Sarah Sabran memasuki kamar dengan sangat bersemangat, menarik tubuh Risa keluar dari kamar dengan senyum lebar di wajahnya, sudah mirip mengantarkan anaknya ke sebuah pelaminan saja. “Ayo, Nak! Mereka sebentar lagi akan tiba! Adnan pasti akan terpana melihatmu malam ini! Ibu sangat yakin! Kalian pasti akan sangat serasi dan tidak ada bandingannya!” Dalam hati, Risa tersenyum kecut. Ini hanyalah awal siksaan untuknya seumur hidup. Bukannya hal yang membahagiakan seperti impian kecilnya memiliki pria yang dicintainya. Bagaimana bisa dia terjebak di antara dua pria seperti ini? Beberapa saat kemudian, suasana di dalam mansion itu sudah mulai ramai oleh beberapa tamu undangan, mereka adalah anggota keluarga dari kedua belah pihak yang akan segera mengadakan pernikahan bulan ini. Suara tawa dan canda terdengar di mana-mana, terlihat banyak makanan melimpah di ruangan yang sudah disulap menjadi sangat megah tersebut. Pakaian mereka pun sangat indah dan begitu menawan. Ini adalah makan m
Adnan Budiraharja merentangkan senyum menawannya dengan pesona jahat ala seorang playboy, lalu mencubit dagu wanita itu dengan tatapan dingin yang sedikit angkuh. “Sebenarnya, saat itu apa yang terjadi denganmu?” Risa menelan saliva kuat-kuat, bibirnya merapat erat. “Aku rasa, saat itu bukan karena kamu kelelahan oleh pekerjaan barumu sebagai sekretaris pria sombong itu, kan?” Risa Abdullah tidak tahu harus berkata apa. Pada akhirnya, mereka pasti akan sampai ke titik ini, bukan? Mata Risa melirik ke arah lain, membuatnya memiliki visual cantik yang tidak berdaya. Hati Adnan seketika berdebar kuat oleh perasaan yang timbul tanpa diminta itu. Bulu mata pria ini merendah lembut. Gara-gara provokasi ayahnya, dia sampai kembali ingin melampiaskan amarahnya kepada wanita menyebalkan di depannya. Tapi, saat dia lemah seperti ini, dan begitu rapuh, membuatnya merasa tidak tega. “Kenapa kamu diam saja? Apa jangan-jangan kamu menyukai bosmu itu? Apa gosip di kantormu tidak sepenuhnya sala
Pria berkacamata tipis dan berjas itu seolah memiliki aura lain. Dia menjadi sedikit kesulitan menebak yang mana karakter asli calon suaminya. “Aku tidak mau membahasnya. Takutnya kamu bisa semakin salah paham.” Risa hendak pergi meninggalkan ruangan, terlihat sangat gelisah dan mulai sedikit panik. “Risa!” suara Adnan menggeram dalam, kembali menahan tubuhnya di dinding. Kali ini, dia menekannya lebih kuat hingga tubuh mereka berdempet sempurna. Risa Abdullah bahkan bisa merasakan hal menonjol mengenai tubuhnya, langsung memerah dan membeku salah tingkah. “A-a-a-adnan! Kamu terlalu dekat!” desis Risa sangat gugup, panik mendapati posisi mereka yang berbahaya. Sambil berbisik di telinga Risa sambil menggoda daun telinganya. “Katakan dulu, jika tidak, aku tidak akan membiarkanmu keluar dari ruangan ini.” “Ka-kamu gila? Bagaimana kalau mereka mencari kita?” Mata Risa Abdullah sudah mau berputar oleh sensasi pusing yang dialaminya. Sedikit geli dengan permainan bibir pria itu di t
Keesokan harinya, Risa Abdullah datang ke kantor pagi-pagi sekali. Bukan karena dia takut terlambat, atau pun karena hal lain yang terkait dengan pekerjaan barunya. Melainkan karena tidak mau dianggap rendah dan tidak tahu malu. Apalagi dicap kasihan usai kejadian di mana dia dengan mata kepalanya sendiri melihat pria yang dicintainya bergumul di atas ranjang dengan wanita lain. Dengan wajah dingin khas sekretaris Jill, Risa mempelajari beberapa laporan di depan layarnya. Dalam beberapa hari terakhir ini, ada banyak hal yang terjadi dalam hidupnya bagaikan terjangan tsunami bertubi-tubi. Semalam, acara makan malam itu berjalan cukup lancar. Bahkan kedua keluarga dengan cepat ingin menyatukan kekuatan. Itu artinya, mereka ingin segera melaksanakan pernikahan secepat mungkin. Malam tadi, Risa dan Adnan yang sedang ketahuan berduaan dan disalahpahami oleh Abdullah Sucipto, sudah mendapat banyak harapan besar di wajah pria tua itu. Tangannya yang sibuk mengklik laporan di layar komput
Adnan mendengar dengan saksama penjelasan dari laporan orang di seberang telepon. Napasnya seolah berhenti. Tidak mungkin.... Tidak mungkin.... Tidak mungkin! Sekujur tubuh pria ini merinding dengan mata membelalak tak percaya. Jadi, benar Risa Abdullah adalah wanita yang pernah ditolongnya malam itu? “Baiklah. Terima kasih atas bantuanmu. Semuanya akan dikirim melalui rekening hari ini. Ingat. Jangan sampai hal ini diketahui oleh orang-orang.” Adnan menutup telepon, matanya sedikit terguncang. Dia duduk bersandar di kursinya, mata dipejamkan sejenak. Ketika membukanya, wajahnya sudah dalam mode tanpa ekspresi, kedua bahunya melorot lemas. Bagaimana mungkin dia bisa berakhir bersama wanita yang dulu menarik perhatiannya begitu dalam dan aneh? Keterkejutan yang menampar Adnan masih belum hilang dari dalam dirinya. Pria ini masih saja belum bisa menerima kebetulan yang sangat ajaib itu. Orang-orang bilang, pertemuan kedua atau ketiga adalah takdir. Benarkah Risa Abdullah adalah
#Warning rate 21 + Mohon maaf atas ketidaknyamanannya. …………… Dengan suara ‘TAP!’, mata Risa membelalak kaget melihat ponselnya segera ditangkap oleh tangan besar lentik di depannya. Arah layar dihadapkan ke sisi lain pintu mobil. Jantung sang pemilik ponsel deg-degan parah! Rasanya sudah seperti mau jatuh ke tanah! Dengan senyum licik yang jahat dan nakal, Shouhei mendongakkan dagu sang wanita menggunakan tangan satunya, berbisik pelan sangat licik, mata dinginnya tersenyum, “terlalu gugup?” Ledekan itu membuat Risa menelan ludah gelisah, masih gemetar takut jika sampai tertangkap basah oleh ulah sang bos sialan itu! Karena tidak bergerak oleh rasa terkejut dan syok, Shouhei mengambil kesempatan dalam kesempitan. Shouhei merendahkan perlahan wajahnya ke wajah Risa hingga kedua bola matanya membulat kaget. Bibir kecil itu mulai merasakan kelembutan kenyal seiring Shouhei memejamkan matanya penuh penghayatan. Risa Abdullah dengan panik mencoba melawan, tapi bosnya memelukn
Mereka telah membahas konsep dan masalah kontrak yang ada selama hampir 30 menit, tapi perbincangan mereka sepertinya mengalami jalan buntu. Shouhei masih terlihat dingin dan dewasa, sama sekali tidak terlihat terintimidasi dengan ucapan pria tua di depannya. Malahan dia membalasnya dengan nada yang sangat meyakinkan penuh tantangan. “Benar. Seperti yang saya bahas sebelumnya. Jika kalian terima tantangan ini, maka tidak ada ruginya sama sekali, bukan? Kami akan memberikan konsep iklan yang sangat menarik dalam satu paket. Tapi, jika hasilnya melebihi harapan Anda, maka Anda harus membayar kami dua kali lipat dari biaya yang kami ajukan saat rapat itu.” Pria tua berpakaian putih bersih dengan rambut dan kumis abu-abunya, tertawa keras seperti baru saja mendengar lelucon luar biasa. “Menarik! Menarik! Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya.” Kedua manusia beda gender di seberang meja tampak senang mendengarnya dengan reaksi berbeda. Risa begitu jelas dengan kerutan di keningnya, sed
Risa berpikir keras. Jika klien mereka berkata begitu enteng, apakah maksudnya adalah dia ingin mengerjai perusahaan mereka dengan harga tidak masuk akal, hanya karena ingin tertawa dan merasa bosan tidak ada yang menarik untuk dilakukan? Makanya melakukan hal itu sesuka hati? Nekat sekali pria tua ini! Dengan sigap, Shouhei kembali mengutarakan niatnya. “Kalau begitu, tawaran yang saya berikan adalah hal yang tepat, bukan? Anda akan terhibur sekaligus juga akan mendapatkan keuntungan dari semua itu. Yang paling utama adalah Anda bisa menghidupkan semangat mendiang istri Anda dengan ramainya taman hiburan tersebut. Saya berjanji, tempat itu akan lebih terkenal setelah diiklankan oleh perusahaan kami. Tolong percayalah!” Pria tua CEO tampak terdiam dengan raut wajah sendu. Bulu matanya merendah lembut seperti tengah mengenang kembali masa lalu yang manis, tapi agak pahit. “Kamu benar. Tujuanku sebenarnya adalah ingin agar taman hiburan itu diremajakan dan lebih mengikuti zaman. Karen