kali sebab ia bilang tenggorokannya sakit. Tingkah Arnold begitu lembut saat ini, sangat berbeda dengan caranya bermain di atas ranjang yang selalu memaksa Kezia menyesuaikan diri dengan tempo permainannya."Terima kasih karena sudah bersedia merawatku," ucap Kezia di tengah lemahnya. Dia menerima botol minuman dari Arnold yang telah diberi sedotan."Tak usah membesar-besarkan jasaku. Kau jatuh sakit juga karena salahku yang tidak memberimu waktu untuk beristirahat sejak pertama kali kita masuk kamar."Kezia tersenyum samar. Dia ingat bagaimana Arnold yang begitu bernafsu memompanya banyak-banyak sampai tak memberinya waktu untuk bernapas."Habis ini aku akan membawamu ke dokter. Bersiaplah dengan mengganti pakaianmu, tapi aku tak mengizinkanmu untuk mandi karena kau seda
Satu bulan menjadi istri Arnold, Kezia mulai memikirkan siasat untuk menyusup ke perusahaan pria itu. Baginya, sudah cukup waktu satu bulan untuk membuat pria itu semakin jatuh cinta. Ia sangat yakin kalau Arnold sudah menaruh kepercayaan yang begitu besar padanya detik ini."Arnold, aku ngerasa bosan sekali karena setiap hari harus berada di rumah," ujarnya pada suatu pagi. Setelah satu bulan menikah, ia sudah terbiasa memanggil nama pria itu secara langsung, juga mengubah kata ganti saya-Anda menjadi aku-kamu.Di depan cermin, pria itu sedang menyisir. Setelan jas formal telah melekat di tubuhnya. Rambutnya terlihat mengikat oleh minyak mahal yang telah dioleskan. "Kamu pengin jalan-jalan ke luar negeri?" tanyanya tanpa menatap balik Kezia yang detik ini duduk di sudut ranjang."Kalau jalan-jalan, pasti bosannya cuma hilang sebentar. Setelah pulang, aku bakal bosan lagi.""Terus kamu pengin kita pindah ke luar negeri saja untuk selamanya? At
Kezia sudah siap dengan setelan jas perempuan yang menambah nilai kecantikannya. Dia mengenakan kemeja dalam berwarna putih yang bagian dadanya terdapat banyak rempel. Rambutnya yang berwarna merah kecokelatan digerai sepunggung, sehingga warnanya tampak berbaur dengan jas yang cokelat tua."Nyonya Kezia cantik sekali," puji Arnold yang matanya langsung disuguhi oleh pemandangan cantik istrinya ketika ia baru keluar dari kamar mandi."Sebab suaminya juga sangat tampan macam Tuan Arnold," balas Kezia seraya memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat untuk menghadap sang suami. Dia berkacak pinggang seolah sengaja menyuruh Arnold memperhatikan lekuk di tubuhnya yang kian menawan dalam balutan jas itu."Yeah!" Arnold mengangkat jempol tangan kanannya, kemudian dia berjalan menuju ranjang untuk mengambil pakaian kerja yang telah disiapkan oleh Kezia. "Tunggu sebentar, aku akan berganti pakaian. Setelah ini, kita sarapan bersama, kemudian berangkat
Sepanjang pagi itu, Arnold sibuk membawa Kezia bertamu dari satu ruang ke ruang lain. Dia telah mengorbankan beberapa pekerjaan demi menjelaskan banyak hal pada istrinya mengenai perusahaan ini."Jadi, perusahaan ini adalah warisan dari Papa kamu?" tanya Kezia setelah mereka berkeliling ruang staf-staf penting sambil Arnold terus bercerita tentang sejarah perusahaannya."Ya, maka dari namanya adalah perusahaan Permata Sanjaya. Sanjaya adalah nama papaku," jawab Arnold.Kezia manggut-manggut. Ia berhasil menyetel wajahnya seolah tak tahu apa-apa, padahal ia sangat paham siapa itu Tuan Sanjaya. Dia adalah musuh terbesar keluarganya di masa lalu."Kalau boleh tahu, apa yang menyebabkan Tuan dan Nyonya Sanjaya meninggal? Berdasarkan ceritamu tadi, kurasa mereka belum terlalu tua untuk pergi dari dunia. Seharusnya mereka bisa melihat anak semata wayangnya menikah dan memiliki cucu." Kezia bertanya lagi sambil tetap berlagak tak tahu apa-apa. Mereka
"Sayang, katakan padaku jabatan apa yang kau inginkan di perusahaanku?" tanya Arnold saat pertama kali ia masuk kamar setelah pulang dari kantor sore itu.Kezia sedang duduk di depan cermin rias sambil menyisir rambut panjangnya. Dia langsung membalikkan tubuh demi mendengar pertanyaan suaminya. "Apa kau benar-benar serius kalau aku boleh memilihnya sendiri?"Arnold berjalan mendekat, kemudian menaikkan satu pundak. "Tentu saja. Jangan pernah kau ragukan tentang cintaku," jawabnya. Dia menundukkan tubuh, sehingga posisi wajahnya sejajar dengan Kezia yang masih duduk.Dengan tanpa izin, Kezia mencium pipi Arnold begitu saja. "Terima kasih, Sayang. Aku sungguh beruntung bisa menjadi istri dari seorang Tuan yang sangat baik."Arnold membalas dengan ciuman di bibir, tapi ia tak sampai hati untuk melakukan semua terlalu brutal karena sadar kalau belum mandi. Meskipun ingin terus-menerus dipuaskan oleh istrinya, tapi Arnold selalu memastikan dirinya sudah
Arnold menarik dompet dari saku celananya, kemudian melempar beberapa lembar uang ke atas meja. "Itu uang buat Anda. Sekarang lepaskan istriku dan jangan pernah mengganggu hidup kami lagi," serunya seraya menepis tangan Patmi dari lengan Kezia.Menit berikutnya, Arnold langsung membawa Kezia pergi sebelum perempuan tua itu mengganggu lagi. Wajahnya sangat marah sebab teringat beberapa peristiwa dari masa yang telah lalu. Dahulu Patmi dan suaminya pernah jadi orang yang sangat dihormati oleh Arnold, tapi semua itu tak akan terjadi lagi setelah pengkhianatan yang ia dapat."Apa perempuan tadi adalah ibu kandung Rebecca?" tanya Kezia setelah mereka tiba di mobil. Ia memang sudah bisa menyimpulkan dengan sendirinya, tapi mendapat kepastian dengan jelas akan jadi sesuatu yang lebih menenangkan."Iya, benar," jawab Arnold. Dia duduk di depan setir dengan wajah datar dan tanpa memandang.Kezia tak berani untuk mengajukan pertanyaan lebih banyak
Selepas dari dokter, Arnold menyempatkan untuk mengantar Kezia dan Narendra pulang dulu. Khusus hari ini ia tidak keberatan jika harus terlambat sampai di kantor. Yang penting, anak dan istrinya tiba di rumah dengan selamat sesuai pengawasannya.Setibanya di kantor, Arnold langsung memanggil Gabriel ke ruang kerjanya. Ada beberapa masalah yang sangat mendesak untuk segera dibicarakan."Apakah istriku sudah belajar banyak darimu?" tanya Arnold sambil menatap tajam ke arah Gabriel dari atas kursi kebesarannya."Bu Kezia sudah cukup pandai tentang keuangan. Dia bilang kalau itu jurusan kuliahnya. Hanya saja, karena dia baru beberapa hari bergabung, saya belum sempat memberi tahunya tentang banyak hal."Arnold manggut-manggut, kemudian memberi tahu kalau hari ini Kezia tidak bisa datang ke kantor sampai waktu yang belum ditentukan. Tergantung sampai kondisi Narendra memungkinkan untuk ditinggalkan.Kemudian, Arnold juga memanggil Sherin
Hingga bulan berikutnya, tetap tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kezia datang dengan rutin setiap pagi sampai siang. Dia mengerjakan banyak hal dengan sangat baik tanpa sedikit pun membuat Arnold kecewa atas hasil kerjanya. Yang dibebankan kepadanya memang tak seberat milik karyawan lain, tapi kini Arnold bisa mengupas dengan semakin terang menuju watak terdalam Kezia. Pria itu sengaja tidak membebankan terlalu banyak pekerjaan bukan karena tak percaya, tapi karena kasihan sebab istrinya masih harus mengurus seorang bayi yang kadang-kadang berubah jadi sangat rewel.Suatu sore menjelang magrib, ketika Arnold belum pulang dari kantor, Kezia sedang bermain-main bersama Narendra di ruang tamu. Bayi itu sudah tumbuh dua giginya di bagian bawah. Dia juga sudah bisa berjalan dengan berpegangan pada sesuatu, misalnya merayap di sepanjang tembok rumahnya."Ayo, Sayang, berjalan lebih jauh lagi," tantang Kezia sembari merentangkan tangannya untuk menyambut Narendra yang s