Sepanjang pagi itu, Arnold sibuk membawa Kezia bertamu dari satu ruang ke ruang lain. Dia telah mengorbankan beberapa pekerjaan demi menjelaskan banyak hal pada istrinya mengenai perusahaan ini.
"Jadi, perusahaan ini adalah warisan dari Papa kamu?" tanya Kezia setelah mereka berkeliling ruang staf-staf penting sambil Arnold terus bercerita tentang sejarah perusahaannya.
"Ya, maka dari namanya adalah perusahaan Permata Sanjaya. Sanjaya adalah nama papaku," jawab Arnold.Kezia manggut-manggut. Ia berhasil menyetel wajahnya seolah tak tahu apa-apa, padahal ia sangat paham siapa itu Tuan Sanjaya. Dia adalah musuh terbesar keluarganya di masa lalu. "Kalau boleh tahu, apa yang menyebabkan Tuan dan Nyonya Sanjaya meninggal? Berdasarkan ceritamu tadi, kurasa mereka belum terlalu tua untuk pergi dari dunia. Seharusnya mereka bisa melihat anak semata wayangnya menikah dan memiliki cucu." Kezia bertanya lagi sambil tetap berlagak tak tahu apa-apa. Mereka"Sayang, katakan padaku jabatan apa yang kau inginkan di perusahaanku?" tanya Arnold saat pertama kali ia masuk kamar setelah pulang dari kantor sore itu.Kezia sedang duduk di depan cermin rias sambil menyisir rambut panjangnya. Dia langsung membalikkan tubuh demi mendengar pertanyaan suaminya. "Apa kau benar-benar serius kalau aku boleh memilihnya sendiri?"Arnold berjalan mendekat, kemudian menaikkan satu pundak. "Tentu saja. Jangan pernah kau ragukan tentang cintaku," jawabnya. Dia menundukkan tubuh, sehingga posisi wajahnya sejajar dengan Kezia yang masih duduk.Dengan tanpa izin, Kezia mencium pipi Arnold begitu saja. "Terima kasih, Sayang. Aku sungguh beruntung bisa menjadi istri dari seorang Tuan yang sangat baik."Arnold membalas dengan ciuman di bibir, tapi ia tak sampai hati untuk melakukan semua terlalu brutal karena sadar kalau belum mandi. Meskipun ingin terus-menerus dipuaskan oleh istrinya, tapi Arnold selalu memastikan dirinya sudah
Arnold menarik dompet dari saku celananya, kemudian melempar beberapa lembar uang ke atas meja. "Itu uang buat Anda. Sekarang lepaskan istriku dan jangan pernah mengganggu hidup kami lagi," serunya seraya menepis tangan Patmi dari lengan Kezia.Menit berikutnya, Arnold langsung membawa Kezia pergi sebelum perempuan tua itu mengganggu lagi. Wajahnya sangat marah sebab teringat beberapa peristiwa dari masa yang telah lalu. Dahulu Patmi dan suaminya pernah jadi orang yang sangat dihormati oleh Arnold, tapi semua itu tak akan terjadi lagi setelah pengkhianatan yang ia dapat."Apa perempuan tadi adalah ibu kandung Rebecca?" tanya Kezia setelah mereka tiba di mobil. Ia memang sudah bisa menyimpulkan dengan sendirinya, tapi mendapat kepastian dengan jelas akan jadi sesuatu yang lebih menenangkan."Iya, benar," jawab Arnold. Dia duduk di depan setir dengan wajah datar dan tanpa memandang.Kezia tak berani untuk mengajukan pertanyaan lebih banyak
Selepas dari dokter, Arnold menyempatkan untuk mengantar Kezia dan Narendra pulang dulu. Khusus hari ini ia tidak keberatan jika harus terlambat sampai di kantor. Yang penting, anak dan istrinya tiba di rumah dengan selamat sesuai pengawasannya.Setibanya di kantor, Arnold langsung memanggil Gabriel ke ruang kerjanya. Ada beberapa masalah yang sangat mendesak untuk segera dibicarakan."Apakah istriku sudah belajar banyak darimu?" tanya Arnold sambil menatap tajam ke arah Gabriel dari atas kursi kebesarannya."Bu Kezia sudah cukup pandai tentang keuangan. Dia bilang kalau itu jurusan kuliahnya. Hanya saja, karena dia baru beberapa hari bergabung, saya belum sempat memberi tahunya tentang banyak hal."Arnold manggut-manggut, kemudian memberi tahu kalau hari ini Kezia tidak bisa datang ke kantor sampai waktu yang belum ditentukan. Tergantung sampai kondisi Narendra memungkinkan untuk ditinggalkan.Kemudian, Arnold juga memanggil Sherin
Hingga bulan berikutnya, tetap tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kezia datang dengan rutin setiap pagi sampai siang. Dia mengerjakan banyak hal dengan sangat baik tanpa sedikit pun membuat Arnold kecewa atas hasil kerjanya. Yang dibebankan kepadanya memang tak seberat milik karyawan lain, tapi kini Arnold bisa mengupas dengan semakin terang menuju watak terdalam Kezia. Pria itu sengaja tidak membebankan terlalu banyak pekerjaan bukan karena tak percaya, tapi karena kasihan sebab istrinya masih harus mengurus seorang bayi yang kadang-kadang berubah jadi sangat rewel.Suatu sore menjelang magrib, ketika Arnold belum pulang dari kantor, Kezia sedang bermain-main bersama Narendra di ruang tamu. Bayi itu sudah tumbuh dua giginya di bagian bawah. Dia juga sudah bisa berjalan dengan berpegangan pada sesuatu, misalnya merayap di sepanjang tembok rumahnya."Ayo, Sayang, berjalan lebih jauh lagi," tantang Kezia sembari merentangkan tangannya untuk menyambut Narendra yang s
Keesokan harinya, Arnold langsung membawa Kezia ke dokter kandungan untuk mengetahui dengan pasti berapa usia bayi yang ada di perut istrinya. Ia menyetir sendiri setelah minta izin pada Andrew untuk datang ke kantor telat hari ini.Setibanya di rumah sakit, Arnold langsung menggandeng Kezia dengan begitu romantis untuk menyusuri lorong-lorong menuju ruangan dokter kandungan. Ia sudah membuat janji dengan dokter yang dulu menjadi langganannya sewaktu Rebecca sedang hamil Narendra."Wah, senang sekali karena Tuan Arnold kembali datang ke sini bersama sosok baru," seru dokter perempuan berambut pirang itu. Senyumnya mengembang dengan ramah."Ya, Dokter. Kenalkan, ini istri baru saya. Namanya Kezia. Dia sedang mengandung anak saya," balas Arnold. Ia mempersilakan istrinya saling berjabatan dengan dokter muda itu.Setelah Kezia dan dokter itu saling berkenalan, proses pemeriksaan dimulai. Kezia dipersilakan rebahan di atas ranjang periksa un
Tak banyak yang berubah sampai satu bulan setelahnya. Kezia sangat lemah saat mengandung. Ia muntah secara terus-menerus hingga tubuhnya terlihat sangat kering dan seperti akan retak."Aku tak tahu lagi, Ma. Aku sudah membelikannya banyak sekali jenis vitamin, juga telah memanggilkan seluruh dokter kandungan di kota ini. Namun, kondisi Kezia tetap tak banyak berubah. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain tergeletak di kasur. Baru disuruh duduk sebentar saja, dia akan langsung mengaduh kalau kepalanya sangat pusing," ucap Arnold ketika Eva datang pada suatu sore menjelang matahari terbenam.Sejak mendapat kabar tentang kehamilan putrinya, ini sudah menjadi kali kelima kedatangan Eva. Namun, kondisi Kezia tetap begitu-begitu saja. Ia seolah tak memiliki daya walau sekadar untuk menyapa mamanya."Kau tak perlu terlalu cemas, Arnold. Dulu Mama juga begitu saat mengandung Kezia. Semua akan berakhir saat usia kandungnya sudah masuk tiga bulan," balas Eva men
"Astaga! Kau makan banyak sekali." Arnold menghampiri Kezia ke meja makan ketika perempuan itu sudah menghabiskan satu piring makanan, dan sekarang berniat tambah lagi."Tidak usah mengataiku. Sudah lama sekali aku tidak merasakan nikmatnya makan. Sepanjang mengandung anakmu, baru kali ini aku merasakan nafsu yang sangat besar untuk terus makan."Arnold cuma bisa geleng-geleng kepala sambil menatap Kezia dengan aneh. Hari masih pagi, tapi perempuan itu sudah semangat sekali. Bahkan dia tidak sabar menunggu Arnold pergi ke meja makan, dan akhirnya memutuskan ke sana duluan ketika suaminya masih mandi.Ketika Kezia sudah menghabiskan piring kedua dan berniat tambah lagi, Arnold buru-buru menutup meja makan itu dengan tudung. "Kau tak boleh makan terlalu banyak. Aku khawatir itu akan mendatangkan sesuatu yang buruk untuk bayi kita."Wajah Kezia berubah sangat kecewa. "Mengapa begitu? Seharusnya kau turut bahagia karena akhirnya nafsu makanku kemb
Minggu ini, perusahaan Permata Sanjaya ada jadwal promosi produk baru ke luar kota. Kezia sangat antusias ketika mendengar kabar tersebut dari Sherin."Ini akan jadi pengalaman saya terjun langsung ke acara promosi untuk pertama kalinya setelah bergabung dengan Permata Sanjaya. Saya sangat tidak sabar menanti hari itu," ujar Kezia setelah mengikuti acara meeting yang dipimpin oleh Sherin. Sebagian besar staf bagian pemasaran sudah meninggalkan ruang meeting. Tinggal tersisa Sherin dan dua karyawan laki-laki.Sherin menarik satu kursi, kemudian duduk di samping Kezia. "Mohon maaf, Bu. Apakah Pak Arnold akan memberi izin pada Bu Kezia untuk pergi ke luar kota dalam keadaan hamil besar seperti ini?" tanyanya hati-hati.Kezia diam sejenak. Keningnya berkerut karena berpikir. Dia menatap kosong ke permukaan meja seolah hendak mencari jawaban di sana. Benar juga, ya. Usia kandungannya sudah tujuh bulan. Tentu Arnold akan memberikan banyak pantangan untuknya. M