"Astaga! Kau makan banyak sekali." Arnold menghampiri Kezia ke meja makan ketika perempuan itu sudah menghabiskan satu piring makanan, dan sekarang berniat tambah lagi.
"Tidak usah mengataiku. Sudah lama sekali aku tidak merasakan nikmatnya makan. Sepanjang mengandung anakmu, baru kali ini aku merasakan nafsu yang sangat besar untuk terus makan."
Arnold cuma bisa geleng-geleng kepala sambil menatap Kezia dengan aneh. Hari masih pagi, tapi perempuan itu sudah semangat sekali. Bahkan dia tidak sabar menunggu Arnold pergi ke meja makan, dan akhirnya memutuskan ke sana duluan ketika suaminya masih mandi. Ketika Kezia sudah menghabiskan piring kedua dan berniat tambah lagi, Arnold buru-buru menutup meja makan itu dengan tudung. "Kau tak boleh makan terlalu banyak. Aku khawatir itu akan mendatangkan sesuatu yang buruk untuk bayi kita."Wajah Kezia berubah sangat kecewa. "Mengapa begitu? Seharusnya kau turut bahagia karena akhirnya nafsu makanku kembMinggu ini, perusahaan Permata Sanjaya ada jadwal promosi produk baru ke luar kota. Kezia sangat antusias ketika mendengar kabar tersebut dari Sherin."Ini akan jadi pengalaman saya terjun langsung ke acara promosi untuk pertama kalinya setelah bergabung dengan Permata Sanjaya. Saya sangat tidak sabar menanti hari itu," ujar Kezia setelah mengikuti acara meeting yang dipimpin oleh Sherin. Sebagian besar staf bagian pemasaran sudah meninggalkan ruang meeting. Tinggal tersisa Sherin dan dua karyawan laki-laki.Sherin menarik satu kursi, kemudian duduk di samping Kezia. "Mohon maaf, Bu. Apakah Pak Arnold akan memberi izin pada Bu Kezia untuk pergi ke luar kota dalam keadaan hamil besar seperti ini?" tanyanya hati-hati.Kezia diam sejenak. Keningnya berkerut karena berpikir. Dia menatap kosong ke permukaan meja seolah hendak mencari jawaban di sana. Benar juga, ya. Usia kandungannya sudah tujuh bulan. Tentu Arnold akan memberikan banyak pantangan untuknya. M
Sejak pertama kali tiba di lokasi promosi sampai siang hari, Kezia terus bersemangat. Siapa pun yang mengira dia hanya seorang istri yang selalu dimanja oleh Arnold, pasti akan langsung menganga takjub oleh bakat komunikasinya yang begitu luas. Dalam acara pesta peringatan hari lahir kota itu, Kezia menghampiri langsung para calon konsumen untuk menjelaskan segala macam hal tentang produk baru dari perusahaan Arnold."Lebih baik Bu Kezia istirahat dulu. Saya khawatir Pak Arnold akan sangat marah ketika mengetahui saya membiarkan Ibu bergerak sejak pagi," tutur Sherin dengan cemas. Sesekali ia melirik jam tangan. Masih sisa beberapa jam lagi untuk tinggal di tempat ini, sementara ia sudah sangat mencemaskan kondisi Kezia."Kau tak perlu cemas, Sherin. Kalau Arnold marah, saya yang akan berbicara padanya," jawab Kezia dengan muka santai. Ia merasa masih punya banyak tenaga untuk melanjutkan aksinya. Hanya duduk diam sambil memandang akan jadi sesuatu yang sangat tida
Untuk berteriak pun mulutnya sudah disumpal. Kezia hanya bisa memperpanjang air matanya sambil merapal semua doa yang ia bisa untuk memohon pada Tuhan. Ia sungguh tak ingin kehilangan anak pertama yang sejak masih dalam kandungan sudah diberinya cinta begitu banyak."Hentikan tingkah gilamu ini, Patmi!"Tiba-tiba saja Arnold masuk ke kamar itu dan mendorong tubuh Patmi sampai tersungkur di atas lantai. Perempuan tua itu menatap tak percaya dengan mulut menganga. Dia sungguh berharap apa yang dilihatnya detik ini salah.Namun, pada kenyataannya Arnold memang benar-benar sudah ada di depannya. Pria itu dengan sangat hati-hati menarik lakban yang menutupi mulut istrinya, kemudian membuka ikatan tangan dan kakinya."Arnold, aku sungguh takut." Kezia langsung berlindung dalam pelukan suaminya. Air matanya tetap bocor di sepanjang ruas pipi. Tubuhnya masih merinding dan bergetar. Ia sangat berterima kasih pada Tuhan yang telah begitu baik memp
Pagi-pagi ketika Arnold hendak berangkat ke kantor, tiba-tiba Patmi menghadang di tengah pagar rumahnya hingga mobil pria itu tidak bisa keluar. Dengan sangat marah, Arnold turun dari mobil untuk mengusir paksa Patmi yang telah membuat sesak pemandangan.Saat tiba di depan Patmi, Arnold sangat kaget karena ternyata perempuan tua itu mengeluarkan pisau dari saku jubahnya. Arnold langsung memasang posisi siap siaga sebagai antisipasi kalau mantan mertuanya itu akan menyakitinya."Apa yang kau lakukan di depan pagar rumahku sambil membawa pisau, Patmi?"Bukannya menjawab, Patmi malah meraih tangan Arnold, kemudian memindahkan pisau tersebut ke tangan pria itu. Di sini Arnold sudah siap menyelamatkan diri jika perempuan tua itu nekat menusuk telapak tangannya sewaktu-waktu.Ketika pisau telah berpindah ke tangan Arnold, Patmi mengukir senyum lebar, kemudian berkata, "Daripada kau memasukkan aku ke penjara, lebih baik kau bunuh aku saja." Suaranya
Kezia sangat syok ketika mendapat kabar tentang penangkapan Arnold. Dia yang sudah mematuhi ucapan suaminya sepanjang tiga hari untuk tidak keluar rumah sama sekali, akhirnya siang ini tak mampu mempertahankan kepatuhan itu. Dengan diantar sopir rumah, dia bergegas menuju kantor polisi untuk menengok kondisi suaminya."Apa yang terjadi, Arnold?" tanya Kezia dengan wajah cemas. Satu tangannya menggenggam erat tangan Arnold di atas meja, sementara tangan yang lain mengelus permukaan perut yang semakin hari makin membuncit saja."Aku juga tidak tahu, Kezia." Arnold menggeleng lemah dengan wajah tertunduk. "Patmi benar-benar perempuan licik. Sampai beberapa menit sebelum kematiannya pun, dia masih sempat menjebakku untuk masuk penjara.""Tolong ceritakan padaku secara rinci. Aku sulit percaya bagaimana kau bisa terjerumus pada permainan Patmi."Di meja kantor polisi itu, Arnold bercerita dengan terang tentang kejadian pagi itu. Di mana Patmi tiba-tiba d
Kezia duduk bersama Eva di ruang jenguk. Mereka sedang menunggu polisi memanggilkan Arnold untuk dibawa ke hadapan mereka."Mengapa wajahmu sangat tidak bersemangat, Sayang?" Eva berbisik pelan sembari menyenggol lengan putrinya.Dengan sangat lemah, Kezia menggeleng. Dia mengelus perutnya berulang-ulang. Hamil besar semakin payah, apalagi ketika suaminya tak bisa lagi menemaninya setiap saat sekarang."Kau tidak melupakan apa saja yang harus kau katakan pada Arnold nanti, kan?" Eva bertanya memastikan. Matanya menatap penuh selidik. Suaranya masih berbisik sambil sesekali memeriksa pintu untuk memastikan kalau Arnold belum datang.Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pria itu muncul diiringi oleh polisi bertubuh tambun di belakangnya. Yang pertama Arnold lihat hanya Kezia. Ia sama sekali tak melirik ke arah Eva seolah mertuanya itu tidak ada.Kezia langsung mengangkat tubuh dari kursinya. Dia maju beberapa saat untuk men
"Tentu aku bahagia, Ma." Kezia membenarkan posisi duduknya. Ia menolehkan muka ke arah sang mama yang detik ini sedang duduk di belakang kemudi, bersiap menyalakan mesin mobil. "Tadi aku hanya terlalu terbawa suasana," tambahnya seraya mengukir senyum untuk meyakinkan.Eva manggut-manggut. Dia percaya saja karena yakin kalau anaknya tidak mungkin mengkhianati rencana mereka.Setibanya di rumah, Kezia langsung lari ke kamar Narendra. Dia memakai alasan sangat rindu pada putranya itu hingga tak sabar ingin memeluk. Eva tak menaruh curiga berlebih. Ia langsung pergi ke kamar barunya di rumah ini untuk istirahat.Di kamar bayi bernuansa biru itu, Kezia meminta agar Pilar keluar. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih pada pembantu yang sudah menolongnya menjaga Narendra selama ditinggal menjenguk Arnold ke penjara tadi."Sayang...." Kezia berucap lirih sembari mengelus-elus rambut Narendra. Bayi itu sedang bermain bongkar pasang sambil tertawa-tawa
Kezia diam beberapa saat ketika mendengar ide yang usai dicetuskan Eva. Kepalanya berkedut-kedut karena berpikir."Bagaimana? Kamu setuju, kan, sama rencana Mama?" tanya Eva dengan suara gemas karena tak kunjung mendapat jawaban dari anaknya."Tunggu, Ma." Kini Kezia menegakkan punggungnya. Posisi duduknya terlihat serba tak nyaman sebab perut yang membesar. "Apa ide Mama nanti bukannya malah akan membuat nama baikku rusak? Bisa saja Arnold beranggapan aku yang tak becus mengurus perusahaannya.""Bukan begitu, Sayang." Di seberang, Eva bersuara dengan semakin gemas. "Mama tidak mungkin membuat ide yang malah akan menjatuhkanmu. Maka dari itu, sejak awal sudah Mama katakan kalau kamu harus mencari korban. Korban itulah nanti yang akan terkena tuduhan sebagai perusak keuangan perusahaan, kemudian kau ada untuk mempertahankan perusahaan tersebut agar jangan sampai bangkrut. Di sinilah Arnold akan meyakini kalau kau adalah pahlawan yang sesungguhnya."Kezia t