Amanda duduk berhadapan dengan Naraya. Mereka kini berada di meja makan karena Amanda membawakan makanan untuk temannya itu. Kalandra sendiri sedang menghubungi Devan untuk membahas masalah pekerjaan dan dirinya yang akan membawa Naraya pulang. “Makan yang banyak, ini sudah aku kupaskan, kamu tinggal makan,” ucap Amanda setelah mengupaskan beberapa udang dan meletakkan di piring Naraya. “Terima kasih, Man.” Naraya tersenyum, begitu bersyukur memiliki teman sebaik Amanda. Naraya makan tanpa sendok, langsung menggunakan tangan karena itu lebih mudah untuknya. “Na, bagaimana menurutmu tentang dokter Kenan?” tanya Amanda. Dia menyangga dagu dengan telapak tangan, sedangkan siku bertumpu di meja. “Maksudnya bagaimana?” tanya Naraya masih dengan mulut mengunyah. “Maksudnya kepribadiannya atau mungkin sifatnya,” jawab Amanda antusias mendengarkan. Dia sedikit tersenyum saat menyebut nama pemuda itu. “Dia baik, sopan, bertanggung jawab,” jawab Naraya. Amanda mengangguk-angguk mendenga
“Dokter Ke.”Kenan begitu terkejut mendengar seseorang memanggilnya, hingga pemuda itu hampir saja menjatuhkan berkas yang sedang dibaca.Amanda menaikkan kedua sudut alis, merasa heran karena Kenan terkejut, sedangkan dia memanggilnya dengan suara pelan.Kenan menoleh, melihat Amanda yang sudah berdiri di belakangnya.“Ada apa?” tanya Kenan untuk menutupi kegugupannya.Amanda meletakkan stopmap yang dibawa ke meja, kemudian mengulas senyum manis.“Hanya mau mengantar berkas pasien,” jawab Amanda.Kenan mengangguk-angguk, jantungnya masih berdegup cepat karena terkejut.Amanda pun pamit keluar dari ruangan karena harus mengerjakan hal lainnya.Kenan terlihat bernapas lega, entah kenapa sekarang dirinya begitu tegang dan selalu salah tingkah saat bertemu juga bicara dengan Amanda.“Apa yang salah?” Kenan memegangi dada, jantungnya kembali berdegup dengan cepat.
Hardi mengamati apartemen tempat Naraya tinggal, hingga melihat Kalandra yang keluar dan naik mobil meninggalkan gedung itu. Pria itu sudah mendapatkan semua informasi tentang Kalandra dan Naraya, bahkan tahu nomor unit apartemen Naraya dari Nayla.Begitu Kalandra pergi, Hardi langsung pergi ke gedung apartemen itu. Dia hendak melakukan kesepakatan yang dibuatnya dengan Nayla. Pria itu ingin balas dendam karena Naraya sempat kabur dan membuatnya terluka.Kini pria itu sudah berdiri di depan pintu unit apartemen Kalandra, lantas menekan bel agar Naraya keluar dan membuka pintu.“Jika sampai Nayla bohong kalau Naraya buta, maka aku akan membuatnya memuaskanku tanpa ampun,” gumam Hardi sambil menunggu Naraya membuka pintu.Pria itu berani ke sana karena Naraya buta, hal itu tentu akan menguntungkannya untuk menjadikan Naraya pemuasnya, sama seperti sebelumnya di mana pria itu sangat menginginkan Naraya.Pintu unit terbuka, Hardi menatap Naraya yang berdiri di hadapannya. Hingga mendengar
Hardi hendak mencium bibir Naraya, tapi gadis itu membuang muka dan terus berusaha menghindar saat napas hangat pria itu menerpa wajah. Pria itu geram, hingga kemudian mencium dagu hingga menggigi kasar leher Naraya, membuat gadis itu berteriak karena sakit dan juga takut. Teriakan Naraya semakin membuat Hardi bergairah, pria itu hendak segera menenggelamkan miliknya ke lembah kenikmatan milik Naraya. “Jangan!” teriak Naraya saat tangan besar itu menyentuh paha, bahkan mengangkat ujung rok yang dikenakannya. “Al!” Naraya berteriak memanggil nama sang kekasih, meskipun Kalandra tidak akan di sana saat dirinya menyebut nama Kalandra. “Berteriaklah, buatlah aku semakin bergairah dengan teriakanmu!” Hardi berhasil menaikkan rok Naraya menggunakan satu tangan, kemudian menurunkan kain penutup bagian bawah hingga sampai di lutut. Bola mata pria itu membulat menyaksikan keindahan di depannya, lembah yang bersih tanpa bulu halus menutupinya. Naraya berusaha memberontak dengan menendangka
Kalandra berlari untuk menemui Naraya, setelah Kenan membekuk Hardi dan menghubungi polisi. Sesampainya di kamar, Kalandra melihat Naraya yang masih berada di pelukan Evangeline sambil terisak.“Ra.” Kalandra menatap Naraya yang berbalut selimut.Evangeline menatap Kalandra, terlihat jelas wajah wanita itu basah karena menangis. Evangeline tidak kuat saat melihat Naraya terus menangis karena ketakutan.Kalandra memberanikan diri naik ke ranjang, berada tepat di samping Naraya yang sedang dipeluk Evangeline.“Ra.” Kalandra memberanikan diri menyentuh lengan Naraya, tidak ingin langsung memeluk karena takut jika Naraya masih syok.Naraya terisak, tubuhnya masih gemetarmeski berada di sekitar orang-orang yang dikenalnya.“Al, biar Anira sama Mama dulu. Kamu keluarlah dulu,” ujar Evangeline.Evangeline hanya berpikir jika mungkin Naraya trauma karena hampir diperkosa.Kalandra tidak bisa berbuat banyak, hingga akhirnya menuruti ucapan Evangeline. Dia kembali keluar dan menghampiri Kenan y
“Apa ini?” Prams menatap dada Nayla yang memiliki bekas merah keunguan. “Apalagi? Demi uang aku harus begini,” balas Naraya. Tanda merah yang ditinggalkan Hardi, terlihat jelas karena dirinya melepas jaket yang dikenakannya dari rumah. Prams menaikkan satu sudut alis, merasa jika kini Nayla mulai kecanduan bercinta. Nayla mengikat rambutnya, lantas berjalan ke arah Prams yang duduk di tepian ranjang. Wanita itu memegang kedua pundak Prams, kemudian dia duduk di atas pangkuan kekasihnya itu saling berhadapan. “Kamu jangan cemburu, ini semua demi kita. Kalau aku tidak begini, nanti tidak dapat uang. Kamu tahu, aku mendapatkan uang dari Hardi kemarin,” ujar Nayla merayu Prams agar tidak cemburu karena dirinya tidur dengan Hardi. Prams hanya memanfaatkan tubuh Nayla, selama dia bisa menikmati kemudian juga mendapatkan uang, tentunya Prams tidak akan melarang jika Nayla menjual diri ke pria hidung belang. “Kamu memang hebat, Nay. Bisa merayu pria itu agar mengeluarkan uang untuk menik
Sofi duduk termangu seorang diri di rumahnya. Dia memikirkan nasib Naraya dan Nayla. Anak yang baik dan dimanfaatkannya, kini buta hingga tidak mau kembali bersamanya, sedangkan putri yang sangat disayang kini malah berbuat buruk dengan menjual diri. Semua itu membuat Sofi sangat tertekan, kenapa keluarganya menjadi seperti ini.“Apa ini hukuman untukku? Karma karena aku membedakan mereka, serta karena aku bersikap baik hanya untuk memanfaatkannya?”Sofi tiba-tiba begitu menyesal dengan semua perbuatan yang dilakukannya. Selama bertahun-tahun dia memang sengaja mengikat Naraya dengan semua kebohongan dan senyum palsunya. Sofi sebenarnya dendam karena Naraya telah membuat hidupnya berantakan, atau lebih tepatnya dendam ke ayah kandung Naraya yang menghamilinya kemudian pergi dan tidak mau bertanggung jawab.Sofi dulu bekerja di rumah seorang pria berkebangsaan asing. Di sana Sofi yang masih muda, terbujuk rayu hingga mau tidur bersama pria yang bukan suaminya. Tidak hanya satu malam, b
Kalandra memandang Naraya yang baru saja tenang dan sudah berpakaian tertutup kembali. Evangeline yang melihat kedatangan putranya pun berdiri, hendak memberikan kesempatan untuk Kalandra bicara dengan Naraya.“Bicaralah pelan-pelan, jangan membuatnya terkejut,” bisik Evangeline saat dirinya berjalan melewati Kalandra.Kalandra mengangguk paham, sebelum kemudian kembali menatap Naraya yang terlihat masih begitu ketakutan. Dia mendekat perlahan, kemudian duduk di samping Naraya. Kalandra mengulurkan tangan, menyentuh lengan gadis itu dengan lembut.“Ra.”Naraya berjingkat terkejut mendengar suara Kalandra dan juga sentuhan tangan pemuda itu, tampaknya dia masih trauma mendengar suara pria.Kalandra melihat ketakutan di mata Naraya, hingga kemudian menjauhkan tangan dari lengan kekasihnya itu.“Aku Al, Ra. Kamu jangan takut atau cemas. Aku di sini karena ingin melindungimu, bajingan itu sudah dibawa ke kantor polisi dan akan mendapatkan hukuman,” ujar Kalandra menjelaskan agar Naraya ti