“Lama sekali Endra. Kemana, sih, perginya dia?” Maharatu yang bosan menunggu kedatangan Endra menggambar di atas pasir. Dia menggambar burung merpati. Ngomong-ngomong tentang burung merpati. Maharatu jadi ingat kalung berliontin burung merpati miliknya yang hilang entah kemana. “Huh … jika ingat kalungku yang hilang itu, aku jadi sedih. Tiga digitku melayang, raib entah kemana.” “Kenapa cemberut begitu?” tanya Danendra yang sudah kembali dengan perlengkapan lukis ditangan. “Teringat tiga digitku yang hilang entah kemana,” ujar Maharatu mendekati Danendra yang sibuk menata alat lukisnya. “Tiga digit,” beo Danendra dengan kening berkerut. Maharatu menaikkan alisnya. “Iya, jadi aku pernah punya kalung berlian berliontinkan burung merpati. Tapi, sayangnya kalung itu hilang, raib, tidak ada rimbanya.” “Oiya, sungguh sangat disayangkan. Kalung semahal itu hilang.” Danendra pura-pura prihatin karena pada kenyataannya. Kalung itu terjatuh di hotel tempat mereka bermalam kala i
Tak dapat Maharatu pungkiri, tindakan Danendra membuat Maharatu berpikir pria itu akan menciumnya. Maharatu memejamkan matanya perlahan. Dia tidak bisa mengendalikan diri saat setan mulai menggodanya untuk menyambut tindakan Danendra yang mungkin lebih berani. Danendra yang melihat Maharatu memejamkan mata tersenyum samar. “Jujur saat ini aku memang sangat menginginkannya, Ra. Tapi, tidak. Aku akan menahannya hingga nanti. Saat kita, terutama aku, sudah yakin bila kamu benar-benar mencintaiku.” Danendra bermonolog dalam hati.“Ada sesuatu di rambutmu,” dusta Danendra yang menyentuh rambut Maharatu lembut. Seolah dia benar-benar sedang menyingkirkan kotoran di rambut Maharatu.Mata Maharatu terbuka seketika saat mendengar Danendra berucap.“Oiya!” sahut Maharatu gelagapan. Dia menyelipkan anak rambut yang sedari tadi diterbangkan angin ke segala arah. Menyamarkan rasa gugup dan salah tingkah karena sudah bersikap konyol di hadapan Danendra. Bisa-bisanya dia berpikir Danendra akan me
“Hal penting apa, Ma?”“Anastasya pulang ke Indonesia,” ucap Dahlia penuh semangat. Anastasya wanita muda berusia 27 tahun yang pernah mengisi hari-hari Danendra tiga tahun silam. Menantu idaman dan ideal di mata Dahlia. Wanita muda itu cantik, anggun, pintar, dan berkelas. Dia juga merupakan putri dari salah satu pengusaha tour and travel yang terkemuka di negeri ini. Sepadan, itulah kata yang selalu digaungkan oleh Dahlia untuk Anastasya sebagai calon pendamping Danendra. Tidak heran, Dahlia begitu kecewa saat tahu Danendra dan Anastasya memilih untuk mengakhiri hubungan mereka. Karena yang Dahlia harapkan mereka akan berakhir di pelaminan.“Oh….” jawab Danendra datar. Bagi pria bertubuh kekar itu, tidak ada lagi yang menarik dari Anastasya. Karena hubungan keduanya memang sudah berakhir bertahun-tahun lalu. Lagipula yang Danendra dengar, Anastasya juga sudah memiliki pasangan saat ini.“Kok, oh, sih, Danen,” protes Dahlia karena jawaban Danendra yang tak sesuai dengan ekspektasin
Setelah langkahnya sempat terhenti, Maharatu kembali mengayunkan kakinya. Lalu, menepuk bahu Bagaskara yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.Suaminya memang penuh kejutan. Katanya dia akan berada di Eropa selama dua minggu, nyatanya baru sepuluh hari, Bagaskara sudah berada di sini.“Mas.” Sapaan Maharatu berikan. Setelah Bagaskara menoleh. Seulas senyum meski berat harus Maharatu tunjukkan pada pria matang idaman para emak-emak yang berdiri membelakanginya.“Aku merindukanmu.” Tanpa aba-aba, Bagaskara memeluk Maharatu, menelusuri leher jenjang istrinya. Penuh hasrat. Seolah tidak mempedulikan sekitar.Segera Maharatu memegang kepala Bagaskara. Menyudahi aksi sang suami yang berhasil membuat wajahnya merah padam karena menahan malu. Terlebih lagi ada Danendra di belakang mereka. “Hentikan, Mas!”“Kenapa?” hardik Bagaskara yang tidak terima karena aksinya dihentikan. “Kalau sampai ada yang melihat Mas memperlakukanku seperti ini bisa gawat. Ini tempat umum Mas!”Bagaskara langs
Akan tetapi, Maharatu urung untuk mengetuk pintu kamar Danendra. Dia lantas berbalik arah, tetapi tidak juga kembali ke kamarnya. “Sebenarnya apa yang terjadi padaku?” Maharatu yang berada di balkon hotel menyugar rambut ke belakang. Gusar. Itu yang tengah dia rasakan. Sebenarnya kenapa ada keinginan di dalam hati untuk menjelaskan pada Danendra tentang apa yang terjadi antara dia dan Bagaskara. Bukankah itu memang hal yang wajar kalau Maharatu dan Bagaskara berhubungan badan. Mereka berdua suami istri. Dan itu juga tidak ada kena mengenanya dengan Danendra, bukan. Akan tetapi, saat mengingat wajah Danendra saat melihatnya ditarik masuk ke dalam kamar oleh Bagaskara. Dan tatapan penuh kekecewaan yang Danendra hujamkan padanya. Membuat dada Maharatu berdenyut nyeri. Maharatu menutupi seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan siku yang bertumpu pada teralis balkon. Dinginnya udara yang menusuk ke tulang tidak dia idahkan. “Sedang apa di sini?”
“Maaf, Papa tidak bisa kembali ke sana, Num. Papa ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda, di sini.” Bagaskara duduk di tepi kolam renang dengan sebatang rokok untuk menghangatkan tubuh.Untuk pertama kalinya Bagaskara berbohong pada putri kesayangannya. Hanya demi wanita kedua. Seharusnya saat ini dia masih di Eropa, menghabiskan waktu bersama Hanum dan Marisa. Namun, Bagaskara justru ke Bali menyusul Maharatu.“Terima kasih, karena sudah mau mengerti, Papa.” Bagaskara meletakkan ponselnya di meja yang ada di samping tempatnya duduk, setelah memutuskan panggilan.Dengan perlahan Bagaskara menghisap rokoknya, menikmatinya terlebih dulu dengan memejamkan mata baru melepaskan asapnya ke udara. Bagaskara mulai merebahkan tubuhnya di kursi berjemur. Meletakkan tangannya di atas kening. Bagaskara mulai memikirkan tentang hubungannya bersama Maharatu selama tiga tahun terakhir. Berniat untuk menjebak Maharatu dalam kehidupannya. Mungkinkah sekarang justru Bagaskara lah yang terjebak dengan M
“Apanya yang gawat?” tanya Bagaskara yang ikut panik. “Nona Hanum dan Nyonya Marisa ada di sini,” terang Danendra. “Hanum dan Marisa?!” pekik Bagaskara. Tubuhnya pun terasa lemas seketika. “Bagaimana mungkin mereka ada di sini?” imbuh Bagaskara yang masih sulit untuk percaya bila putri dan istrinya berada di Bali. “Saya juga tidak tau, Tuan. Tadi Pak Ferdy menghubungi saya karena kata beliau ponsel Tuan tidak aktif. Beliau berpesan agar saya segera memberitahukan tentang kedatangan Nona Hanum dan Nyonya Marisa pada Tuan. Pak Ferdy takut kalau seandainya Nona Hanum melihat Anda bersama Nona Maharatu,” terang Danendra tanpa ada kebohongan. Faktanya, memang begitu. Ferdy benar-benar menghubungi Danendra untuk menyampaikan kedatangan anak dan istri Bagaskara. “Ini pasti ulahmu, Marisa. Awas saja kamu,” batin Bagaskara geram. Dan sialnya lagi setelah menghubungi orang untuk menyiapkan makan malam romantis bersama Maharatu, ponsel Bagaskara lowbat. Juga, karena terburu-buru sa
Mobil yang dikemudikan Danendra melaju ke sebuah villa yang ada di pinggir pantai. “Terlanjur dandan, pakai gaun, pakai berlian. Eh, ternyata nggak jadi dinner,” gerutu Maharatu di dalam mobil. Danendra hanya tersenyum, menanggapi gerutuan wanita di sampingnya. “Berarti kamu sangat ingin dinner romantis dengan Tuan Bagaskara?”“Ya, kan, hari ini ulang tahun Mas Bagas. Jadi, menurutku dinner bersamanya bukanlah sesuatu yang buruk.” Maharatu memandangi lampu jalanan yang menurutnya sangat indah malam ini. “O ….” Tanggapan Danendra begitu datar. Pria itu hanya berfokus pada jalanan. Dia ingin segera sampai ke tempat yang dituju. Ingin segera menghabiskan waktu bersama Maharatu. Di malam yang indah berpayung bulan dan bintang. Ekor mata Maharatu sesekali mencuri pandang pada pria yang menyetir dengan fokus. Kefokusan itu yang kadang membuat Maharatu tersenyum samar, tak kentara. Karena, Danendra tampak berkharisma dan seperti biasanya, terlihat tampan.Mungkinkah ini yang membuat lamp