Di sebuah gedung tinggi perkantoran yang sangat megah dan modern di Tokyo, Jepang. Setumpuk dokumen dilempar begitu saja di atas sebuah meja. Suara debamnya memekakkan telinga. Dokumen paling atas memperlihatkan profil seorang wanita lengkap dengan foto yang terlihat sangat formal. Rambut perempuan itu hitam panjang dan diikat satu dengan poni indah menghiasi wajahnya. Tertulis jelas di sana nama sang wanita dalam bahasa Indonesia: Risa Abdullah “Apa berita itu benar? Kamu sudah memastikan kebenarannya?” tanya sebuah suara berat, rendah dan dalam. Sangat magnetis dan merdu bagi wanita mana pun yang bisa mendengarnya. Percakapan ini dilakukan dalam bahasa Jepang. Meski ada nada marah dalam suaranya, pemilik suara berusaha tetap menjaga ketenangan dirinya. “Iya. Itu benar, Tuan muda. Risa Abdullah akan segera menikah minggu depan.” Pria berkacamata tipis yang menyampaikan berita tersebut berwajah datar dan terkesan dingin dengan rambut disisir sangat rapi. Jas biru tua yang dikenaka
“Selamat pagi!” sapa seorang wanita berambut pendek kepada Risa yang baru saja duduk di kursi kerja. “Pagi!” balas Risa dengan senyum cerah. Tapi, begitu wanita tadi berlalu, wajahnya seketika ditekuk suram. Suasana kantor masih terbilang sepi, perempuan ini memang terbilang paling rajin jika terkait mengejar masa depannya. Sejak kecil, Risa selalu berusaha yang terbaik, termasuk juga masalah percintaan. Namun, Tuhan sepertinya berkehendak lain. Mau sekeras apa pun dia berusaha sama seperti dia belajar mati-matian dan mengejar karir, tetap saja kisah cintanya selalu gagal. Sekarang, ayahnya datang dengan proposal perjodohan demi menolong perusahaan mereka yang hampir bangkrut. Sebenarnya, Risa enggan melakukan perjodohan. Tapi, jika dia tidak melakukannya, maka seluruh karyawan perusahaan pasti akan terancam diberhentikan tanpa pesangon. Jika itu sampai terjadi, kemungkinan kerusuhan hebat akan menghantui perusahaan, sudah pasti rumah dan anggota keluarga mereka akan menjadi sasar
Malam hari, di sebuah kafe, Risa duduk di dekat jendela menunggu pria yang katanya akan datang bertemu dengannya. Tentu saja sekedar untuk melihat rupa satu sama lain dan saling mengenal singkat. Tapi, ini sudah lewat 15 menit, pria itu belum juga muncul. Padahal, Risa sudah berdandan cetar membahana agar membuat pria itu terpikat, memberikan kesan baik dan sopan—atasan pakaiannya berupa lengan panjang putih dengan bordiran indah dan rok biru plisket sebatas betis. Rasanya, semua usahanya akan meleleh seperti es krim yang tidak enak dimakan. Malam ini, dia juga berdandan tidak biasa. Wanita itu menghela napas berat. Sangat kecewa dan sedih. “Harusnya dia yang menunggu di sini, bukan aku,” gumam Risa, mengeluh dengan wajah cemberut. Seorang pelayan yang berjalan di dekatnya memberikan senyum sopan sambil membawa pesanan meja lain, Risa hanya membalasnya dengan senyum canggung. “Ya, ampun. Dia beneran mau menikah tidak, sih?” Risa menatap layar ponsel, memeriksa pesan singkat pria
Hari berikutnya, Risa menjalani kegiatan kantornya dengan hati berbunga-bunga. Wanita ini bagaikan terbang ke sana ke mari seperti manusia bersayap, sangat penuh tenaga dengan wajah terus tersenyum lebar. Ini membuat para rekan kerjanya kembali terheran-heran. “Dia kenapa lagi, sih? Bukankah kemarin dia terlihat seperti mau mati saja?” celutuk seorang wanita di depan meja Vera. Vera, teman Risa hanya memiringkan kepalanya bingung, menatap Risa yang sibuk menggandakan setumpuk dokumen sambil bersenandung riang di ruang fotokopi. Dari sejak datang ke kantor pagi ini, temannya itu sudah diberi banyak tugas, dan sama sekali tidak menolak atau mengeluh sedikit pun. Malahan, dia bertanya kepada yang lain apakah ada yang bisa dibantu olehnya? Sambil bersandar, sambil melipat tangan di kursi melihat kelakuan ajaib Risa. “Apa ini ada hubungannya dengan perjodohan yang disebutkannya itu?” Vera membayangkan kembali kejadian kemarin. Dia memang setuju jika Risa menikah cepat. Tapi, kalau m
Didesak dengan pesona pria berkacamata tipis itu, keduanya akhirnya membeli gelang tersebut dan kembali makan malam bersama. Pria berkemeja biru gelap tersebut menatap Risa yang makan dengan perlahan di depannya. “Kamu tidak suka?” Sang wanita menegakkan kepala. “Suka, kok. Sangat enak. Dagingnya benar-benar lembut.” Pria di depannya memiliki sikap yang sangat romantis, selain pintar dan begitu tampan. Bagaimana bisa dia makan seperti orang kesurupan? Malulah! Padahal dagingnya benar-benar bikin saliva Risa nyaris menetes-netes. Tapi, dia malah harus menjaga sikap di saat seperti ini. Bikin sakit hati saja! Dalam hati, Risa menangis kesal dan frustrasi! “Lantas, kenapa makannya hanya sedikit?” “Eng... itu... sayang sekali kalau kita harus berpisah dengan cepat,” cicitnya malu-malu, mata menghindari tatapan sang pria. Yah, sejujurnya bukan itu alasan utamanya. Selain menjaga image, dia kepikiran dengan perkataan Vera tadi siang. Adnan Budiraharja memang pria yang benar-benar se
“Loh, ada apa ini? Kenapa semuanya sangat sibuk?” Risa yang baru saja masuk ke kantor terheran-heran dengan para karyawan yang tampak sibuk mondar-mandir dalam keadaan panik dan gelisah. Apakah ada inspeksi mendadak? “Heh! Kamu ini! Kenapa suka sekali ketinggalan berita?” Vera tiba-tiba muncul dari belakang membawa setumpuk dokumen hingga setinggi dagunya. Risa masih kebingungan, kepala dimiringkan. “Memang ada apa, sih? Apa kita dapat klien menyebalkan lagi?” Dokumen bertumpuk tadi dihempaskan ke atas meja hingga terdengar suara debam keras di udara, Vera berkacak pinggang pada rok pensil hijau selututnya, satu tangan menyangga di atas meja lawan bicaranya. “Kita ada pergantian bos Senin lalu. Kamu tidak tahu berita besar semacam ini? Tidak membaca pesan grup lagi?” Risa memucat pelan, tersenyum kaku. Dia bukannya malas membaca pesan grup mereka. Tapi, semalam usai diajak oleh Adnan sibuk mengobrol online sejenak, Risa cepat-cepat tidur saking lelahnya setelah acara jalan-ja
“Kamu serius? Tidak ada yang membahasku satu pun?” Risa mengangguk cepat. “Kebanyakan nonton drama Korea, tuh, pastinya!” ledek Vera kesal, nadi di pelipisnya berdenyut nyaris meledak. Harga dirinya seolah diremehkan. Padahal, tadi sudah sangat heboh sampai bikin beberapa orang jadi iri, ternyata semua hanya menjilat kepadanya! Mentang-mentang dirinya ini adalah bagian keuangan! Wanita berambut sebahu ini terlihat kecewa mendengar pengakuan Risa, dia juga sudah membuat dirinya jadi sangat malu, tapi usahanya sia-sia. “Bos baru itu seperti apa, sih? Sial! Aku sibuk mengurus laporan, jadinya belum bisa ikut gosip di grup mana pun! Awas saja kalau dia tidak seheboh yang mereka bicarakan!” “Hahaha. Sepertinya harapan mereka terlalu tinggi gara-gara bos-bos di sini sudah tua-tua. Kalau pun masih muda, tapi sudah ada pasangan. Daging segar memang selalu menarik, kan? Jangan salahkan mereka. Kamu juga, sih, pake heboh pamer kado begitu di saat semua orang sibuk dengan hal lain. Mana sem
Sesampainya di depan rumah Risa, Adnan meminta maaf atas insiden hari ini. “Tidak apa-apa! Sungguh! Itu, kan, bukan salah siapa pun? Kecelakaan semacam itu bisa terjadi kepada siapa saja, kok! Jangan terlalu dipikirkan.” Risa menggerak-gerakkan tangannya di udara, menolak permintaan maaf Adnan yang tampak memasang wajah murung dan gelap. “Aku minta maaf. Kamu mendapat hari yang tidak menyenangkan. Harusnya, ini menjadi kencan yang menakjubkan,” jelasnya dengan nada sedih. Tanpa disangka-sangka oleh Risa, pria yang kini hanya memakai kemeja putih tanpa jas mewah itu mulai memeluknya kuat-kuat. Risa gelagapan, salah tingkah. “A-Adnan... nanti ada yang lihat...” keluhnya sembari mencoba lepas dari pelukan sang pria. “Oh, maaf,” balasnya dengan wajah malu-malu. Risa tertegun kaget melihat ekspresi wajahnya, sangat tampan dan menggemaskan. Seketika saja sosok marah-marah menakutkannya tadi hilang dalam sekejap. “Ternyata Adnan punya karakter yang unik, ya?” puji Risa yang diiringi
Pria dingin di meja mencoba untuk menenangkan diri. Lewat wajahnya yang tidak ada emosi sama sekali, dia berkata lebih lembut, "Risa Abdullah, kemarilah. Ayo duduk. Tidak baik menyisakan makanan seperti itu. Jangan melampiaskan amarahmu kepada hal-hal yang tidak bersalah. Kamu tidak ingin berdosa karena membuang-buang makanan, bukan?"Hati Risa tenggelam berat. Dia menatap muram pria dingin di meja itu, dengan tangannya yang mengepal erat. Bagaimana bisa dia begitu saja berkata seperti itu setelah mengancamnya dengan nyawa orang lain? Terlebih lagi, itu adalah nyawa calon ayah mertuanya!Melihat Risa tidak bergerak dari tempatnya, Shouhei lalu menatapnya lebih dingin. "Duduk," titahnya dengan nada yang tidak bisa dibantah. Seketika saja, Risa merasakan sekujur tubuhnya gemetar oleh rasa takut yang tidak biasa. Tatapan pria itu sangat menakutkan hingga membuat hatinya menciut hebat. Keringat dinginnya sudah turun banyak. Dengan perasaan enggan, dia berjalan kembali ke kursinya da
Pada Kamis esok paginya, Risa berangkat ke kantor dengan perasaan lesu. Sepertinya, berita mengenai kepala keluarga dari calon mertuanya menyebar dengan sangat cepat dan menghebohkan semua kalangan. Vera yang seketika melihatnya langsung mendekat buru-buru. "Sebenarnya apa yang terjadi?" tanyanya dengan bisik-bisik. Risa hanya bisa menghela napas dan bergegas menuju lift, tidak ingin mendapat tatapan menarik dari banyak orang. Entah apa yang sudah beredar di internet, tetapi sepertinya itu juga terkait dengan dirinya. Vera yang sudah masuk bersama dengan Risa ke dalam lift, segera bersandar dan bertanya sembari memberi tatapan penasaran. "Katanya, rem mobil itu disabotase. Apakah benar?" Risa hanya bisa menggeleng pelan. Wajahnya semakin murung. "Aku tidak tahu. Adnan bilang, ayahnya hanya mengalami kecelakaan. Bahkan, gara-gara itu pernikahan kami harus ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan." Vera tersentak kaget mendengar ucapannya. "Jadi, pernikahan kalian ditu
Rencana lanjutan Shouhei tidak berjalan dengan lancar. Tiba-tiba saja, ada berita mengejutkan dari Ibu Kota."Risa, bangunlah! Kita sudah tiba," ucap Shouhei lembut sambil mengguncang pelan bahunya.Risa membuka mata dengan perasaan lemah. Sepertinya, dia belum sepenuhnya tersadar dari rasa kantuknya."Ada apa? Bolehkah aku tidur sebentar lagi?" ucapnya dengan nada serak.Shouhei langsung mendekatkan wajahnya ke depan wajah Risa. "Bangun. Kita sudah sampai di Ibu Kota."Risa membuka matanya lebar-lebar, terkejut luar biasa. Dia langsung mendorong pria di depannya."Kenapa begitu, sih? Bikin orang kaget saja!" protesnya marah.Shouhei hanya berdiri dengan kedua tangan terlipat di dadanya. "Nona cantik, bukankah kamu yang memaksa kita kembali ke Ibu Kota? Karena tidak sengaja mendengar kabar mengenai kecelakaan yang menimpa calon mertuamu."Risa seperti baru saja dipukul di belakang kepalanya. Seketika dia teringat dengan kejadian beberapa jam lalu."Oh, ya, ampun! Benar juga! Astaga, a
Karena tidak tahan dengan rasa lapar yang datang tiba-tiba kepadanya, Risa akhirnya terpaksa menuruti paksaan Shouhei yang terlalu tirani. Setelah makan beberapa suap, Risa baru menyadari sesuatu.Tunggu sebentar!Bukankah di yacht ini tidak ada orang lain selain mereka berdua?Itu artinya yang menyiapkan sarapan ini semua adalah dia, ataukah sudah disiapkan terlebih dahulu? Namun, saat Risa melihat hidangan rumit di depannya, keningnya segera berkerut.Shouhei, yang menyadari raut wajahnya yang berubah, segera menegurnyam, "Ada apa? Kamu tidak suka dengan sarapan yang kubuat?"Alis Risa naik dengan cepat, disertai rasa keterkejutan."Jadi benar, sarapan ini kamu yang membuatnya?"Senyum Shouhei terlihat sangat manis dan tampan. "Tentu saja. Menurutmu siapa lagi? Aku tidak akan sembarangan membiarkan orang lain memasak untukmu."Wajah Risa memerah dengan cepat. Perkataannya terkesan sangat romantis dan manis. Walaupun dia tersipu malu, tapi entah kenapa ada hal aneh yang tersembunyi
Matahari bersinar sangat lembut ketika Risa Abdullah terbangun keesokan harinya. Dia menatap linglung langit-langit yang asing baginya.Tunggu! Dia tidur di mana sekarang? Kenapa dia tidak ingat apa pun?Selama beberapa detik, dia mencoba memproses semuanya dengan pikiran kacau balau. Lalu setelah memejamkan mata sebentar, dia langsung panik mengingat kejadian semalam!Tidak!Risa tidak ingat tentang mimpi es krim rasa pandannya, tapi teringat kalau dia sedang berduaan hanya dengan Shouhei entah di mana di tengah laut saat ini.Takut terjadi hal yang tidak diinginkan sebelum hari pernikahannya, dia segera memeriksa tubuhnya dan lega mendapati pakaiannya masih utuh.“Ke mana dia? Kenapa tidak ada di mana pun?” tanyanya kepada diri sendiri begitu keluar kamar sambil mengenakan sandal tidur yang lucu.Risa mencari-cari keberadaan bos galaknya di semua lantai yacht mewah tersebut, tapi tidak menemukan siapa pun.“Kenapa rasanya sangat menakutkan begini?” gumamnya kepada diri sendiri, mengu
Meskipun Risa tidak begitu senang dengan apa yang telah disiapkan oleh Shouhei, tapi dia akhirnya bisa menikmatinya juga di bawah taburan bintang-bintang yang sangat banyak.Kembang api dinyalakan dalam berbagai macam jenis, membuat suasana di tepi pantai itu terlihat sangat meriah meski hanya ada mereka berdua.Tidak jauh dari sana, tempat untuk mengadakan makan malam dengan lilin romantis telah dipersiapkan sedemikian rupa.Pantai yang mereka datangi adalah salah satu pulai kecil yang berada tidak jauh dari pulau utama. Itu juga termasuk dari pulau yang telah dibeli oleh Shouhei.Tawa Risa sangat keras dan lepas. Dia menari dengan kedua tangan memegang kembang api yang memancarkan bunga api yang sangat indah. Keringatnya bahkan sampai menghiasi wajahnya.Walaupun dia terlihat senang, sebenarnya dia sangat merasa bersalah kepada Adnan. Tentu saja karena pernikahannya dengan pria itu hanya tinggal menghitung hari. Namun, karena dia berpikir mustahil bisa bersama cintanya yang sangat an
Keesokan paginya, di tempat lain, Adnan Budiraharja menatap kesal layar ponselnya dengan perasaan kacau.Dia telah mencoba mencari tahu keberadaan Risa sejak pesan aneh datang kepadanya. Sebenarnya, dia tahu siapa yang membalasnya, tapi dia masih mencoba memikirkannya.“Kamu yakin?” tanya Adnan kepada sekretaris pribadinya.Pria muda yang berdiri menghadapnya dengan gugup tampak tersenyum canggung. “Maaf, Pak. Tapi, sejauh yang bisa saya cari tahu kalau mereka katanya sedang dalam perjalanan bisnis.” Adnan mengerutkan kening dalam. “Perjalanan bisnis apa yang memakan waktu sangat lama dan tidak ada kabar terbaru sama sekali?”Sebentar lagi pernikahannya dengan Risa akan diadakan, tapi tiba-tiba saja dia menghilang bagaikan ditelan bumi. Kedua orang tua wanita itu telah menenangkannya kalau tidak ada masalah sama sekali. Tapi, kenapa dia merasa tidak nyaman.Seburuk apapun seorang pria, Adnan tahu dengan jelas.“Selidik lebih jauh pergerakan Shouhei Shiraishi dua minggu ini, aku yakin
Seperti biasa, Shouhei tidak memikirkan pendapat Risa sama sekali. Dia langsung menggerakkan tangan ke arah seorang pelayan pria tua, lalu berkata kepada para tim desainer, “Silakan mengukur pakaian yang sedikit longgar untuknya. Aku tidak mau dia memakai pakaian yang ketat dan menonjol. Untuk masalah desainnya, berikan saja setelah kalian mengukur tubuhnya dan pastikan berikan yang terbaik.”Risa melotot hebat mendengar perintahnya yang sangat tirani.“Shouhei! Apa kamu mendengarku?! Aku bilang aku tidak akan melakukannya! Aku tidak akan menerima apa pun yang kamu berikan kepadaku lagi. Apa otakmu ada masalah?”Shouhei diam melihatnya, menatapnya berlama-lama. Dia lalu tersenyum paling lembut hingga membuat sang wanita merasa salah tingkah dan canggung.Kenapa dia malah tersenyum seperti itu?Apakah dia tidak marah?“Kamu mengerti, kan? Aku tidak mau diberikan pakaian mewah! Aku bisa membelinya sendiri! Lagi pula, untuk apa memiliki banyak pakaian yang tidak bisa dipakai setiap hari?
Perjalanan menggunakan helikopter itu sangat menyenangkan di luar dugaaan Risa. Walaupun pada mulanya dia sangat marah kepada pilot dadakan yang ada di dekatnya, ternyata pemandangan di sekitar pulau pribadi begitu menakjubkan!Sudut bibir Shouhei tertarik melirik Risa yang terkesima melihat hamparan pemandangan indah di bawah mereka. Pasir putih yang menakjubkan dan masih alami, lautan jernih yang seperti kristal biru, dan juga luas pulau pribadi yang cukup memukau dengan daratan yang memiliki banyak variasi daratan, membuat Risa tidak sadar terlalu menikmatinya.Sebagai putri dari keluarga kaya yang sudah lama menjadi rakyat biasa, berlibur adalah hal yang jarang dilakukan olehnya. Jadi, ketika dihadapkan dengan situasi seperti sekarang, dia menjadi lebih antusias.Siapa bilang kalau menjadi kaya raya itu suka berlibur ke tempat-tempat indah? Risa tidak punya waktu sama sekali gara-gara kesibukan kerjaan yang selalu menghampirinya. Kalaupun libur, dia pasti hanya akan mengikuti libu