Naraya pergi ke kantor polisi ditemani Kalandra, Kenan, dan Evangeline, guna memberikan keterangan tentang kasus pelecehan yang dialaminya.Naraya awalnya takut karena masih trauma akibat perbuatan Hardi, tapi Kalandra meyakinkan jika akan selalu ada dirinya yang menemani dan melindungi Naraya.Sofi masih di kantor polisi setelah bicara dengan Nayla, hingga dia melihat Naraya yang sedang berjalan bersama Kalandra dan yang lainnya.“Na.” Sofi berdiri menggunakan tongkatnya.Naraya menghentikan langkah, membuat Kalandra dan yang lainnya juga ikut berhenti.Kalandra menatap Sofi dengan tatapan membenci, dirinya tidak menyukai Sofi yang terus membuat Naraya menderita.Sofi berjalan mendekat, sedikit merasa canggung karena ada Evangeline di sana. Dia tidak menepati janji untuk menjaga dan menyayani Naraya saat mengambil gadis itu dari Evangeline, membuat Sofi kini dirundung rasa bersalah yang menggunung.“Na, apa kita bisa bicara sebentar?” tanya Sofi begitu berdiri di hadapan Naraya.Nara
“Na, aku mohon maafkan aku. Aku tidak mau dipenjara, Na. Tolong bebaskan aku.” Nayla langsung menggenggam telapak tangan Naraya saat melihat kakaknya itu datang menemui. Air mata terus luruh karena takut mendekam di balik jeruji besi.Naraya melepas tangan yang digenggam Nayla, meminta Kalandra membantunya duduk untuk bicara dengan Nayla.Nayla sendiri ditahan oleh seorang penjaga, dirinya tadi berlari begitu melihat Naraya dan ingin meminta pengampunan dari sang kakak.“Na, aku salah telah menyakitimu selama ini. Kini aku benar-benar menyesal, aku mohon maafkan aku,” ucap Nayla lagi penuh harap.Naraya mencoba melawan rasa iba dan sakit yang bercampur aduk di dada. Dia mencoba bersikap tegar, meski hatinya begitu hancur dengan kelakuan adiknya itu.“Selama ini aku tidak pernah marah, memprotes, atau membalas semua perbuatanmu selama ini kepadaku. Tapi kenapa kamu terus saja menjahatiku? Kenapa kamu tidak memiliki perasaan sama sekali, hingga kamu dengan tega menjualku? Setelah semua
“Ya Tuhan!” Amanda sangat terkejut saat Kenan bercerita jika Naraya hampir saja diperkosa.Selepas pulang dari tempat Kalandra, entah kenapa Kenan berpikir untuk menemui Amanda. Dia hanya berpikir jika perlu memberitahu kabar tentang Naraya.“Nayla ini memang tidak ada habisnya mengganggu dan membuat Naraya menderita. Aku akan lebih senang jika dia dipenjara saja! Menyebalkan!” Amanda begitu emosi, sampai tidak sadar mengepalkan telapak tangan dan memukul meja.Kenan memandang Amanda yang sedang marah tanpa berkedih. Jantung pemuda itu tiba-tiba berdegup dengan cepat, rasanya kini ada sesuatu yang menggelitik rongga dada.Amanda baru sadar jika Kenan memperhatikan dirinya, hingga gadis itu berdeham dan membuat Kenan tersadar dari lamunan.“Sayangnya Anira terlalu baik, sehingga meminta polisi membebaskan Nayla dengan syarat,” ujar Kenan mencoba memecah rasa canggung karena ketahuan menatap Amanda.“Ya, dia memang terlalu baik. Bahkan sudah disakiti berulang kali pun tetap bisa memaafk
“Apa dia sudah tidur?” tanya Kalandra saat melihat Evangeline keluar dari kamar.Evangeline menutup pintu perlahan agar Naraya tidak terkejut karena sudah tidur dengan lelap.“Sudah, dia mungkin lelah karena rangkaian kejadian yang dialaminya,” jawab Evangeline.Kalandra menatap pintu kamar Naraya, lantas mengajak ibunya duduk di sofa.“Aku menyesal meninggalkan dia sendiri, Ma.” Kalandra membaringkan tubuh di sofa, lantas meletakkan kepala di pangkuan ibunya.Evangeline paham dengan yang dirasakan Kalandra, karena harus menjemput dirinya di bandara, sang putra meninggalkan Naraya dan berakhir dengan kejadian percobaan pemerkosaan yang harus dialami Naraya. Evangeline mengelus rambut Kalandra berulang kali agar putranya itu sedikit tenang.“Dia sangat trauma, bahkan saat aku menyentuhnya pun dia terkejut. Aku benar-benar merasa bersalah,” ujar Kalandra lagi.Buliran kristal bening luruh dari kelopak mata, menetes hingga jatuh di pangkuan ibunya.“Jangan menyalahkan diri sendiri, Al. S
“Apa semua sudah siap?”Kalandra sudah menenteng tas berisi pakaian dan kebutuhan miliknya juga Naraya, hari ini mereka akan pulang ke rumah Evangeline.“Sepertinya sudah semua,” kata Evangeline kembali mengecek barang bawaan mereka.Naraya hanya duduk mendengarkan dua orang itu bicara, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu.“Baiklah, ayo pergi.” Kalandra terlihat begitu bahagia karena akhirnya bisa membawa pulang Naraya.Evangeline mengangguk, lantas menghampiri Naraya kemudian membantu gadis itu berdiri. Mereka bersiap meninggalkan tempat yang membuat Naraya mengingat kenangan buruk.Kalandra membawa barang bawaan mereka, sedangkan Naraya berjalan bersama Evangeline. Mereka sama-sama turun ke basement karena akan pulang menggunakan mobil.Saat sampai di basement, ternyata Kenan dan Amanda ada di sana. Mereka berdua izin datang terlambat dari rumah sakit agar bisa berpamitan dengan Naraya.“Na.” Amanda langsung mendekat dan memeluk temannya itu.Naraya senang karena bisa mend
Naraya duduk di taman ditemani Evangeline, sedangkan Kalandra memilih berdiri agak jauh karena tidak ingin melihat drama yang akan terjadi.Satu tangan Naraya menggenggam tongkat, sedangkan tangan satunya menggenggam telapak tangan Evangeline begitu erat.“Apa yang ingin kalian bicarakan, aku harus pergi,” ucap Naraya karena tidak ada sepatah kata pun yang terdengar setelah beberapa menit dirinya duduk.Naraya tiba-tiba merasakan ada yang memeluk kedua kakinya, membuat gadis itu terkejut dan hampir berjingkat.Evangeline menatap Nayla yang kini berlutut dan memeluk kaki Naraya, tampaknya gadis itu sangat menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukan.“Na, maafin aku. Aku berterima kasih karena kamu sudah mau membebaskanku. Aku sangat menyesal dengan apa yang telah aku perbuat.” Nayla sangat menyesal dengan perbuatannya, menyadari kesalahannya setelah Naraya berbaik hati mencabut berkas laporan penangkapan Nayla.Sofi menatap Naraya yang hanya diam, tidak tahu apa yang sekarang dipiki
“Ah … aku sekarang kehilangan sahabat yang sangat aku sayangi.” Amanda mengeluh saat mobil yang membawa Naraya sudah pergi.Kenan menoleh, hingga tersenyum menatap gadis yang baru saja menjadi kekasihnya itu.“Sekarang ada aku yang akan menemanimu,” ucap Kenan dengan pandangan tidak teralihkan dari Amanda.Amanda menoleh, hingga melihat senyum yang begitu manis di wajah pemuda yang lebih muda darinya itu. Kenapa Amanda merasa jika dokter muda itu semakin menarik saja.“Apa kamu memang suka merayu?” tanya Amanda dengan nada candaan.“Tidak juga, hanya dengan orang-orang tertentu,” jawab Kenan, lantas meraih telapak tangan Amanda dan menggenggamnya, mengajak gadis itu berjalan menuju ke mobil karena mereka haruske rumah sakit.Amanda menatap genggaman tangan Kenan, hingga beralih menatap pemuda itu. Dirinya tidak menyangka jika bisa jatuh hati kepada dokter rekan kerjanya.**Meski tidak melihat, tapi Naraya bisa merasakan suasana yang berbeda dari kota yang kini didatanginya. Suara bis
“Paman senang kamu kembali ke rumah ini, Ra.” Devan langsung pulang saat mengetahu Evangeline dan yang lainnya sampai di rumah.“Papa, sayang. Dia ‘kan mau nikah sama Al,” bisik Evangeline mengingatkan untuk mengubah nama panggilan mereka.Naraya tersenyum mendengar ucapan Evangeline, keluarga itu memang tidak pernah membedakan dirinya.“Benar juga.” Devan baru ingat akan hal itu.Kalandra menatap Naraya yang terlihat bahagia, meski dengan kekurangan, tapi gadis itu seperti tidak larut dalam kesedihan. Memang benar jika Naraya adalah gadis kuat dan penyabar.“Apa kalian sudah memikirkannya dengan matang? Kalian ingin menikah kapan?” tanya Devan memastikan.“Aku belum tahu, Pa. Aku menunggu Anira siap,” jawab Kalandra sekilas memandang ayahnya, sebelum kemudian kembali beralih menatap Naraya.Naraya mendengarkan apa yang diucapkan Kalandra, tapi tentunya dia tidak bisa membalas ucapan pemuda itu.“Bagaimana denganmu, Ra. Kamu setuju dan siap menikah dengan Kalandra, ‘kan?” tanya Evange
“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
“Aku mau gendong.” Nayla begitu bersemangat saat perawat mengantar bayi kembar Naraya ke ruang inap sang kakak.Naraya sudah dipindah ke ruang inap dan akan diobservasi karena kelelahan dan banyak kehilangan cairan tubuh.Naraya hanya tersenyum melihat sang adik yang sangat bersemangat. Tubuhnya masih lemah sehingga tidak mau berebut bayinya dengan Nayla atau Evangeline.Nayla menggendong satu bayi dan Evangeline menggendong bayi satunya, cukup adil karena mereka tidak perlu berebut dan menanti giliran untuk menggendong.“Akan kalian kasih nama siapa?” tanya Devan yang berdiri di samping Evangeline, telunjuk tampak menusuk pipi bayi laki-laki yang terlihat begitu menggemaskan.“Ayres Rajendra dan Abigail Rajendra,” jawab Kalandra. Dia sebenarnya menyiapkan dua nama laki-laki, karena bayi satunya perempuan, membuat Kalandra mencari nama dadakan.“Tunggu, kenapa Abigail? Itu nama cewek.” Protes Nayla sambil menimang bayi perempuan Naraya.“Yang kamu gendong itu perempuan, Nay.” Kalandra
“Kepala bayinya sudah terlihat, apa Ibu siap menyambut mereka?” tanya dokter yang sejak awal memang menangani kehamilan Naraya. Mengajak bicara agar Naraya tidak tegang karena harus berusaha mengeluarkan dua bayi.Naraya tidak mampu berkata-kata, perutnya benar-benar sudah terasa sakit hingga membuatnya hanya menganggukkan kepala.Kalandra setia berada di samping Naraya. Dia menggenggam telapak tangan istriya itu sambil terus menatap ke wajah sang istri. Dia bisa melihat bagaimana Naraya kesakitan bahkan menangis karena akan melahirkan, membuatnya benar-benar tidak tega hingga sesekali mengecup kening Naraya.“Kamu pasti bisa, kamu kuat demi anak kita,” bisik Kalandra memberi semangat.Naraya menggenggam erat telapak tangan Kalandra, sesekali terlihat mengatur napas karena kontraksi yang sudah tidak tertahankan.“Saat kontraksinya terasa kuat, Ibu bisa mulai mengejan,” ujar dokter memberikan aba-aba.Kening sudah bermanik di seluruh wajah Naraya, bahkan kulit wajah pun kini sudah beru
Naraya terlihat gelisah dan tidak bisa tidur malam itu. Pinggangnya terasa panas dan perutnya mulas berulang kali. Dia hendak bergerak ke kanan dan kiri, tapi kesusahan karena perut yang mengganjal.“Ra, kamu tidak bisa tidur lagi?” tanya Kalandra yang bisa merasakan pergerakan Naraya di atas tempat tidur.“Iya, Al. Pinggangku sakit,” ucap Naraya sambil meringis menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya.Kalandra meminta Naraya untuk berbaring dengan posisi miring menghadap ke arahnya, lalu dia mengusap-usap pinggang istrinya itu.“Bagaimana?” tanya Kalandra. Biasanya jika diusap seperti itu, Naraya akan merasa nyaman.“Masih sakit,” rengek Naraya.“Aku ingin bangun,” ucap Naraya berusaha bangun.Kalandra buru-buru bangun, kemudian membantu Naraya untuk duduk. Dia cemas karena tidak biasanya Naraya mengeluh sampai seperti itu.Naraya mengangsurkan kaki perlahan ke lantai, hingga saat kedua kaki menapak di lantai, Naraya merasakan sesuatu pecah dan kini di paha mengalir air sampai menet
“Aku juga awalnya malu, Man. Tapi kemudian aku berpikir, untuk apa malu, entah sekarang atau esok, aku tetap harus melakukannya, tidak mungkin mengecewakannya.”Ucapan Naraya terngiang di telinga, Amanda kini sedang di kamar mandi dan baru saja membersihkan diri setelah acara resepsi selesai sekitar empat jam yang lalu. Dia berada di kamar mandi kamar Kenan, terlihat bingung karena ini adalah malam pertama mereka di sana.“Bagaimana jika Kenan terlanjut tidak menginginkan karena aku menundanya beberapa kali?” Amanda bertanya-tanya sendiri karena bingung harus bagaimana.Kenan terlalu baik dengan menyetujui untuk menunda melakukan hubungan suami-istri, tapi Amanda sendiri tidak tahu apakah benar Kenan ikhlas atau hanya terpaksa.Amanda menoleh ke belakang di mana ada lingerie yang disiapkannya tapi belum dikenakan. Haruskah dia menggoda Kenan, agar suaminya itu tahu kalau dia sekarang sudah siap.“Baiklah, kamu wanita modern dan tidak takut akan hal itu, Man.” Amanda menyemangati diri
Hari itu Naraya hanya duduk menanti acara resepsi pernikahan Amanda dan Kenan dimulai. Dia tidak bisa membantu banyak hal karena kondisinya yang sudah hamil besar.Orang-orang berlalu-lalang menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Kenan. Amanda sudah didandani begitu cantik dengan gaun yang tidak terlalu mewah tapi begitu indah.“Kita siap berangkat sekarang,” kata Kalandra saat menghampiri istrinya.Naraya mengangguk, kemudian berusaha berdiri meski agak kesusahan. Kalandra pun dengan sigap memegang pundak dan lengan Naraya, membantu istrinya itu berdiri dengan tegap.“Terima kasih,” ucap Naraya setelah sudah berdiri dengan benar.“Ra, apa kamu sakit?” tanya Kalandra karena wajah Naraya terlihat pucat. Kalandra takut jika istrinya kecapean.Naraya menangkup kedua pipi saat mendengar pertanyaan Kalandra, dia sudah menggunakan make up tipis, apa mungkin masih terlihat pucat.“Aku baik-baik saja, mungkin karena semalam kurang tidur akibat mereka terus menendang,” jawab Naraya sambi
Hari pernikahan Kenan dan Amanda pun tiba, mereka menikah tiga bulan setelah acara lamaran berlangsung. Mereka melakukan akad di rumah Amanda, tapi sepakat mengadakan pesta di rumah Kenan karena Milea yang meminta dan disetujui oleh keluarga Amanda.Naraya sendiri senang karena pesta diadakan di rumah Milea, sehingga dia tidak harus bepergian ke luar kota dalam kondisi hamil besar. Usia kandungan Naraya kini sudah memasuki usia delapan bulan, dan ukuran perutnya pun begitu besar karena bagi kembarnya.“Untung kalian menikah di sini, jadi aku tidak kerepotan pergi ke luar kota,” ucap Naraya saat mendatangi kamar Amanda.Amanda dan keluarganya diberi tempat di rumah Evangeline agar memudahkan mereka saat pergi ke rumah Kenan.Amanda langsung berlutut di depan Naraya yang sedang duduk, lantas mengusap-usap lembut permukaan perut temannya itu.“Aunty ‘kan baik, jadi ga mau nyusahin kalian,” ucap Amanda dengan tangan mengelus perut Naraya.Usai bicara demikian, terasa gerakan bergeser di p
Kalandra berbaring berbantal paha Naraya, dengan posisi miring dia menghadap ke perut sang istri dan terlihat sesekali menciumnya manja.“Apa mereka lapar atau menginginkan sesuatu?” tanya Kalandra sambil mengusap perut Naraya lagi.“Mereka sudah makan banyak tadi, jadi ga mau apa-apa lagi,” jawab Naraya sambil mengusap rambut suaminya.Kalandra kembali mencium perut Naraya, sebelum kemudian bangun dan mencium bibir istrinya itu.“Sekarang papinya yang menginginkan sesuatu,” ujar Kalandra dengan senyum menggoda.“Mau apa?” tanya Naraya dengan dahi berkerut halus.“Mau nengokin mereka,” jawab Kalandra tanpa basa-basi.Naraya terkesiap tapi kemudian terlihat malu karena ternyata suaminya meminta jatah. Kalandra memang tidak pernah meminta saat usia kandungannya masih di trimester pertama, itu karena larangan dari dokter agar kondisi jalan rahimnya tidak terbuka karena berhubungan intim. Namun, dokter mengizinkan jika berhubungan setelah masuk di trimester kedua.“Boleh, tapi jangan buat
Hari itu Naraya dan yang lainnya pergi untuk ikut dalam acara lamaran yang akan dilakukan Kenan. Setelah beberapa bulan berpacaran, akhirnya Kenan memantapkan hati untuk melamar Amanda.Semua orang singgah di hotel sebelum acara lamaran yang akan dilakukan esok hari, sedangkan Naraya meminta izin tinggal di rumah Amanda karena melepas rindu dengan temannya itu.“Perutmu besar sekali, Na? Bukankah kamu bilang baru lima bulan?” tanya Amanda keheranan.“Aku lupa bilang kalau mereka kembar,” ujar Naraya saat melihat temannya terheran-heran melihat perutnya yang besar.“Kembar?” Amanda seolah tidak percaya jika Naraya akan memiliki bayi kembar.Naraya mengangguk-angguk, sebelum kemudian berbisik, “Mereka laki-laki.”Amanda semakin tidak percaya karena Naraya bisa seberuntung itu. Dia menyentuh perut Naraya yang besar, penasaran sedang apa bayi kembar Naraya sekarang.Saat tangan Amanda sedang menyentuh dan mengusap lembut, tiba-tiba terasa gerakan dari dalam sana.“Mereka bergerak.” Amanda